Martyr of Love

Maaf bila ada kesalahan EYD, OOC, OOG(ada kah? mungkin hanya buatanku.)

Naruto punya pemiliknya, bukan punyaku.

Summary : ketika salah satu dari kita berkhianat akan cinta, pasti akan ada balasan yang setimpal. Ya kan sayang?

Uchiha Sasuke (23 tahun)

Haruno Sakura (23 tahun)

Sabaku No Gaara (23 tahun, mempunyai alis dengan tato 'Ai' tetap melekat di dahinya)

Uchiha Itachi (28 tahun, belum mempunyai kerutan di bawah mata)

10. Laugh in rush hours

(Sasuke'POV)

Aku terbangun dalam kondisi sehabis tidur di perpustakaan, cangkir kopi yang kosong, folder-folder yang berantakan, pena yang jatuh entah kemana, dan selimut yang menyelimuti tubuhku.

Tapi ketika benar-benar sudah fokus dari bayang-bayang kantuk, sudah tak ada folder-folder berantakan, gelas kopi yang kosong telah berganti menjadi air putih, pena yang jatuh telah berada di atas meja. Semua kembali ke tempat sebagaimana mestinya kecuali, selimut.

Siapa lagi kalau bukan Sakura yang membereskan ini semua?

Aku menyelesaikan pekerjaanku setengah 3 dini hari. Berarti ia tidur hanya dalam jangka waktu lebih sedikit kan? Melihatnya yang mondar-mandir dari lantai atas menuju lantai bawah berarti ia sudah terbangun dari tidurnya yang sangat cepat.

Aku menatap jam dinding, jam sembilan pagi. Tunggu, jam sembilan pagi? Sontak aku langsung bangun dan berlari menuju kamar mandi di lantai bawah.

Baru saja aku keluar dari perpustakaan, aku melihat Sakura menutup pintu dan berkata, "Akan ku kabarkan nanti pada Uchiha-san. Hati-hati." Setelah menutup pintu, ia menghela nafas sebentar, baru ia melangkahkan kaki, aku langsung menghadangnya.

"S-Sasuke?" Wajahnya menampilkan ekspresi terkejut. Lalu tersenyum sambil berkata,"Tadi ada orang perusahaan datang kesini mencarimu, karena kau sedang tidur maka tak ku bangun-"

BUGH

Ia menoleh ketempat tanganku yang kini persis berada disebelah wajahnya. Aku nyaris memukulnya."KENAPA KAU TAK MEMBANGUNKANKU?" tatapannya yang semula terkejut menjadi tatapan takut. Tubuhnya bergetar.

"KENAPA DIAM? BISU?" Sepertinya aku kerasukan setan.

Sambil menunduk, ia menggelengkan kepalanya.

"DASAR ISTRI TAK BERGUNA!" Begitu pengecutnya diriku, aku melarikan diri dari masalah ini kedalam tetesan air yang dapat membuatku kiranya tenang.

(Sakura's POV)

Ada apa lagi dengan Sasuke? Padahal orang perusahaan datang hanya untuk membawa koper-koper.

Padahal aku baru saja ingin mengatakan kalau pesawat yang akan kami gunakan di delay kira-kira sampai 2 jam lebih. Jadi ia bisa sarapan dan menyelesaikan pekerjaannya lebih dahulu, tak perlu merasa dikejar waktu.

Tapi malah diperlakukan seperti itu lagi, membuatku malu pada diri sendiri.

Aku mempersiapkan sarapan untuknya, sekedar Pancake dengan selai strawberry. Menghela nafas, menatap pintu yang sempat ia pukul. Ku usap dengan jemari tanganku pada lekukan pintu kayu itu, sedikit berbentuk kepalan tangan. Terpikirkan akan kejadian tadi. Ia bisa saja memukulku. Tatapan matanya, benci dan merasa jijik, ia tujukan untukku. Mengapa rasanya bernafas begitu sulit? Mengapa mata ini terasa memanas dan tatapan memburam? Sakura, jangan menangis.

(Sasuke's POV)

selesai dengan kegiatan membersihkan tubuh, aku baru menyadari kalau aku tak membawa pakaian yang akan kukenakan. Sempat merutuki diriku yang ceroboh, perlahan aku membuka pintu kamar mandi dan melihat sekitar.

Tak ada siapa-siapa. Aku memberanikan diri untuk keluar dari kamar mandi hanya dibalut dengan kamer jas. Melangkah hati-hati dan pelan-pelan saat menaiki tangga untuk menuju kamar tidur.

