Desclaimer : Tite Kubo

This is the Final Chapter. Gomen kalo ga-je, gak mutu de-el-el XP

Makasih banyak buat yang udah review, here's the reply review :

#Hideyashu Shigemori : ahahaha masih banyak XD iya ini update kalo masi inget hwehehehe thxfor RnR…

#NICHI Kurosaki : ohohoho iya gapapa, yangpenting ripiuw XD fufufufu tentu dong, seperti yang kau minta. Tapiaibyaku liat byakuyanya mah XD maap updatenyalama, mogamasiinget XP thx for RnR…

#NaHaZa : hu um,soalnyamereka bukan peran utama #plaak padahalauthor juga byaku-holic loh XXDDDD #gakadayangnanya ohoho iya salam kenal balik, makasih uda nyempetn RnR…

#Icah he : ok hn juga XD maksih RnR nya…

#Guest : Iya ini update, makasih RnR nya…XD

Makasih juga bwt yg uda nyempetin log in :

Kuro Phantomhive, velovexiaa, hatakehanahungry, kazeknight, ArthuriaMariePendragon, kang eun hwa, Farenheit July, Qhia503, URuRuBaek, Kim Victoria, miszshanty05, black roses 00, , Kiryuu Kaitou, ShinHyoAh, Karin Clarissa, and Azure'Czar. Thx RnR nya…XD

.

.

.

Chapter 7 : Forward

.

.

.

Sosok bersurai orange itu tampak sedang sibuk di dapur. Jarum jam yang baru menunjuk angka 07.00 a.m. itu menandakan kalau ia tengah menyiapkan sarapan.

"Ichigo…" sebuah seruan terdengar, membuat si pemuda bersurai orange itu menoleh ke arah pintu dapur demi mendapati pemuda bersurai biru yang barusan meneriaki namanya.

"Ada apa, Grimm?" Tanya Ichigo, kembali sibuk pada masakannya.

"Pakaikan dasi ku," jawab si surai biru sambil mendekat.

"Memangnya kau tidak bisa memakainya sendiri? Aku sedang sibuk," jutek Ichigo.

"Tapi kan kau yang harus melakukannya."

"Apa? Kenapa harus aku?" Ichigo mulai kesal.

"Kau kan istriku, sudah sepantasnya kau yang memakaikan dasiku saat aku mau berangkat ke kantor."

Twitch!

"Dengar ya Grimmjow!" Ichigo berbalik seraya mengacung-acungkan sendok sayur di tangannya ke arah Grimmjow. "Pertama, aku sedang sibuk mengurusi masakan yang akan kita makan dan tentunya bisa disebut mengurusimu juga, dan yang kedua, aku bukan istrimu!" ucap Ichigo sengit dan kembali pada masakannya.

"Apa? Apanya yang bukan istri? Kita tinggal satu atap, kau memasak untuk kita dan aku pergi ke kantor untuk bekerja, selain itu kita juga melakukan sex. Jadi apanya yang tidak menunjukkan kalau kita bukan-…"

"Tutup mulutmu Grimmjow!" bentak Ichigo dengan wajah memerah, terutama karena mendengar kalimat terakhir Grimmjow.

"Hoo…" Grimmjow menyeringai. Tiba-tiba saja ia memeluk pinggang Ichigo dari belakang dan menyamankan kepalanya di pundak Ichigo. "Jadi…bagaimana kalau kau benar-benar kunikahi?"

"Ap-apa?" shock Ichigo dengan muka masih memerah. Apa barusan Grimmjow melamarnya?

"Dengan begitu kau akan resmi menjadi istriku. Kau bisa memakaikan dasiku, memasak untukku, juga melayaniku di atas ranjang tanpa harus membantah. Itu keharusan seorang istri kan?" goda Grimmjow.

"Ap-apa? Seenaknya saja kau. Aku tidak mau! Aku masih sekolah, dan lagi aku belum minta izin pada keluargaku soal hubunganku denganmu!" jawab Ichigo.

Grimmjow terdiam, lalu melepas pelukannya dan mendesah malas.

"Dan lagi…" tambah Ichigo. "Kalau alasanmu menikahiku Cuma karena hal-hal yang kau sebutkan tadi…aku juga tidak mau."

"Dasar bodoh, mana mungkin aku menikahimu karena alasan tadi. Aku hanya menggodamu, Berry."

"Haa? Tapi kau mengucapkannya seolah itulah alasanmu sebenarnya! Karena sex kan?" tuduh Ichigo, kembali mengacungkan sendok sayurnya.

"Tentu saja tidak! Aku mencintaimu Ichigo. Karena itulah aku ingin menikahimu, supaya kau menjadi milikku seutuhnya dan tidak ada orang lain yang boleh menyentuhmu!"

"Tuh kan? Kau masih saja bicara soal menyentuh dan disentuh? Memang apa maksudnya kalau bukan menjurus pada hal 'itu'?"

"Oh, ayolah Ichigo. Memangnya salah kalau aku tidak ingin orang lain menyentuhmu?!"

