Season ofLove

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Romance, Drama

Pairing : NaruIno

Rated : T(eens)

Warning : semoga tidak typo, AU, OOC

Don't like? Just review ^v^

Chapter 1 : Spring

Musim semi. Haru. Spring. Musim penuh cinta. Atau, begitu yang dikatakan orang banyak.

Entah mengapa, musim semi selalu identik dengan cinta dan segala sesuatu yang manis dan hangat.

Tapi,

" Naruto,"

" Apa?"

" Sasori-senpai itu keren sekali, ya?"

Tidak untuk pemuda yang satu ini.

-SIMPLY ABSURD-

Seorang gadis berambut merah muda sedang memasak di dapur, dibantu sesosok pemuda berambut eboni yang tersenyum simpul. Tidak jauh dari mereka, seorang pemuda dengan gaya rambut emo sedang mencoba menemukan cara praktis untuk mencuci tumpukan piring.

Di antara kegiatan yang mendekati tindakan rutinitas layaknya keluarga kecil yang rukun, tokoh utama kita sedang terkapar layaknya atlet yang telah lari marathon.

" Hei, dobe! Bergerak dan buat dirimu berguna!" Pemuda yang selalu memperhatikan gaya rambutnya yang eksentrik itu tampak kesal dengan prilaku teman serumahnya itu.

" Apa yang terjadi padamu, Naruto? Kau seperti kerasukan. Dengar kata Sasuke, dan bantu kami." Gadis yang ternyata memiliki manik sehijau zamrud itu menyahut tanpa bergerak dari posisinya.

Namun yang menjadi pusat perhatian, tak tampak ingin mengangkat tubuhnya dari sofa yang nyaman. Ia malah semakin erat menggulung bedcover yang menyelimuti badannya.

" Sepertinya musim semi belum datang untuknya bulan ini." Komentar sang pemuda berkulit pucat itu disambut ledakan tawa dari sang gadis merah jambu dan tawa tertahan dari Sasuke.

" Berisik, SAI! Katakan itu pada diri kalian sendiri! Aku tak pernah melihat pacar kalian di rumah ini!" umpat Naruto.

" Setidaknya kami tak pernah kekurangan hadiah saat valentine," ujar Sakura santai.

" Kau harusnya memberi coklat, Sakura. Bukan menerima coklat."

Sakura mengangkat bahunya. " Aku tidak menerima coklat. Lagipula, bukan salahku jika pria - pria itu memberikan hadiah itu padaku."

Naruto menggerutu dan bergelung di balik balutan selimut. Ia menutup telinganya dengan headphone dan membiarkan dirinya dibawa ke alam mimpi oleh alunan lagu cinta dengan tempo lambat.

Harum masakan menggelitik hidung pemuda berambut pirang itu. Ia membuka matanya dengan malas. Tubuhnya enggan melakukan pergerakan pasti. Namun, lambungnya mulai memberontak menabuh gendang di perutnya.

" Bangunlah, pemalas. Teman - temanmu sudah menyiapkan makan malam. Berterima kasihlah, kau masih diizinkan makan."

Naruto menoleh pada sosok pria tinggi yang lebih tua darinya itu. Pria itu berambut perak menjulang dan memakai masker. Ia berdiri di hadapan Naruto dengan masih mengenakan jas.

" Kapan kau datang, sensei? Aku tak mendengar kau pulang," ujar Naruto sembari melepaskan headphone dan mengucek - ngucek matanya.

" Bagaimana kau bisa dengar kalau kau tertidur sambil mendengar lagu galau." Kakashi-pria tinggi itu, tertawa kecil.

" Berisik."

Well, mereka berlima tinggal di rumah yang sama.

" Bagaimana kegiatan kalian hari ini?"

Hatake Kakashi seorang dosen matematika di universitas lokal. 29 tahun. Single. Penggemar Icha Icha Series. Pemilik resmi rumah itu.

" Haruskah makan malam dibuka dengan pertanyaan menyebalkan itu, sensei?"

Uzumaki Naruto. Pelajar bermasalah di SMA Konoha. 16 tahun. Ya, kau tahu statusnya. Maniak ramen. Dia dititipkan kedua orangtuanya pada Kakashi yang notabene, adalah murid favorit ayahnya.

" Sensei, membahas hal 'itu', tidak baik, lho."

Haruno Sakura. Siswi terpopuler di SMA elite Shoyo. 16 tahun. Berusaha tetap single. Calon model utama untuk brand fashion baru. Memaksa tinggal bersama karena neneknya yang ekstra protektif.

" Naruto belum merasakan 'musim semi', walau musim semi sudah berlangsung selama sebulan."

Shimura Sai. Siswa teladan di Perguruan Shoumei. 17 tahun. Sepertinya(?) single. Selalu tersenyum dengan caranya sendiri. Terjebak di rumah itu setelah keluar dari asrama.

" Hn. Dobe..."

Uchiha Sasuke. Siswa stoic -yang sudah pasti populer- di SMA khusus Teikoku. 17 tahun. Memilih untuk single. Secara mengejutkan, brother complex. Dikirim ke rumah itu karena berusaha mengejar sang kakak ke Amerika.

Mereka berlima tinggal bersama layaknya sebuah keluarga sejak 2 tahun yang lalu. Pertama, Sai yang datang saat Kakashi sedang membereskan barang-barangnya. Lalu, Sakura yang membawa semua perlengkapannya setelah berhasil kabur dari rumah orangtuanya. Sasuke yang dipaksa masuk karena berusaha kabur ke Amerika. Terakhir, Naruto yang di antar Ibunya dengan muka penuh luka setelah berkelahi.

" Mau kukenalkan dengan teman sesama modelku, Naruto?" tawar Sakura.

" Jangan coba-coba, Sakura. Mereka berisik," sahut Sasuke.