Sudah tersedia kemeja putih dengan aksen garis abu-abu, celana panjang berwarna hitam, dan dasi berwarna hitam dengan sideways abu-abu. Buru-buru aku memakainya lalu mengambil dompet, kunci rumah dan ponsel. Baru ketika aku ingin mengantongi ponsel, ada pesan masuk.

From : private number

Sasuke-kun, bedebah itu bilang ada delay selama 2 jam lebih pada pesawat yang akan kau naiki. Maaf aku tidak menampilkan nomor teleponku, ia akan langsung melacaknya. Lagipula sebentar lagi kita akan bertemu 'kan? Rasanya sudah sejuta kali aku mengatakannya. Aku rindu denganmu.

Aku hanya tersenyum tipis, membayangkan dirinya dan juga merasakan hal yang sama kepadanya. Baru saja aku mengantongi ponselku kembali, ada telepon. Menatap layar dan sempat mengerutkan alis, dengan wajah malas, aku mengangkatnya.

"Mau apa kau?"

"Hahaha, aku bisa membayangkan wajahmu itu adikku."

Mendecih kesal, aku pun bertanya lagi padanya,"Apa maumu? "

" Berterima kasih padamu. Ternyata Sakura hebat juga ya."

"Maksudmu?"

"Saat kau pergi ke kantor untuk mengambil beberapa folder, Sakura yang menangani semuanya."

Mengambil beberapa folder? Maksudnya aku yang masih tertidur? "Aku tak mengerti apa maksudmu."

"Huh, kau sulit sekali dijelaskan. Anak buahku datang tadi ke rumahmu. Meminta beberapa folder dan penjelasan dibeberapa bagian. Tak kusangka, ia mengerti soal bisnis juga. Ia tak bilang padamu?"

"Tidak."

"Oh begitu. Oh iya, pesawatmu delay selama 2 jam le-"

"Aku sudah tahu."

"Tahu dari mana kau? "

"Sakura, Sakura yang bilang padaku." padahal sedari tadi aku tidak mendengar Sakura berkata seperti itu, dia lah yang mengatakannya. Hahahaha aku kini berbohong.

"Oh, oke. Masih ada satu lagi." Ada yang aneh dari nada suaranya.

"Sudahlah, ada yang harus kulakukan."

"Baiklah, nanti saja kita bicara."

"Hn." klik, aku menekan end call dan terburu-buru menuju ke bawah.

Sampai di bawah. Tak ada Sakura. Hanya sepiring pancake dengan selai strawberry. Terlihat masih hangat, namun masih ada yang harus kulakukan. Aku harus mencarinya.

(Sakura's POV)

Tok

Tok

Tok

Terdengar suara ketukan pintu ketika aku sedang melumuri pancake dengan selai strawberry.

"Tunggu sebentar." Setelah mencuci tangan dan merasa sarapan sudah siap. Aku membuka pintu, ternyata saat kubuka ada temanku, si penyuka ramen.

"Sakura-chan~~ lama tak bersua!" Ia langsung masuk begitu saja ke dalam rumah, namun melihat rumah yang siap ditinggal, ia menatapku lagi, dari atas sampai bawah.

"Kenapa Naruto?"

Sambil menggaruk belakang lehernya yang tak gatal ia berkata,"Mau pergi ya?" Aku hanya mengangguk. Terlihat raut kecewa di wajahnya. Ketika mendengar suara langkah kaki, aku menoleh ke luar rumah. Ada Hinata, dengan seorang anak lelaki yang berambut pirang dengan wajah penuh ingin tahu dan mata berwarna biru laut, ekspresif.

"Hinata? Wah ini anakmu?" Aku berjalan menuju Hinata dan anak itu, kelihatannya anak itu sudah bisa berjalan, namun belum begitu lincah.

"Ehm, itu anak kami Saku-chan~~" sahut Naruto yang menghampiri kami. Aku menoleh ke arahnya dan memastikan pintu rumah telah tertutup.

"Ma-maaf Sakura kami mengganggu." entah mengapa melihat senyum Hinata membuatku melamun. Ia terlihat begitu bahagia. Dengan Naruto yang kini sudah berada di sebelah Hinata dan merangkul pinggang istrinya-Hinata dan meletakkan tangannya pada pundak anaknya. Terlihat seperti foto keluarga.

"Hei-hei, kalian mau membuatku iri? Saat ini kalian sudah seperti berpose untuk foto keluarga tahu!"