"Bukannya salah, tapi kata-katamu itu seolah menjurus kalau aku hanya pelampiasan sex-mu!"

"W-what?" shock Grimmjow. "Ooooke! Begini saja, apa yang harus kulakukan supaya kau percaya bahwa aku mencintaimu dan bukannya menjadikanmu pelampiasan sex-ku."

Ichigo tersenyum, sebuah pemikiran jahil terlintas di otaknya.

"Jangan melakukan sex denganku sampai kita menikah nanti, Grimmjow Jeager Jacquez," seringai Ichigo yang sontak membuat Grimmjow terbelalak dengan nista-nya.

"WWHHHAAAATTTT!?"

~OoooOoooO~

"Na na na na~…" Ichigo bersenandung riang sepulangnya dari kerja sambilan sebagai koki. "Tadaima…" ujarnya sambil memasuki apartement.

"Hn," hanya itu jawaban yang didengar Ichigo. Dilihatnya Grimmjow tengah nonton TV—dengan wajah cemberut—tanpa mempedulikan kepulangannya. Ichigo hanya mengangkat alis dan kembali bersenandung riang, tak mempedulikan Grimmjow juga. Pasalnya, Grimmjow sudah seperti itu sejak beberapa hari lalu. Ya, sejak perjanjiannya dengan Ichigo untuk tidak melakukan sex sebelum mereka menikah. Dan sejak saat itu muka Grimmjow selalu terlihat cemberut, well, bukan berarti biasanya dia suka tersenyum sih.

"Waktunya mandi," gumam Ichigo sambil menyambar handuk dan menuju kamar mandi demi mengguyur tubuh lelahnya supaya lebih segar. Tak berapa lama, ia sudah keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk di pinggang, bertepatan dengan Grimmjow yang memasuki kamar entah mau apa.

Grrr…

Wajah Grimmjow semakin cemberut saja dan sebuah geraman terdengar dari mulutnya saat melihat Ichigo.

"Kalau kau menginginkan perjanjiannya tetap berlangsung setidaknya jangan menggodaku!" omel Grimmjow tiba-tiba.

"Siapa yang menggodamu?! Jelas-jelas aku baru selesai mandi," bantah Ichigo tak terima karena tiba-tiba diomeli.

"Kalau begitu bawa baju ganti ke kamar mandi, jadi kau keluar dari sana bukan Cuma memakai handuk!" Grimmjow menyambar laptop di meja dan keluar dari kamar, kembali menuju ruang TV.

"Huh, kan suka-suka aku," cemberut Ichigo tapi lalu terdiam. "Apa iya ya? Jangan-jangan aku terlalu menyiksanya?" gumam Ichigo sambil menggaruk belakang kepalanya yang tiba-tiba gatal. "Ah, sudahlah," ucapnya kemudian dan segera memakai baju.

"Kau sudah makan?" Tanya Ichigo seraya duduk di samping Grimmjow.

"Hn," lagi-lagi Grimmjow hanya menggumam, ia masih berkonsentrasi pada laptopnya.

"Hei! Jawab yang benar! Kalau belum aku akan buatkan sesuatu."

"…"

"Grimm!"

"…"

"Hei!" Ichigo mengguncang lengan Grimmjow.

"Apa maumu!" kesal Grimmjow.

"Kau ini kenapa sih? Aku kan tanya baik-baik!"

"Tck!" Grimmjow kembali pada laptopnya.

"Heeehh, terserah kau saja!" Ichigo menyerah dan kembali ke kamar, mengerjakan PR layaknya anak rajin, dan tertidur di meja belajar tanpa sadar.

"Ngh…?" ia terbangun saat merasakan sesuatu yang hangat dan basah menyapu lehernya. Ia mengerjap sesaat demi mendapatkan seluruh kesadarannya, dan terkejut saat menyadari apa yang terjadi. Grimmjow tengah menindihnya dan kini sedang menjilati lehernya, sementara tangannya ia telusupkan di balik kaos Ichigo.

"G-Grimm!" Ichigo berusaha mendorong tubuh Grimmjow menjauh. Tak ada respon, Grimmjow masih sibuk dengan aktivitasnya. "Grimm-jow! Henti-kan…ngghhh…!"

Grimmjow berhenti, mengangkat wajahnya untuk menatap Ichigo. Dan dapat Ichigo lihat mata Grimmjow yang sayu karena tertutup kabut nafsu, sementara nafasnya begitu memburu.

"Grimm…" panggil Ichigo.

Grimmjow tampak menggertakkan giginya, lalu bangkit dan masuk ke kamar mandi sambil membanting pintu.

"Grimm…" lirih Ichigo dengan tatapan sendu.

~OoooOoooO~

Tuk…tuk…tuk…

"…chigo…Ichigo…"

"Eh?" Ichigo tersadar dari lamunannya karena panggilan itu. Ia segera menghentikan kegiatannya barusan—mengetuk-ngetukkan pensil ke dagunya—dan menatap ke arah pemuda berkacamata di hadapannya.

