|Dia Gadis Berjilbab Hijau|
.
.
Disclaimer :
Semua tokoh dalam fic ini adalah kepunyaan Bunda JK. Rowling. But all of idea and imagination, of course belong to me :)
Pairing :
Draco Malfoy dan Hermione Granger
(DraMione all the way :D)
Genre :
Spiritual, (Little)Humor, Romance
Warning!
Alternate Universe (Muggle World)
Saya sudah berusaha untuk tidak typo
(tapi jika masih ada, saya sungguh minta maaf).
Chapter ini LEBIH SERIUS dibanding chapter2 sebelumnya, jadi jangan heran ya kalau kalian gak menemukan humor di chapter ini! ;)
|Happy Reading Guysss... But don't like don't read... RnR please|
.
.
.
Harry Potter J.K Rowling
Dia Gadis Berjilbab Hijau Ms. Loony Lovegood
.
Chapter 3
.
"Theo?" Draco bergumam tak percaya. Ia tak menyangka bahwa ia akan dikhianati oleh sahabatnya sendiri. Pemuda platina itu turun dengan cepat setelah membanting keras pintu mobilnya dengan kesal. Seketika Hermione Granger dan Theodore Nott langsung berbalik menatap sesosok yang baru saja datang bergabung dengan mereka. Theo membeliak terkejut, sama halnya dengan Hermione.
"Draco?" Pemuda bermanik hijau botol itu menggumam pelan ketika Draco kini tengah berdiri tepat diantara mereka dengan tatapan mata yang secara bergantian menatap Theo dan Hermione.
"Oh, hi mate! Ngapain kau ke sini?" Theo menyapa canggung sementara Draco hanya menatapnya tajam seolah meminta penjelasan.
"Seharusnya aku yang bertanya demikian padamu, Nott," ujar Draco datar dalam rahang yang saling terkatup rapat.
Ah, Draco memanggil nama belakangnya. Itu artinya bahwa pemuda Malfoy ini benar-benar sedang marah padanya.
"Err ... Sebenarnya aku ... Mmh ..." Theo menggaruk-garuk belakang kepalanya kikuk, sejujurnya ia tak tahu hendak berkata apa sebagai penjelasan kuatnya kepada Draco.
"Katakan, Nott!" Kali ini suara Draco sudah meninggi beberapa oktaf. Bagaimana ia tidak emosi, toh orang yang berada di depan mata kepalanya kini adalah sahabatnya sendiri yang tengah berduaan dengan 'gadisnya'. Well, menurut Draco begitu.
Bagaimanapun, pemuda pirang bermarga Malfoy ini sudah bercerita banyak tentang perasaannya terhadap Hermione Granger—Si Gadis Berjilbab Hijau yang selama ini menyita banyak pikirannya kepada Theo maupun Blaise (dan keduanya pun tahu bahwa seiring berjalannya hari, hubungan Draco dan Hermione semakin dekat). Dan lihat sekarang!
Theodore Nott justru dengan berani-beraninya bertandang ke rumah Hermione Granger tanpa sepengetahuan Draco. Tanpa memberi tahu sedikitpun kepada sang sahabatnya sendiri yang jelas-jelas sedang menaruh hati terhadap si gadis!
Di mana otakmu, Nott?!
Dan tiba-tiba ...
"Hi Theo! Maaf aku terlam—" Bibir tebal Blaise bungkam seketika tatkala sorot legamnya menangkap fokus pemuda platina yang kini sedang berdiri di tengah-tengah Theo dan ... Hermione.
"Er, oh .. uh, mmh ... Hi, Draco!" Setelah sesaat berada dalam keadaan canggung, akhirnya Blaise mencoba menyapa Draco dengan riang gembira—namun sayang, senyuman lebar yang terpeta jelas di wajahnya justru tampak lebih seperti ringisan tertahan.
"Blaise?" Draco menyipitkan matanya hingga segaris, mengguman pelan lewat bibir merah mudanya yang setipis sari apel.
Oh bagus! Bahkan Blaise Zabini juga ikut terlibat?! Draco benar-benar merasa seolah terkhianati sekarang.
