Disclaimer: Masashi Kishimoto
Main pairing: SasuHina
Genre: Romance, Hurt
Rated : M
Warning: chapter 10 mengandung full konten lemon, diharapkan agar reader berusia 18 tahun ke bawah tidak membaca chapter ini.
10
Barebacking
Bayangkan, resapi, dan nikmati, setiap pria selalu punya cara memanjakan wanita. Perhatikan pertanyaan ini baik-baik, "ketika seorang pria tampan populer merayumu, mengajakmu bercinta, dan menanamkan benihnya di dalam rahimmu, apa yang akan kau lakukan?" Yakin dan percaya setiap wanita akan iri padamu, menginginkan posisimu sebagai seseorang yang dikagumi dan dicandu oleh si pria. Di depan umum ia nampak biasa saja, bicara seperlunya, bergerak seperlunya, menanggapi yang perlu ditanggapi dan diam jika bukan urusannya. Tapi ketika sedang bersamamu, ia mengatakan keinginannya, tanpa malu tangannya meraba tubuhmu, berbisik nakal dan mencumbumu layaknya pria kehausan. Tak sekalipun ia membiarkanmu memakai sesuatu, nafsunya semakin memuncak ketika melihatmu telanjang tanpa kain apapun. Kalian akan bercinta semalam penuh tanpa henti, ia menerobos selangkanganmu dengan intens, sekali saja tak akan cukup karena ia adalah pria yang candu akan dirimu, tubuhmu, hatimu—ia setia menunggumu selama dua tahun hanya untuk momen seindah ini. Percayalah, laki-laki ini mencintaimu dengan setulus hati, setiap tetes air cintanya mengandung cinta untukmu.
Uchiha Sasuke menyalurkan hasratnya kepada Hyuuga Hinata, kunoichi rank C ini adalah gadis yang pernah ia sentuh dua tahun yang lalu. Apapun yang terjadi dulu, itu masih belum cukup memuaskan hasratnya, dan sekarang ia harus rutin menyentuh Hinata sebelum pembuluh darah dikepalanya pecah.
Selama dua tahun Sasuke mengalami gangguan tidur, selama itu pula waktunya banyak dihabiskan untuk misi dan membantu gurunya. Stres berkepanjangan malah menyebabkan insomnia akut, beruntung Tsunade rutin memberinya vitamin dan menambah stamina, ditambah olahraga teratur dan pengolahan chakra, dia bebas beraktifitas layaknya orang normal pada umumnya.
Bohong jika Sasuke baik-baik saja, candu pada Hinata adalah salah satu dari sekian masalah yang membelitnya. Ketika seorang pria membutuhkan sentuhan wanita dan wanita itu malah pergi begitu saja, saat itu pula si pria berkata, "kita belum menyelesaikan permainan ini."
Obsesi kepada Hinata membuatnya lupa beberapa batas, Sasuke kehilangan akal dan melakukan hal-hal aneh layaknya pria kesepian. Di hari-hari sebelumnya tanpa si gadis, ia terpaksa harus menyentuh dirinya sendiri. Hampir setiap minggu ia melakukan itu, hanya dengan membayangkan wajah dan lekuk tubuh Hinata, penisnya berdeyut dan tangannya spontan melakukan gerakan naik-turun.
Tapi seiring berjalannya waktu, sensasi sentuhan itu makin hambar, akan lebih nikmat jika Hinata yang melakukannya. Memberi kenikmatan pada diri sendiri sama halnya membodohi diri sendiri, tapi ketika ia tidak melakukan itu, kepalanya akan terasa sakit dan area vitalnya berdenyut nyeri.
Entah sejak kapan Sasuke kehilangan selera pada istrinya, mungkin sejak menikah atau malah jauh sebelum itu. Semenjak berpacaran dengan si maroon, sensasi seks bersamanya nampak biasa saja. Misalnya mereka mulai bercinta di pagi hari, lalu berlanjut di siang hari, ketika malam tiba, Sasuke akan menyudahi permainan itu sebelum mencapai puncaknya. Ada rasa bosan di benaknya, tubuh Karin tak pernah berhasil mengocok batinnya. Bagaimana tidak, gadis itu selalu mempertontonkan tubuhnya tanpa diminta langsung oleh Sasuke. Ketika bercinta malah ia yang meminta lebih dulu, Karin akan menutup pintu kamar rapat-rapat lalu menelanjangi dirinya sendiri. Mau tak mau Sasuke harus melakukan kewajibannya sebagai pria, dan kegiatan itu terus berlanjut hingga hari-hari berikutnya.