" Kenapa jadi kamu yang protes?" delik Naruto. " Tapi, terima kasih. Aku tidak suka wanita pesolek."

" Bagaimana kalau salah satu muridku, Naruto?" tanya Kakashi dengan wajah serius.

Naruto bengong dengan mulut terbuka dan ekspresi aneh. " Aku masih SMA. Dan aku tidak tertarik dengan tante - tante."

" Mereka masih mahasiswi, Naruto. Tapi, sayang sekali kau tidak mau."

" Jangan libatkan aku dalam proyek Icha Icha-mu, sensei," keluh Naruto.

" Oh iya," sahut Sai. Seluruh pasang mata menatap Sai yang tengah mengunyah makanannya dengan santai. " Temanku ada yang ingin bertemu denganmu, Naruto."

" Jangan ikut - ikutan, Sai."

-SIMPLY ABSURD-

Angin berhembus hangat. Menerbangkan kelopak sakura dengan indahnya. Cahaya matahari melewat celah pepohonan dan memberikan kehidupan bagi makhluk - makhluk mungil yang berada di bawahnya.

Naruto melangkah gontai menuju sekolahnya. Headphone sepertinya adalah benda favorit keduanya setelah ramen. Pemuda ini selalu membawa headphone itu kemana pun ia pergi. Terutama saat sedang belajar di kelas, atau berkelahi.

Ia berjalan sambil sesekali menguap. Udara pagi memang tidak cocok dengan pria nocturnal semacam Naruto. Tidak datang terlambat ke sekolah merupakan usaha terbaik para teman serumahnya. Jadi, jika ia datang dengan tugas yang selesai dikerjakan, maka para guru akan membuat perayaan khusus.

Di belakangnya, sesosok gadis berambut pirang pucat dikuncir kuda berusaha berjalan tanpa mengeluarkan suara. Manik biru lautnya mengunci target di hadapannya. Tanpa melakukan gerakan tidak berarti, gadis itu menekuk lutut Naruto dari belakang.

BRUK

Naruto berlutut dengan tidak elitnya.

" Kyahahahahahaha..." Tawa gadis itu meledak seiring dengan pelototan Naruto padanya.

" Kaaauuu... mati di tanganku, INOOOO!"

Naruto mengunci gerakan Ino dengan lengan kirinya yang melingkar di leher gadis itu. Kemudian, tangan kanannya mengepal dan ia memutar ujung buku jari telunjuknya dengan kekuatan yang tidak ia tahan.

" Gyaaaa!" pekik Ino berusaha menghentikan tindakan kekanakan Naruto yang merupakan balasan atas tingkahnya yang lebih kekanakan.

" Rasakan ini!" Naruto tidak berniat untuk melepaskan kejahatannya pada gadis yang sudah jadi musuh bebuyutannya itu.

" Aarrgghh! Aku menyerah! Jangan hancurkan riasan rambutku!" pinta Ino depresi.

Akhirnya Naruto mengurangi kadar kekuatan pada lengannya. Ino menghela napas lega. Namun, posisi mereka belum berubah dari adegan sebelumnya.

" Ohayou, minna."

Sesosok pria berambut merah menyapa mereka berdua dengan ramah. Ino langsung tersenyum lebar melihat kedatangan pria yang lumayan populer di sekolahnya.

" Ah, Sasori-senpai! Ohayou!" balas Ino semangat. Ia melambaikan tangannya dengan kekuatan yang tidak normal. Naruto memandang pria di hadapannya dengan kesal.

" Aku duluan ya. Kalian jangan sampai terlambat masuk, ya." Sasori melambaikan tangannya santai sebelum berjalan meninggalkan mereka. Ino tersenyum lebar dan kembali membalas lambaian tangan Sasori.

" Sasori-senpai tampan sekali..." ujar Ino dengan wajah bersemu.

" Apa bagusnya bishonen seperti dia, sih?" celetuk Naruto.

" Kau tidak akan mengerti, Naruto. Sasori itu adalah tipe impian semua gadis. Tampan, pintar, kaya, dan ramah." Ino menjelaskan pada Naruto dengan mata berbinar. " Dan..Hei! Naruto! Jangan pergi saat aku sedang berbicara!"

Ino mengejar Naruto dan berjalan disampingnya. Ia kemudian tersenyum manis. Dan, dalam diam ia menyamakan langkahnya dengan Naruto. Kanan, kiri, kanan, kiri. Menyeleraskan pergerakan dan irama langkah.

Ino menikmati hembusan angin yang bermain dengan tubuhnya. Manik birunya menatap lengan pemuda di sampingnya dengan lirih. Tersembunyi dibalik balutan kain yang menjadi bagian celananya.

Ia menghela napas pendek. Lalu dalam sekejap menarik sekumpul oksigen menggantikan udara yang ia hembuskan. Kini ia memandang hamparan langit luas yang tersedia di hadapannya.

-SIMPLY ABSURD-

" Ohayou, minna!" seru Ino dengan nada suara yang antusias. Beberapa siswa yang berada di dalam kelas membalas sapaan Ino dengan santai. Namun, suasana menjadi sedikit tegang saat pemuda yang berada di belakang Ino muncul.

" Ah, Naruto!" Ino memukul lengan pemuda yang penampilan fisiknya tidak jauh berbeda dengannya. " Mana 'ohayou' untuk teman - teman sekelas?"

Seisi kelas menatap Ino takut - takut. Naruto menoleh pada Ino yang tengah tersenyum lebar dan ia kemudian memandang teman - temannya. Melihat ekspresi takut yang ditujukan padanya, Naruto berjalan menuju kursinya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

" Hei!" umpat Ino kesal. Gadis itu menghentakkan kakinya keras sebelum berjalan masuk dan mendekati Naruto untuk menjitaknya sekali. Naruto mendelik kesal dan mendapati Ino yang menjulurkan lidahnya dan duduk di kursi di samping Naruto.

