Entry untuk kontes fic "Beetween Good and Evil". Tujuh Dosa Besar dan Tujuh Kebijaksanaan Roh, mari kita coba...

Theme 1: Gluttony

Setting: UBW. OOC berat buat Saber, hahaha.

Disclaimer: franchise Fate adalah milik Tuan Jamur dan Tipe-Bulan yang luarino biasarino! Jangan lupa Takeuchi dan Unlimited Saber Works!


Servant Juga Manusia

A Fate-verse fanfic

Fate © Kinoko Nasu and TYPE-MOON

Chapter I

Seven Sins: Gluttony


Arturia Pendragon sering berpikir, betapa beruntungnya dia mendapat Master seperti Shirou Emiya.

Berbeda dengan Master-nya di Perang Cawan Suci sebelumnya, 10 tahun lalu, Kiritsugu Emiya. Pria yang sangat dingin bahkan kepada keluarganya sendiri, dengan tatapan mata kosong seolah dia kehilangan harapan atas dunia ini. Dia lebih cocok disebut sebagai robot daripada manusia, segala tindakannya benar-benar pragmatis dan mekanik.

Tapi, putra angkatnya, Shirou, tidak seperti itu.

Seorang pria muda yang naif dan selalu berpikiran positif terhadap semua orang. Idealis yang mengejar impian sang ayah angkat untuk jadi "pembela kebajikan", menjadi "pahlawan". Sekilas, bagi seorang Servant yang harus melindungi Master-nya, Shirou amatlah merepotkan. Bagaimana tidak? Dia seolah tidak menghargai keselamatan dirinya sendiri, terus melemparkan diri ke tengah bahaya seperti itu.

Meskipun Saber sudah sering sekali menekankan bahwa tidak mungkin seorang manusia bisa menghadapi Roh Pahlawan... Shirou tetap nekad. Belakangan kemampuan mempertahankan diri Shirou memang meningkat pesat (entah karena apa), tapi pertempuran antar Servant tetap berbahaya untuknya. Saber tidak akan pernah bisa menyetujui tingkah sang Master.

Kiritsugu sang ayah adalah seorang penyihir yang handal... bukan, dia adalah Pembunuh Penyihir. Saber tidak perlu mengkhawatirkan keselamatannya, karena kalau dia boleh jujur dia malah mengkhawatirkan siapa yang akan jadi lawan pria itu. ia ingat bagaimana akhir Kayneth El-Melloi, Master dari Lancer pada Perang Cawan Suci keempat, akhir yang sangat tragis. Sampai sekarang Saber selalu merinding jika mengingat kutukan Diarmuid Ua Duibhne, Lancer yang menjadi korban taktik licik Kiritsugu, kutukan seorang ksatria yang loyalitasnya dikhianati sang Master. Lebih dari Shirou, jauh melebihinya, Saber tidak bisa menyetujui tindakan Kiritsugu.

Tapi kebodohan Shirou ini membuatnya lebih layak dilindungi sebagaimana peran seorang Servant yang sesungguhnya. Tentu Saber tidak bisa membenci itu. Sehingga, jika dia boleh memilih, dia lebih menyukai Shirou sebagai Master-nya.

Selain itu ada satu faktor lagi, yang menurut Saber adalah faktor paling penting dari hubungan Master-Servant yang sekarang dijalaninya dalam Perang Cawan Suci kelima.

Shirou... jago masak.

-xXxXx-

Sore itu, Saber kembali melatih Shirou di dojo kediaman Emiya. Shirou pernah bilang kalau dia akan bertarung bersama Saber (pemikiran bodoh, Arturia mengakui), jadi sang Servant merasa bertanggungjawab untuk meningkatkan kemampuannya... paling tidak agar dia bisa bertahan hidup cukup lama sampai Saber datang menolongnya di saat masalah.