Setelah perang ninja ke empat, Tim Taka ikut bergabung dengan Konoha, mereka diberi kebebasan dengan beberapa syarat. Para Tetua melihat potensi luar biasa dari si maroon, mungkin Uchiha project akan berjalan baik jika benihnya di tanamkan pada gadis pemilik chakra terbesar dari clan Uzumaki. Sasuke tak diberi banyak pilihan, ia harus menikah dengan Karin untuk mengembangkan clan Uchiha.
Tanggal dua puluh bulan ke tiga, Sasuke dan Karin resmi menjadi suami-istri, upacara pernikahan mereka berlangsung mewah nan sakral. Bukannya percaya pada takhayul, seorang Biksu dari Desa sebelah pernah berpesan pada Tsunade, menikah di tanggal dengan akhiran nol bukanlah sesuatu yang baik, kesialan akan menimpa kedua mempelai. Tapi pesan si Biksu ditentang oleh Tetua, pernikahan dua nuke-nin ini adalah sebuah project penting, agak aneh rasanya jika harus disangkutpautkan dengan ramalan tak jelas.
Bayi yang dinantikan tak kunjung hadir, Karin malah sibuk dengan serangkaian misi. Selain sebagai wadah benih Uchiha, Tetua juga mewajibkannya membantu squad anbu. Seperti itulah nasib seorang nuke yang diberi pengampunan bersyarat, tugas sana-sini, perintah sana-sini, ikuti kemauan pemimpin, maka kau bisa bebas berlenggang tanpa tekanan.
Tapi itu justru malah membuatnya tidak fokus pada tugas utama, Karin tak kunjung hamil di tahun kedua pernikahannya. Dua musim semi telah berlalu, malah ia dan suami seolah saling membatasi diri. Sasuke bertugas untuk misi rank A dan S, sementara ia banyak melakukan misi mata-mata di Negara musuh, mereka jarang bertemu di mansion, kalaupun bertemu, Sasuke mengaku lelah dan tak mampu melakukan kewajibannya sebagai suami.
Mungkin inilah kesialan yang dimaksud si Biksu, pasangan yang menikah ditanggal akhiran nol tidak akan bahagia dan berjalan alot. Rumah tangga Sasuke dan Karin hambar, ibaratnya buah, proses tumbuhnya tidak bagus sehingga menghasilkan buah tanpa rasa. Karin pernah mengeluhkan masalah ini pada Tetua, tapi nuke selalu terbatas dalam hal musyawarah. Tetua tak mau tahu, Karin harus bisa menjalankan tugas sebagai wajah dan misi mata-mata secara bersamaan. Seharusnya ia dan sang suami bisa membagi waktu dan saling mengalah, setidaknya mereka harus bertemu di mansion seminggu dua kali. Tapi itu urung dilakukan, mereka seperti dua orang lain di dalam rumah besar Uchiha. Persetubuhan tetap terjadi, saling cumbu dan cium satu sama lain, tapi sensasinya nol persen, terkadang Sasuke malah pergi tanpa menyelesaikan tugasnya. Jika bukan karena lelah dan ingin mencari angin, pelariannya adalah kantor Hokage, membantu Kakashi jauh lebih bermanfaat daripada menghabiskan waktu sia-sia dengan si maroon.
Alasan utamanya adalah rasa bosan, saking seringnya bercinta semasa pacaran, Sasuke merasa sentuhan Karin tak berarti lagi. Jantungnya tak berdebar, birahinya biasa saja, bahkan area vital itu terasa longgar dan tak menarik lagi dimatanya, sungguh sang istri telah gagal membahagiakan suaminya di ranjang.
Tapi gadis ini berbeda, gadis yang sedang menahan sakit ini memiliki segala-galanya yang dibutuhkan Sasuke. Jantungnya berdegup cepat kala memandang mata Hinata, birahinya memuncak setiap kali si gadis mengerang dan melenguh, area vitalnya cantik dan sempit khas wanita yang jarang disentuh pria. Tubuh Hinata tak bisa berbohong, selama dua tahun terakhir ia tak pernah berhubungan dengan lelaki, hanya Sasuke seorang yang pernah merasakan tubuh telanjangnya.