Ino membanting tasnya dan mengeluarkan bukunya dengan wajah penuh permusuhan. Bibirnya tampak bergerak - gerak menggerutukan kekesalannya. Tanpa menyadari pria di sampingnya tengah tersenyum melihat pantulan dirinya di kaca.

KRIIIIIIIIIING

" Nah, pelajari bagian tadi dengan baik. Beberapa soal akan keluar di ujian tengah semester nanti." Sesosok guru muda dengan rambut ikal panjang berwarna coklat kehitaman dengan mata merah tampak sedang membereskan perlengkapan mengajarnya.

" Haik, Kurenai-sensei!"

" Saya permisi dulu, ya," ujarnya sambil melangkah menuju keluar kelas.

" Otsukaresama, sensei!"

Setelah Kurenai benar - benar keluar, seisi kelas langsung terdengar berisik. Beberapa siswa langsung berlari keluar kelas dengan membawa tas. Beberapa mengobrol sejenak dan membereskan tasnya dengan santai.

Naruto memakai tasnya dan siap meninggalkan kelas. Saat ia beru berjalan beberapa langkah, tangannya ditarik gadis yang duduk di sampingnya.

" Kita pulang bareng, kan. Kenapa malah pergi duluan, sih," sungut Ino kesal.

Ino membereskan buku - bukunya dengan kecepatan penuh. Ia tidak ingin membuat pemuda bertemperamen tinggi yang menunggunya kehilangan kesabaran. Saat selesai, Ino menarik Naruto keluar dan berpapasan dengan sesosok gadis berambut pirang panjang.

Manik violet gadis itu menatap Ino tajam dan tidak mempedulikan Naruto yang ada di samping Ino.

" Ino. Kau sudah janji padaku hari ini, kan?" ujar gadis itu mengintimidasi Ino di setiap katanya.

Ino menggulirkan matanya sambil mengingat - ingat rangkaian kegiatan yang mungkin ia lupakan. " Benarkah, Shion?"

" Kau. Lupa. Lagi?"

Ino bergidik takut. Tanpa sadar gadis itu bersembunyi di balik tubuh Naruto. " Hiiiiie. Maaf, Shion. Tapi, aku benar - benar tidak tahu... Benarkah aku membuat janji denganmu?"

Shion merengut kesal dan menarik Ino pergi. " Ikut aku!"

Ino membiarkan dirinya diseret Shion. Ia meneriakkan kata maaf pada Naruto sebelum akhirnya menghilang ditikungan koridor. Naruto terdiam dengan bingung. Ia kemudian melangkahkan kakinya pergi.

" Apa - apaan, sih."

-SIMPLY ABSURD-

Shion ternyata menyeret Ino ke gedung olahraga. Ino menatap gedung itu dengan ekspresi heran sebelum akhirnya tersadar janji apa yang mereka buat.

" Ah, Shion mengenai janji-"

" Sebelum itu, aku ingin menanyaimu sesuatu," potong Shion. Ino melirik pada Shion yang tengah menatapnya tajam.

" Kenapa kau dekat sekali dengan Uzumaki itu, sih? Kau tahu reputasinya, kan?" cecar Shion heran.

Ino bengong sesaat. Ia kemudian menyemburkan ledakan tawa. " Kukira kau ingin bertanya tentang apa. Hahahahahhahahaha."

" Aku serius, Ino!"

Ino berhenti tertawa. " Memangnya kenapa? Masa aku tidak boleh berteman dengan seseorang hanya karena reputasinya itu?"

" Bukan itu masalahnya. Dia itu berbahaya, Ino. Aku pernah melihatnya menghajar kumpulan berandalan sendirian dan-"

" Kau takut aku diperlakukan kasar olehnya?" Ino melanjutkan kata - kata Shion. Shion terdiam sejenak sebelum mengangguk lemah.

Ino tersenyum lembut. " Dia memang kasar dan aku juga pernah melihatnya berkelahi. Tapi, aku tidak pernah disakiti olehnya."

Shion terdiam. Ia tidak puas dengan jawaban Ino. " Tapi, kau masih menyukai Sasori senpai, kan?"

" Itu... masalah yang berbeda."

" Soalnya, Dei senpai bilang, klub basket akan mengadakan pertandingan persahabatan dengan SMA Shoyo."

Ekspresi Ino berubah antusias dalam sekejap. " Benarkah! Kapan? Dimana?"

Shion menyeringai penuh kemenangan. " Tentu saja benar. Rencananya pertandingannya akan diadakan saat Shoyo melakukan promosi klub."

" Aah! Aku ingin nonton!"

" Nah, makanya aku perlu janjimu kemarin," ujar Shion. " Kau janji, jika posisi manager ada yang kosong, kau akan membantu kami. Kau bisa mendekati Sasori senpai tanpa takut membuat penggemarnya marah."

Ino tersenyum lebar. " Baiklah!"

-SIMPLY ABSURD-

" Namaku, Yamanaka Ino. Mulai hari ini akan menjadi manager pengganti Tayuya senpai sampai pertandingan persahabatan berakhir. Mohon bantuannya!"

" Ah, selamat datang, Ino-chan!" sapa seluruh anggota klub.

" Nah, sebaiknya sekarang kita mulai latihannya!" Sasori berseru pada seluruh anggota dari tengah lapangan. Beberapa anggota mulai menyiapkan dirinya sebelum mulai berlari mengelilingi lapangan.

Kemudian, dengan tanda yang diberikan pelatih, mereka mulai berlari dengan cepat dan santai secara bergantian. Setelah itu mereka meregangkan otot - otot tungkai mereka guna menguragi kemungkinan terjadinya cidera yang tidak diinginkan.