Omonganku hanya disanggupi dengan tawa mereka, bahkan anak kecil itu pun juga ikut tertawa. Tak tahu ia mengerti atau tidak.

" Hei adik kecil, siapa namamu?" tanyaku sambil membungkuk untuk mensejajarkan tinggi tubuhku dengan anak itu.

Yang ditanya hanya tersenyum malu-malu, menutupi diri dari pandangan dengan berada dibelakang ibunya-Hinata.

"Hei, kamu ditanya sama Bibi Sakura, kok malah diam?" tanya Hinata yang terkesan menggoda anaknya. Dari fisik benar-benar seperti Naruto, rambut kuning menyala, mata biru yang penuh dengan ekspresi. Namun ternyata sifat awalnya terkesan pemalu seperti ibunya.

Hal ini membuatku terkadang berfikir, seperti apa kiranya anakku dengan Sasuke? Apa ia akan condong ke arahku, ke arah Sasuke, atau keduanya sama?

Sakura, kau menyedihkan sekali, ingin mempunyai anak namun tak pernah berusaha. Sama saja seperti punduk merindukan bulan.

"Namanya Minato." suara dingin itu memecah lamunanku dan membuatku menoleh ke arah asal suara.

(Sasuke's POV)

Aku berinisiatif mencarinya diluar. Ternyata memang benar ia kini ada diluar bersama Naruto dan Hinata. Sepertinya mereka berencana berkunjung ke rumahku.

"Hei adik kecil, siapa namamu?" terlihat Sakura tersenyum ramah kepada anak kecil yang kurasa itu anak dari Naruto dan Hinata. Dengan perawakan yang sama seperti Naruto, tak mungkin itu anak dari orang lain.

Anak itu hanya menatap Sakura dengan senyum malu-malu. Walaupun Hinata sudah menggodanya, tetap saja anak itu tidak menyebutkan namanya.

Sakura tersenyum kembali sambil mengacak-acak rambut anak itu. Tatapannya seperti terperangkap dalam pikirannya sendiri. Sampai Naruto angkat bicara dan berkata bahwa nama anak itu adalah Minato.

Hinata terlihat tersenyum penuh arti, Sakura seperti mengingat-ingat siapa kiranya orang yang bernama Minato. Sakura merasa ada yang tidak beres dengan ekspresi Naruto.

"Bukankah itu nam-"

"Apa yang kau lakukan disini dobe?"

"Ah, Sasuke-san. Maaf mengganggu." Hinata memberi salam kepadaku dan aku membalasnya dengan menganggukan kepala. Perkataan Hinata membuat Sakura menoleh dan menatapku namun setelah itu ia menunduk untuk menjauhkan pandangannya dariku.

"Teme! Akhirnya kau keluar dari tempat persembunyianmu! " Naruto berlari ke arahku dan berusaha memelukku, dengan sekali dorong dan tatapan tak suka, ia langsung tertawa.

"Kupikir setelah kau menikah dengan Sakura, kau sedikit lebih jinak. " kata jinak yang dipilih oleh Naruto mengundang tawa yang lainnya, Hinata, Minato junior tertawa, sedangkan Sakura berusaha menghindari tatapanku dan tersenyum tipis ketika Hinata memandangnya.

"Teme, kau tidak membiarkan aku masuk?"

"Memang untuk apa kau datang?"

"Ish, ternyata ada yang bertambah darimu. Semakin menyebalkan! Tentu saja aku bertamu ke rumahmu." Tercipta lagi tawa. Beberapa orang memang tidak menyangka kalau aku bisa berteman dengan si dobe ini. Dia terlalu berisik untukku.

"Ah, aku sampai lupa, maaf-maaf. Silahkan masuk, Hinata tolong bantu aku di dapur ya." Sakura segera mendahului memasuki rumah yang diikuti oleh Hinata dan anaknya.

"Bagaimana kabarmu Teme?"

"Hn. Aku turut berduka."

"Sudahlah, kau datang waktu itu saja sudah baik. Terima kasih sudah menjaganya dari Sakura. Ya kau tahu, wanita seringkali tak dapat menahan emosinya." kami mulai melangkah pelan menuju rumah.

"Hn."

"Mungkin kalau ia tahu, ia lebih merasa sakit dibandingkan aku. "

"Oh iya teme," kini kami sudah memasuki rumah, dan berjalan menuju sofa di ruang tamu.

"Ada apa dobe?" aku kini sudah duduk, dan Naruto yang kini menoleh ke kiri dan kanan seperti mencari sesuatu.