Yukata tosca Hinata berserakan di koridor, ketika bertemu Tenten tadi, ia bahkan tak sempat memakai bra. Maksud hati ingin bercinta di machiya, tapi saking tak sabarnya, Sasuke malah menggerayangi tubuhnya di koridor.
Hinata bersandar pada dinding shoji, sementara Sasuke menyerangnya dengan tempo yang tidak lambat. Tubuhnya bermandikan peluh dan saliva, air cinta semalam masih membekas lengket di sekitar pahanya, penampilan Hinata sangat berantakan pagi ini.
"Aroma tubuhmu seperti aroma tubuhku," seringaian jahat terlihat jelas dari wajah Sasuke. Sesekali ia melenguh nikmat merasakan penisnya berkedut di dalam tubuh Hinata.
"Kumohon…ku-kumohon Sasuke, aku tak tahan lagi…ini terlalu sakit."
Dinding shoji itu hampir rubuh, tekanan tubuh Sasuke memaksa Hinata berpegang pada salah satu tiang.
"Pegang bahuku, kau akan merusak dindingnya," bisiknya.
"Sakit…hisk…hisk…sudah hentikan…aku akan mati…."
"Uuuuh sial…kau nikmat Hime, tak satupun wanita yang menyamai tubuhmu," Sasuke menanamkan tubuhnya lebih dalam, rahim Hinata terasa hangat dan menyedot bendanya.
"Aaah…uuh…Sasuke…lepaskan….jangan keluarkan di dalam…kumohon…kau menyakitiku…."
"Aku menyakitimu, huh? Sejak kapan? Yang kutahu kita hanya saling berbagi kenikmatan," diusapnya rambut Hinata yang kusut dan lembab, "aku akan memasang tangan Hashirama agar permainan kita lebih menarik, aku tak sabar ingin memasuki tubuhmu dengan jari kiriku."
Satu tangan itu memutar tubuh Hinata, terekspos jelas tubuh putihnya disertai kemerahan di area tengahnya. Selama ini ia tak pernah bermain di area pribadi, mungkin perlu dicoba sesekali. Perlahan tapi pasti ia mulai memasukkan bendanya, tapi agak sulit mengingat yang ini jauh lebih kecil.
"Sasuke jangan disitu, sakit…sakit…."
Bukan hanya Hinata saja yang merasa perih, sasuke pun merasakan hal yang sama, kejantanannya seperti diremas kuat-kuat, ia harus mengeluarkannya sebelum rasa perihnya bertambah.
"Sakit…sakit…kumohon jangan disitu…sakit…."
"Kita akan mencobanya lain kali, untuk sekarang kita bermain depan saja."
Hinata POV
Tubuhku terbaring di atas tatami, futonku berantakan tak karuan, kami bercinta semalam penuh tanpa jeda. Entah berapa kali ia mengeluarkan cairannya di dalam rahimku, perutku terasa nyeri dan hangat, perutku mual tapi tenggorokanku kering, kurasa aku hampir mati sekarang.
Apakah Sasuke sengaja menghamiliku? Atau hanya pelampiasan semata? Mungkin terjadi sesuatu di dalam rumah tangganya hingga ia tega bermain serong. Padahal Karin-san adalah wanita yang cantik, kuyakin istrinya memiliki segalanya yang kumiliki, bahkan lebih. Jika istrinya mengetahui ini? Apakah mereka akan bercerai? Tapi setahuku shinobi pantang menceraikan pasangannya. Lagipula bercerai atau tidak, keadaannya tidak akan berubah. Sasuke akan tetap menyentuhku apapun yang terjadi, karena akulah candunya, keinginannya, nafsu terliarnya, dan persetubuhan ini tak akan pernah berhenti sampai ia benar-benar puas.
Aku pasti hamil, mustahil jika spermanya tak tinggal di dalam rahimku. Malam ini kami mencapai orgasme lima kali, itu antara pukul sebelas malam hingga pukul lima pagi. Sejak kapan aku mampu melayani pria semalaman penuh? Kurasa ia sengaja mengalirkan chakra agar persetubuhan ini berjalan imbang.
Salahku yang terlalu gegabah, hukuman ini tak perlu ada jika para nakama tak ikut campur. Tapi aku takut…panik…aku butuh seseorang dalam masalah ini. Tapi apa daya, Tenten dalam pengaruh fuin, sementara Naruto, Sakura dan Shizune harus kutanggung hukumannya sebelum terjadi sesuatu pada mereka.
Lalu Ayah? Oh Kami…bagaimana tanggapan Ayah jika rumah kami dijadikan tempat persetubuhan Anak gadisnya sendiri?...