"Blaise ..." Draco berkata dingin. "Ceritakan apa yang terjadi," geramnya kemudian. Namun yang ditanya tak kunjung menyahut. Ia justru hanya melayangkan sorot fokusnya ke arah sandal jepit yang terpasang alot disela-sela jari kakinya yang hitam besar-besar—seolah kini hal itu menjadi nampak jauh lebih menarik dibandingkan Draco—sang sahabat—yang berdiri kaku di hadapannya.
"Jawab aku, Zabini!"
Nama belakang, eh? Ah, kurasa daftar orang yang dibenci Draco akan bertambah setelah ini. Zabini masih enggan menyahut. Justru sekarang ia hanya menggerak-gerakkan kedua jempol kakinya dengan gelisah. Draco mengangkat sudut bibirnya sedikit, membentuk seringai mengintimidasi.
"Oh, baiklah. Sungguh, kalian adalah teman-teman terbaikku!" Draco beralusi dalam nada manis lantas tersenyum sinis.
Merasa tak ada jawaban dengan kedua pemuda hipokrit—setidaknya itu yang Draco pikirkan—di hadapannya, akhirnya Draco beralih menatap Hermione.
"Hermione, apa yang sebenarnya terjadi?" Draco berusaha keras untuk berbicara dalam nada tenang kepada Hermione, berusaha sekuat tenaga untuk meredam emosinya dan menggantikannya dengan rasa amatori yang mati-matian ia pancarkan lewat sorot fokus kelabunya.
"Err, sebenarnya ..." Hermione nampak sangsi untuk melanjutkan perkataannya. Hening beberapa saat, hingga bibir tipis mungil itu kembali terbuka pelan.
"Kau tak perlu tahu, Draco," ujarnya kemudian. Dingin menusuk—yang sukses membuat kedua manik Draco membulat terkejut. Salivanya pun kini ia rasa sudah tersangkut di ujung karotidnya. Bahkan sekarang seorang Hermione Granger pun enggan berterus terang padanya, eh?
Draco tak tahan lagi, ia merasa bahwa darahnya kini tengah naik hingga ke ubun-ubun kepalanya. Ia tak suka diperlakukan seperti ini. Ia tak suka dibohongi. Ingat itu!
"Hermione! Aku mencintaimu! Tak mengertikah kau bahwa yang kurasakan selama ini padamu adalah 'cinta'?" Draco meledak.
Hening beberapa saat. Baik Hermione maupun Draco atau Blaise dan Theo tak ada yang memcah kesunyian, sebelum akhirnya sebuah suara tenang nan damai menyusup ke indera pendengaran tiga pemuda itu.
"Jika kau bertanya tentang cinta, cinta itu adalah Allah, Draco. Kau harus mencintai-Nya sebelum berkata bahwa kau mencintaiku—seseorang yang hanya menyandang status sebagai Hamba Allah," putus Hermione dengan nada final. Bola mata karamelnya tepat menusuk ke arah manik argent Draco sebelum ia berbalik pergi. Membuat pemuda berkulit pucat ivory itu merasa tertohok untuk beberapa saat. Ia tercengang? Jelas.
Sang Gadis Berjilbab Hijau meninggalkannya, beranjak masuk ke dalam beranda rumahnya. Yah, ia meninggalkan Draco dengan sejuta rasa sesak yang membayang hingga ke saraf-saraf terdalam pemuda itu.
.
-OoOoO-
.
Draco berguling-guling gelisah di atas ranjang King Size-nya, menengadah ke arah langit-langit kamarnya dengan penuh tanda tanya di dalam kepala pirangnya.
Perkataan Hermione beberapa waktu lalu tak tanggung-tanggung benar-benar membuat batinnya merana akut. Momen takbiran bersama yang indah menguap begitu saja lantaran peristiwa yang sama sekali tak ia ketahui sendiri apa alasannya.
Theo ... Blaise ...
Shit! Draco mengumpat kesal. Mereka benar-benar sahabat yang tak bisa diandalkan. Hah! Untuk apa aliansi pertemanan erat yang mereka bina selama ini kalau ujung-ujungnya hanya akan menjadi— Arrggh! Draco benar-benar merasa terkhianati sekarang! Tanpa sadar, ia menjambak rambutnya sendiri. Kesal. Sangat kesal.
