Normal P.O.V

Tiga hari lagi Deimon akan bertanding dengan Ojou, pertandingan yang di tunggu-tunggu oleh Sena dan anggota Devil Bats lainnya. Mulai pagi hari ini Devil Bats akan berlatih menggunakan masker tanpa boleh melepasnya sampai pertandingan melawan Ojou dimulai.

"Lari lebih cepat lagi anak-anak sialan!" teriak Hiruma lantang sambil melontarkan peluru karetnya ke udara.

"Mukyaa! Tapi susah berlari menggunakan masker begini, kami sulit bernafas,"

"Tidak ada tapi-tapian! Pokoknya hari ini kalian latihan sampai mati! Cerberus! Kejar cebol sialan itu!"

"HIEE! Kami sudah mati berkali-kali, Hiruma-san!"

Sena berlari sekencang-kencangnya menghindari Cerberus yang berlari dengan dua kaki belakangnya dan memegang garpu dan pisau sambil mengejar Sena. Hiruma mengambil salah satu ponselnya yang berdering di kantung seragam amefuto-nya. 'Manajer sialan.'

"Hiruma-kun,"

"Manajer sialan, di mana kau? Kenapa belum dat-"

"Aku di rumah sakit,"

"Ngapain kau di sana!? Pertandingan tiga hari lagi!"

"Hiruma-kun, ayahku memintaku untuk rawat inap, tapi aku bilang kalau kami ada pertandingan dengan Ojou tiga hari ke depan, tapi ayah memaksaku. Aku minta padanya untuk rawat selama satu atau dua hari saja. Ayahku menyetujuinya untuk rawat dua hari, jadi hari terakhir sebelum pertandingan aku akan hadir waktu latihan. Tidak apa-apa, 'kan Hiruma-kun? Hitung-hitung bonus libur, hahaha,"

"Terserah kau, tapi awas kalau kau tidak datang latihan sehari sebelum pertandingan!"

"Tenang saja kapten, Oh, ya, kalau kau membutuhkan bantuanku, kau mungkin bisa datang ke rumah sakit atau menelponku,"

"Hn."

"Bagaimana dengan latihannya? Kau tidak menyuruh Cerberus untuk mengejar Sena kan?"

"Kau itu berisik! Daripada kau mengkhawatirkan cebol itu lebih baik kau khawatirkan dirimu sendiri! Sudah, aku mau lanjutkan latihannya!"

"Hiru-!"

Hiruma memutuskan pembicaraan telepon itu secara sepihak. Musashi heran dengan tingkah Hiruma yang marah-marah di telepon, meskipun ia tahu kalau lawan bicara di seberang itu adalah Mamori.

"Ada apa Hiruma? Siapa itu?" tanya Musashi pura-pura tidak tahu.

"Bukan siapa-siapa,"

"Anezaki kan? Kenapa dia tidak datang?"

"Dirawat," Hiruma mengeluarkan permen karet dan mengunyahnya malas.

"Hm... begitu. Kapan kita menjenguk dia?"

"Kau saja sendiri sana," kata Hiruma langsung pergi memanggil Monta, Yukimitsu, dan Taki yang juga sedang ikut berlari dengan Sena.

"Monyet sialan, botak sialan, jenggot sialan, berkumpul! Kita latihan route pass! Gendut sialan, gendut junior sialan, tiga bersaudara, kalian latihansendiri!"

"KAMI BUKAN SAUDARA!"

.

.

Mamori memandang layar ponselnya heran, gadis itu merucutkan bibir mungilnya, tanda ia agak jengkel dengan kelakuan Hiruma yang memutuskan sambungan telepon. Tateo dan Mami berjalan di depan Mamori menuju kamar inap yang akan ditempati putrinya.

"Ini kamarmu Mamori. Dan, oh, rupanya kau tidak sendiri di kamar ini, coba lihat ini," kata Tateo menunjuk papan nama pasien yang tertera di depan pintu. Mamori menghampiri pintu untuk melihat nama teman satu kamarnya.