Pelatih membagi anggota untuk melakukan latihan gerakan - gerakan dasar seperti dribble, passing, dan shoot. Mereka yang sudah terbiasa melakukan latihan dengan serius.

Sasori tampak berlari sembari men-dribble bola dan sesekali bertukar bole dengan teman setimnya. Setelah cukup lama, pelatih memberi waktu untuk beristirahat sebelum memulai latih tanding. Sasori mendekati Ino yang berada di pinggir lapangan.

Ino mengulurkan handuk yang digenggamnya. Sasori tersenyum simpul saat meraih handuk tersebut. Ino membalas senyum sang senior dengan lengkungan manis yang menghiasi wajahnya.

Dari atas gedung olahraga, di tempat para siswa biasa menyaksikan pertandingan, tampak sesosok pemuda. Ia menatap ke arah lapangan dengan ekspresi yang tidak terbaca. Manik sapphire-nya tampak berkilat saat melihat pemuda berambut merah yang tengah tersenyum ramah. Namun, melembut saat melihat gadis pirang di hadapan pemuda itu.

Pemuda bersurai keemasan itu mendecih kesal. Ia mengatupkan kedua rahangnya. Dan kepalan tangannya yang berada di dalam saku celana mengeras.

" Sial. Sial. Sial."

Gadis itu terlihat sangat bahagia. Ia merasa tidak berdaya.

-SIMPLY ABSURD-

" Maaf merepotkanmu, Ino."

" Tidak masalah, senpai. Ini juga tugas manager, kan."

Sasori dan Ino tengah membereskan bola setelah latihan. Gedung olahraga yang tadi ramai, sekarang tampak sepi.

" Tetap saja. Ini seharusnya tugas anggota baru. Aku jadi tidak enak padamu,"

" Aku 'kan juga anggota baru, senpai. Tidak apa - apa."

Ino memasukkan bola terakhir ke keranjang.

" Nah, sekarang juga sudah selesai. Jadi senpai tidak perlu merasa bersalah lagi, kan."

Sasori tersenyum. " Baiklah. Sekarang kita hanya perlu membawa bola - bola ini ke gudang peralatan."

Sasori mendorong keranjang berisi bola basket itu keluar gedung olahraga. Ino berjalan di belakang Sasori sambil menikmati semilir angin musim semi.

Ino sesekali mengembalikan helai rambutnya yang tertiup angin. Ino menyukai musim semi. Walau tidak bisa mengalahkan kecintaannya pada musim kelahirannya. Sensasi kedua musim itu berbeda, namun keduanya membuatnya bahagia.

" Ino."

" Iya, senpai."

" Kau ingin menjadi manager tetap di klub?"

Ino terkesiap. Ia tidak percaya sang senior akan menanyakan hal itu padanya.

" Ah, kenapa tiba - tiba, senpai?" tanya Ino heran.

Sasori berhenti berjalan. Bukan hanya karena mereka sudah sampai di gudang peralatan sekolah. Namun, karena ia juga ingin berbicara dengan Ino. Sasori berbalik dan berjalan mendekati Ino.

" Aku dengar dari Dei." Sasori kembali mendekati Ino. " Katanya, kau punya perasaan padaku," bisiknya tepat ditelinga Ino.

Ino merasakan Sasori sudah terlalu dekat dengan tubuhnya. Ia berusaha mundur agar tidak kekurangan asupan oksigen. Namun, Sasori memegangi kedua bahu Ino agar Ino tidak menghindar.

" Kupikir, mungkin, aku punya perasaan yang sama denganmu." Sasori menyentuh dagu Ino dan mendekatkan wajah mereka. Mata Ino terbelalak kaget. Kedua bibir Ino terkatup rapat.

BRUUUAAAAKKK

Ino melonjak kaget dan mendorong Sasori menjauh. Sasori juga tampak terkejut dan melihat ke arah gudang peralatan. Pintu gudang terbuka lebar dan menampilkan sesosok pemuda yang menatap Ino dingin.

" Na-" Ino entah kenapa menghela napas lega.

" Ah, aku mengganggu kalian, ya," ujar Naruto.

Ino tersentak. Nada suara Naruto terdengar dingin dan ketus. Ino memandangi Naruto tidak percaya. Ia merasakan jantungnya berdegup kencang saat melihat lebam di pipi Naruto dan darah di ujung bibirnya.

" Na- Kau terluka!" Ino berlari mendekati Naruto dan mengulurkan tangannya berusaha menyentuh luka Naruto. Namun, Naruto menghadang tangan Ino dan menjauhkan Ino dari dirinya.

" Eh, tapi bukannya dilarang bermesraan di lingkungan sekolah, ya. Guru - guru akan kecewa padamu, Sasori si siswa teladan."

Sasori menatap Naruto tajam. Naruto mengalihkan pandangannya dan berjalan meninggalkan tempat itu.

Ino berlari mengikuti Naruto.

" Lukamu harus diobati, Naruto." Ino mencengkram lengan Naruto. Naruto menoleh ke arah Ino dan menatapnya dengan ekspresi dingin. Naruto menepis tangan Ino.

" Pria impian setiap gadis ada di sana, Ino. Kau tidak perlu mengasihani berandal sepertiku."

Ino hanya bisa terdiam mendengar penolakan dingin Naruto. Pemuda itu berjalan meninggalkan Ino yang seakan kehilangan pikirannya. Sasori mendekati Ino dengan khawatir.

" Ino-"

" Maaf, senpai."

Sasori mengernyit heran. " Maaf untuk apa?"

" Hontou ni, gomenasai, senpai. Sepertinya perasaan yang kurasakan padamu dan 'perasaan' yang kau pikirkan berbeda, senpai."

-SIMPLY ABSURD-

" Tadaima," ucap Naruto sembari melepas sepatunya dan berjalan memasuki rumah.