"Ini minumannya, sebelum kau bertanya ada ramen atau tidak, langsung kujawab dirumah ini tak ada ramen mau itu instan atau harus dibuat. Jadi terima nasib saja ya." Sakura menghapiri kami dari dapur membawa nampan sambil meletakkan cangkir - cangkir teh hangat dan beberapa irisan pancake beserta selainya. Tak lama Hinata menyusul dengan piring kertas dan garpu kue yang dibantu anaknya. Sakura kembali tersenyum menatap Minato junior dan kembali mengacak-acak rambutnya. Anak itu memberikan cengiran khas seperti ayahnya yang mengundang tawa semua.

"Wah, Sakura, sepertinya ia menyukaimu." sahut Hinata yang melihat reaksi anaknya atas perlakuan hangat dari Sakura. Sakura memangku Minato dan menatap ke arahnya sambil tersenyum yang dibalas juga oleh Minato.

"Habis dia lucu sekali. Tingkahnya tidak konyol seperti Naruto, sifat manisnya pasti darimu Hinata." Hinata kembali tertawa dan Naruto terkekeh lalu berkata,

"Huh, kau jahat sekali Sakura-chan. Aku datang kesini kan bukan untuk diterawakan. Kalian sendiri bagaimana?"

Aku yang kini sedang menendekatkan cangkir teh terhenti kegiatan itu karena Naruto bertanya hal yang tidak jelas.

"Apa maksudmu dobe?"

"Haduh, kedua temanku yang jenius ini aneh sekali, itu mudah. Kapan kalian berencana punya anak? tahun ini? Anak." sahutnya sambil memeperagakan tangan membentuk setengah lingkaran pada perut. Sakura yang memang tadi sedang meneguk minumannya kini tersedak, sampai-sampai Minato junior menatapnya bingung dan ia duduk sangat membungkuk karena Sakura membungkukkan badannya sambil memukul-mukul dadanya.

Melihat reaksi yang tidak Naruto dan Hinata kira, mereka panik dan tertawa canggung. Setelah Sakura normal kembali, Naruto kembali angkat bicara.

"Kalian mau pergi ya?" Sahut Naruto sambil membenarkan posisinya di sofa.

"Hn." Aku melanjutkan kegiatanku meminum teh, tak lama berselang Naruto berkata kembali.

"Bulan madu yang kedua ya?" Katanya sambil memberikan cengiran khasnya, semua terdiam sampai,

BLETAK!

"Aduh! Sakura-chan, sakit~" Ternyata Sakura memukul kepala Naruto.

"Ini urusan kerja NARUTO, jangan berfikir yag tidak-tidak!" seru Sakura yang masih menanamkan kepalan tangannya di kepala Naruto.

"Naruto-kun, kamu tidak boleh memasuki daerah privasi mereka." Hinata tersenyum malu penuh arti. Sakura menatapnya bingung, "Hei Hinata, kau kenapa?" Hinata hanya tertawa pelan, lain sekali dengan Naruto yang tertawa keras. Minato junior hanya menatap kedua orang tuanya dengan tatapan bingung.

Setelah itu Naruto kembali bertanya,"Hei Sasuke, jangan katakan kalau kau belum- "

Belum sempat aku berfikir untuk mencari-cari alasan, ada yang sudah berkata terlebih dahulu. "Dia sudah melakukannya, dengan sangat baik." Sakura,ia berkata seperti itu sambil tersenyum. Dengan kami saling bertatapan, membuat suasana hening, ia masih dengan tatapan lembut. Sampai Minato junior menangis karena ia mengantuk. Langsung saja Sakura berdiri dan menggendongnya sambil bersenandung lagu pengantar tidur dengan pelan. Hinata mengajaknya ke depan rumah, dan kini mereka telah meniggalkan ruang tamu. Haya ada aku dan si dobe.

"Sakura.." Naruto tak melanjutkan perkataannya.

"T-Teme, Sakura."

"Hn."

"Dia tadi lain sekali, ada yang aneh, tapi entah apa. Kau tahu?"

Entah mengapa si dobe ini menjadi lebih peka. Mengerti situasi.

dengan santainya aku meminum teh hangat dan tak angkat bicara.

Setelah Minato junior tertidur dengan pulasnya, dan Sakura yang kini tengah berbincang pelan dengan Hinata soal Ino, dan aku dengan si dobe berbincang membahas bisnis membuatku lupa waktu, kini waktu menunjukkan pukul 10 pagi, sedangkan keberangkatanku pukul 11 pagi.