Mamori memicingkan matanya, memastikan ia tidak salah lihat, "Bu, aku tidak salah lihat, 'kan?" tanya Mamori melihat ibunya. Mami menggeleng pelan dan tersenyum tipis pada putrinya. Mamori kembali melihat papan nama pasien dan melafalkan namanya pelan, "Kaname Yoshi,"

"Ya, ada apa?"

Suara berat nan lembut itu membuat Mamori menoleh ke arah suara di belakangnya. Seorang laki-laki berambut hitam kecokelatan yang pendek, poninya sedikit menutupi dahinya, serta bola mata berwarna cokelat tua di balik kacamata berbingkai hitam yang sedang menatap Mamori itu terlihat bersinar. Bisa dibilang tinggi karena Mamori harus mengangkat dagunya untuk bertatap wajah dengan orang itu.

"Eh? Tidak, aku hanya sedang melihat nama teman satu kamarku di papan nama ini," kata Mamori canggung menunjuk papan nama pasien.

"Hm... Kalau begitu, salam kenal, ya," laki-laki yang memakai piyama rumah sakit itu mengulurkan tangan kanannya untuk mengajak perempuan di depannya berkenalan, dan disambut oleh Mamori. Lalu ia membungkuk pelan pada Tateo dan Mami dan tersenyum pada keluarga Anezaki.

"Ayo, masuk," ajak Yoshi memancarkan senyum manisnya sambil masuk kamar inap dan disusul oleh keluarga Anezaki. Mami yang melihat 'saingan' Hiruma itu tersenyum diam-diam.

"Hoo, sepertinya akan menyenangkan,"

.

.

Kamar rumah sakit bercat putih, dua single bed yang dipisahkan dengan tirai dengan dua meja kecil yang ada di sisi kasur. Mamori sudah mengganti pakaiannya dengan piyama rumah sakit. Kasur Yoshi berada di dekat jendela, sedangkan kasur Mamori di dekat pintu. Mamori melirik tempat tidur teman sekamarnya yang tidak menutup tirai pemisah, laki-laki tadi sudah tertidur pulas semenjak mengobrol dengan keluarga Anezaki dan orangtua Mamori pulang. Sebenarnya Mamori masih kurang nyaman satu kamar dengan laki-laki, tapi ia juga merasa tidak ada salahnya sekamar dengannya, siapa tahu laki-laki bernama Kaname Yoshi itu orang yang menyenangkan.

Mamori melirik jam dinding rumah sakit. 16:00. 'Pasti mereka sedang latihan,' batin Mamori. Ia menjatuhkan tubuhnya di kasur, melihat langit-langit kamar rumah sakit yang bersih, mencari cara untuk tidur karena bosan. Pikirannya melayang ke hari kemarin, di mana ia menangis keras karena putus asa dan Hiruma memeluknya, mencoba menenangkan dengan kalimatnya, meskipun kata-kata itu tidak bisa dibilang menenangkan untuk kebanyakan orang, Mamori bisa merasakan hangat yang mengaliri dirinya dan membuatnya tenang.

Jujur, Mamori malu karena sudah menangis keras di depan Hiruma, apalagi mengatakan tingkah Hiruma saat itu hanya karena simpati padanya. Mamori tidak berani untuk muncul di hadapan Hiruma, pagi tadi. Maka dari itu ia memutuskan untuk menelpon daripada menemuinya.

"Hoaaamh," Mamori menoleh ke suara itu, laki-laki yang tidur di kasur sebelah kanannya sekarang sedang duduk bersandar di kepala kasur, menggosok matanya yang masih terlihat mengantuk.

"Ohayou," kata Yoshi sambil menguap dan meregangkan badannya.

"Uhm, ini masih sore, Kaname-san," kata Mamori membenarkan.