Pemuda itu mengambil iPhone-nya lantas menatap ke layarnya lekat-lekat. Ah, haruskah ia menghubungi Hermione? Dan ... dan meminta maaf padanya, eh? Tidak, tidak. Rasa-rasanya bukan dirinyalah yang bersalah atas permasalahan ruwet ini. Tapi ... dia kan laki-laki? Seharusnya kan—
Oh, percayalah. Harga diri seorang Malfoy terlampau tinggi—meskipun mereka tak malu jika harus mengakui es cendol sebagai takjil andalan keluarga mereka.
Kini manik kelabu Draco bergulir pelan menatap jam dinding yang bertengger kokoh di dalam kamarnya. Ah, sudah pukul sepuluh malam ...
Tunggu! Sepuluh? Malam? Oh, rupanya ia sudah berguling-guling tak jelas di atas kasurnya selama kurang lebih tiga jam! Dan ia belum melaksanakan kewajibannya. Yah, kau mengerti maksudku. Kewajiban 'empat rakaat menghadap kiblat'.
Dengan terburu-buru Draco beranjak turun dari ranjangnya, lantas pergi mengambil air wudhu. Bagiamanapun, sepedih-pedihnya hatimu, percayalah ... Allah akan selalu setia bersamamu dalam kondisi tersulit pun sekalipun.
.
-OoOoO-
.
"Allahu Akbar ... Allahu Akbar ... Allahu Akbar ...
Laa-ilaaha-illallaahu wallahu akbar ...
Allaahu akbar ... Walillaahil-hamd ...
"Allaahu Akbar kabiraa walhamdulillaahi katsiiraa ...
Wasubhaanallaahi bukrataw-wa ashillaa ...
Laa-ilaaha illallahu walaa na'budu illaa iyyaahu mukhlisiina lahauddin walau karihal-kaafirun, walau karihal munafiqun, walau karihal musyrikun ...
Laa-ilaaha-illallaahu wahdah, shadaqa wa'dah, wanashara 'abdah, wa-a'azza-jundah, wahazamal-ahzaaba wahdah ...
Laa-ilaaha illallaahu wallahu akbar ...
Allahu Akbar walillaahil-hamd ..."
Allahumma shalli 'alaa sayyidinaa Muhammad,
Wa 'alaa aali sayyidinaa Muhammad,
Wa 'alaa ashhaabi sayyidinaa Muhammad,
Wa 'alaa anshaari sayyidinaa Muhammad,
Wa 'alaa azwaaji sayyidinaa Muhammad,
Wa 'alaa dzurriyyati sayyidinaa Muhammad,
Wa salim tasliiman katsiira.
Lailahaillallahhu allahu akbar ...
Allahu Akbar walillahil-hamd ..."
Sayup-sayup gema takbir masih terdengar jelas mengalun merdu tatkala salat Idul Fitri berakhir sekitar beberapa menit yang lalu. Yah, masjid-masjid yang tadinya padat dipenuhi umat Muslim yang hendak melaksanakan salat Ied, kini masih ada beberapa yang masih terus menggemakan takbir akbar. Tak dimungkiri, pengaruh Islam memang begitu besar di area ini.
Draco duduk termenung di depan meja makan yang terisi penuh dengan berbagai hidangan menu lebaran. Mulai dari ketupat, opor ayam, daging rendang, sate, dan masih banyak lagi.
"Kenapa tak dimakan, dear? Kau tak suka menunya?" Ujar Hj. Narcissa sembari menyendokkan nasi ke piring H. Lucius. Di hari yang Fitri ini mereka kompak mengenakan pakaian keluarga yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Pakaian berwarna hijau zamrud dengan motif serta bordiran-bordiran elegan di beberapa sisinya. Tapi tenang saja, pakaian keluarga mereka tak nampak berlebihan, kok.