Tapi, manusia melawan Roh Pahlawan, jelas sangat tidak imbang. Sepesat apapun perkembangan kemampuan bertarung Shirou selama beberapa hari ini seolah tidak ada artinya. Hanya dalam 10 menit, Shirou sudah terkapar penuh luka lecet dan lebam di sana-sini akibat kerasnya pelatihan dari Saber. Itu bukan masalah karena Shirou secara misterius memiliki kemampuan regenerasi yang luar biasa... istirahat 15 menit, biasanya luka-luka seperti itu sudah pulih.

Sekarang Saber tengah berdiri dengan gagahnya di depan Shirou, memangkukan kedua tangan pada tangkai shinai yang barusan digunakannya, pose favoritnya selama dia jadi raja.

"... apa kamu mengerti maksud saya, Shirou?"

Ia bertanya begitu, mengakhiri nasihat (cukup) panjang lebarnya tentang kekurangan dan kecerobohan Shirou selama latihan. Sang Master tidak bisa melawan lagi, dia fokus memulihkan nafas dan luka-lukanya.

"Iya, iya. Aku mengerti, Saber."

"Hmph, baguslah kalau begitu-" belum selesai Saber berkata, terdengar bunyi gemuruh pelan entah dari mana... perutnya berbunyi. Bagi seorang gadis, itu hal yang sangat memalukan, tapi dia tidak menganggap diri sebagai perempuan. Arturia mengerutkan dahinya, lalu menoleh ke arah jam dinding, yang menunjukkan pukul 7 malam. Pantas, sudah waktunya makan malam sih. "D-daripada itu, Shirou. Saya... membutuhkan asupan nutrisi."

Tanpa Saber menggunakan kata-kata keren seperti itu, Shirou sudah mengerti kalau Servant-nya itu... sedang lapar. Emiya junior menghela napas dan bangkit ke posisi duduk bersila, lalu berkomentar dengan entengnya, "Seperti biasanya, kamu ini rakus ya, Saber."

Tampak kepulan asap pink membubung dari wajah Saber. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas, shinai-nya berayun-ayun mengancam, "W-walaupun kamu Master-ku, aku tidak bisa mengabaikan perkataanmu tadi!"

Shirou hanya bisa tertawa kecil menyaksikan tingkah imut Servant-nya itu. Saber biasanya kalem dan tenang seperti aliran sungai musim panas, tapi kalau sudah menyangkut urusan makan, dia bisa agresif dan 'dere' seperti Rin Tohsaka.

...

"Maaf mengganggu..."

Baru saja Shirou hendak memulai mahakaryanya di dapur, datanglah seorang tamu tidak diundang... dua, jika kau menghitung Servant yang bersamanya dalam wujud roh tak terlihat.

Dengan penampilan khasnya, kaus lengan panjang merah mencolok, rok super mini, dan zettai ryouiki (grade S!), Rin Tohsaka menyelonong begitu saja, masuk ke ruang keluarga kediaman Emiya. Dia juga seorang Master di perang ini, tapi sedang dalam aliansi sementara dengan Shirou dan Saber untuk memburu Master dari Rider yang mengancam murid-murid sekolah mereka. Sejak itu, dia suka seenaknya datang ke rumah Shirou untuk mengganggunya.

"Ah, Tohsaka? Mau apa lagi kamu kemari?" komentar Shirou dari arah dapur.

"Hehe, nggak apa-apa 'kan kalau aku mengecek kondisi teman aliansiku... masih hidup atau sudah mati," jawab Rin, sambil mengambil tempat duduk di depan Saber.

"... oke?" Shirou hanya bisa menghela napas. Rin adalah idola di SMU Homurahara, walaupun sifat aslinya (yang hanya diketahui Shirou... dan Issei, sepertinya) cukup buruk. Suka menggoda, egois, dan jutek abis. Tapi menurut Shirou, dia teman yang baik. Terlalu baik malah, mengingat posisinya sebagai penyihir yang mengawasi kota Fuyuki ini.