Lalu Hanabi? Adikku satu-satunya…ia pasti malu jika tahu Kakaknya adalah seorang pelacur Uchiha.
Iya kukatakan begitu, apa bedanya diriku dengan pelacur di rumah bordil. Mereka bahkan sedikit lebih baik karena diberi upah, sedangkan aku? Area pribadiku menjadi pelampiasan nafsu bejat Uchiha tanpa keuntungan sama sekali.
Apa keuntunganku?
Chakra?
Ayolah, Sasuke mengalirkan chakra agar aku bisa memuaskannya, ia tahu aku terluka, chakra itu akan membantuku tahan banting dalam percumbuan kami.
Bukan hanya keluargaku yang akan berpandangan miring, tapi juga nakama. Mereka berpikir akulah yang menggoda Sasuke, akulah yang menyerahkan tubuhku, dan akulah si perebut suami orang. Entah kenapa aku malah pesimis kepada Ayah, dia adalah seorang Hairees yang selalu menjaga sopan santun, jika tahu anak gadisnya menjadi budak seks Uchiha, ia tak akan segan membuangku ke luar clan.
Jadi, baik masalah ini diketahui atau tidak diketahui orang lain, hasilnya tetap sama saja, tak satupun keuntungan yang kudapatkan. Aku tak punya pilihan lain selain melayani Sasuke, aku harus memuaskannya hingga hutang hukuman nakama lunas.
Dia memperlakukanku layaknya pelacur, ia bahkan tak memperbolehkanku memakai pakaian lengkap, hanya selimut tebal yang menutupi tubuh telanjangku.
Kami saling berbagi aroma, kurasakan aromanya ditubuhku dan ia pun merasakan aromaku ditubuhnya. Tubuh kami lengket dan lembab, tapi itu tak masalah, setidaknya kami harus menyelesaikan beberapa permainan sebelum mandi bersama.
Ia berbisik, "aku ingin kita mandi berdua," lalu kukatakan, "setelah itu, apakah ini akan selesai?" Dijawabnya, "ini masih jatah hukuman untuk Kakashi, satu orang untuk satu hari, bukan satu orang untuk satu kali," senyumnya jahat dalam kalimatnya.
Itu artinya ini akan berakhir pukul sebelas malam berikutnya, padahal ini masih pagi. Sementara sakit diperutku semakin menjadi-jadi, tapi katanya itu wajar bagi wanita yang baru bercinta, lalu kukatakan, "sejak awal ini tidaklah wajar," dari segi mana ia mengatakan ini wajar? Bercinta dengan seorang gadis sementara istrimu menunggu di rumah tidak pernah dibenarkan dalam hukum apapun.
Sasuke menyerangku bagai hewan kelaparan, tangannya tergesa-gesa seolah aku akan lari, bibirnya rakus melumat setiap inci tubuhku, ia egois dan mau menang sendiri, tak sedikitpun kenikmatan yang kurasakan dalam percumbuan ini, hanya rasa sakit dan perih semata.
"Sakit…."
"Nikmati," katanya.
Ketika seorang gadis diperkosa, Apakah ia akan merasa nikmat? Iya sedikit, hanya sedikit. Aku wanita normal, ketika disentuh pria tubuhku akan merespon otomatis. Jika saja Sasuke mau berbagi, rasa sakitnya tak akan separah ini. Usiaku dua puluh dua tahun, sudah cukup matang untuk mengetahui makna utama seks.
Kukatakan sebelumnya, aku pasti hamil. Iya itu betul, kunikmati sentuhan ini walau sedikit, dan sudah pasti rahimku merespon spermanya. Jika dua tahun yang lalu adalah tindak pemerkosaan, kali ini kami hanya tidur bersama untuk sekedar melunasi hutang hukuman nakama.
Dia berkata, "bohong jika kau tak menikmatinya," benar, ia tahu aku sedikit menikmati sentuhannya. Tubuh Sasuke hangat dan wangi, malu kuakui tapi seperti itulah kenyataannya. Aroma nafasnya memabukkan khas pria sejati, bulu-bulu halus di sekitar dagu dan bibirnya kasar menyentuh kulit mulusku. Matanya tajam tanpa pengampunan, dan ia tak pernah malu menatapku kala melakukan penetrasi. Ia bangga ketika mencapai puncaknya, kejantanannya ditanamkan dalam-dalam agar tepat sasaran, dan airnya jatuh membasahi selangkanganku.
