Fanfic

Rated K (Romance, Love, Hurt. MyungJong Shipper/BlackLemon~ )

(Warn: Disclaimer of themselves)

Chapter 2

.

Lullaby

.

Now Playing – Lullaby (Xiah Junsu of JYJ)

.

Previous Story…

"Kau tampak sangat kelelahan… Jongie." Ucapku ragu-ragu, kembali membuka percakapan.

Sungjong menunduk, memilin jemarinya, sebelum menjawab: "Ne~ Aku lelah sekali. Akhir-akhir ini aku juga memikirkan banyak hal. Terutama keluargaku."

"Eh? Kita kan belum punya anak. Keluarga yang mana?"

"Haiiish!"

"Heheh iya iya~ Kita sudah sampai. Ayo turun. Lanjutkan cerita di dalam saja ya?"

.

.

Sungjong langsung mandi setelah sampai di apartemenku. Dan saat aku menggantungkan handuk di samping pintu kamar mandi untuknya, ia berteriak: "Aku akan menginap. Pinjam bajumu, piyama juga!"

"Kau serius?" Aku mendekat ke pintu.

"Ya!" Jawabnya, sementara kulihat seluetnya di pintu kaca sedang menggosok rambutnya.

"Tapi, aku tak punya piyama pink lho ,Jongie." Aku terkikik dan langsung pergi.

Ia pasti marah di dalam sana.

.

Jadi aku sedang mengeluarkan baju dan piyama dari lemari dan menaruhnya di ranjang. Memilih beberapa baju yang dulu pernah dipakai Sungjong saat dirinya tinggal di sini. Dan berharap baju itu masih muat di tubuh kurusnya.

Setelah selesai, aku duduk di sudut ranjang. Dan pikiranku tiba-tiba sepenuhnya dikuasai oleh orang yang sedang berada di kamar mandiku itu.

Bukan, bukan! aku tak berpikiran mesum. Aku hanya mengkhawatirkannya. Ia telah menerima begitu banyak masalah bahkan sebelum aku mengenalnya. Dulu dia sangat manis. Selalu tersenyum tiap kami berpapasan di koridor ataupun di kantin sekolah. Siapa yang dapat menyangka bahwa di balik semua itu ia menyembunyikan masalah di rumahnya?

Aku jadi ingat, di kamar ini dulu, ketika ia datang malam-malam sambil menangis dan menceritakan padaku semuanya.

Aku ingat malam itu ia mencoba tidur dengan raut begitu gelisah. Dan ia mungkin tak tahu bahwa aku menangis melihat wajahnya saat itu. Aku sungguh tak bisa berbuat apa-apa terhadapnya kala itu. Tak ada yang terpikirkan sama sekali. Aku jadi berpikir bahwa aku tak berguna karena tak mampu menolongnya.

Satu-satunya hal yang kulakukan hanyalah mencoba membuatnya tertidur. Menggumamkan sebuah lagu pengantar tidur di sampingnya. Berharap dengan begitu ia akan lupa walau sedikit pada masalahnya.

.

.

"Kim Myungsoo~"

Aku menoleh dan mendapati Sungjong berdiri di pintu dengan rambut basah.

"Panggil aku hyung." Kataku sembari bangkit dan menghampirinya. Meraih bahunya dan membawanya duduk di ranjang.

"Kau hanya beberapa bulan lebih tua." Jawabnya sambil duduk menurutiku.

"Aku suka dipanggil hyung olehmu~" Aku mengambil handuk kecil yang menyampir di bahu Sungjong. Lalu mulai mengusapkannya perlahan ke rambutnya yang penuh tetesan air.

Sungjong memutar bola matanya. "Hei? Kim Myungsoo. Kau tadi memikirkan apa?"

Aku diam.

"Jawab aku!" Sungjong menjauhkan kepalanya dan mendongak ke arahku.

"Hyung memikirkanmu…" Aku mendekat dan kembali mengusapi kepalanya.

