No Exertion, No Pleasure

Maaf bila ada kesalahan EYD, OOC, OOG(ada kah? mungkin hanya buatanku.)

Naruto punya pemiliknya, bukan punyaku.

Summary : Tuhan memang yang menciptakan takdir untuk mereka. namun mereka yang menjalaninya. Dan mereka tahu bagaimana rasanya.

.

.

.

Tingtong

Bel sekolah SMA Konoha telah berbunyi, menandakan istirahat. Beberapa anak dengan grup atau masing-masing pergi menuju kantin. Ada yang ke Perpustakaan. Ada pula yang tetap tinggal di kelas.

.

.

Bahkan ada yang pergi ke atap sekolah.

.

.

Contohnya kelima orang ini.

Lelaki yang tengah membaca komik itu bernama Naruto. Namikaze naruto. Si Hiperaktif dengan cengiran khasnya merupakan anak dari penjual ramen. Jangan salah sangka duu, cabang toko ramennya banyak sekali. Sampai-sampai ia terkadang harus membantu sang Ayah untuk mengurusi permasalahan pengurusan.

.

.

Lelaki yang sedang melukis itu Sai. Warna kulitnya putih pucat. Ditambah dengan warna rambut yang hitam, ia terlihat makin pucat seperti vampir. Pemilik galeri lukis yang sangat terkenal sentaro Jepang. Cucu angkat Danzho. Orang yang paling disegani kedudukannya.

.

.

Yang sedang bermain catur itu Shikamaru. Keluarga Nara yang terkenal dengan kepintarannya. memecahkan kode adalah kesukaannya. Ayahnya yang bekerja di kepolisian terkadang mengajak Shikamaru memecahkan kasus. Walau sering berkata 'merepotkan', ia tetap membantu.

.

.

Yang sedang duduk mencari ketenangan itu Neji. Salah satu anak dari Pendiri teknik bela diri taekwondo klan Hyuga. Sabuk hitam telah ia kuasai ketika ia kelas 2 SMP. Penguasaan diri dan kematangan telah ia dapat dari taekwondo.

"Teme, kau memeriksa dokumen apa?" Yang dipanggil Teme masih sibuk membaca dokumen yang sedaritadi berada di tangannya.

"Hn. Diam saja kau dobe." Ya panggilan dobe-teme pastilah kita semua tahu. Dobe untuk Naruto dan Teme untuk Sasuke.

.

.

Uchiha Sasuke

.

.

Anak dari pemilik perusahaan yang berjalan di bidang bisnis perekonomian ini adalah tokoh utama laki-laki dalam cerita ini. Cerita hidupnya memang tidak biasa. Terkadang saat anak-anak liburan musim panas, ia harus menggantikan ayahnya memegang jabatan pimpinan karena seringkali ayahnya pergi ke luar negeri dalam jangka waktu yang lama.

Seperti sekarang. walaupun sekarang bukanlah liburan musim panas. Ayahnya pergi mengurusi pekerjaanya di luar negeri. Dan Sasuke menggantikan ayahnya memeriksa perusahaan. Tak ingin membolos sekolah, ia membawa beberapa dokumen dan memeriksanya selagi ada waktu senggang.

"Menjadi dirimu itu merepotkan sekali." Sahut Shikamaru yang tengah asik bermain catur sendirian.

.

"Hahaha, kau mau kukirimkan lukisan lagi untuk merilekskan pikiranmu?" Tanya Sai yang tengah membersihkan tangannya dengan kain setelah menyelesaikan lukisannya. Lukisannya adalah apa yang ada disini. Atap sekolah namun kosong, yang sangat berbanding terbalik dengan situasi sebenarnya, langit serta matahari yyang belum mencapai titik puncak, dan beberapa pepohonan di bagian tepi. Menjulang tingi dengan warna hijau yang memberikan ketenangan.

.

.

Warna-warna yang memberikan kesegaran pada mata dan pikiran.