"Kau melamun terus. Apa tugasmu sudah selesai?" tanya si pemuda.

"Hng…" Ichigo menatap ke buku tugasnya. "Kurang satu nomor. Nyontek ya Ishida…hehehe," cengir Ichigo.

"Heeeh, dasar kau," pemuda berkacamata yang dipanggil Ishida itu segera menyodorkan buku tugasnya pada Ichigo yang dengan semangat segera menyalinnya. Well, yang disebut Ichigo dengan kurang 'satu' nomor, pastilah dengan buntut angka 0 di belakang angka satunya.

Ishida memperhatikan temannya itu sejenak.

"Akhir-akhir ini kau banyak melamun, Ichigo. Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Ishida.

"Eh? Masa sih?" Ichigo tak menghentikan kegiatan menconteknya.

"Yeah, kuperhatikan sih seperti itu."

"Hum…" Ichigo tampak berpikir, dan sekelebat bayangan Grimmjow melintas di otaknya. "Well, mungkin."

"Kalau ada masalah ceritakan saja Ichigo, aku kan temanmu."

"Hm…terimakasih Ishida. Tapi aku baik-baik saja. Hanya ada sedikit masalah pribadi."

"Hee…masalah pribadi?" Ishida tampak akan menggoda Ichigo.

"Bu-bukan apa-apa," gelagap Ichigo dan segera menutup buku tugasnya. "Ah, aku sudah selesai. Ayo kumpulkan tugasnya, setelah itu sudah boleh pulang kan?" ujar Ichigo. Yeah, pelajaran terakhir tadi memang senseinya tidak masuk dan hanya memberikan tugas, jadi bagi yang sudah selesai sudah diperbolehkan pulang.

Ichigo keluar dari gerbang sekolah dengan semangat, hingga langkahnya terhenti saat tanpa sengaja matanya menangkap bayangan seseorang yang ia kenal.

"Byakuya?" panggilnya sambil menghampiri.

Pria bersurai panjang itu menoleh, dan memang benar. Itu Byakuya.

"Sedang apa di sini?" Tanya Ichigo basa-basi.

"Tersesat."

Krik…

"…"

"…"

"…?"

"…"

"Mau minum bersamaku?" tawar Ichigo pada akhirnya.

~OoooOoooO~

"Jadi…bagaimana bisa kau 'tersesat', Byakuya?" tanya Ichigo setelah keduanya duduk di sebuah café.

"GPS di mobilku mati. Aku menelfon bodyguard-ku untuk menjemput. Lalu aku bertemu denganmu."

Krik…

Oooke! Apa itu bisa disebut tersesat?

"Oia, ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu dengan Aizen?" Tanya Ichigo sambil menyeruput juz jeruknya.

"Baik saja," Byakuya juga meminum juz apelnya—hasil pesanan Ichigo—

"Umm…apa…sudah memikirkan tentang pernikahan?" tanya Ichigo to the point meski agak ragu.

"…" Byakuya menatap Ichigo.

"Cuma ingin tanya."

"Belum."

"O…"

Hening.

"Lalu bagaimana kalau Aizen melamarmu?"

"…" terdiam sejenak, "…kutolak."

"Eeeehh? Ke-kenapa?"

"Apa yang akan dihasilkan dari pernikahan antar lelaki?"

"Y-ya…tapi kan…"

Hening.

"Umm…menurutmu, orang tua mu setuju kau pacaran dengan laki-laki?"

"Aku sudah tidak punya orang tua."

"A-ah, maaf."

Hening.

"Ah, lalu, kalau…misalnya orang tua mu masih hidup. Apa mereka akan merestuinya?"

"…tidak."

"…"

"…"

"Lalu kau mau bagaimana kalau tidak direstui?"

"Tergantung."

Cengok.

Oke Ichigo. Memang sangat susah berbicara pada tembok berjalan macam Byakuya. Jadi sebaiknya kau berhen-…

"Tapi yah… kalau kau memang mencintainya…" Byakuya menunjuk Ichigo dengan sedotan minumannya, "Kau harus memperjuangkannya, Ichigo," dan Byakuya pun bangkit untuk keluar dari café saat beberapa orang berpakaian bodyguard menghentikan mobilnya di depan.

Ichigo hanya bisa diam. Tapi lalu mengangkat alis.

"Well, sejak kapan dia tahu kalau yang kutanyakan ini memang tentang aku?" ujarnya lalu mengikuti jejak Byakuya keluar café.

~OoooOoooO~

"Aaargh! Sial!" umpat Grimmjow sambil membanting beberapa dokumen ke mejanya.

"Ada apa Grimm? Akhir-akhir ini kau sering frustasi," tanya Nnoitra, sekretaris Grimmjow sekaligus kekasih Nelliel.

"Tch!" Grimmjow hanya mendecih kesal sebagai jawabannya.

"Mau ke club? Sepertinya kau butuh hiburan," seringai Nnoitra.