Sakura berulang kali menatap jam dinding, Hinata yang menyadarinya bertanya ada apa kepada Sakura, yang dibalas dengan Sakura kalau ini adalah waktu keberangkatannya. Sambil menggumamkan maaf berkali-kali pada Hinata, ia mengambil tas selempang dan tas kerjaku di ruang tamu.

"Wah, kalau begitu kalian kami antar saja, mengurus mobil yang di parkir di bandara butuh waktu. Tenzng saja, aku akan mengemudi seperti tanpa rem. " Naruto berkata seperti itu sambil menuju mobilnha yang tak jauh terparkir dari rumahku. Aku membawa tas kerjaku dan akan melangkah pergi dari rumah saat melihat pancake buatan Sakura masih bersisa. Paling hanya untuk satu porsi, namun entah mengapa pancake itu memberi kesan hangat. Kini aku tak tahu apa yang kuperbuat, mengambil tempat makan dari rak-rak dapur, memasukan pancake tersebut di dalamnya, dan berencana membawanya.

(Normal POV)

"Sasuke, semua sudah si-" Naruto yang muncul tiba-tiba membuat Sasuke serasa terpergoki atas aksinyayang membawa-ehem-pancake buatan Sakura. Naruto yang menyadari tingkah laku Sasuke yang tiba-tiba diam tidak melanjutkan perkataannya. Ia mendekati Sasuke yang masih dalam keadaan membeku ditempat. Menepuk pundaknya, matanya langsung terbelalak melihat Sasukeyang membalikkan tubuh secepat kilat.

"Kau.. mau apa dobe?" Tanya Sasuke dengan nada yang dibuat sebiasa mungkin. Naruto merasa ada hal yang disembunyikan Sasuke. Ia berjalan mendekat, mendekat lagi. Sampai membuat Sasuke terpojok.

Sasuke yang jengkel denan hal itu mendorong tubuh Naruto, "kau apa-apaan sih?" Mencoba terlihat seakan kesal ia melarikan diri dari adengan memalukan itu, tak lupa membawa tempat makan berisi pancake, dengan langkah seribu ia menghilang bak ditelan bumi.

Naruto yang sempat melihat apa yang Sasuke bawa tertawa kecil melihat sikap Sasuke seakan-akan tertangkap basah merampok. Padahal ia hanya membawa makanan yang dibuat Sakura, istrinya. "Sasuke lari cepat sekali ya." Memiringkan wajah dengan raut muka berpikir, Naruto pun bergegas keluar dari rumah karena medengar namanya dipanggil oleh istrinya.

.

.

.

.

"Semua sudah siap? Kalian tidak membawa koper?" Tanya Naruto yang kebingungan melihat dua manusia yang sedang melangkah menuju tempatnya berdiri setelah mengunci rumah. Mereka akan berpergian namun tak membawa barang apapun selain tas yang berada ditangan masing-masing.

"Sudah dibawa orang perusahaan, tadi pagi." Sakura menjawab sambil menunduk, Sasuke meliriknya sekilas, terlihat berpikir namun bersikap tak acuh lagi.

"Wah, Minato sepertinya suka sekali ya sama Sakura. Tidur saja masih digendong olehmu. Apakah berat? Mau kugantikan?" Sahut Hinata sambil tersenyum. Sebelum menjawab Sakura tersenyum lalu menggelengkan kepalanya.

"Tak apa. Ini rasanya baru pertama kali aku bisa dekat dengan anak kecil. Biasanya mereka berisik. Tapi yang ini tidak. Seertinya aku ragu kalau ini anak Naruto." Muncul tawa begitu saja. bila berada disekitar teman-temannya, rasanya hidup Sakura begitu menyenangkan, namun bila sudah bersama Sasuke. Semua seakan angan-angan belaka.

"Kita bisa telat." Suara Sasuke memecah suasana. Dengan terburu-buru Naruo segera membukakan pintu untuk Hinata. Sakura yang kesulitan membuka pintu karena menggendong Minato berulangkali mencoba membuka namun tak bisa karena tas yang berada ditangannya mempersulit untuk menggenggam kenop pintu. Sasuke yang gerah melihat tingkah Sakura segera mengambil-atau yang lebih tepat merebutnya agar Sakura dapat membuka pintu.

Sakura menatap sekilas ke arah Sasuke. Mungkin Sasuke tidaklah seromantis Naruto, namun hal yang dilakukannya tadi sudah membuat Sakura melayangkan pikiran entah kemana.

