Setelah beberapa minggu kena writer block tingkat akut pada 2 fic OP, aku beralih sebentar ke fandom lain. Tapi lagi-lagi tangan gatal buat menulis multi-chap, so yeah...

Oh ya, ada beberapa pairing shoujo-ai, so beware.

Theme 1: Popularity

Characters: Christa/Ymir

Setting: Setelah ekspedisi ke-57


Daily Lives of Recon Corps

A Shingeki no Kyojin fanfic

SnK ©Isayama Hajime

Warning: shoujo-ai


Akhir-akhir ini, Christa jadi terkenal.

Oh, bukan, bukan akhir-akhir ini saja. Sehari-hari, kau bisa melihatnya dikerumuni orang-orang, baik cowok maupun cewek. Hm, mungkin lebih tepat kalau kubilang bahwa Christa ini anak yang paling populer di angkatan ke-104.

Berbeda dengan Mikasa yang jelita tapi sangat sulit didekati karena loyalitasnya ke Eren (tanyakan Jean atau Sasha). Beda juga Annie dengan sifat dingin dan cueknya yang mempesona (Bertholdt merasakannya sendiri). Atau, Sasha yang hanya mencintai makanan. Atau aku, yang cenderung dingin. Christa adalah cewek baik hati dan ramah pada siapa saja, sehingga secara natural dia lebih mudah didekati. Seolah-olah dia memiliki aura yang mampu menenangkan siapa saja di dekatnya.

Dan, ketenarannya semakin menjadi sejak ekspedisi ke-57 berakhir.

Seperti barusan. Aku beberapa kali mendapati Reiner meliriknya berulangkali dengan wajah gemas, seolah ingin memakannya (ugh). Jean (yang kupikir hanya menyukai Mikasa) diam-diam memandangnya. Bahkan Armin, yang (harusnya) cuma ingin dekat dengan Eren, ikut-ikutan. Padahal sebelumnya mereka tidak seperti itu. Mereka memang sedikit akrab dengan Christa sebagai sesama angkatan ke-104, tapi nggak sampai memberikan pandangan tertarik seperti itu!

Ah, lagi.

Kali ini, Armin yang meliriknya, dengan wajah penasaran.

Hm.

Anak berambut pendek itu langsung mengalihkan pandangannya saat aku meliriknya balik. Dasar.

Nona populer, eh?

...

Bagaimana perasaanku, kau bertanya?

Senang, tentunya.

Ya, senang.

Oh, jangan memandangku seperti itu. Aku punya alasan...

Itu bagus, ketenaran anak itu. Karena dengan begitu, dia nggak akan diusili dan digoda. Para penggemar akan setia melindunginya. Dengan badan kecil dan wajah imut-imutnya, Christa adalah target keusilan yang sangat empuk. Dia bisa bertahan di akademi sampai lulus, tak lain karena aku dan para cewek lain melindunginya...

Hm, ngomong-ngomong soal itu... sejak awal aku bertemu dengannya, aku selalu penasaran. Kenapa anak sekecil (dan seimut) berada di garis depan pertempuran? Dia tidak pantas ada di tempat seperti ini, menurutku.

Anak imut seperti Christa harusnya menikmati masa mudanya dengan bermain-main bersama kawan-kawannya, tanpa mempedulikan perang dengan para Titan.

Tapi, tidak. Dia memilih menjadi prajurit dan mempertaruhkan nyawanya. Dan, dia menjalaninya dengan amat baik; terpilih sebagai salah satu lulusan terbaik pada akhirnya. Walaupun peringkat paling buntut (yah, itu lebih baik daripadaku yang lulus dengan predikat "asal lulus").

Ah, sepertinya aku terlalu banyak berpikir tentang ini.

Intinya, terkenalnya Christa adalah suatu hal yang melegakan.

Tapi... bagaimana aku menjelaskan suatu perasaan yang mengganjal di hatiku...

...

Malam itu adalah malam pertama setelah Recon Corps kembali dari ekspedisi ke-57 keluar Wall Rose, ekspedisi yang berakhir dengan hancurnya hampir 40% pasukan karena serbuan Titan Shifter berjuluk Female Titan itu dan pasukannya.