Tanpa kata, Grimmjow menyetujui ajakan Nnoitra. Keduanya pun bergegas pergi dari ruangan penuh tugas itu untuk bersenang-senang.

Dug zdag zdug! Jep ajep ajep…

Oke, lupakan bunyi nista di atas. Pokoknya bayangkan saja itu suara music yang menghentak keras di dalam club malam yang Grimmjow dan Nnoitra kunjungi. Suasana disana lumayan ramai, sebagian besar orang turun ke lantai dansa, sementara sebagian yang lainnya memilih 'menikmati' malam di sofa, di meja bartender, atau memesan private room.

Nnoitra sudah turun ke lantai dansa sejak tadi, sedangkan Grimmjow lebih memilih duduk di meja bartender sambil menenggak minumannya.

"Ne~ ne~ ternyata memang Grimmy eh? Lama sekali kau tidak berkunjung, Grimmy…" sapa seorang wanita bersurai jingga sambil mencolek dagu Grimmjow genit. "Mau main bersamaku?"

"Aku sedang tidak ingin main, Matsumoto," jawab Grimmjow acuh dan kembali menenggak minumannya.

"Aish, kenapa begitu? Kita lanjutkan yang dulu. Dulu kau kan tidak sampai ke pertunjukan utamanya," kerling Matsumoto. "Aku ingin merasakan milikmu yang besar ini," Matsumoto mengusap lembut sesuatu di selangkangan Grimmjow sambil lidahnya menjilat bibir secara sensual.

"Aku sudah punya orang lain," Grimmjow menampik tangan Matsumoto kasar.

"Aish, tapi bukan berarti kau-…"

"Sudahlah. Tinggalkan aku sendiri!"

"…" terdiam, tapi lalu tersenyum nakal. "Setelah aku mentraktirmu satu minuman," Matsumoto segera memesan minuman pada sang bartender, tapi dengan mengerlingkan mata sebagai kode. Sang bartender yang mengerti hanya mengangguk untuk kemudian memberikan apa yang dipesan Matsumoto.

"Ini, hadiah dariku, Grimmy. Minumlah, ini yang terbaik disini," Matsumoto menyodorkan gelas itu, yang dengan senang hati langsung ditenggak habis oleh Grimmjow. "Wow, kau menikmati sekali. Mau kupesankan satu lagi?"

"Heh, terse-…" Grimmjow menghentikan ucapannya saat ia merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Tubuhnya terasa panas dan…"Shit! Minuman apa yang kau berikan padaku, Matsumoto!" bentak Grimmjow.

"Bukan apa-apa. Hanya minuman biasa. Tapi…lengkap dengan obat perangsang paling cepat, hihi," Matsumoto kembali mencolek dagu Grimm sambil meniup pelan telinganya.

"Shit! Brengsek-kau…Ssshh…" pikiran Grimmjow makin kacau, tubuhnya semakin memanas saja.

"Ayo kita ke private room, Grimmy~…" Matsumoto menarik Grimmjow menuju salah satu private room, dan mereka berhenti sejenak di depan pintu untuk saling memagut dengan ganas. Dalam pagutan itu, mata Grimmjow yang sedikit terbuka, melihat surai jingga Matsumoto.

Surai jingga…

Ichigo!

"Brengsek!" Grimmjow segera melepas ciumannya dan mendorong Matsumoto menjauh. Ia lalu keluar dari club dengan langkah sedikit terhuyung.

"Sial! Aku tidak mau melakukan sex kalau bukan dengan Ichigo!" Grimmjow segera masuk ke mobil dan mengendarainya pulang dengan kecepatan tinggi. Grimmjow melirik jam, sudah setengah sepuluh malam. Ichigo pasti sudah pulang dari kerja sambilan. Yeah, dia harus membantu Grimmjow untuk membebaskannya dari minuman sial itu.

~OoooOoooO~

"…iya…tidak…iya…tidak…" gumam Ichigo sambil menatap kalender di tangannya. Ia melingkari ketujuh hari di minggu yang akan datang. "Tapi sebaiknya aku mencoba sih…"

Bruk bruk brak brak!

Ichigo menoleh ke arah pintu saat mendengar bunyi keributan. Dilihatnya Grimmjow yang baru saja memasuki apartement dengan tergesa.

"Grimm? Kau dari mana saja? Kenapa baru pulang?" tanya Ichigo sembari meletakkan kalender di meja samping ranjang, lalu berjalan menghampiri Grimmjow. "Kau beranta-…aaaarrggghh!" erang Ichigo saat tiba-tiba Grimmjow membantingnya ke lantai dan langsung menindihnya.

"G-Grimm~…apa yang…ahhh…kau laku-kan…" Ichigo berusaha berontak, tapi Grimmjow tak mempedulikan. Ia terus menciumi leher Ichigo, sementara tangannya mulai melucuti pakaian Ichigo satu per satu.