Selama dalam perjalanan, hanya keheningan yang tercipta. Berulang kali naruto melirik spion belakang melihat keadaan kedua sahabatnya itu. Sasuke yang diam, dan Sakura yang terkantuk-kantuk.

"Kau menyetir yang benar saja dobe. Nyawa kami semua ada ditanganmu." Merasa ketahuan atas perlakuannya, naruto hanya nyengir saja. Namun tetap saja Naruto seringkali melirik ke arah belakang.

Hinata berusaha menahan tawa kecilnya. Sasuke hanya medengus dan mengalihkan tatapannya ke luar jendela. Tak berapa lama, ia merasa tubuhnya terhimpit. Menoleh, Sakura, dan anak si rambut durian ini tertidur di samping badannya.

Menghela nafas, menggeser tubuh kedua manusia yang kini tengah terlelap, bukan untuk menggeser ke arah lain, namun ia membenarkan posisi duduknya, dan membiarkan pundaknya menjadi senderan tempat untuk Sakura dan Minato tidur.

Naruto dan Hinata yang menyaksikan hal tersebut sempat membelalakkan mata, namun genggaman tangan dan senyuman Hinata untuknya menyadarkan Naruto. Bahwa mereka baik-baik saja.

.

.

.

.

.

"Semua sudah kau bawa? Tak ada yang lupa?" kini hanya Naruto yang mengantar Sasuke dan Sakura berada di dalam Bandara. Karena Hinata harus menenangkan Minato yang terbangun.

"Astaga kau naruto. Kau bahkan lebih cerewet dibanding ibuku. Semuanya sudah siap." Jawab Sakura sambil terkekeh.

"Sasuke, kau jaga Sakura ya. Jangan lupa selalu makan makanan yang sehat dan bergizi, jangan lupa untuk mandi 2 kali sehari, jangan lupa kabari aku bila sudah sampai disana, jangan lup-"

Perkataan naruto terpotong oleh lirikan sebal Sasuke. "Kau berisik dobe." Yang disinggung hanya tertawa. Lalu melanjutkan,"-jangan lupa untuk persiapan anak~~"

Krik.

Krik.

BLUSH.

Perkatan Naruto sanggup membuat wajah kedua sahabatnya itu memerah. Naruto tertawa, lalu menghela nafas. "Hati-hati di jalan. Salam dari Hinata. Sayonara. Hahaha" sepeninggalnya Naruto. Kini hanya mereka-Sasuke dan Sakura ditinggal dalam suasana yang sangat kikuk.

.

.

.

.

.


"Bagaimana? Sudah kau antar?" tanya Hinata yang kini menidurkan anaknya.

"Sudah, mereka pasti sangat gugup, hahaha." Jawab Naruto yang kini memasuki mobil, meraih ponselnya dan menelpon.

"Halo? Sudah kulakukan apa yang kau suruh. Mereka berdua tidak tahu apapun sepertinya."

.

.

"Benarkah? Baguslah. Terimakasih Naruto."

.

.

"Sama-sama. Hei, kau tidak mau memberitahu kejutan apa yang kau recanakan?"

.

.

"Kejutan adalah kejutan. Tunggu sampai itu bukan lagi kejutan."

.

.

"Kau pelit sekali, beritahu sedikit sajalah, hei-Hei!. Yah, dimatikan." Naruto bergumam kesal dan Hinata hanya tertawa melihatnya.

"Sudahlah, kita tunggu saja kelanjutannya." Sahut Hinata menenangkan.

.

.

.


"Ada apa kami dikumpulkan seperti ini?" Sahut bapak-bapak yang terlihat mulai resah atas rapat yang pada intinya tak ia ketahui.

Sang pemimpin rapat hanya terseyum, namun senyum itu berubah menjadi seringai licik.

"Hadirin sekalian. Disini saya ingin membahas tentang apa yang anda semua miliki." Ketika sang pemimpin rapat berbicara, hanya hening. Semua seakan terhipnotis.

Senang akan reaksi yang diterima, ia pun melanjutkan. "Apa yang anda miliki adalah saham. Saham Uchiha corp."

To be Continued

Note :

Maaf baru bisa update sekarang. baru selesai mid, jadi harus merilekskan otak terlebih dahulu. Maaf juga belum sempat balas review. Tapi secepatnya akan kubalas.

Cerita semakin aneh? Semakin tidak jelas? Kritik dan saran silahkan: )