Sasuke memiliki area pribadi yang besar, kurasa tak semua pria memilikinya. Usianya terbilang muda untuk pria maskulin, aku beruntung dicumbu dan dicium oleh pria sehebat ini. Semalaman tubuhku berada dalam kuasanya seolah aku adalah miliknya, lupakan statusnya sebagai suami orang, di luar itu semua ia adalah pria tangguh.
Aku seperti pelacur memang, dan pelacur ini telah mengakui kehebatan Sasuke. Aku tak sanggup menutupi kepura-puraanku, sentuhannya sungguh memabukkan khas pria jantan idaman, desahannya indah ditelingaku, "rileks, iya…seperti ini…nikmatilah…biarkan kita bermain," katanya seraya menghujamkan kejantanannya semakin dalam dan lebih dalam.
Apakah ia menertawaiku? Karena semalam mati-matian ku menolaknya dan sekarang malah kunikmati. Kurasa tidak, semakin aku menginginkannya semakin kuserahkan tubuhku, dan semakin ia merasa kejantanannya diremas kuat-kuat.
Kugerakan pinggulku sebagai respon atas tubuhnya, "uuh Hinata…kau menjepitku."
Biarlah aku seperti ini, mungkin memang takdirku menjadi budak seks seorang Uchiha. Jujur ini sangat enak, bercinta dikamarmu sendiri tanpa Ayah dan Adikmu di rumah menjadi sensasi tersendiri, kami bebas melakukan apa saja dan kapan saja.
"Akhirnya kau menerima perlakuanku."
"Tolong jangan masuk ke bagian itu lagi…rasanya sakit…."
"Iya, maafkan aku…."
"Nikmatilah semaumu…aku sudah terlanjur hancur, tapi berikan aku sedikit nikmat…rasanya nyeri disini."
"Perih di bagian mana?" ia menggodaku.
"Seperti katamu kita hanya bermain, jadi biarkan kita bermain…setelah hutang nakama lunas, kuharap kau tak menggangguku lagi."
"Apakah kau akan sanggup melunasi hutang mereka bertiga, huh?"
"Jika Sasuke-san sedikit mengalah dan mengajakku bermain lembut—"
"Kau makin pintar, cantik," dikecupnya keningku, "lunasi hutangmu dan kita saling menikmati."
"Tapi kau bukan milikku…dan ini hanya permainan…."
"jangan stres, itu akan berpengaruh pada kondisi kesehatanmu," ia mengusap dahiku, "aku baik, bukan? Hukumanku enak, bukan?"
Setelah bercinta di koridor kami memutuskan masuk kemballi ke dalam machiya. Aku tak sanggup berjalan lagi, ia bahkan harus menggendong tubuhku.
"Lihatlah, jika kau tak berontak dan menikmatinya, semuanya akan berjalan lancar."
"Sakit…."
"Di bagian mana?"
"…." Aku terlalu malu mengakuinya, tapi kurasa ia tahu maksudku.
Tamparan Kakashi dibalas dengan bercinta semalamam, sepertinya ini bukan sesuatu yang adil. Kupandangi pelipisnya yang terluka dan sudut bibirnya yang membiru, itu adalah ganjaran yang harus diterima seorang pemerkosa. Tapi toh tak ada gunanya, kini aku malah berenak-enakan dengan orang yang telah memperkosaku. Kuharap setelah hutang ini lunas semuanya akan berakhir, dan kuharap juga Kakashi dan Tsunade berpihak padaku, lalu kami tak akan pernah bertemu lagi.
"Mereka akan menghukummu, Kakashi akan melaporkan kejadian ini pada Tetua."
"Aku tak peduli, intinya sekarang kita sedang bercinta."
"Kau berbohong di depan Ayah dan saudaraku…."
"Karena aku mengincarmu, dan kau suka kejahatan yang kulakukan," terkekeh atas kalimatnya.
"Bukalah segel jutsu dikepalaku…."
"Aku tidak bisa…."
"Kenapa?"
"Karena itu bukan wewenangku, dan aku tak sanggup melakukan itu."
"Kau bohong…."
"Aku tidak bohong."
"Kembalikan Tenten seperti semula…."
"Kalau itu bisa kulakukan."
"Maksudmu, segel dikepalaku bersifat selamanya?"
"Mungkin, tergantung perasaanmu."
"Hatiku sakit, perasaanku hancur, tak ada lagi yang tersisa…."