Draco menggeleng lemah—yang hanya diawasi diam-diam oleh H. Lucius lewat ujung sorotnya. Tepat saat itu, tiba-tiba terdengar ucapan salam dari arah pintu depan. Hj. Narcissa mendongak, dengan cepat Draco beranjak berdiri.
"Biar aku saja," ujarnya sedikit tersenyum lantas berjalan ke arah pintu depan.
"Assalamualaikum! Assalamualaikum! Ziarah tante!" Terdengar beberapa suara yang memenuhi beranda depan.
'Cklek'
Bocah-bocah (sekitar tujuh orang) lelaki yang usianya kisaran tujuh tahun hingga sembilan tahunan itu secara serempak menampilkan cengiran mereka dengan lebar tatkala melihat sosok pemuda tinggi tampan bersurai platina berdiri menjulang di ambang pintu yang terbuka menyambut mereka.
"Hari lebaran om!" Draco menyipitkan matanya lantas menaikkan sebelah alisnya di detik berikutnya. Well, sebenarnya ia sudah tahu akan tradisi yang berkembang di sekitar area perumahannya. Yah, setiap tahunnya di hari lebaran, anak-anak kecil akan berdatangan ziarah dari rumah ke rumah dan meminta sedikit uang jajan—singkat kata, anggaplah seperti halnya angpaw. Atau bahkan mereka akan meminta kue lebaran beserta minuman sirup beraneka rasa kepada si pemilik rumah yang mereka datangi.
Draco menghela napas sesaat lantas menggaruk-garuk belakang kepalanya sebentar. Meneliti satu per-satu ke arah bocah-bocah tak berdosa yang bergerombol di depannya—masih dengan memasang cengira—yang menurut mereka paling oke.
"Err ... Kami tak bisa berlama-lama menjamu kalian karena kemungkinan besar kami nantinya akan keluar ... Jadi, uang saja ya?" Draco sedikit berbungkuk, sebagai bentuk akulturasi-nya terhadap ukuran tubuh mungil bocah-bocah di hadapannya.
Untuk beberapa saat, bocah-bocah itu saling berpandangan dan ... dengan cepat mereka mengangguk setuju.
"itu lebih baik, om!" Seru mereka kompak, tersenyum lebar. Draco menggerak-gerakkan ujung telunjuknya ke kiri dan ke kanan, sesekali ikut menggelengkan kepalanya. Oke, jangan berpikir bahwa kini Draco tengah mengajak bocah-bocah itu 'berdugem ria'. Tidak, tidak. Hanya saja ...
" . !" Draco bangkit dari posisi setengah bungkuknya lantas melipat tangan di dada.
"Yes, brother!" Ujar mereka serempak. Bahkan tiga diantara mereka kini bergaya hormat ala tentara yang tengah menyambut atasan mereka.
"Bagus. Anak pintar," ucap Draco tersenyum, mengacak satu per-satu surai-surai bocah di hadapannya—yang sebagian besar telah melapaskan peci mereka sebelumnya.
Draco merogoh sakunya sebentar, mencari-cari dompet kulit hitamnya. Dan beberapa menit setelahnya, ia tampak mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan, lalu memberikannya ke masing-masing anak.
"LIMA PULUH RIBU!" Teriak salah satu anak dengan heboh. Melebarkan uang lembarannya tepat di depan matanya.
"Wah bahkan di rumah sebelah, kita cuman dikasih gope' ..." Anak yang lain menimpali dengan mata berbinar serta wajah yang berseri-seri.
"Terima kasih om!" Draco mendelik. "Maaf, maksud kami, terima kasih kakak!" Mereka tersenyum lebar.
"Kalau begitu kami pamit dulu ... Semoga cepat dapat jodoh!" Ujar salah seorang anak bertubuh gendut—yang tampaknya menjadi ketua dalam rombongan itu—sebelum mereka semua ngacir keluar menuju gerbang, setelah sebelumnya tersenyum ramah ke arah satpam di depan rumah Draco.
"AAMIIN! Samar-samar Draco mendengar suara riuh rendah mereka yang menanggapi ucapan temannya tadi.
Blush!
Draco merona samar. Dapat jodoh, eh? Aamiin ya Allah!
'Semoga saja jodohku adalah Si Gadis Berjilbab Hijau'.