"Malam, Rin," sapa Saber. Pipinya sedikit menggembung karena mengemil biskuit di atas meja makan.

"Malam, Saber," balas Rin. Dia tersenyum gemas melihat tingkah sang Servant pedang di depannya, itu imut sekali. "Ara, jam segini kamu baru mulai masak untuk makan malam, Emiya-kun?"

"Yap, barusan Saber melatihku habis-habisan, kami sampai lupa waktu."

"Heee..." hanya itu komentar Rin.

Selanjutnya, suasana jadi lengang. Hanya terdengar bunyi acara tidak jelas di TV dan hentakan-hentakan Shirou yang memotong-motong bahan masakan. Rin menutupi mulutnya dan menguap. Ini membosankan. Biasanya, dia bisa menggoda Shirou, tapi kalau sedang di dapur, dia tidak bergeming sedikitpun. Tidak mempan diapa-apakan seperti Berserker.

Sebersit ide nakal pun terlintas di pemikiran sang setan merah.

"Ne, Emiya-kun?"

"Apa, Tohsaka?"

"Kalau aku kemari, kamu selalu memasak untukku," kata Rin. Dia tidak perlu bertanya apa Shirou sekarang akan memasak untuknya juga, karena biasanya dia selalu begitu.

"Kamu 'kan tamu, sebagai tuan rumah aku harus melayanimu," jawab Shirou. Ia tidak keberatan, toh ia suka memasak. Karena Saber makannya (sangat) banyak, dia terbiasa memasak untuk porsi lebih. Tambah satu-dua orang tidak apa-apa.

"Hmph, itu benar. Tapi bagaimana kalau sekali-kali aku yang melayanimu? Keseimbangan gender, menurutku."

Terdengar bunyi hentakan yang cukup kencang, sepertinya Shirou memotong sayuran terakhirnya dengan terlalu kuat.

"... apa maksudmu?"

Kena, Rin menyeringai licik. Saber memandanginya dengan berkedip sekali dua kali, tidak mengerti apa yang akan dilakukan gadis di depannya itu. Sang pewaris Tohsaka lalu bangkit dan berkata dengan penuh percaya diri, "Malam ini, aku yang masak."

Terdengar derap langkah kaki dari arah dapur, disusul dengan Shirou yang kebingungan.

"Kamu... mau masak, Tohsaka?"

"Yup, aku sudah bilang 'kan, gantian," Rin menyingsingkan lengan kausnya. Sebelum Shirou menolak kemauannya, dia menyunggingkan senyuman seram khasnya. "Aku tidak menerima penolakanmu, Shirou."

Ugh, Shirou mundur selangkah. Gadis ini, kalau dia sudah berniat, takkan ada yang bisa menghentikannya! Iapun merundukkan badan dan menghela napas, "... baiklah kalau itu maumu."

"Hehe," Rin tersenyum penuh kemenangan.

"Tapi! Aku akan membantu-"

"Archer, ikat dia."

"... preferensiku bukan seperti itu, Master," terdengar suara samar-samar, dan sekejap kemudian muncullah wujud Servant milik Rin. Seorang pria tinggi berkulit coklat dan berambut putih. Ia menyilangkan kedua tangannya, dan dengan sebelah mata tertutup berkomentar, "Haah, akhirnya aku mengerti maksudmu kemari, Rin. Kau ingin menggoda Emiya Shirou dengan masakanmu, dan di saat yang tepat kau akan 'menyerangnya', 'kan?"

Ia mengatakan itu lengkap dengan tanda petik imajiner. Bukan menyerang sebagai partisipan Perang Cawan Suci, maksud pria itu.

Rin menolehinya dengan wajah memerah, "A-apa maksudmu?!"

Archer menyeringai, "Maksudku sesuai dengan yang kau pikirkan."

Dengan itu, Rin langsung mengomeli sang Servant yang hanya senyum-senyum menerimanya. Tapi wajah memerahnya benar-benar imut, Shirou dan Saber tidak tahu dia marah atau malu.