Yoshi menyipitkan matanya pada jam dinding dan memakai kacamatanya, "Ah, ya, kau benar. Padahal rasanya aku tidur lama sekali,"

Pintu kamar yang ditempati Mamori dan Yoshi itu terbuka, seorang dokter berambut pirang masuk ke kamar. Dokter Awashima dan seorang suster menghampiri Mamori untuk melakukan pemeriksaan. Awashima menoleh ke arah Yoshi dan tersenyum padanya. Wajah Yoshi berubah pucat dan langsung berbaring membelakangi mereka. Mamori bertanya-tanya dalam hati, apa dokter Awashima menyeramkan?

Dokter Awashima memberikan senyuman pada Mamori yang terlihat bingung, "Tidak apa, dia memang seperti itu,"

Setelah dokter Awashima keluar ruangan, Yoshi langsung bangun dari tidurnya dan menghampiri Mamori. Ia duduk di kasur Mamori dan gadis itu hanya memandang Yoshi bingung.

"Kau tidak apa-apa, 'kan?"

Satu kalimat itu membuat Mamori semakin bingung, ia menatap pandangan Yoshi yang terlihat serius itu, "Aku tidak apa-apa, kenapa wajahmu seperti itu, Kaname-san?" kata Mamori.

"Kau hanya belum tahu wajah di balik wanita itu, kalau kau tahu yang sebenarnya…" Yoshi bergidik ngeri membayangkannya dan Mamori semakin menatap laki-laki itu bingung.

"Tidak apa-apa, Kaname-san, dokter Awashima orang yang baik, kok," kata Mamori mencoba menenangkan dan mengumbarkan senyuman manisnya.

"Memangnya kau sakit apa? Awashima 'kan dokter jantung," tanya Yoshi santai.

"Aku mengidap penyakit jantung," Mamori tersenyum masam. Yoshi tidak tega melihat perempuan bersedih, apalagi karena kata-katanya meskipun tidak sengaja.

"Oh, kalau aku diare, wahahahahaha,"

Mamori sweatdrop mendengar Yoshi tertawa lepas menertawakannya penyakitnya sendiri.

"Umurmu berapa, anak manis?" tanya Yoshi.

'Anak manis…? Aku merasa seperti anak kecil,' batin Mamori.

"Aku 16 tahun, Kaname-san sendiri berapa?"

"Kalau aku 20 tahun. Jangan panggil aku Kaname, Yoshi saja,"

"Mana bisa begitu? Aku baru saja kenal, rasanya tidak sopan," kata Mamori tersenyum kecil. Tapi Yoshi terus menyangkalnya supaya Mamori mau memanggilnya dengan nama kecil.

"Kau sekolah di mana? Ah, maaf, ya kalau banyak tanya, aku memang seperti ini," tanya Yoshi lagi.

"Ahaha, tidak apa-apa, Yoshi-san. Aku sekolah di Deimon, sekolah swasta," jawab Mamori.

"Ah, jadi memang kau, ya," gumam Yoshi pelan.

"Aku? Kenapa denganku?" oh, semenjak Mamori dekat dengan Hiruma, sepertinya indra pendengarnya juga ikut menajam seperti telinga Hiruma.

"Bukan apa-apa. Kau berapa bersaudara?"

"Aku tidak punya adik atau kakak, hanya aku sendiri."

"Hm, aku juga anak satu-satunya, tapi aku punya adik tiri," kata Yoshi membenarkan posisi duduknya di kasur Mamori. "Tidak apa-apa, 'kan, kalau aku bercerita dan duduk di sini?" Mamori bangun dari posisi tidurnya menjadi duduk dan bersandar di kepala kasur untuk mendengarkan cerita Yoshi.

"Kau tahu, tidak, adik'ku' itu dulu anak yang manis, hmm, tunggu, kalau kupikir-pikir, usianya sama denganmu," kata Yoshi memasang wajah berpikir dan memangku dagunya dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanannya.