Semua orang capek baik secara fisik dan mental, itu jelas. Tapi Commander Erwin tidak peduli dan meminta beberapa anggota yang dia percayai (ditambah Eren dan Mikasa) untuk berkumpul dalam upaya penyelidikan identitas asli sang Female Titan. Sementara, anggota skuad lainnya diperintahkan bersiaga di daerah perkemahan yang terletak pada hutan pinggir tembok. Daerah yang cukup rawan sebenarnya, mengingat pergerakan Titan yang semakin agresif pada ekspedisi tadi. Walaupun pada malam hari para Titan memang tidak aktif, tidak ada yang tahu apa teori itu berlaku untuk Female Titan.

Suasana perkemahan menjadi tegang dan sangat tidak nyaman untuk tidur. Sehingga, para prajurit berkumpul di dekat api unggun untuk bersenda gurau. Suasana yang cukup aneh sebenarnya, mengingat jatuhnya banyak korban tadi. Walaupun bagi mereka yang sudah lama berada di Recon Corps, suasana seperti itu sudah biasa. Mungkin mereka ingin mensyukuri hidup dan bagian tubuh mereka yang masih melekat dengan cara itu. Mungkin, dengan itu juga mereka menghormati kawan seperjuangan yang gugur.

Lulusan angkatan ke-104 alias para prajurit baru pun terseret dalam tempo para senior.

Adalah Jean, dari semua orang, yang memulai pembicaraan. Awalnya teman-teman seangkatannya merasa aneh atas sikap anak itu, tapi lama-lama mereka juga ikut ngobrol. Pokok pembicaraan tentunya adalah ekspedisi tadi; berbagai cerita seru, gila, seram, dan bodoh terlontar... pembicaraan yang cukup normal sebenarnya.

Sampai pada suatu saat, mereka membicarakan Christa dan tindakan heroiknya waktu menolong Armin dan kawan-kawan selepas serangan Female Titan.

"... dan waktu Armin sudah sok keren ingin tinggal sendirian, muncullah Christa!" Jean mengarahkan kedua tangannya ke Christa, yang melambaikan tangan kecilnya di depan wajah karena malu. Jean menyeringai melihat reaksi anak itu. "Hahahaha, nggak usah malu-malu begitu dong, pahlawanku. Waktu itu perasaanku campur aduk antara lega, ingin tertawa, dan merasa kesal pada diri sendiri karena diselamatkan seorang cewek,".

"Ooo-h..." Connie, Bertholdt, dan Sasha membulatkan mulut mereka, kagum.

Christa tersipu-sipu.

"Hum. Waktu itu Christa terlihat seperti putri berkuda putih, sungguh keren."

"Maksudmu, pangeran berkuda putih?"

"Hus, Connie. Christa itu cewek, dari atas ke bawah," Reiner, yang menyandarkan diri di pohon dengan kedua tangan sebagai bantalan, mengoreksi tegas. Tidak ada yang menyadari nada bicaranya yang sedikit protektif (dan menjurus pelecehan) itu.

"A-ahaha," Christa tertawa malu. Kemudian dia teringat sesuatu, "Um... Jean, Chloe warnanya coklat."

"Chloe?"

"Kuda yang aku tunggangi tadi."

"Umu... bukannya Byrnhild?" komentar Sasha, masih dengan potongan roti dalam mulutnya. Menurutnya sih, dia lapar karena stres. Tak heran, dari tadi dia apes terus, berulangkali berhadapan dengan Defiant Titan. Timnya jugalah yang pertama melihat Female Titan itu, walaupun dia berhasil melarikan diri terlebih dulu (dengan pengorbanan kedua seniornya).

"Eh, iya! Jangan memberi nama kuda sembarangan, bisa dimarahi senior," sambung Connie.

"Haiz, nggak akan ada senior yang tega memarahi anak seimut Christa," kata Reiner lagi, kali ini terang-terangan menggoda anak itu. Bertholdt memandangnya dengan wajah tak percaya, yang ditanggapi Reiner dengan menaikkan sebelah alis.