"Aaaaah! Kalau begini, mood-ku jadi hilang 'kan?!" teriak Rin, kedua tangannya masih mencengkeram jubah merah Archer.

"Makanya, sudah kubilang percuma. Shirou Emiya ini lebih keras daripada karang."

"Oi, apa maksudmu?!" Shirou, yang merasa disindir, berkomentar balik.

"Pssst, diam, Emiya-kun. Ini bukan urusanmu," Rin menolehi Shirou dan memelototinya. Sang tuan rumah langsung menyerah. Ia lalu kembali ke Archer. "Oke, karena kamu sudah membuatku kesal, dan aku tidak mau menarik kata-kataku tadi... kamu yang masak, Archer."

"Huh?"

"Heh?"

"Haaah?!"

Kali ini, bahkan Saber dan Archer yang biasanya tenang, kaget mendengar perintah itu. Memang, itu perintah yang luar biasa! Menyuruh seorang Servant, Roh Pahlawan legendaris, untuk memasak?!

"Hmph. Jangan ada komentar, sudah kuputuskan," Rin menjatuhkan badannya lagi. "Salahmu sendiri membuatku kesal, Archer."

"Tunggu sebentar. Master... kau pikir Servant itu apa?"

"Hm? Bukannya kita sudah pernah membicarakan ini? Servant ada untuk 'serve' (melayani) Master-nya, bukan?" jawab Rin dengan senyumannya yang paling manis. Dan yang paling mengancam.

Dengan itu, Archer kalah berdebat dan dia berjalan lunglai ke dapur. Shirou, sambil menahan tawa, memberikan celemek padanya.

...

Walaupun tampaknya sangat kesal, 30 menit kemudian, Archer telah menghidangkan masakan yang luar biasa. Karaage dengan saus asam pedas, sup miso dengan potongan lobak berbentuk korek api, tumis sayuran dengan saus tiram, dan teriyaki salmon. Shirou dan Saber hanya bisa melongo.

Terutama Shirou, karena hasil masakan Archer sama persis dengan rencana masakannya!

"Heh. Dapurmu sangat menyedihkan, Shirou Emiya, jadi hanya ini yang bisa kuhidangkan," kata Archer dengan kedua tangan terlipat. Dia sepertinya sangat bangga atas hasil karyanya... dan kenapa juga dia terlihat sangat cocok menggunakan celemek?!

"Archer, apa kamu yakin di kehidupanmu yang dulu kamu bukan seorang suami rumah tangga?" komentar Rin. Bahkan dia juga kagum. Dia punya firasat Archer bisa memasak, jika menilik kemampuannya membuat teh... tapi tidak sampai seperti ini!

"Apa kau pernah dengar suami rumah tangga yang bisa meledakkan anak panah, Rin?"

"Oh... kamu benar," Rin menggerutu. Dia menolehi Shirou dan Saber yang masih terdiam. "Hehe. Bagaimana, terkejut? Archer-ku hebat 'kan?"

Shirou hanya bisa mengangguk pelan. Sementara mata Saber berbinar-binar. Awalnya dia mengkhawatirkan kemampuan Archer, karena bagaimanapun Archer memiliki penampilan yang sangat tidak cocok dengan imej seorang koki handal. Tapi setelah melihat hasilnya...

"Nggak usah basa-basi begitu, Rin. Aku tahu, kau juga jago masak. Mungkin lain kali, kau harus menuruti kemauan Rin tanpa berkomentar apa-apa, Shirou Emiya," kata Archer kemudian.

Kenapa Archer tiba-tiba balas memujinya... padahal dia tidak pernah makan masakannya! Tapi Rin tetap membusungkan dada ratanya, "H-hmph, itu benar!"

"Baik, baik, aku menyerah..." Shirou menggaruk-garuk kepalanya.

Rin mengatupkan kedua tangannya, "Kalau begitu, selamat makan!"