"Aku sudah memperingatkanmu untuk menjauhiku…tapi kau malah semakin mendekat."
"Mungkin karena segelnya telah dilepas."
"Atau mungkin segelnya dilemahkan oleh genjutsu…."
"Bohong…."
"Aku ingin kau membenciku sebagai penjahat."
"Sedekat apa kita dulu?"
"Sejauh mana dirimu mampu mengingatnya, maka seperti itulah kedekatan kita."
Aku pasrah digerayangi, kubiarkan jemari Sasuke melakukan tugasnya. Selimut warna lavender dilempar jauh-jauh, ia membuka celana pendeknya hanya dengan sekali tarik. Kejantanannya berdiri sempurna, dan kami siap untuk permainan berikutnya. Hanya dalam jangka waktu tiga puluh menit area pribadi Sasuke kembali bangkit, cairannya bahkan belum mengering di sekitar pahaku. Oh sungguh nikmat perlakuannya…satu tangannya aktif meraba payudaraku diiringi elusan penisnya di area perutku.
Kuyakin ini pukul sembilan pagi, terdengar samar suara aktifitas warga di luar sana, dan kuyakin tak satupun akan curiga dengan gerbang Hyuuga yang tertutup rapat. Puteri Hyuuga tak melakukan kegiatan hari ini, aku sibuk melayani pria yang telah mengancamku.
"Kau suka, hn?"
"…."
"Jangan malu-malu, mendesahlah…keluarkan semuanya…justru akan sakit jika kau menahannya."
Tempo hari di hutan utara, ia menuntun jemariku untuk memegang penisnya, tapi urung kulakukan. Pagi ini kejantanannya nampak indah dimataku, kuelus perlahan dan kuraba pangkalnya.
"Uhh Hinata…."
Aku tahu ia menginginkan perlakuan ini sejak kemarin, kurasa pria akan merasa nikmat ketika penisnya disentuh, sama halnya ketika wanita disentuh pria, sensasinya geli dan ngilu.
Kulakukan gerakan naik-turun, awalnya pelan tapi lama-kelamaan kupercepat. Seperti milik wanita, milik pria juga mampu mengeluarkan pelumasnya sendiri, semakin cepat tempo gerakan tanganmu maka semakin enak dirasakan si pria.
"Lagi…lagi…lebih cepat...," kalimatnya tak karuan, tatapan itu seolah berkata, 'lihat, aku tak jahat? Kita akur jika saling mengerti.'
Sasuke segera mengambil posisi di samping kepalaku, tak sabar ingin dikulum, ia memasukkan penisnya terburu-buru ke dalam mulutku.
"Ayolah Hinata…lakukan…."
Bibirku melakukan gerakan naik turun, kurasakan mulutku penuh akibat bendanya yang kebesaran. Panjangnya bahkan mencapai tenggorokanku, kuatur tempo gerakan lidahku sebelum benda itu membuatku tersedak.
Tiba-tiba Sasuke menindihku dalam posisi terbalik, lalu wajahnya menunduk tepat di area vitalku, tangannya membuka lebar kakiku lalu dijilatnya selangkanganku dengan liar. Bunyi decapan lidahnya terdengar disekitar semakin merangsang batinku untuk memanjakan penisnya lebih lama. Posisi ini cukup menguntungkan, setidaknya ia bertumpu pada lututnya hingga tindihannya tak terlalu berat.
Ia menyibak area vitalku dan memasukkan lidahnya dalam-dalam, sudah pasti itu akan sulit.
"Aah…ah…ah...ah…."
Sensasi geli dan ngilu bercampur menjadi satu, belum lagi suara-suara yang ditimbulkannya, ooh…sungguh inilah surga dunia, pria ini mahir memanjakan alat vital wanita.
Semakin nikmat kurasa semakin kupercepat tempo gerakan tanganku, kurasakan jantungnya berdebar kencang, birahinya semakin memuncak seiring dengan jari tengahnya memasuki tubuhku.
Jemari itu bermain di dalam tubuhku, terkadang cepat terkadang lambat. Lidahnya pun masih tetap aktif menyibak rambut-rambut halus tubuhku, uuh… Sasuke kau mengujiku.
"Enak?" Tanyanya.
Tak sanggup kujawab, hanya erangan kecil yang berhasil lolos dari bibirku.
"Berhenti menghisapku, ku ingin mengeluarkannya di dalam perutmu."