Sekarang Sungjong yang diam.

"Sudah dua minggu kita tidak bertemu. Kau tak selingkuh 'kan Hyung?" Tanya Sungjong lirih. Tetapi telingaku menangkap nada-nada yang dulu sering ia gunakan saat bermanja-manja padaku.

"Kita pernah berpisah setengah tahun, bagaimana mungkin aku selingkuh hanya karena dua minggu tidak bertemu?"

"Kau selalu memikirkanku. Kau perhatian. Kau juga memberiku yang aku butuhkan."

Mendengar hal itu, aku langsung teringat keluarga Sungjong. Mungkinkah maksud Sungjong adalah 'kasih sayang'? Oh~ aku jadi ingin menghiburnya.

"Aku kekasih yang baik." Aku memberitahunya, dan Sungjong mengangguk.

"Lalu aku? Bagaimana denganku?" Ia mendongak padaku.

Aku menatapi wajahnya. Memperhatikan setiap guratan-guratan keletihan di sekitar matanya. Kemudian kuputuskan menjawab: "Kau kekasih yang tampak kelelahan."

Dan Sungjong tertawa.

"Ne~ Hyung. Gomawo~ karena selama ini kau tak pernah meninggalkanku." Dengan erat ia memegangi ujung bajuku.

Aku tersenyum. Menyentuh puncak kepalanya, dan mengelusnya cepat. Ia sebenarnya sangat menggemaskan.

"Aku tidak butuh ucapan terima kasih Jongie. Aku memang tak akan meninggalkanmu."

.

.

Aku mengira jika sudah mandi dan lebih segar, raut-raut lelah di wajah Sungjong akan hilang. Namun aku salah, lelahnya hanya berkurang. Ia terus menggeliat tak nyaman dan wajahnya tampak resah.

Aku sendiri tak bisa tidur. Sekarang pukul 9.

Sekali lagi aku menoleh pada Sungjong yang bergerak gelisah. Ia tampak perlahan membuka kedua matanya, dan ia berniat memejamkannya lagi, namun karena melihatku yang sedang memandanginya, mata itu urung terpejam.

"Hmmm… Tidurlah Kim Myungsoo.. selagi kau masih bisa tidur.." Gumamnya dengan suntuk.

"Mana bisa tidur kalau kau begini gelisah." Aku mengulurkan tangan untuk mengusap rambutnya.

"Aku sudah begini sejak dulu, kau lupa ya?"

Aku kasihan mendengar pengakuan itu. "Kau tak pernah tidur dengan baik?"

"Iya. Tapi aku bekerja dengan baik." Ucapnya bangga.

"Kau akan sakit jika terlalu lama begitu."

"Sudah 2 tahun kok. Aku sudah biasa. Kau tidurlah, jangan hiraukan aku!"

"Mau kupeluk?" Aku mendekat.

Tetapi Sungjong diam.

"Sejak dulu kau terbiasa menyembunyikan masalahmu Jongie. Itulah mengapa kau sulit tidur. Padahal kau bisa menceritakannya padaku. Buatlah aku merasa sedikit berguna meski belum bisa memberimu apa-apa."

Sungjong perlahan merengut. "Kau tidak tahu saja!" Cetusnya.

"Apa?"

"Kau tidak tahu dan tidak sadar betapa bergunanya kau dalam hidupku!" Jawabnya, terdengar marah.

Aku berusaha mencerna ucapannya. Namun kurasa masih tidak jelas.

Sungjong kembali bersuara: "Kau mencintaiku! Menerima keberadaanku! Dan tidak mengusirku! Itu sudah sangat cukup! Kau tak tahu, jika tak ada kau aku pasti sudah lama bunuh diri…"

Alisku bertaut mendengarnya. Aku tak mau membayangkan hal itu. Bagaimana bisa Sungjong mengatakan hal semacam itu terhadap dirinya sendiri?