"Grimm~…nnnhhh~…kau su-dah…jan-ji…ahhmmmnnhh~…" Grimmjow membungkam mulut Ichigo dengan ciumannya. Tangan Grimmjow yang bebas memilin nipple Ichigo dengan kuat, sementara yang satu lagi mengocok penis Ichigo sesaat, lalu berganti dengan menerobos lubang Ichigo dengan jarinya.

"Nnghh~…Mmmnnnhh…hhh…" Ichigo terus mengerang, tangannya mencengkeram lengan Grimmjow dengan kuat. "Grimmm…ahhh…" erang Ichigo saat Grimmjow melepas ciumannya dan beralih ke leher Ichigo untuk memberikan kissmark disana. Tangan Grimmjow yang tadinya memilin nipple Ichigo kini beralih mengocok penis pemuda di bawahnya itu, membuat Ichigo mengerang makin heboh.

"Ahhh…Grimm~…aku-…ahhh…" Ichigo merasa ia tak akan bertahan lebih lama lagi, apalagi karena gerakan Grimmjow semakin cepat saja, hingga membuat Ichigo mengerang keras dan tiba di puncak hasratnya.

"Nnaahhh…hahh…haahh~…" Ichigo terengah pasca klimaksnya, tapi Grimmjow tampak tak memberikan waktu istirahat untuk Ichigo. Grimmjow langsung mengangkat kedua kaki Ichigo, membuka pahanya lebar-lebar, lalu Grimmjow menurunkan resleting celananya sendiri untuk kemudian mengeluarkan penisnya yang sudah menegang sempurna.

Tanpa peringatan, ia menerobos masuk ke dalam rectum Ichigo dalam sekali sentak.

"Aaaaaaaarrggghhh!" erang Ichigo, dan belum juga ia terbiasa dengan keberadaan penis Grimm di dalam tubuhnya, Grimmjow sudah bergerak dengan membabi buta. Membuat tubuh Ichigo bergoncang kuat, dan erangan-erangan tak berhenti keluar dari mulutnya.

"G-Griimmm~…nnaaahhhhh…ahhhh…pe-laaannnnhh…ahhh…" Ichigo bahkan tak bisa menyampaikan apa yang diinginkannya pada Grimmjow.

Grimmjow terus saja bergerak liar, hingga beberapa menit kemudian, iapun klimaks bersamaan dengan klimaks Ichigo yang kedua.

Bruk!

Tubuh Grimmjow limbung menindih Ichigo, nafasnya tersengal, begitu juga Ichigo. Lalu tanpa sadar, keduanya terlelap di lantai kamar yang dingin itu.

~OoooOoooO~

Cuit…cuit…

Kicauan burung membuat sosok bersurai biru itu terbangun dari alam mimpinya. Ia duduk perlahan sambil memegangi kepalanya yang terasa pening.

"Ugh…" keluhnya sambil menatap sekeliling. Ia ada di kamar Ichigo, lalu menatap keadaan dirinya dengan pakaian berantakan dan…ehm, 'something' menyembul dari resletting celananya yang terbuka. Matanya membola seketika.

"Shit! Ichi-…" ia nyaris bangkit saat ia menyibakkan selimut dari atas tubuhnya. Tunggu. Selimut? Grimmjow juga menengok ke lantai dimana sebuah bantal tergeletak disana, sepertinya bantal yang barusan ia tiduri. Seingat Grimmjow semalam ia tak memakai selimut ataupun bantal. Berarti Ichigo yang memakaikan benda-benda itu padanya kan?

Berarti…Ichigo tidak marah? Atau setidaknya…Ichigo mau memafkannya atas kejadian semalam?

"Ichi…" Grimmjow bangkit dan segera mencari Ichigo. Di kamar mandi tidak ada, di ruang TV juga tidak ada. Lalu di dapur…tidak ada. Hanya ada masakan yang masih hangat terhidang di meja.

Grimmjow melirik jam. Baru pukul 07.00 a.m. biasanya Ichigo belum pergi ke sekolah. Ah, mungkin dia sedang belanja. Pikir Grimmjow dan memutuskan untuk mandi saja.

Seusai mandi, Ichigo masih belum kembali. Tapi ini sudah waktunya dia berangkat ke kantor. Ia pun menulis note yang ia tempel di pintu kamar sebelum pergi ke kantor dan berharap Ichigo sudah kembali ke apartement begitu dia pulang nanti.

~OoooOoooO~

"Tadaima," lirih Grimmjow sambil memasuki apartement. Langit sudah berubah orange di luar sana, tanda matahari hampir terbenam. Grimmjow terus berjalan masuk dengan sedikit berharap. Tapi nihil. Keadaan apartement sepi, bahkan note yang Grimmjow pasang tadi pagi belum tersentuh sedikitpun.

Mungkin Ichigo sudah berangkat kerja sambilan. Pikir Grimmjow. Dan ia memutuskan untuk mandi, lalu menunggu Ichigo pulang. Tapi karena seharian ini ia sangat sibuk di kantor, iapun kelelahan dan tertidur dengan pulas. Hingga keesokan paginya, ia baru terbangun saat jarum jam menunjukkan pukul 07.30 a.m.