"... kamu pikir ini rumahnya siapa, Tohsaka?"

"Yang masak 'kan Archer-ku," Rin menjulurkan lidahnya.

Sesuai dengan penampilannya, rasa masakan Archer luar biasa! Bahkan, Shirou mengakui dalam hati (dengan berat hati juga), rasanya lebih enak daripada buatannya! Ada rasa manis yang unik di setiap masakannya... sepertinya Archer menggunakan bumbu rahasia atau apa ke dalamnya. Inikah kemampuan asli seorang Roh Pahlawan yang legendaris?!

Ketiga orang di sana tidak bisa berkomentar apa-apa selain terus menyuapkan makanan ke dalam mulut mereka. Sementara si koki makan dengan santai, tapi senyuman sombong terus menghiasi wajahnya.

"Harus kuakui, kau lumayan hebat, Archer," komentar Shirou setelah menyesap teh hangat untuk mengakhiri makan malamnya. "Walaupun kau seorang yang brengsek."

"Kuanggap itu pujian, koki amatir dengan dapur menyedihkan."

Kedua orang itu lalu saling memelototi dengan percikan kilat bertabrakan di antara mereka. Rin menghela napas. Tiap kali Archer bertemu dengan Shirou, sifat kalemnya seolah hilang berganti sifat kompetitif. Apa ini ada hubungannya dengan identitas asli sang Servant pemanah? Rin sebenarnya sudah mulai curiga sejak pertarungan melawan Caster di Kuil Ryuudou kapan hari, tapi dia tidak mau memikirkannya dulu.

Perang boleh berjalan, peduli amat, sekarang dia mau bersantai kok!

"Merawat dapur saja nggak bisa, dan kau mengaku sebagai seorang juru masak?!"

"Aku bukan juru masak, aku hanya hobi masak!"

"Hobi kok setengah-setengah... ah, jangan-jangan soal 'menjadi pahlawan kebajikan' itu juga sekedar hobi? Benar-benar setting yang buruk."

"Mana mungkin!"

Tapi itu terganggu karena pertengkaran dua idiot. Rin mencengkeram cangkir tehnya.

"Oke, kalau begitu ayo keluar. Kita selesaikan semuanya."

"Huh? Percuma, ini hanya akan jadi olahraga setelah makan buatku."

"Oh ya? Aku berlatih dengan Saber bukan untuk keren saja, tahu."

Bam! Rin menepuk meja keras-keras, dengan sihir penguat menyelimuti telapak tangannya. Meja itu bergetar dahsyat, menumpahkan teh milik Shirou dan Archer. Saber di lain pihak, tengah menyesap teh dengan santai seolah tak terjadi apa-apa.

"Mou!" teriaknya. "Kenapa dg kalian ini?! Tidak bisakah kalian bersikap sipil terhadap kawan aliansi?!"

"Hanya darinya aku nggak mau kalah," jawab kedua pria itu kompak.

Telapak tangan Rin bertemu dengan dahinya... sial, saat itu dia lupa mematikan sihir penguat sehingga efeknya cukup keras. Dia jadi pusing sungguhan.

"Tohsaka, kamu nggak apa-apa?"

"Master, kau baik-baik saja?"

Bahkan mereka bisa kompak mengkhawatirkannya! Rin menggerutu. Dalam hati dia semakin yakin atas teorinya mengenai identitas asli Archer. Kenapa bisa 'orang itu' jadi pria sarkastik sepertinya, pengaruh siapa itu?!

"K-khuuu... hal-hal seperti inilah yang kadang membuatku menyesal telah beraliansi dengan kalian," kata Rin kemudian, setelah mengaplikasikan sihir pengurang rasa sakit ke dahinya yang memerah. Dia lalu menolehi Saber yang masih minum teh dengan tenangnya. "Ne, Saber... kenapa kamu bisa tahan di tempat seramai ini? Kudengar Fujimura-sensei dan Sakura sering makan di sini 'kan?"