" O-ka-e-ri~"

Naruto menoleh pada sesosok gadis manis yang tengah menatapnya penuh arti. Manik emerald-nya berbinar - binar. Senyum lebarnya bahkan terlihat mencurigakan di mata Naruto.

" Ada apa?" tanya Naruto setelah tidak menemukan petunjuk dari berbagai gejala yang ditunjukkan teman serumahnya itu.

" Sebenarnya... Apa yang terjadi padamu, Naruto!" Kalimat yang ingin diucapkan Sakura langsung berganti saat gadis itu melihat lebam di wajah Naruto.

Sakura menarik Naruto masuk dan memaksanya duduk di sofa. Sementara dirinya mengambil sebaskom air dan kotak P3K. Dengan perlahan, ia membersihkan darah yang membekas di ujung bibir Naruto.

" Apa yang terjadi? Bukannya kau sudah berjanji tidak akan memakai tinjumu untuk menyelesaikan masalah?"

" Bukan urusanmu."

Empat siku - siku muncul di dahi Sakura.

" Oooh. Bukan U-RU-SAN-KU ya."

Dengan sengaja, Sakura menambah tenaganya saat mengkompres lebam di pipi Naruto. Tak ayal, hal itu mengakibatkan pekikan penuh derita terdengar dari Naruto.

" Jadi, setelah kau menghajar orang yang menindas juniormu, kau malah melihat gadis yang kau cintai setengah mati sedang bermesraan dengan seniormu?" ujar Sakura santai setelah Naruto menyerah dan menceritakan keseluruhannya pada Sakura.

" ... Dia bukan 'gadis yang kucintai setengah mati' kok. Dan di juga tidak bermesraan dengan 'kalajengking merah' itu."

Sakura membereskan kotak P3K dan kemudian duduk di samping Naruto. " Oke. Gadis yang kau cintai 'sampai' mati itu hanya 'diserang' oleh kalajengking merah. Lalu, kenapa kau tidak merebutnya saja? Mereka belum jadian, kan?"

Naruto merengut. " Kau pikir, aku bisa mengalahkan pria yang sepintar Sai, sepopuler Sasuke, dan seramah Kakashi-sensei?"

Sakura memberikan ekspresi seakan telah mendengar hal yang paling menjijikkan seumur hidupnya. " Kau benar - benar berpikir seperti itu tentang pria - pria di rumah ini?"

" Itu... Anggap saja begitu,"

Sakura menyandarkan dirinya di sofa. " Hmm. Aku tidak menyangka ada kombinasi pria seperti itu di Konoha. Oh iya, apa dia sekaya ayahmu, Naruto?"

Naruto menganga. Ia tidak percaya pertanyaan itu keluar dari bibir Sakura.

" Hei. Ayahmu tampan, kaya, pintar, dan ramah. Ditambah dia juga berwibawa dan sekarang menjabat sebagai orang paling penting di Konoha- oke. Aku tahu bukan itu masalahnya, tapi-"

" Fokus, Sakura. FOKUS."

Sakura berdehem.

" Kalau memang ada pria seperti itu, rasanya aku tidak akan jatuh cinta padanya."

Naruto menatap Sakura dari atas sampai bawah. " Bohong."

Sakura membuat tanda dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. " Serius."

" Kenapa?"

Manik emerald Sakura bergulir kaku. " Entahlah. Tapi, rasanya aku tidak akan nyaman berada di sisinya. Aku akan merasa 'aku harus jadi sempurna' dan aku tidak suka kalau harus berpura - pura 'baik' di depan orang yang kucintai."

" Tapi, itu 'kan pendapatmu. Belum tentu semua berpikiran sama."

Sakura mendesah. " Tapi, kalau pria membuatmu menjadi pribadi yang berbeda, maka yang kau rasakan itu bukan cinta."

" Tapi-"

Sakura menghentikan kata - kata Naruto. Gadis itu meletakkan tangannya di bahu Naruto. Lalu ia menyeringai penuh arti.

" Begini saja, aku punya rencana."

Naruto menatap Sakura. Perasaannya mengatakan bahwa rencana Sakura pasti akan mengakibatkan sesuatu yang berbahaya.

-SIMPLY ABSURD-

Hari pertandingan persahabatan.

Ino berusaha bersikap seperti tidak terjadi apa - apa. Walaupun dari wajahnya terlihat bahwa ia sedang dilanda masalah. Sasori juga bersikap aneh dan tidak bisa melihat ke arah Ino.

Shion tahu terjadi sesuatu yang ia tidak ketahui. Tapi, dia tidak ingin menyebabkan suasana menjadi tidak nyaman sebelum pertandingan di mulai.

" Uooooooohhhhhh!"

Seluruh anggota klub bersorak riuh. Shion yang merasa terganggu melihat ke arah kerumunan anggota dan menyeruak masuk.

" Ada apa, sih?" tanyanya kesal.

" Lihat itu, Shion! Gadis yang disana, bukannya itu model terkenal, ya?"

Shion mempertajam penglihatannya ke arah yang ditunjukkan anggota klub. Ia melihat gadis berambut merah muda sedang duduk di antara anggota klub basket.

Rambut panjang sepinggangnya ia gerai. Kulitnya putih dan mulus. Saat ia berdiri, seragam Shoyo yang khas tampak seperti baju mahal rancangan designer terkemuka.

" Ah, kalau tidak salah. Namanya Haruno Sakura," sahut Shion. " Dia sering menjadi model untuk majalah Cherry."

" Uooooohhh... Dia manager untuk klub basket, ya. Shoyo beruntung sekali!"

" Hei. Aku juga manager, lho," sungut Shion gelak tawa dan ucapan kata maaf sambil lalu dari para anggota klub.

Pertandingan pun dimulai. Para anggota yang masih belum mau mengeluarkan senjaa rahasianya, bermain dengan santai.