"Sial…" bisiknyalalu bergegas kekamar mandi dan bersiap pergi ke kantor.

"…mm…Grimm…" panggil seseorang.

Grimmjow menengadah, mendapati Nnoitra berdiri di hadapannya.

"Hei, jangan melamun terus. Kapan pekerjaan akan selesai," omel Nnoitra.

"Aku tidak bisa konsen," Grimmjow memijit pelipisnya pelan. "Nnoi, bisa aku pergi sebentar? Aku ingin ke sekolah Ichigo."

"Hei! Yang benar saja! Kerjaan kita masih sangat banyak! Urusi dulu kerjaan ini baru kau boleh keluyuran!"

Dan dengan pasrah Grimmjow menuruti ucapan sekretarisnya itu.

Dan terjadi lagi. Grimmjow tertidur begitu pulang, lalu bangun saat hari sudah cukup siang untuk Ichigo berangkat ke sekolah. Tapi nekat saja, kali ini Grimmjow akan ke sekolah Ichigo sebelum pergi ke kantor. Tak peduli jika nantinya Nnoitra akan ngomel sepanjang hari.

"APA!" shock Grimmjow saat mendapat keterangan dari salah seorang sensei yang ia tanyai karena melihat seluruh kelas 1 dan 2 kosong. "Liburan tengah semester?"

"Iya, begitulah," jawab sang sensei.

Well, Grimmjow yang bukan anak sekolah pasti tak kenal apa yang namanya libur tengah semester atau yang lainnya, yang ada hanyalah sepanjang 'semester' dia harus terus bekerja di kantor tanpa ada kata libur kecuali segala sesuatu sudah terprogram.

"Tch! Berarti dia pulang ke rumahnya," gumam Grimmjow. "Bisa minta alamat rumah Ichigo Kurosaki,dari kelas 2-3?" tanya Grimmjow pada sang sensei.

"Maaf, kami tidak bisa memberikan informasi tersebut pada orang asing."

"Aku bukan orang asing! Aku…" hum, sepertinya Grimmjow masih punya otak untuk tidak mengatakan aku kekasihnya. "…aku kerabatnya."

"Kalau kau memang kerabatnya, bagaimana mungkin kau tidak tahu dimana rumah keluarga Kurosaki?"

"What the-…me-mereka pindah bebera-…"

"Setahuku semester ini tidak ada siswa yang mengganti data pribadi karena pindah rumah."

Grr…

Buntu sudah pemikiran Grimmjow.

"Dan lagi selain itu…" sensei itu membetulkan kacamatanya. "Aku tidak yakin seandainya kau menemukan rumah keluarga Kurosaki, kau akan bertemu Ichigo."

"Apa maksud anda?"

"Sebagai tugas tengah semester, siswa kelas dua ditugasi untuk membuat karya ilmiah dari hasil penelitian mereka selama liburan. Dan tempatnya bebas dimana saja. Jadi, mungkin saja Ichigo Kurosaki tidak melakukan penelitiannya di rumah."

Oooke! Dan hal itu membuat Grimmjow bertambah pusing. Yang ia kerjakan hanyalah memijit pelipisnya lalu mendengarkan celotehan Nnoitra sepanjang jalan kenangan (?)

Ini adalah hari ke-6 Ichigo tidak kembali ke apartement. Grimmjow masih saja sibuk di depan laptopnya, mengerjakan pekerjaan kantor dan sesekali mencoba mencari alamat Ichigo. Meski mungkin Ichigo tidak di rumah, tapi siapa tahu saja keluarganya tahu dia ada dimana.

Tapi sampai detik ini hasil pencarian Grimmjow nihil. Sempat terbesit untuk minta bantuan Nelliel, tapi dia harus berpikir 1000x sebelum minta tolong pada fujoshi itu. Karena kebanyakan yang dilakukannya malah membuat keadaan semakin buruk. Yah, walau kadang berhasil sih. Kadang.

Grimmjow kembali menilik ponselnya, menelfon nomor ponsel Ichigo yang sudah 6 hari ini tak bisa di hubungi. Lagi, kali inipun sama. Hanya ada suara operator yang menjawab.

Grimmjow mendesah lelah sembari menundukkan kepala di meja. Apa yang harus ia lakukan? Hingga ia terlonjak kaget saat seseorang menepuk bahunya.

"Shit! Nelliel!" kesal Grimmjow pada si pelaku penepukan.

"Nih," Nelliel menyodorkan secarik kertas pada Grimmjow. Dengan sedikit kesal Grimmjow menerimanya. Dan matanya sontak terbelalak saat melihat isi kertas itu. Alamat rumah seseorang…

Tanpa kata lagi, Grimmjow meninggalkan ruang kerjanya tanpa mempedulikan teriakan Nnoitra.

"Sudahlah Nnoi-chan, biarkan Grimmy berlibur sehari saja ya," senyum Nelliel yang mau tak mau membuat Nnoitra luluh.