Kugeser posisiku dan memeluknya. Tetapi Sungjong tak balas memelukku. Ia hanya sedikit menyandarkan kepalanya ke dalam dadaku.

"Kalau aku tidak punya kau, malam itu aku pasti sudah memilih melompat dari jembatan."

"Sssshhh…" Aku memintanya berhenti mengatakan hal buruk.

Namun Sungjong melanjutkan: "Tapi malam itu aku ke sini. Ke apartemenmu ini. Menemuimu dan aku baik-baik saja."

"Bisakah kita tidur saja Jongie?"

"Makanya berhentilah berpikir kau itu tak berguna!" Sungjong mendongak dan tiba-tiba kepalan tangannya memukul dadaku keras! Satu kali. Tapi sungguh sakit. Membuatku meringis sejenak.

"Saat tadi aku selesai mandi, kau melamun, dan kau bilang kalau kau sedang memikirkanku! Tapi kenapa kulihat wajahmu sedih? Apa aku ini menyedihkan?!"

"Bukan. Karena kau kelihatan lelah, aku memikirkanmu."

"Justru karena lelah aku menemuimu! Aku membutuhkanmu! Kau masih mau menganggap dirimu tak berguna?!"

"Iya.. iya aku mengerti. Aku tak akan berpikir begitu lagi." Aku kembali menariknya dalam pelukanku. "Aku hanya ingin kau berbagi masalahmu denganku. Siapa tahu setelah itu kau bisa tertidur."

Untuk beberapa saat yang lama, Sungjong diam. Ia hanya mengerjap-ngerjap. Kurasakan bulu matanya bergerak ke atas ke bawah dalam dekapanku.

Setelah cukup lama dan aku menunggu, akhirnya ia menghela nafas dan mulai bicara.

"Orangtuaku memintaku kembali ke rumah." Desahnya.

"Benarkah?!" Aku terkejut. Menunduk dan menatap wajahnya tak percaya.

"Kau senang atau apa?!" Bentaknya.

"Hm.. Entahlah… tergantung dirimu."

Ia menunduk. Keningnya menyentuh leherku perlahan. "Aku tak mau kembali…" Jawabnya.

"Kenapa?"

"Mungkin terdengar kekanakan, tapi aku belum mau memaafkan mereka."

"Kalau begitu, kau harus mencoba…"

"Belum! Sekarang belum saatnya."

"Kau mau dengarkan aku sebentar?" Ucapku sambil memeluknya lebih erat.

Sungjong diam, dan kuanggap itu 'iya'.

"Kuberitahu. Beberapa hal yang telah terjadi padamu mungkin tak bisa kupahami, tetapi aku tahu kau orang baik. Kau mungkin melakukan semua ini karena kesal terhadap mereka. Namun lihat sisi positifnya. Hidupmu sudah benar-benar mapan. Saat tadi pagi kau menelfonku dan mengatakan ingin kemari, aku langsung membereskan apartemenku. Kau tahu kenapa? Karena aku senang kau masih bersedia datang ke tempat tinggalku yang sederhana ini. Padahal kau sudah punya hidup yang sangat baik. Aku masih ingin tampak pantas di hadapanmu yang sekarang."

"Karena itu kau terlambat menjemputku? Karena beres-beres?"

"Iya.. Maaf soal itu. Tetapi dengar Sungjongie… Kau sudah berhasil sekarang. Kau juga sudah punya semuanya. Bukankah itu artinya tujuanmu sudah tercapai? Sekarang orangtuamu ingin kau kembali, anggap saja mereka ingin meminta maaf. Bukankah sebaiknya kau menerima mereka? Aku yakin masalahmu akan selesai."

Dan Sungjong masih diam. Sepertinya ia mencerna semua perkataanku.

"Hei, jangan-jangan kau tidur…" Panggilku saat ia masih saja diam.

Ia terkekeh. "Tidak. Aku memikirkan pendapatmu. Meski itu cuma klise dari semua yang telah kualami, tapi aku mempertimbangkannya."