.
-OoOoO-
.
"Draco ... Mum dan Dad pergi dulu yah. Ada urusan," celetuk Hj. Narcissa tiba-tiba. Draco berbalik dan mengangkat sebelah alisnya.
"Urusan orang dewasa," timpal H. Lucius ketika dilihatnya bibir Draco yang berkedut-kedut ingin buka suara. Draco terdiam beberapa saat lalu kemudian mengangguk.
"Mmh, baiklah. Hati-hati di jalan ..."
.
.
Draco duduk terpekur di atas sofa klasiknya. Pandangannya jauh menerawang ke arah depan. Sementara pikirannya tengah melanglang buana. Ia melamun? Err, sepertinya.
Hari ini adalah hari lebaran. Hari yang Fitri. Hari bermaaf-maafan. Benar, 'kan? Itu artinya ...
Tanpa pikir panjang lagi, Draco segera keluar dari rumahnya. Mengendarai sang audi tercinta menuju Gryffindor Street. Urusan Theo dan Blaise, nanti saja.
.
-OoOoO-
.
Draco memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah kediaman H. Potter. Mengela napas tegang, ia mulai melangkahkan kakinya mantap.
'Tok ... Tok ... Tok ...'
"Assalamualaikum!" Nihil balasan.
'Tok ... Tok ... Tok ...'
"Assalamualaikum!" Draco tak gentar untuk kembali mengulang. Beberapa saat setelahnya, terdengar langkah-langkah kaki dari dalam.
'Cklek ...' Seorang perempuan berperawakan tinggi cungkring dengan rambut keriting menyambut sorot fokus Draco.
"Mencari siapa?" Tanyanya ramah.
"Err, Hermione ada?" Draco to the point. Wanita di hadapannya tersenyum sebentar lantas mempersilakan Draco untuk masuk ke dalam.
Wanita itu adalah pembantu di keluarga H. Potter. Ia kerap disapa 'Bibi Trelawney.'
.
-OoOoO-
.
Atensi perak Draco membulat tak percaya ketika mendapati keadaan ruang tamu keluarga H. Potter yang sarat akan orang-orang yang dikenalnya—maksudku selain keluarga H. Potter tentunya.
Manik kelabunya menangkap sosok Blaise dan Theo yang duduk berdempetan di salah satu sofa krimsom. Dan bukan hanya itu yang membuatnya bingung setengah mati. Bahkan kedua orang tuanya—H. Lucius dan Hj. Narcissa—duduk manis di sana.
Hell! Mereka tak bilang-bilang padaku kalau mereka mau ke sini! Draco membatin geram.
"Ada apa ini?!" Seru sebuah suara husky dari sudut ruangan. Sontak beberapa pasang mata yang berada dalam ruangan itu berbalik menatapnya dengan pandangan yang bervariasi. Seperti tatapan 'ketahuan mencuri' misalnya dari Blaise dan Theo.
"Piraangg!" Pekik Harry Potter—si kakak galak—terkejut.
"Jelaskan padaku!" Tuntut Draco, menyilangkan tangannya di dada. Dadanya naik turun. Rambut pirangnya juga terlihat lepek oleh keringat. H. James Potter tampak menghela napas.
"Baiklah ... Kurasa Draco perlu tahu." H. Potter berdeham sebentar. "Sebenarnya ... kami telah merencanakan ini seminggu sebelum lebaran. Dan ..." Draco menaikkan alisnya, sangat bingung.
"Orang tuamu sebagai perwakilan ingin melamar Hermione." Draco terkejut bukan kepalang.
"Mum! Dad! Jadi kalian tega mewakili Theo untuk meminang Hermione?!" Pemuda pirang itu tersulut emosi.
'Krik ... Krik ... Krik ...'
Bibir tebal Blaise kini hanya bisa memble. Dan beberapa detik setelahnya ...
"Hahahahahahahahahahahahahaha!" Gelak tawa sontak memenuhi ruangan.
"Ada apa sih?" Kernyitan di dahi Draco bertambah banyak. Semua orang di dalam ruangan itu saling berpandangan, dengan senyuman lebar yang terpatri elok di wajah mereka.