Grimmjow menyetir mobilnya dengan ugal-ugalan. Ia terus menggenggam erat alamat yang ada di tangannya, ia bahkan tak berpikir dari mana Nelliel bisa dapat alamat itu, juga dari mana Nelliel tahu masalah yang tengah di hadapinya. Yang ia pikirkan saat ini hanyalah mendatangi alamat itu sesegera mungkin.

Ckit!

Ia mengerem mobilnya begitu ia sampai di sebuah rumah kecil dengan sebuah klinik gigi di depannya. Grimmjow turun dari mobil dan menatap papan nama yang ada di klinik itu. Klinik Kurosaki.

Ya, itu rumah keluarga Ichigo.

Menurut penuturan Nelliel yang tadi ia kirim lewat sms, Ichigo melakukan penelitian sekolahnya di rumah seseorang bernama Kisuke Urahara. Karena tempatnya dekat, jadi Ichigo tetap tinggal di rumahnya seperti biasa.

Grimmjow melangkahkan kaki ke depan pintu, lalu menekan bel dengan penuh harap. Tapi tak ada respon. Ia menekan berulang-ulang, tapi tetap hening. Hingga tetangga sebelah melongok dan mendapati Grimmjow tengah menekan bel rumah keluarga Kurosaki itu.

"Mereka sedang hiking karena hari cerah. Mungkin baru akan pulang sore nanti," ucap si tetangga. "Yah, tapi kuharap mereka pulang lebih cepat. Karena meskipun hari ini cerah, ramalan cuaca mengatakan kalau hari ini akan hujan."

Dan akhirnya Grimmjow harus menunggu. Lagi. Dia hanya duduk dengan lesu di atas kap mobilnya. Tak peduli pada orang-orang yang lewat, bahkan tak peduli saat langit mulai berubah gelap dan terdengar suara petir disana sini.

Lalu saat hujan mulai turun, Grimmjow juga tak beranjak dari tempatnya, hingga surai biru nya yang biasa tersisir rapi, kini menutupi sebagian wajahnya karena basah.

"Kid, sebaiknya kau menunggu di tempat lain," ujar tetangga yang tadi memberitahu soal Ichigo, dia menghampiri Grimmjow sambil membawa payung. "Kalau hari hujan begini mungkin mereka mencari penginapan dan baru akan kembali besok."

Grimmjow memaksakan seulas senyum tipis atas kebaikan si tetangga.

"Terimakasih. Tapi aku akan menunggu di sini saja," ucap Grimmjow lemah.

"Nanti kau bisa masuk angin."

"Tidak. Kalau Cuma hujan tidak akan membuatku sakit."

"Hm…ya sudahlah. Tapi jangan lupa makan. Sekuat apapun kau kalau hujan-hujanan dengan perut kosong tetap saja bisa sakit," ujar si tetangga sambil berlalu. "Kalau butuh bantuan panggil saja aku."

Grimmjow mengangguk lemah sebagai respon, lalu menengadah dan membiarkan tetesan air hujan menerpa wajahnya.

"Makan ya…?" gumamnya. "Well, aku lupa kapan terakhir ada makanan masuk ke perutku."

~OoooOoooO~

"…ah cepat ambilkan air hangat…"

"…iya iya, tapi kan aku tadi sudah mengganti kompresnya, ini giliranmu Ichi-nii…"

"…hei, sesekali membantuku tidak apa-apa kan?..."

"…suruh Yuzu saja…"

"…Yuzu lagi masak sama ayah…"

"Ng…?"

"…eh, sepertinya dia sadar…"

Grimmjow mengerjap pelan, lagi-lagi rasa pusing menyergapnya. Ia segera memijit pelipisnya pelan. Tak dipedulikannya pertanyaan-pertannyaan yang menanyakan keadaannya. Ia kumpulkan kekuatan untuk sekedar duduk, dan menatap orang-orang yang kini ribut di hadapannya. Tadinya ada dua orang, tapi sekarang ada empat orang.

Seorang gadis bersurai hitam yang tampak tomboy, seorang gadis bersurai jingga dengan celemek putih, seorang pria tua ala kambing dengan celemek pink, dan…seorang pemuda bersurai jingga.

Apa? Jingga?

Sontak Grimmjow terbelalak, mengumpulkan puzzle kesadarannya untuk focus pada sosok bersurai jingga itu. Awalnya berbayang, hingga focusnya bisa menyatu dan iapun segera menghambur memeluk pemuda itu begitu mengenali wajahnya.

"Ichigo…Ichigo…Ichigo…" panggilnya.

"Ciiee…Cieeee….mentang-mentang nih…" sorakan terdengar dari dua gadis kecil yang dilihat Grimmjow, sementara si tua hanya tertawa saja. Dan Ichigo tampak salah tingkah di pelukan Grimmjow.

"G-Grimm~…bisa kau-…lepaskan?" pinta Ichigo, dan perlahan Grimmjow melepas pelukannya. Menatap lurus Ichigo dengan tatapan sayu.