Sampai 5 menit berlalu, salah seorang anggota Shoyo mulai men-dribble bola dengan cepat melewati anggota tim Konoha satu persatu. Sampai akhirnya ia berhadapan dengan Sasori.

Sasori berusaha fokus dan memikirkan pergerakan yang akan diberikan lawan. Namun, anggota Shoyo itu menyeringai. Sasori mengernyit heran.

DASH

Ia memberikan bola pada temannya dan membiarkan temannya melempar bola. Dan, angka pertama untuk Shoyo.

Sasori menatap pemain itu bingung. " Apa itu tadi?"

Pertandingan dilanjutkan kembali. Anggota Shoyo yang agresif itu menghadapi seluruh anggota tim Konoha satu persatu, namun langsung mem-passing bola saat berhadapan langsung dengan Sasori.

Hal itu terjadi berulang kali. Sampai akhirnya, bel tanda babak pertama berakhir sudah berbunyi. Seluruh pemain melangkah ke arah bench masing - masing sekolah.

" Sasori. Kau kenapa?" tanya Deidara heran melihat Sasori tidak fokus pada pengarahan yang sedang diberikan pelatih dan malah melirik ke arah pemain Shoyo sedang mengobrol santai dengan Sakura.

" Tidak. Tapi, aku heran dengan pemain nomor 8 itu."

Deidara dan pemain lain melihat ke arah pemain yang dimaksud Sasori. Sesosok pemuda berambut hitam dan bermata biru sedang bersenda gurau dengan gadis berambut merah muda-Sakura.

" Itu siapa, ya? Aku belum pernah melihat pemain itu di Shoyo sebelumnya," ujar Deidara. " Apa Shoyo menemukan pemain hebat di kelas 1, ya? Gerakannya bagus sekali. Dia bisa melewati semua pemain seorang diri."

" Itu masalahnya. Dia melewati semua pemain, namun saat berhadapan denganku, dia dengan sengaja memberikan bola pada yang lain."

Deidara berpikir sejenak. " Yah, siapapun dia. Jangan sampai dia mempengaruhi permainanmu, Sasori," ujar Deidara santai sembari menepuk bahu Sasori. " Toh, sekarang kita masih memimpin 10 angka."

" ... Baiklah,"

Ino mendengar percakapan itu dan melirik ke arah pemain itu. Pemuda yang dimaksud anggotanya kini tengah dijitak oleh Sakura. Dan dibalas dengan cengiran santai olehnya.

DEG

Jantung Ino berdegup kencang sesaat. Ino memegangi dadanya yang tiba - tiba merasa sakit melihat pemandangan itu.

-SIMPLY ABSURD-

" Oi, kau kenapa tidak mau berhadapan langsung dengan pria itu, sih? Kau takut?" ejek Sakura pada pemuda berambut hitam yang baru saja mendatangi bench.

" Enak saja! Kau tidak tahu yang namanya strategi, ya?" balas pemuda itu santai.

Sakura terkikik. " Strategi? Kamu? Berandal nomor satu yang dikirim ayahnya pada dosen tukang telat nomor satu di Konoha University."

Pemuda yang langsung diketahui identitasnya itu merengut kesal. " Bukannya ini rencanamu, Sakura? Menggantikan salah satu pemain sekolahmu yang mendadak cidera."

" Dan sekaligus mempermalukan pria 'kalajengking merah' itu. Tapi, kau sama sekali belum melakukan apapun, tuh."

Naruto merengut. " Kita lihat di babak dua," ujar Naruto santai. " Tapi, tidak apa sekolahmu kalah?"

" Aku sih tidak peduli pada hasil pertandingan ini. Yang penting itu e-ve-nt. Kau mengerti, Naruto? Keramaian ini, sorak sorai para pengunjung, dan tentunya, aku yang jadi pusat perhatian."

" ...gejala narsistik,"

DUAK

Muncul satu benjolan kecil menghiasi kepala Naruto. Sakura meniup kepalan tangannya layaknya koboi setelah menembak sasaran.

Babak kedua di mulai. Naruto melangkah masuk ke lapangan dengan santai. Namun kali ini manik sapphire-nya berkilat penuh semangat. Dengan percaya diri, dia menyeringai ke arah Sasori yang berjalan masuk.

" Siapa yang narsis sekarang, hah?" dumel Sakura kesal.

" Sakura-chan! Beri semangat pada kami, dong!" seru salah seorang pemain Shoyo. Sakura menunduk sebelum akhirnya mengeluarkan senyum manis dan melambaikan tangannya.

" Berjuang demi aku, ya!" Sakura tersnyum ke arah seluruh pemain tanpa terkecuali, jika ini di komik, maka adegan ini terlihat Sakura yang dikelilingi screen-tone bunga dan mendapat setidaknya setengah halaman.

" Uoooooooooohhhhh!"

Seisi gedung bersorak mendengar sepatah kata yang diucapkan Sakura. Naruto menganga kaget. Dia tahu teman serumahnya itu populer. Tapi, dia tidak menyangka bahwa dia se'populer' ini.

Bahkan, teman - teman satu sekolahnya ikut tersihir.

PRIIIIIIIIIT

Tanpa menghabiskan energi untuk hal yang tidak perlu, Shoyo menyerang secara agresif. Naruto yang merupakan point guard di tim Shoyo membawa bola dengan kecepatan penuh melewati satu persatu anggota Konoha. Dan saat berhadapan dengan Sasori, dia kembali menyeringai.

" Poin untuk Shoyo!"

" Kyaaaaaaaa!"

Naruto mencetak angka pertama di babak kedua. Dalam waktu kurang dari semenit. Sasori terpaku di tempatnya, tidak percaya Naruto bisa melewatinya tanpa melakukan gerakan yang tidak perlu.