"Makan akan terasa lebih enak jika beramai-ramai, Rin. Jadi tidak apa-apa," jawab Saber dengan tenang.

"Itu benar, sih," Rin merebahkan badannya ke atas meja. "Haaah. Kadang aku berharap bisa dapat Servant sepertimu, Saber. Tenang, kalem, bersifat ksatria, pengertian..."

Dan imut, tambahnya dalam hati.

"Ouch. Apa aku kurang bagus buatmu, Master? Sakitnya tuh di sini," tanya Archer dengan wajah terluka.

Itu palsu sekali, Rin berteriak dalam hati. "Memang! Kuakui kamu kuat dan terampil, tapi kamu benar-benar menyebalkan!"

"Heh, itu bagian dari pesona," Archer mengangkat bahunya. Wajahnya terlihat sangat sok.

"Ngggggh! Cukup! Saber, ayo melakukan kontrak denganku! Aku sudah tidak tahan dengan si jangkung sarkastik ini!" Rin bangkit berdiri, lalu menyingsingkan lengan tangan kiri, menampakkan Mantera Perintah di balik telapaknya. "Dan Archer, karena kau begitu menyukai Shirou, jadi Servant-nya saja!"

"Enak saja, Tohsaka! Siapa juga yang mau 'pahlawan' kw 2 sepertinya?!"

"Aku juga nggak sudi melayanimu, bocah."

"Kalian berdua sama menyebalkannya!" Rin menuding keduanya dengan wajah memerah. Dia lalu menoleh ke Saber. "Bagaimana menurutmu, Saber?"

Menyadari tiga orang lain tengah memandanginya, Saber meletakkan cangkir tehnya ke atas meja. Lalu, dengan suara jelas dan tenang dia berkata, "Tenang dulu, Rin. Kamu tahu kalau mengganti Servant di tengah perang itu tidak mungkin."

Rin mengerutkan kedua alisnya, "Haish... kamu benar."

"Kalau Rin benar-benar menginginkan saya sebagai Servant, caranya adalah dengan membunuh Shirou sementara Archer tewas. Lalu kamu bisa menjalin kontrak dengan saya yang kehilangan Master. Tapi tentu saja itu takkan terjadi," Saber menyentuh dadanya dengan tangan kanan. "Karena saya sudah bersumpah akan jadi pedang untuk Shirou, melindunginya."

Karisma ranking A! pernyataan penuh percaya diri itu berhasil membungkam ketiga orang lain di meja makan. Seperti yang diharapkan dari Raja Para Ksatria, perkataannya hanya memberi sedikit ruang untuk dilawan balik.

"... melindungi dapur dan kemampuan masaknya."

Tapi lanjutan perkataan Saber itu sungguh di luar dugaan.

"Permisi?" tanya Rin.

"Ya, saya harus melindungi artis di bidang masakan ini! Saya tidak tahu kemampuan memasakmu sejago apa menurut Archer, tapi kemampuan Shirou sudah teruji dan terbukti. Saya mungkin tidak bisa menilai dengan obyektif mengingat saya bukan org Jepang, tapi Shirou adalah seorang jenius!"

Shirou dan Rin tidak bisa berkata apa-apa mendengar itu, siapa yang menyangka Raja Para Ksatria memikirkan hal sepenting itu... dengan perutnya?! Sementara Archer tertawa terbahak-bahak. Saber sangat di luar karakter saat itu!

"Hahaha, bagus, bagus sekali Shirou Emiya! Kamu dianggapnya pantas hidup hanya karena kemampuan memasakmu yang nggak seberapa itu!" dan Archer turut bertindak di luar karakternya, dia menepuk-nepuk punggung Shirou. Sepertinya dia benar-benar senang mendengar itu.

Saat itu Rin kembali menyesali keputusannya beraliansi dengan Shirou dan Saber. Baik Master dan Servant, keduanya tak ada yang waras! Saber masih mendingan karena dia imut, sih.