.

"Neji lebih membutuhkannya." Yang disinggung diam saja. hanya hembusan nafasnya saja yang terdengar teratur.

.

1 menit

.

3 menit

.

5 menit

"Eh, dia tidur ya?" Naruto kini tengah menghampiri Neji yang duduk memunggungi mereka.

.

"Hei, Neji. Kau tidur?" Naruto mengoyang-goyangkan bahu Neji. Baru digoyangkan untuk kedua kalinya. Tubuh Neji merapat ke tubuh Naruto. Benar saja, Neji tengah tertidur.

.

"Ya ampun Neji terlihat kelelahan." Ucap Naruto sambil merapihkan helai rambut Neji. Tiga orang lainnya menatap adegan itu dengan wajah syok.

.

"Naruto. Kau baca komik apa?" tanya Sai, ia tersenyum penuh arti. Ia merasa ini adalah cinta (?) yang terjalin diantara kedua temannya.

.

" Great Seme and Bad Uke." Ketiga orang itu makin tercengang. Mereka tidak menyangka kalau teman mereka ada yang 'menyimpang'. Bukan berarti salah, tapi ni errr-mengejutkan?

.

"He, hei! Bukan berarti orientasi seksualku berubah. Ini tak ada hubungannya!" Naruto panik. Sai dan shiamaru tertawa. Sedangkan Sasuke hanya memutar bola matanya dan melanjutkan pekerjaannya.

.

"Kami mengerti itu kok. Tidak usah ditutup-tutupi." Perkataan Sai makin membuat Naruto menyangkal dengan paniknya. Hal itu makin mengundang tawa.

.

"Ish, sudah kubilang bukan begit- Hinata? Ada apa kemari? Mencari teme?" sontak semua arah pandangan menuju pintu yang tengah terbuka dan berdiri disana. Gadis cantik dengan rambut biru panjangnya. Pipi bersemu merah, dan senyum sopan yang selalu mengembang disana.

Hyuga Hinata.

.

Sepupu Hyuga Neji.

.

Kekasih Uchiha Sasuke.

.

"A-ano, Aku mencari Sasuke-kun." Sasuke bangkit dari duduknya dan melangkah menuju Hinata, tak lupa membawa dokumennya. Yang lain bersiul kepada mereka yang bermasud untuk menggoda.

Sasuke menarik lengan Hinata dan berjalan menjauhi atap. Berada di persimpangan lorong. Sasuke berhenti.

"Sasuke-kun-"

.

"Sudah kubliang berulang kali. Jangan pergi ke atap. Aku tak suka kalau diganggu."

Mendengar perkataan seperti itu membuat Hinata menatap Sasuke, lalu menunduk lagi. "A-aku hanya ingin melihatmu, aku rindu."

Sasuke menghela nafasnya. Lalu berkata,"kita juga nanti bertemu."

Terkadang Hinata berpikir, apa Sasuke mencintainya?

Ini sudah memasuki tahun ketiga mereka menjalin kasih sejak 1 SMA. Ia tak bisa menggapai Sasuke lebih jauh.

Tak pernah bisa.

Dengan bahu yang mulai bergetar, Hinata berkata,"Apa aku ini beban untukmu? Bahan pelampiasan amarahmu? Kita bahkan belum pernah bercinta satu kalipun." Ya, hubungan mereka sebatas itu saja. menarik lengan. Bertengkar. Menangis.

Menggenggam tangan, tidak pernah.

Berciuman, tidak pernah.

Bercinta, tentu saja tidak pernah.

Sasuke menghela nafas sekali lagi. Megapa setiap kali mereka bertengkar, selalu mengarah kesini? Bukankah sudah jelas? Ia ingin menjaga kehormatan orang yang ia kasihi. Apa itu salah? Bercinta adalah hal yang menurutnya hanya boleh dilakukan bila sudah menikah. Lagipula ia masih sibuk dengan pendidikannya, ditambah lagi dengan pekerjaan yang harus ia selesaikan.