Sasori menatap pemain yang belum ia ketahui identitasnya itu dengan perasaan berkecamuk. Sedang pemain itu-Naruto sedang melakukan high-five dengan pemain lain dan Sakura di pinggir lapangan.

Keadaan berbalik dengan cepat. Shoyo dengan perlahan membalikkan keadaan. Ketegangan muncul di raut wajah para anggota tim basket Konoha.

" Konoha fighting!" seru Shion memberi semangat pada teman - temannya. Shion terus meneriakkan kata - kata pembangkit semangat dan meminta para pemain cadangan terus mendukung. Ia menoleh pada Ino.

Shion merengut heran. Ino hanya terpaku memandang ke arah tengah lapangan dengan ekspresi kosong. Shion mencoba melihat apa yang menjadi pusat perhatian sahabatnya itu. Dia melihat Sasori yang sedang berhadapan dengan pemain nomor 8 dari Shoyo.

" Hei, Ino." Shion menoyor lengan Ino. " Aku tahu kau khawatir pada Sasori senpai. Tapi jangan hanya dilihatin saja, didukung, dong."

" Eh. Eh. Apa?" ino tampak kebingungan dan tidak fokus.

Shion menatap Ino heran. " Kau tidak memikirkan Sasori senpai, ya? Kau melihat siapa?"

Ino terdiam dan kembali memandangi lapangan. Shion mengikuti Ino dan melihat pemain nomor 8 yang diperhatikan Ino.

" Dia mirip seseorang. Tapi, itu tidak mungkin."

Shion memperhatikan lekat - lekat pemuda yang dimaksud. Matanya, wajahnya, tubuhnya.

" Dia tidak mirip artis atau model yang kuketahui."

" Bukan artis atau model. Aku merasa dia mirip dengan seseorang yang kukenal baik," ujar Ino. " Dari matanya, ekspresinya, tingkahnya. Tapi, aku... Ah!"

Shion kembali memusatkan perhatian pada lapangan. Ia melihat pemain nomor 8 itu terjatuh. Di dekatnya tampak Sasori dan Deidara sedang melihat keadaannya. Dan Sakura tengah berlari mendekatinya.

" Pelanggaran, Konoha, nomor 9," ujar wasit.

" Ah, Dei senpai melakukan pelanggaran," ujar Shion khawatir. " Ino, kau kenapa?"

Ino tengah gemetaran. Ia menatap ke arah dengan pandangan cemas tapi, ia tidak bisa bergerak.

" I-Ino!" Shion tampak lebih khawatir dengan keadaan Ino daripada perkembangan pertandingan.

" Aku tidak tahu. Tapi, rasanya aku tiba - tiba takut dan tanganku tidak berhenti bergetar. Ah,"

Shion kembali melihat ke arah lapangan. Melihat Sakura tengah membantu pemuda itu berjalan keluar lapangan.

" Eh, dia menuju ke sini," ujar Shion. Sakura memang harus berjalan melewati bench pemain Konoha untuk mencapai ruang kesehatan sekolahnya.

Ino memperhatikan pemuda itu lekat - lekat. Kulit tan pemuda itu. Mata birunya, alis matanya yang tebal. Dan, band-aid di ujung bibirnya.

" Aku tidak apa - apa, Sakura," ujar Naruto.

" Mau perlakuan 'khusus' kemarin, eh." Sakura berusaha tidak menyebut nama Naruto saat melewati Ino. Naruto melirik pada Ino dan tatapan mereka bertemu.

Ino tersentak. Ia menoleh ke arah Sakura dan Naruto yang berjalan keluar gedung. Jantungnya berdegup tidak karuan.

" ... Naruto."

" Eh?" sahut Shion heran. " Siapa katamu?"

" Itu Naruto. Aku tidak salah, itu Naruto!"

Ino berlari keluar mengejar sosok Naruto tanpa mempedulikan Shion yang terkejut. Shion yang khawatir ikut berlari mengejar Ino. Saat di luar gedung, Shion mendapati Ino yang tengah melihat sekelilingnya. Mencari jejak Naruto.

" Ino!" seru Shion khawatir. " Kau ke-"

" Ah, maaf. Pemain nomor 8 yang bersama gadis berambut merah muda itu pergi kemana, ya?" Ino bertanya pada salah satu siswa Shoyo yang berada di luar gedung olahraga.

" Ah, nona Sakura, ya." Seorang siswi menjawab pertanyaan Ino. " Dia sepertinya pergi ke ruang kesehatan."

" Benarkah? Ruang kesehatan dimana, ya?" tanya Ino antusias.

" Masuk ke gedung yang itu, lurus saja, nanti ada papan namanya,"

" Terima kasih!" Ino langsung berlari menuju arah yang ditunjukkan gadis itu.

Shion berniat mengikuti Ino saat mendengar percakapan gadis yang menunjukkan arah berlanjut.

" Eh, Matsuri. Yang bersama nona Sakura itu, siapa, ya?" Seorang temannya menimpali.

" Aku tidak tahu. Yang pasti dia bukan murid Shoyo, kan. Mungkin salah satu fanboy yang seperti biasa dibawa nona Sakura."

Shion mengernyit heran. Namun, dia memutuskan untuk tidak mempedulikannya dan mengejar Ino. Ia melihat Ino sudah berada di depan ruang kesehatan. Ia mengatur napasnya sebelum berjalan mendekati Ino.

Ino berjalan memasuki ruang kesehatan. Sakura dan Naruto tidak kelihatan, namun terdengar suara Sakura yang sedang mengobati luka Naruto.

" Sudah kubilang ini cuma terkilir saja. Kau berlebihan sekali, Sakura."

" Kau lupa yang terakhir kali Sasuke bilang 'cuma terkilir saja' dan berakhir dia tidak bisa berjalan normal selama dua hari?"

" Ah, itu."