"... aku nggak yakin beberapa senior kita menyukai cewek."

Komentar sambil lalu dari Jean membuat mereka semua tertawa. Sementara, Christa menundukkan wajahnya yang agak memanas, sepertinya masih terpengaruh ucapan Reiner tadi. Terang-terangan digoda seperti itu di depan teman-teman... memalukan!

Setelah tawa mereka reda, eh... lagi-lagi para cowok membicarakan dia! Christa tak tahan lagi, dia memblokade suara-suara yang menggodanya, lalu menoleh ke arah Ymir yang duduk di seberangnya sambil memasang wajah meminta bantuan untuk menghentikan pembicaraan itu.

"..."

Ymir tidak memperhatikannya. Cewek dengan bintik wajah itu memutar-mutar cangkir di tangannya, memandang ke suatu arah lain.

"Mu..." Christa pun mencoba memanggilnya dengan suara amat pelan yang sepertinya tak mungkin didengar, "Psst, Ymir... Ymir! Tolong aku..."

Tapi sepertinya pikiran cewek yang dipanggilnya itu tak ada di sana. Entah melamun, mengantuk, atau memang tidak mendengarkan.

Christa langsung cemberut dan menggembungkan pipinya... hasilnya, wajah yang membuat para cowok melongo.

"... dewinya ngambek."

"Nikahi aku sekarang."

"Reiner, kau memang tidak tanggung-tanggung ya."

"Waah... aku mengerti maksudmu, Jean."

...

Menjelang dini hari, keramaian di perkemahan mulai berakhir, digantikan dengan bunyi dengkuran dan bisikan. Sepertinya, rasa capek para prajurit sudah memuncak... sehingga mereka yang tidak kebagian tugas berjaga langsung beranjak ke tenda masing-masing untuk beristirahat dari hari yang panjang itu.

Situasi pergerakan banyak orang itu dimanfaatkan Christa untuk menemui Ymir.

"Oh, haahm... malam, Christa. Belum tidur?" tanya Ymir pada Christa yang menghampirinya dengan wajah memerah dan kedua tangan menggenggam ujung kausnya. Dia terlihat amat gugup.

Benar saja, anak berambut pirang itu tidak menjawab dan malah menyeret Ymir.

Sesampainya di belakang tenda mereka, Christa melepaskan tangannya dan berjalan membelakangi Ymir tanpa mengatakan apapun.

Saat itulah, Ymir merasa akan ada pembicaraan serius. Dia pun menggosok kelopak matanya yang terasa amat berat beberapa kali, lalu berkata dengan nada menyindir. "Hei, menyeretku ke tempat sepi begini... kamu nggak berpikir untuk melakukan 'sesuatu' padaku 'kan?"

"Eh..." Christa menolehi Ymir, wajahnya amat merah. "T-tidak! Kenapa kamu berpikir hal seperti itu?!"

Ymir tertawa kencang, sepertinya amat puas melihat reaksi lawan bicaranya itu. Setelah tawanya usai, dia menyeringai usil lagi. "Lalu, ada apa, eh nona populer?"

"Mu..." Christa menggembungkan pipinya, kesal. Setelah mengabaikannya, Ymir barusan menggodanya dan sekarang menyindirnya! Menyebalkan!

Kemudian dia teringat sesuatu, dan bergumam, "Padahal Ymir juga populer... di kalangan cewek."

"Geh..."

Tepat sasaran. Dengan penampilan maskulin dan kebaikan hatinya yang kasar tapi menghangatkan, tidak heran Ymir bisa populer di kalangan cewek. Padahal, sebenarnya dia bisa sedingin Annie kalau tidak berurusan dengan Christa.

Mereka terdiam untuk beberapa saat, sepertinya semua pembicaraan tentang popularitas ini membuat suasana jadi canggung.

"Uh, lalu," Ymir menggaruk kepalanya. "Kenapa kamu menyeretku ke sini?"

Christa diam saja. Ymir pun mulai memutar otaknya, mencoba menebak apa mau anak itu.

"...mau curhat soal kejadian tadi siang?"

Christa menggelengkan kepalanya.