"Ekhem ..." Theo berdeham. "Draco kami datang ke sini, untuk meminangkan Hermione untukmu." Theo tampak berseri.
Mum, Dad ... Theo, Blaise ... Pinangan ... Hermione ... Untuk Draco ... Untukku? Semua kata itu berulang-ulang terus menerus di dalam kepalanya hingga—
"APPAAA?! Kalian melamar Hermione untukku?! Ja ... jadi Blaise, Theo ..." Draco memandang kedua sahabatnya terharu—menyalurkan rasa maaf dari sorot kelabunya.
"Horeee! Enyaaak babeee ... aye kawin!" Tiba-tiba Blaise berteriak heboh, serentak semua sorot terfokus padanyaa.
'Krik ... Krik ... Krik ...'
"Blaise seharusnya aku yang berkata seperti itu," ujar Draco datar. Blaise menutup mulutnya seketika.
"Upss ... Maaf. Terbawa suasana," ujar pemuda hitam manis itu nampak malu-malu. Namun Draco tak memedulikannya. Ia kini berlari kencang ke arah ...
.
.
.
Hermione! Ia memeluk gadis itu kuat-kuat hingga Hermione merasakan dadanya sesak.
"Uhuk ... uhuk ... Draco!"
"Ya?" Seru Draco riang, masih memeluk tubuh mungil Hermione.
"Belum muhrim!"
"_"
"Draco! Lepas!" Blaise dan Theo menarik-narik tubuh Draco menjauh. Hingga akhirnya acara pelamaran itu berujung dengan insiden saling-tarik-menarik-hingga-lepas. Ckc ... *author geleng-geleng kepala.
.
.
Well, hidup manusia itu memang ibarat sebuah buku.
Sampul depan adalah tanggal lahir dan sampul belakang adalah tanggal pulang.
Setiap lembarannya adalah hari-hari dalam hidup kita. Ada buku yang tebal dan ada pula yang tipis.
Namun hebatnya, seburuk apapun halaman sebelumnya, selalu tersedia halaman selanjutnya yang bersih, baru, dan tiada cacat.
Sama dengan hidup kita, seburuk apapun hari kemarin, Allah masih senantiasa menyediakan hari yang baru untuk kita, kesempatan yang baru untuk bisa melakukan sesuatu yang baik setiap hari, memperbaiki kesalahan, melanjutkan alur cerita yang sudah menjadi ketentuan dan ditetapkan oleh-Nya.
Selamat menempuh hidup baru, Draco Malfoy dan Hermione Granger ...
Aakhir kisah si Gadis Berjilbab Hijau.
.
.
.
-FIN-
.
.
Yup, akhirnya fict ini berakhir dengan gaje ya pemirsa ... *lirik chap 3 -_- ... Haha, maaf maaf maaf banget ya ... Ini Loony tulis mendadak hari ini (17 Agustus) ... Err, sepuluh hari setelah lebaran ... Well, sepertinya sih masih memasuki area(?) Idul Fitri, 'kan? XD~
Maafkan saya ... maafkan saya ... Loony buru-buru ngetiknya (barengan sama fict 'The Ending' tadinya *jari keriting XD~) ... Err, soalnya Loony ada urusan selama seminggu penuh (tinggalin rumah dan gak bawa laptop) Jadi beginilah (harus diselesaikan hari ini juga) ceritanya kayaknya jelek banget gak ngena ... Maaf yah T.T *bungkuk2 ...
Makasih banyak yang udah review, baca, fav, dan ikutin fict ini sampai tamat ... Love u guys :*
Nah, karena ini chap terakhir ... Yuk, review! Yg sider, nongol dong! XD~
P.S : Semua fict MC Loony update (TE, MBiF) dan satu fict OS baru pair DraMione 'Istriku Sayang'. RnR yak! ;)
Sampai jumpa di Ramadhan tahun depan ya kawan-kawan dengan fict2 Islami Loony lagi hehe ... *kalau umur panjang (Aamiin)~ :D
.
.
Salam,
Miss Loony.
(17Agustus2013)