"Ooh, jadi ini pacar kakak? Memang tampan kalau sudah sadar sih…waktu pingsan saja tetap tampan," hihihi kikik si gadis bersurai jingga.

"Yu-yuzu…!" Ichigo jadi blushing karenanya.

"Warna matanya biru, seolah lautan yang bisa menenggelamkanmu ya, Ichigo," celoteh si pria tua.

"Ayaaaahhh! Jangan ikut-ikutan!"

"Ne ne ne, tapi dilihat dari tampangnya, dia itu seme ya, Ichi-nii. Berarti kau uke ha-ha-ha," goda si surai hitam.

"Kaarriiiinnn, dari mana kau dapat kata-kata itu!" Ichigo lalu mendesah lelah. "Sudahlah, tidak ada selesainya kalau meladeni kalian. Grimm, kau sudah tidak apa-apa?" tanya Ichigo.

"Memangnya aku kenapa?"

"Kau kami temukan pingsan di kap mobilmu saat kami pulang. Tubuhmu basah kuyup dan-…"

"Aku tidak apa-apa," ucap Grimmjow dan bangkit berdiri. "…hanya lapar saja."

Hap hap! Nyam!

Grimmjow makan dengan lahapnya sementara yang lain sweatdrop, kecuali Yuzu yang malah senang karena masakannya dibilang enak dan dimakan dengan begitu lahapnya.

"Memang, sudah berapa lama kau tidak makan, Grimm?" tanya Ichigo.

"Aku lupa," jawab Grimmjow enteng tanpa berhenti menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Dasar bodoh, apa yang kau lakukan sih. Walau tidak kumasakkan kan kau bisa cari makan di luar," dengus Ichigo.

"Ini salahmu!" Grimmjow mengacungkan sumpit pada Ichigo. "Tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tidak bisa kuhubungi! Lalu apalagi?"

"Haaah? Aku kan sudah tinggalkan pesan di pintu kulkas!"

"Aku tidak melihatnya! Lalu telfonmu?"

"Charger ku ketinggalan. Jadi aku tidak mengaktifkan HPku, aku mau kembali ke apartement tapi penelitianku tidak bisa ditinggal. Ini malah diajak hiking oleh keluargaku."

"…" terdiam sejenak. "…lalu…kau tidak marah kan, setelah kejadian malam itu?"

"…" terdiam juga, dan perlahan wajah Ichigo berubah merah.

"Wah waaaahh, apaan hayooo…" Karin mulai menggoda lagi.

"Hei sudah sudah, ayo kita pergi. Biarkan mereka bicara," ujar Isshin bijaksana dan menggiring kedua putrinya pergi.

"Jadi…?" tanya Grimmjow.

"Aku…aku tidak marah," jawab Ichigo, masih blushing. "Karena kurasa, aku juga sudah keterlaluan padamu. Maaf…"

"Aku yang harusnya minta maaf."

"Eh?"

"Aku tidak bisa mengendalikan diriku. Seseorang memberiku obat pe-…you know what."

Keduanya sama-sama diam.

"Dan…itu keluargamu?" tanya Grimmjow lagi sambil kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Iya. Aku…aku sudah bicara tentang hubungan kita pada mereka."

Grimmjow menengadah, menatap Ichigo. "Jawabannya?"

"Yeah, seperti yang kau lihat tadi. Mereka menerimamu dengan senang hati kan?" senyum Ichigo sedikit tersipu. Grimmjow balas tersenyum.

"Well, tapi aku harus tetap menemui ayahmu dan berbicara secara formal untuk melamarmu."

"Me-melamar?"

Sssshhh…

Seketika wajah Ichigo memanas seperti kepiting rebus.

"Tentu saja, aku akan melamarmu sekarang juga," Grimmjow bangkit dari kursinya.

"Tu-tunggu Grimm…" Ichigo mencekal lengan Grimmjow. "Aku-…aku…"

"Ah, aku tahu. Seharusnya aku melamarmu dulu ya, baru mengatakan pada ayahmu," seringai Grimmjow.

"Haaahh…" lagi, wajah Ichigo serasa mendidih dan jantungnya nyaris lepas dari tempatnya. Meskipun begitu ia tetap menantikan ucapan lamaran dari Grimmjow. Seperti 'maukah kau menikah denganku' atau 'menikahlah denganku. Cium aku sebagai jawaban ya' atau…

"Kau HARUS menikah dengan ku, Ichigo."

Jdeeeeerrr!

Dan sukses membuat Ichigo cengok.

"Dasaar Grimmjooooooowwwwww…! Tidak bisa lebih romantis sedikit apaaaaaa!?"

Dan protes Ichigo hanya dibalas oleh cengiran khas si kucing biru tersesat yang baru saja melamarnya itu.

.

.

.

~ The End ~

.

.

.

Beginilah endingnya. Maaf kalo pasaran –d- maaf juga kalo kepanjangan, gak sesuai harapan—emang ada yg ngarepin? — de-el-el deh. Silahkan tinggalkan keluhan (?) di kotak review XD