"Benar, 'kah? Sekarang dia sekolah di mana?" kata Mamori.

"Tidak tahu, kami terpisah karena orangtua kami bercerai..."

"Maaf, Yoshi-san, aku tidak bermaksud-"

"Ahahaha, tidak apa-apa, maka dari itu, aku kemari ingin menemui adikku. Apa dia masih seperti yang dulu, ya?" sekilas, wajah Yoshi terlihat sedih, Mamori merasa semakin tidak enak. Kemudian Yoshi mengubah pandangan sedihnya kembali ceria.

"Oh, ya aku belum selesai bercerita, waktu dia masih satu tahun, aku sering mengajaknya jalan-jalan kalau dia pulang ke Amerika bersama ayah kami. Ayah bilang kalau ibunya adikku, ibu tiriku sedang sibuk dan ayah membawanya ke Amerika. Itu pun tanpa sepengetahuan ibu kandungku,"

"Maksudnya, ayahmu menikahi ibu tirimu diam-diam, dan ibu kandungmu juga tidak tahu? Dan kau dari Amerika?" tanya Mamori dengan wajah tidak kalah terkejutnya mendengar Yoshi berasal dari Amerika.

"Hm, begitulah, aku juga tidak mengerti kenapa. Lalu, adikku itu sering memanggilku, 'Onii-chan, oniichan,' dengan nada dan wajah yang menggemaskan!" lanjut Yoshi dengan nada bercerita yang terdengar seperti fangirl.

Mamori tersenyum maklum melihat senior sekamarnya yang terlihat ceria itu, ia teus bertanya-tanya dalam hati, apa Yoshi memang ke Jepang karena penyakit diare? Tapi Mamori salut dengan Yoshi, datang jauh-jauh dari Amerika untuk menemui adik kecilnya dulu.

Yoshi terus bercerita hal yang membuat Mamori tertawa tentang adik tirinya hingga malam hari. Mamori pun menikmati cara Yoshi bercerita, orang yang periang, murah senyum, baik, mudah beradaptasi dengan orang lain, sangat berbeda dengan Hiruma.

Hiruma? Kenapa kata itu bisa menempel di pikiran Mamori? Pikiran Mamori mulai melayang lagi, baru saja sehari tinggal di rumah sakit, dia sudah merindukan keberadaan Hiruma.

"Baiklah, Mamori-chan, ini sudah malam, bisa-bisa Awashima membunuhku kalau aku tidak membiarkanmu istirahat, oyasumi," Yoshi mengakhiri acara berceritanya dan segera beranjak naik ke kasurnya sendiri dan mendengar Mamori membalas ucapan selamat malamnya. Yoshi merubah posisi tidurnya menjadi menghadap ke Mamori. Menatap wajah tenang gadis itu, terlihat seringai tipis terukir di wajah tampan laki-laki itu. Yoshi berbisik pelan supaya Mamori tidak bangun, "Ketemu,"


Yaaaa, akhirnya saya selesai hiatus, sebenarnya sudah selesai beberapa minggu yang lalu, tapi mood saya untuk mengetik hilang ._.

Saya lupa siapa minna-san yang review-nya belum saya balas ._. gomen .

Saya mau balas untuk yang tidak log-in.

Ryouta Shiroi: sebenernya saya juga nggaktega, tapi mau bagaimana, haha, :D

Hiruma YA-HAA: hehe, ini sudah update :)

sama yang sudah baca Hiruma Demam? kemarin itu ada yang nanyain kelanjutan fic ini, Hiruma you masih saya lanjut kok ficnya, cuma virus WB menyerang saya, :D

Ada OC baru yang jadi kakak tirinya Hiruma, semoga OC ini menyenangkan. :D

Ngomong-ngomong ini ceritanya pendek yaa?

Jangan lupa tinggalkan review :D