"Hei, lihat aku." Sambil meraih pundak Hinata, Sasuke mendongakkan dagu Hinata agar bisa melihatnya.

"Aku memulai hubungan seperti ini bukan untuk melakukan hal yang tidak boleh kita lakukan sekarang. Masa depan kita dipertaruhkan dengan 'kejadian kecil' yang berakibat fatal seperti itu. Aku memulai hubungan denganmu karena aku ingin menjagamu dengan kesucian. Aku tak ingin merusakmu dengan hal bodoh seperti itu. Aku tak suka kau menemuiku karena orang akan merendahkanmu. Seakan-akan kau yang mengejarku. Aku tak mengunjungimu karena nanti kita juga akan bertemu." Sungguh, ini kalimat terpajang yang perna Sasuke katakan pada Hinata.

Tiap kali mereka bertengkar dan berujung pada hal ini. Sasuke akan menghela nafas panjang dan meninggalkannya.

Namun kali ini tidak.

Hinata Sadar apa yang Sasuke lakukan semua ini pada akhirnya untuk dirinya untuk kebaikannya.

Dirinya yang terhasut dengan lingkungan sekitar bahwa cinta ditunjukkan dengan hal itu. Mungkin banar. Namun situasi sekarang adalah ia masih bersekolah. Ia tak yakin bila ia hamil dan harus mengurusi rumah tangga dengan fisik dan mental yang tidak siap.

Senyum menggantikan tangis yang tercipta sejak pertengakaran ini berlanjut. Hinata menatap Sasuke dengan binar bahagia.

"Aku mencintaimu, Sasuke-kun." Entah keberanian dari mana, Hinata memeluk Sasuke.

Senyumannya makin melebar ketika ia merasakan lengan Sasuke merangkul tubuhnya, "Hn. Jangan berpikiran bodoh lagi."


(Another place)

"Untuk kejiawaannya, sudah lebih baik, namun pastikan ia tidak mengalami stres berat. Trauma seperti itu sulit dihilangkan. Terutama ia juga nyaris menjadi korban."

"Baik, terima kasih dokter." Pria bermarga Hatake ini menjabat tanga dokter yang merawat anaknya selama 6 bulan belakangan ini. Sang dokter balas menjabatnya, dan berkata, "Saya turut berduka cita Hatake-san."

"Kalau anakku bisa kembali seperti semula. Kurasa aku tak akan sesedih ini Tsunade-sama."

Percakapan kembali tercipta, hanya sebentar untuk mengucapkan perpisahan. Lalu pria tersebut melangkahkan kaki menuju ruang tempat anaknya tengah dirawat.

Membuka pintu, ia tersenyum tipis. Anak yang begitu ia sayangi, anak yang begitu berharga untuknya.

.

.

Kini tengah mematut diri di depan cermin, menyisir rambutnya yang indah, sesuai namanya.

.

.

"Sakura, kau sudah siap kembali ke Jepang?" yang ditanya menoleh, tersenyum walau tatapannya tak sehidup dulu.

.

.

"Ya, aku siap ayah."

.

.

.

Gadis itu, Haruno Sakura. Pemeran utama perempuan dalam cerita ini.

To be Continued

Note :

Maaf baru update sekarang, WB mewabah. Apa awal permulaan sudah membingungkan? Terutama apa yang terjadi sama Sakura. Itu akan dibahas di chap depan. Jadi harap menunggu lagi. balas review:

Kikyo Fujikazu : semoga serunya seperti apa yang kamu harapkan. sudah update. terima kasih.

Hannya Dela :sudah di update. dia nanti gak begitu tersksa dari Sasuke aja. ada dari psikisnya juga.

me : sudah di update.

NenSaku : sudah di update. kutampung requestmu.

Sei : sudah di update. tuntutan ceritanya angst. maaf.

Kritik dan saran silahkan : )