"Tapi—"
"Akan sia-sia jika tertumpah di mulutmu," ia baru saja mengucapkan kalimat nakal tapi ekspresinya tetap datar.
"Aku bisa hamil…."
"Aku tahu."
Sigap tangannya mengubah posisi kami, kini aku berada dibawahnya dan ia siap melakukan penetrasi kesekian. Wajahnya terlihat gusar, mungkin ia sedang memikirkan sesuatu, misalnya istrinya di rumah atau misi penting yang harusnya dikerjakan pagi ini.
Wajah gusar itu tenggelam dipertengahan dadaku, dan spontan jemariku memeluk kepalanya, "lingkarkan kakimu di pinggangku," bisiknya.
Perlahan-lahan penisnya memasuki tubuhku, entah ini yang keberapa kalinya. Kurasakan perih di dalam, dan seperti di sodok sesuatu. Pertemuan kulit kami yang lembab menghasilkan irama menggairahkan, tak segan-segan kulakukan gerakan erotis agar penisnya masuk lebih dalam. Kuangkat pinggulku sesekali lalu kugerayangi punggung seksinya dengan jemariku. Kukuku membekas di sana, entah nanti istrinya akan peduli atau tidak, itu urusan mereka.
Lutut dan siku Sasuke bertumpuh di atas tatami, hanya pinggulnya saja yang bergoyang. Kuangkat kakiku tinggi-tinggi dan kubisikkan namanya, "Sasuke…Sasuke…enak…apa yang kau lakukan? Kenapa ini enak sekali?"
"Jika kau mau, kita bisa melakukan ini setiap hari…biarpun hutang hukumanmu telah selesai."
"Tidak…."
"Aku takut hamil."
"Kau sudah mengatakannya tadi."
"…."
"Ingin mencoba gaya lainnya?"
Aku duduk diatas perutnya, lalu kutancapkan kejantanannya ke dalam area pribadiku, uuuhhh…sensasinya berbeda, ini jauh lebih enak karena bisa kuatur tempo tusukannya.
Tangannya aktif meremas payudaraku, ia agak melenguh ketika kulakukan gerakan naik turun. Wajahku menengadah ke atas, kurasakan gerakan tangannya menarik-narik tubuh depanku dengan intens.
Payudaraku bergoyang mengikuti irama pinggulku, entah sadar atau tidak, pinggulnya pun ikut bergoyang naik turun.
"Ini bukan millikku…."
"Ambillah jika kau suka, akan kuberi setiap hari jika kau mau," tatapannya nakal padaku, "aku suka melihat payudaramu bergoyang."
Kalimat itu merangsangku seketika, kulakukan gerakan yang lebih cepat, "uuhh…aahh…uuh…hmmh…enak Sasuke…."
"Uuuh sial, aku akan keluar…."
"Ahh…."
Kuhentikan gerakanku ketika penisnya mulai berkedut, kubuat gerakan memutar seolah menggoyang penisnya di dalam, sensasinya pasti seperti dipijat.
"Aku keluar…aah…aah…uuuhh….Hinata…aah….."
Airnya tumpah ruah membasahi tubuh bawahku, karena posisiku berada di atas, cairan putih itu lebih banyak jatuh membasahi penisnya. Tak kusia-siakan setiap tetesnya, segera kubersihkan dengan lidahku, milik Sasuke gurih dan licin.
Kembali ia memasukkan jarinya ke dalam, kali ini dua sekaligus. Tak menyia-nyiakan keadaan basah di dalam, Sasuke mengocoknya dengan tempo cepat hingga tubuhku lunglai disisinya.
"Keluarkan milikmu, aku ingin meminumnya."
"Aaah…aah…Sasuke…aaahh...enak…." semakin kubuka lebar kakiku.
Bibirnya menyusui layakanya bayi kecil, decapan lidahnya terdengar samar, kunikmati gigi-giginya yang bermain dipayudaraku. Sementara tangannya masih tetap bermain, tanganku menyelinap mencari kejantanannya, entahlah…mungkin ini bagian dari respon tubuh, jemarku ketagihan memegang miliknya.
Ia tahu maksudku, ia tersenyum dan berkata, "tarik pelan-pelan, bukankah kau selalu suka jika milikku semakin panjang, huh?"