" Oh iya, tapi tadi kuberi pujian kau tidak memakai tinjumu saat mereka melakukan pelanggaran."

" Hei. Aku 'kan bukan maniak yang memukul orang hanya karena tidak puas. Bukannya kau yang membuatku berjanji tidak memakai kekerasan untuk menyelesaikan masalah?"

" Wah, Naruto jadi anak baik, ya?"

Sakura terkekeh ringan dan membereskan baskom berisi air hangat yang ia gunakan untuk membasuh pergelangan kaki Naruto yang tampak memar. Kemudian, ia mengambil perban dan menyiapkan untuk membalut kaki Naruto.

" Oh iya. Sepertinya, kakimu tidak boleh dipakai jalan untuk sementara waktu. Apa perlu kupanggilkan Sasuke atau Kakashi-sensei menjemputmu ke sini?"

" Tidak perlu. Aku bisa menunggumu di sini. Lagipula pertandingan hanya tersisa beberapa menit lagi."

" Eeh. Tapi hari ini jadwalku berbelanja. Kau mau tidak makan malam?"

" Bukannya hari ini jadwalnya Sai?" ujar Naruto heran. " Kemarin, aku yang masak. Berarti hari ini, Sai, kan?"

" Mereka tinggal serumah!" Shion terperanjat kaget dan tidak sengaja berteriak.

Sakura terkejut ada yang mencuri dengar percakapannya dengan Naruto, hal ini bias berakibat buruk pada image dan karirnya. Sakura membuka tirai dan melihat Ino dan Shion berada di baliknya. Ino tidak tampak mengeluarkan ekspresi yang berarti. Sedang, Shion tampak sangat terkejut.

Sakura berjalan mendekati mereka dengan melipat tangannya di depan dada.

" Kalian siswa SMA Konoha, kan? Ada per-"

" Naruto."

Tiba - tiba Ino berbicara memotong kalimat Sakura. Ino berjalan mendekati Naruto. Sakura memperhatikan mereka dan menjauh sejenak. Naruto tidak menjawab Ino ataupun menoleh pada gadis itu.

" Kau tahu, Naruto?" ujar Ino lagi. " Saat Shion bilang, aku harus menjauhimu karena kau mungkin akan menyakitiku, kau tahu aku bilang apa padanya?"

Naruto menoleh ke arah Ino dan mendapati Ino yang tengah menyembunyikan wajahnya dibalik poninya yang panjang.

" Aku bilang, dia tidak perlu khawatir karena kamu tidak pernah menyakitiku."

Naruto masih bungkam sambil menatap Ino. Sakura memberi kode agar Shion mengikutinya keluar ruangan. Memberikan mereka privasi.

" Ternyata, aku salah." Ino mengangkat wajahnya dan belas menatap Naruto. " Kau menyakitiku, Naruto. Sering sekali."

Raut wajah Naruto berubah, ia membuka mulutnya untuk mengeluarkan respon terhadap kalimat Ino.

" Kamu menyakitiku, di sini." Ino memegang dadanya.

Ino mendekati Naruto sampai jarak mereka bisa saling menyentuh. Ia mengulurkan tangannya ke ujung bibir Naruto.

" Saat melihatmu terluka dan aku tidak boleh mengobatinya. Di sini sakit sekali."

Naruto merasakan hatinya menghangat. Ia bahkan tak sanggup menatap Ino sekarang. Namun, Ino menangkupkan tangannya di wajah Naruto dan meminta Naruto untuk tetap memandangnya.

" Saat melihatmu tersenyum di samping wanita lain. Di sini semakin sakit."

Ino menggenggam tangan Naruto dan menunduk. Seakan sepatu miliknya menjadi tontonan yang menarik baginya.

" Saat tahu, kau tinggal dengan wanita itu. Aku tidak tahu. Rasanya di sini..."

Naruto menarik Ino dalam dekapannya dan menghentikan kalimat Ino. Ino merasakan matanya panas dan mulai terisak di pelukan Naruto. Ia menelusupkan wajahnya di dada bidang Naruto dan melingkarkan tangannya melewati tubuh pemuda itu.

" Maaf, Ino. Maaf."

Ino terisak tanpa mengeluarkan suara keras. Naruto memeluk Ino erat seakan Ino akan hancur jika ia lepas.

-SIMPLY ABSURD-

" Aishite, Ino..."

" Apa maksudmu, Ino?"

" Aku memang punya 'perasaan' padamu, senpai. Tapi, itu hanya perasaan kagum."

" Jadi, maksudmu, kau bukan menyukaiku sebagai pria?"

" Maaf, senpai."

Sasori tergelak. " Ah, Deidara berhutang makan siang padaku."

" Eh?"

Sasori tersenyum. " Aku tahu. Pemuda tadi selalu berada di bagian atas gedung olahraga dan memandangimu."

Wajah Ino memerah sempurna.

" Benarkah, senpai?"

" Mungkin saat ini dia salah paham pada kejadian tadi. Lebih baik kau jelaskan padanya sebelum terlambat."

End for this Chapter, maybe...

A/N

Oh. Hebat.

Aku berencana hanya membuat fic pendek dan beakhir dengan 5k words.

nah, sekarang aku mau minta maaf pada reader-tachi yang sempat me-request KibaIno lagi.

selama sebulan kemarin, aku disibukkan oleh tugas - tugas dunia nyata yang menyita waktu.

selain itu, aku belum menemukan ide yang menarik untuk kedua pairing itu.

Nah, sebagai permintaan maaf. ini sudah ku-publish fic lamaku yang nyaris menjamur di lappie.

aku juga mau mengucapkan terima kasih pada reader-tachi yang sudah menyempatkan diri untuk mereview fic-fic buatanku.

maaf kalau masih ada yang belum sempat kubalas.

akhir kata,

boleh minta review lagi ^^