"Atau kamu nggak bisa tidur, seperti malam sebelum berangkat ekspedisi?"

Tidak ada jawaban.

"Atau... kamu memang ingin melakukan 'sesuatu' padaku?"

"...!" Christa memelototinya dengan wajah merah. Tak lama, dia membuang mukanya sambil mendengus.

"Aah, kambuh deh, dia mendiamkan aku," pikir Ymir. Kemudian, dia mengangkat kedua tangannya. "Oke, aku menyerah."

Mendengar itu, Christa mengangkat wajahnya, wajah yang masih cemberut itu. Mulutnya komat-kamit tidak jelas. Ymir mengangkat alisnya, lalu mendekatkan telinganya.

Christa melonjak, dan dia mundur selangkah. Tapi, melihat wajah penasaran Ymir, dia pun luluh. Dia menelan ludah, dan berbisik ke telinga lawan bicaranya itu.

"Waktu Ymir tidak berkomentar apa-apa waktu aku digoda Reiner dan yang lain, aku... merasa sedikit kecewa."

Ymir melebarkan matanya, lalu buru-buru menjauhkan diri.

"Sebentar," cewek berambut hitam itu mengajukan sebelah tangannya ke depan Christa, memintanya berhenti berbicara dulu. Dia lalu meletakkan tangan satunya di dahinya yang berkerut memikirkan maksud omongan Christa. "Cuek... populer... kecewa? Aku?"

Ah.

Tak lama, Ymir menatap Christa dengan sebelah alis terangkat.
"Dengan kata lain, kamu ingin aku... uh, cemburu?"

Wajah Christa makin tertunduk, dan Ymir bisa melihat bahkan telinga anak itu memerah.

Ymir bisa merasakan jantungnya hampir berhenti melihatnya. "Nikahi aku sekarang," dia menahan kuat-kuat perkataan yang sudah sampai di ujung bibirnya itu, lalu berdehem untuk mengakhiri lamunannya. "Ehem. Jadi, uh... kenapa kamu ingin... aku cemburu?"

Christa mendongak untuk menatap Ymir dengan wajahnya yang merah padam. Tatapannya seolah mengatakan 'jangan buat aku mengatakannya'. Ymir bergeming, dia menyilangkan lengannya dan menatap serius anak itu.

Kali ini tatapan memelas Christa takkan menghentikannya mengorek kebenaran!

Tak lama, Christa pun menyerah di bawah tatapan tajam Ymir. Dia menundukkan kepalanya lagi, lalu dengan suara amat pelan, berkata, "H-habis... Ymir pernah bilang ingin menikah denganku, jadi harusnya kamu cemburu kalau aku didekati orang lain 'kan..."

Ymir melebarkan matanya.

Tunggu, kenapa anak ini-

"Kamu... dengar yang waktu itu?" tanya Ymir, tak percaya.

Christa mengangguk pelan. "Aku salah satu lulusan terbaik, Ymir, indraku tajam," Christa membusungkan dadanya, lalu wajahnya memerah lagi. "J-jadi, ya... aku dengar itu."

Ymir melongo mendengar itu. Perasaan, waktu itu dia mengatakan hal itu dalam hati... ah, apakah ini yang dinamakan intuisi perempuan?

Tapi tunggu.

"Tunggu tunggu tunggu... kamu menganggap yang waktu itu serius?" tanya Ymir, ragu-ragu. Christa mengangguk pelan, dan saat itu juga muncul rona merah yang amat samar pada pipi berbintik Ymir.

"Ahhh, Ymir merona! Baru pertama kali lihat!" pikir Christa, kagum. Dia tidak mau mengatakannya karena jika Ymir mendengarnya, rona merah yang amat langka itu akan langsung lenyap.

"T-tapi Christa, kita ini sama-sama cewek! Apa kamu nggak merasa ucapanku itu aneh?"

"Uh-hum," Christa menggelengkan kepalanya. "Kalau orang lain yang bilang begitu, jelas aneh. Tapi, karena Ymir yang bilang begitu, aku malah... senang."

