A/N: Saya belajar bahasa Indonesia di sekolah saja (di Australia), jadi bahasa Indonesia saya tidak bagus. Maaf, ya! Dan fanfiction ini aneh sekali.


Di Kafe

By Janine (see profile – maaf, saya tidak tahu kata-kata bahasa Indonesia untuk itu)

Pada liburan sekolah, Yagz berlibur ke Indonesia sendirian. Waktu dia tiba di sana, dia takut sekali karena dia jarang mendengarkan gurunya dan tidak mengerjakan PRnya. Jadi dia berjalan-jalan saja selama setengah jam, sebelum masuk ke sebuah kafe. Kafenya tidak terlalu ramai, dan ada beberapa tempat kosong. Dia duduk samping jendela.

Seorang pelayan melihat dia dan berkata, "Selamat siang. Mau pesan apa?"

Yagz tidak bisa menjawab. Dia kira bahwa pelayannya sangat ganteng. Dia muda sekali, berumur lebih-kurang limabelas tahun. Rambutnya panjang dan berwarna coklat muda, dan matanya besar dan berwarna hijau. Dia memakai kemeja yang putih dan jas dan celana panjang yang hitam. Yagz kira bahwa pakaian itu cocok untuk dia.

Sesudah beberapa menit, pelayan merasa bingung karena Yagz tidak menjawab. "Anu . . . mau pesan apa?" dia bertanya lagi.

"M-Maaf?" berkata Yagz. "Anu – anu . . . saya perlu berkata apa, ya? Anu – kamu ganteng . . . dan ciumlah saya sekarang, Bang –"

"Maaf?!"

"Aduh! Tidak, tidak!" Muka Yagz sangat merah. Telinganya merah juga. "Saya mau cari kamar pas – ah, tidak, saya tidak di toserba! Saya mau pesan . . . oh, lupalah ini, saya tidak lapar. Maaf, Bang."

"Jadi mengapa kamu di sini?" Pelayan masih bingung.

"Saya tidak tahu saya ke mana, karena saya tidak pandai bahasa Indonesia."

"Oh, benar? Kamu dari mana?"

"Dari Australia."

"Australia? Oh, sayang sekali – saya dari Jerman. Saya bukan orang Indonesia, tapi saya tidak bisa berbahasa Inggris. Hmm . . . siapa namamu?"

"Nama saya Yagz."

"Saya Alphonse, tapi saya lebih suka 'Al'."

Sekarang Yagz merasa malu. "Al . . . nama itu bagus. Saya suka namamu."

"Maaf? Ulangilah."

"Ah, tidak! Saya berkata – saya tidak – oh, maaf."

Sepuluh menit kemudian, Al berkata, "Kamu kira bahwa kamu tidak lapar, Yagz. Saya tidak percaya." Dia ke belakang kafe dan lalu memberi sebuah kueh kepada Yagz. Kuehnya indah, besar dan berwarna merah muda.

"Wah! Kueh! Makanan favorit saya! Cihui! Kelihatannya enak."

"Saya benar, ya?" berkata Al. "Apakah kamu lapar sekarang?"

"Anu . . . sedikit . . . mungkin." Muka Yagz merah lagi. Dia mulai makan. "Enak sekali! Boleh saya bertanya, Al, kafe ini bernama apa?"

"Nama kafe ini? Dunia Janin."

Yagz berhenti makan. "Dunia . . . apa?"

"Dunia Janin."

"Dan . . . kueh ini terbuat dari apa?"

"Kalau tidak salah," menjawab Al, "telur, susu, minyak . . . dan janin. Banyak janin."

Yagz berdiri. "Sialan!" dia berkata, dan dia ke luar Dunia Janin dan tidak membayar untuk kuehnya.

Al bingung lagi. "Jangan berangkat! Baiklah, kamu boleh cium saya! Jadi jangan berangkat!"

Dua minggu kemudian, waktu Yagz di Australia lagi, teman-temannya bertanya dia, "Kamu melakukan apa di Indonesia?"

Dia berkata dalam bahasa Inggris, "Saya berbicara dengan seorang pelayan, dan saya kira bahwa dia lucu, tapi . . ."

"Tapi apa?" berkata temannya.

"Diamlah," menjawab Yagz. "Saya tidak suka dia samasekali."