"... entah kenapa aku kembali berpikir kalau aliansi ini benar-benar konyol," kata Rin kemudian.

"Aku sudah sering bilang begitu 'kan, Rin."

"Diam, Archer-"

"Aliansi ini konyol? Tidak, itu tidak benar!" memotong perkataan Rin, Saber bangkit berdiri. "Aliansi ini adalah aliansi yang agung, yang tidak kalah dengan para Ksatria Meja Bundar!"

Walaupun meja makan Shirou berbentuk kotak.

"Tiga orang koki dan seorang raja... bukankah ini sebuah formasi yang sangat bagus? Bahkan bangsa Viking pun tidak akan bisa memutuskan jalinan ini!"

Saat itu bahkan Archer sudah berhenti tertawa.

"Apa kalian ingin menanyakan alasan saya berkata demikian? Dengarkan baik-baik!" Saber mengenakan baju zirahnya untuk memperkuat suasana. "Masakan Inggris sudah terkenal sebagai masakan paling tidak enak di planet bumi. Bahkan pengetahuan yang kudapat dari Tahta Pahlawan mengatakan demikian, hal itu tidak berubah selama ratusan tahun. Masakan Inggris modern saja seperti itu... apa kalian bisa membayangkan masakan Inggris... di Abad Pertengahan?!"

Ternyata benar, motifnya adalah makanan! Shirou, Rin, dan Archer berpikir kompak.

"Kalian tahu 'Fish and Chips', makanan yang disebut-sebut ditemukan di Britania? Di zaman Camelot, itu berisikan ikan sungai dan kentang utuh, yang direbus bersamaan entah berapa lama waktunya! Kadang bahkan ditambah sayuran – terkutuklah engkau Sir Gawain – tentu saja sayurannya juga utuh. Dan itu belum yang terburuk."

Sebulir air mata mengaliri pipi putih Saber.

"Dibandingkan itu, masakan Shirou di zaman ini benar-benar makanan surgawi. Archer juga, saya tidak menyangka dia memiliki teknik seperti itu, yang harus kuakui mungkin lebih baik dari Shirou! Dan Rin, kalau Archer yang sejago itu mengatakan kalau kamu juga jago, berarti levelmu setara dengannya! Sungguh suatu mukjizat dari Cawan Suci, mempertemukan tiga maestro seperti ini di bawah naungan sebuah aliansi!"

Shirou dan Rin saling menoleh. Rin memutar-mutarkan telunjuk di pelipisnya, dan sang tuan rumah hanya bisa tertawa kering tanpa suara. Sementara Archer mengucek mata dan mengorek telinganya, dia samasekali tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan dengar. Setelah ini, dia tidak yakin akan bisa menjaga imej Saber sekembalinya dia ke Tahta Pahlawan seusai perang.

"Karena itu, di sini pada saat ini juga... aku, Raja Arturia Pendragon dari Britania, mengikrarkan bahwa aliansi 'Tiga Koki dan Seorang Raja' adalah aliansi yang takkan lekang oleh waktu! Semoga persatuan kita awet dalam Perang Cawan Suci, sesudahnya, dan selama-lamanya! Aye!"

Saber mengakhiri pidato singkatnya dengan membusungkan dada kecilnya dan menghembuskan nafas dari hidung, seolah itu adalah kalimat motivasi untuk pasukan ksatria Camelot yang hendak berangkat perang melawan bangsa Viking.

Shirou hanya bisa berkomentar singkat,

"... Saber, kau memang rakus ya."

Untuk kata-kata terakhir, sebenarnya ada pilihan yang lebih bagus. Tapi, yah...


A/N

Selesai dalam 2 jam! Rekor!

Ini adalah percobaan pertama menulis fic untuk franchise Fate. Garing? Ya, aku tahu...

Selanjutnya adalah Harga Diri, Pride! Sepertinya sudah jelas siapa yang akan jadi bintang utamanya.