"Hah?" Ymir melebarkan matanya. Serius, apa yang terjadi di sini? Kenapa pembicaraan mereka bisa sampai di poin ini?

Dia meletakkan jarinya di dahi, mencoba memikirkan lagi apa yang telah terjadi.

Christa digoda Reiner dan yang lain secara terang-terangan. Dia minta tolong padanya, tapi waktu itu Ymir sedang melamun. Kemudian Christa menyeretnya untuk bicara 4 mata. Dia bilang, dia ingin Ymir merasa cemburu kalau dia digoda orang lain.

"Cemburu... digoda orang lain... menikah... ah-"

Kemudian itu disadarinya.

Bodohnya dia. Kenapa baru sekarang? Padahal, selama ini Christa sudah memberikan tanda-tanda yang amat jelas (kalau mereka berduaan)... yang tidak dia sadari. Setelah calon rival muncul, barulah dia menyadarinya!

Wajah Ymir merona lagi setelah mendapatkan kesimpulan itu. Dia segera memalingkan wajahnya, tidak menyadari Christa yang menatapnya dengan takjub.

Setelah menenangkan diri dan meredakan rona merahnya, Ymir menoleh lagi, menghadap Christa. "Uh, aku..."

Christa terus menatapnya dengan penuh antisipasi.

"U-uh..." Ymir memejamkan matanya, lalu berkata, "J-jelas aku cemburu! Mana ada orang yang nggak cemburu kalau calon pengantinnya didekati orang lain?!"

Saat Ymir membuka matanya, tampak Christa memandangnya dengan mata berkilauan dan pipi yang merona. Ymir pun menyadari kalau pipinya juga terasa panas, dan dia buru-buru memalingkan wajah untuk menyembunyikannya.

"Ymir tidak jujur ih."

"... kau memaksaku mengatakannya..." Ymir bergumam.

Christa tersenyum lebar setelahnya, ekspresi yang membuat Ymir kehilangan kesabaran. Diapun menghampiri Christa dan meletakkan kedua tangan di bahunya yang kecil itu.

"Umph."

Ymir memeluknya.

Perbedaan tinggi badan mereka membuat kepala Christa tepat berada di dada Ymir, layaknya sepasang kekasih yang "normal". Ya, kedua orang ini memang menyadari kalau hubungan mereka itu tidak normal, tapi peduli amat.

"Ymir...?"

"D-diam... aku nggak biasa mengatasi hal seperti ini."

Christa yang ada dalam pelukannya tak bisa melihat wajah Ymir yang merah padam saat itu. Tapi itu tidak penting, karena Ymir... Ymir yang itu, yang cuek dan dingin, memeluknya!

"Ymir... hangat," gumam Christa.

Sebuah pernyataan yang cukup aneh, mengingat arti nama Ymir itu sendiri.

...

Aku tahu, alasanku mendekati Christa hanyalah untuk melindungi diriku sendiri.

Aku... tidak pantas berada di sampingnya.

Kalau boleh memilih, lebih baik aku menyerahkannya pada Reiner atau Bertholdt yang lebih mampu melindunginya daripada aku. Atau Annie. Atau Mikasa. Siapapun, yang bukan aku.

Tapi, biarlah... biarkan aku menikmati saat-saat seperti ini bersamanya, sebentar saja.


A/N

Bagi kalian yang baca manga SnK, pasti sudah tahu motif Ymir nempel terus ke Christa. That being said, Ymir pernah komentar ke Reiner kalau dia bukan cewek yang tertarik pada cowok. So... yep, yuri flag.


- Omake -

"Ngomong-ngomong, Ymir."

"Hm?"

"Kalau kita menikah nanti, siapa yang jadi mempelai prianya?"

"Hah? Memang harus ada yang seperti itu? Kita ini sama-sama cewek."

"Unn... karena aku ingin melihat Ymir pakai gaun yang cantik, sepertinya aku yang harus jadi mempelai prianya ya?"

"Bicara apa kamu, sudah jelas kamu yang lebih pantas-"

"Lalu, aku ingin Reiner atau Armin, atau Jean yang jadi pendamping..."

"... ternyata Christa ada tendensi S."