"Oke terima kasih. Satu hal lagi. Biar bagaimanapun mereka pernah merawatmu selama bertahun-tahun"

"Aku tahuuu!" Sungjong seketika bergerak frustasi. Sepertinya ia mencoba menyangkal kenyataan itu.

"Maka dari itu, pikirkan baik-baik ya?"

Sungjong kembali kalem, lantas mengangguk. Kemudian, tanpa kuduga, ia memelukku.

"Myungsoo…?" Panggilnya.

"Hm?" Aku menoleh pada wajahnya.

"…hyung~"

Aku tersenyum.

"Sebenarnya setiap malam aku butuh kau hyung… Dua tahun lalu saat aku datang dan menangis di sini. Aku baru bisa tidur karena kau menyanyikan lullaby untukku. Itu terakhir kalinya aku bisa tidur dengan tenang."

Untuk sejenak aku terkejut mendapat pengakuan itu. Dan sejenak setelahnya, aku mulai kasihan.

"Maukah kau tinggal denganku saja suatu saat nanti?" Ia menatapku, dan sepertinya ia serius dengan permintaannya.

"Kau serius?" Tanyaku memastikan.

Ia mengangguk.

Maka sekali lagi aku tersenyum. "Tentu saja chagiya~ Kita akan tinggal bersama setelah aku lulus."

Sebab aku ingin agar orang yang kucintai ini tak lagi tidur dengan gelisah. Mulai sekarang...

.

.

A lullaby only for you~

Listen to this lullaby I'm singing.

As you sleep, just feel it.

Sleep well, my baby…

I'll hold you, feel my arms..

So, sleep well, dream of me.

Don't be afraid, I will make you warm.

Dream is dream, but I wanna make you realize.

Please know my heart. I want to make you fall asleep.

When morning comes, I will wake you up~

.

End.

.

Side Story.

Myungsoo mungkin tak tahu betapa ia berpengaruh dalam hidupku.

Aku sungguh-sungguh saat mengatakan dua tahun lalu aku berniat bunuh diri. Aku masih muda dan sangat mudah memikirkan hal semacam itu jika sedang ada masalah.

Tetapi saat itu aku mengingat Myungsoo. Dan langsung berlari ke apartemennya.

Ia tak pernah tahu berapa kali ia telah mengobati lukaku hanya dengan melihat senyumnya.

Saat itu, keberadaannya membuatku bertahan untuk terus datang ke sekolah.

Meski tak bergantung padanya tetapi kuakui aku sangat membutuhkannya.

Sekarang kuakui aku memang sedikit berubah. Menjadi arogan katanya? Mungkin benar. Namun Myungsoo selalu tahu caranya meluluhkanku.

Dan, satu hal lagi, Myungsoo benar tentang orangtuaku. Mungkin sebaiknya aku datang menemui mereka.. Aku bukan orang jahat. Mana mungkin tak kumaafkan mereka?

Myungsoo masih menggumamkan nyanyian untuk mengantar tidurku.

Membuat mataku perlahan mulai berat. Aku mengantuk.

Tidur dalam pelukan Myungsoo…

Aku ingin dengannya selamanya.

.

.

Holla ~ ?

Selama beberapa hari tanganku sakit sekali. Ini pasti karena main hape terus -_-)~

Akibatnya, aku jadi ga bisa bikin fanart maupun fanfic Myungjong tercintah :v

/abaikan!

Malam ini aku baca ff-ku yang judulnya "Our M Scene".

Dan jadi pingin bikin Rated M lagi! huahahah

Ngomong2, aku ada ikut project buat "MyungJong Day" ^^

Beberapa author ikut project ini lhoo~

Meski ini baru rencana, tapi kalian partisipasi yaaa?~

Kabar selanjutnya tentang project itu akan aku tulis di fanfic berikutnya..

( ^_^)d