Seperti katanya, kutarik pelan dan kumanjakan pangkal bawahnya. Kini kami saling bermain tangan, bibirnya pun bergantian antara menciumku atau menyusuiku. Walau payudaraku sakit tetap kubiarkan ia dalam aksinya, toh percuma menolak, hasilnya tetap akan sama saja, lebih baik merasakan nikmat bersetubuh daripada merasakan sakitnya diperkosa.
Airnya mulai keluar lagi…dan airku dijilat seluruhnya. Area bawahku lembab dan hangat, lidahnya memanjakanku dan membasahi bulu halus di bawah. Sasuke menikmati setiap tetes yang keluar, tak mau ketinggalan, kukecap asinnya air bening yang keluar dari penisnya. Seolah tak peduli dengan keadaan disekitar, kami terus bermain dalam nafsu. Tubuhku telanjang tubuhnya telanjang, outfit kami berserakan di sekitar, kutatap celana jounin warna hitam di atas tatami, itu pasti sudah kotor akibat cairan semalam, begitupula dengan piyama sifon milikku, satu talinya bahkan putus karena ditarik kuat-kuat.
Kupandang gelas kosong di atas meja, rasa dahaga menyerang kerongkonganku, saling cumbu dan saling rasa cairan tubuh membuat lidahku kebas dan bergetah, aku butuh air untuk menetralkannya. Kuseret tubuhku mendekat gelasnya, tapi Sasuke masih menancapkan jemarinya ditubuhku, kuhempas tangannya dan sedikit kugeser pahanya yang menahan pinggangku, "aku haus…," bisikku.
"Sedikit lagi…."
"Aku haus…."
"Akan kuambilkan..."
"Aku bisa melakukannya sendiri."
Kuselimuti tubuhku dengan selimut tebal, kupandangi ia sedang menjilati jari telunjuknya, "rasamu enak," bisiknya nakal.
Kupikir ia akan tetap tinggal di dalam machiya, tak kusangka ia malah mengekorku dari belakang. Ketika kami memasuki dapur, perhatianku tertuju pelayan berambut panjang di bawah meja layaknya orang mati, tubuhnya kaku dengan mata membuka lebar.
"Kembalikan mereka seperti semula."
"Setelah hutang hukuman Kakashi selesai."
"Mereka adalah orang-orang baik."
"Aku tak bilang mereka jahat."
Tak disangka Sasuke malah lebih haus, ia meneguk tiga gelas tinggi mineral. Mungkin cairan tubuhnya terlalu banyak terkuras saat bercinta, hingga rasa dahaganya semakin menjadi-jadi.
"Air dirumahmu seenak airmu."
Kutahu ia menggodaku, tapi tak kutanggapi itu. Bagaimanapun juga ia tetap menjijikkan dimataku. Menyerang para bunke dan bercinta dengan si pemilik rumah termasuk kejahatan kelas satu, dipikirnya ia adalah Uchiha terhebat, seorang Hime lemah takluk dihadapannya. Kita bercinta bukan berarti aku menginginkanmu, kita bercinta karena aku tak punya pilihan lain, yang kuhindari hanyalah rasa sakit diperkosa, demi Kami sakitnya seperti diiris kunai berulang kali.
Sasuke menaruh gelasnya di samping gelasku, "masih sakit?" Bisiknya.
"Nyeri."
"Selama dua tahun aku tak pernah menyentuhmu, sentuhan pertama semalam pasti menimbulkan rasa sakit, itu wajar…lama-kelamaan rasa sakitnya akan berkurang."
"Entahlah…."
Satu tangannya merangkul tubuhku, tangan itu pula beruasha menjatuhkan selimutku, tapi kutahan dengan jemariku, "jangan disini…."
"Sudah cukup istirahatnya, aku menginginkannya lagi."
Sebesar apa kekuatan orang ini? Sebanyak apa jumlah chakranya? Yang kutahu ia berulang kali mengalirkan chakra selama persetubuhan kami. Sekarang ia malah berkata, 'aku menginginkannya lagi," tak puaskah ia bercinta semalaman hingga pagi menjelang?
Nampan berisi makanan di atas meja kusingkirkan segera, ia mengarahkan tubuhku telungkup di sana, disibaknya selimutku ke atas, area belakangku terekspos dihadapannya.
Kurasakan penisnya menggosok area vitalku, pinggulku diremas berulang kali, sesekali gerakannya terasa geli dan basah. Ia sengaja melumuri penisnya dengan salivanya, itu akan memudahkan melakukan penetrasi.
Meja dapur bergetar ketika ia mulai melakukan tugasnya. Tak lagi dimulai dengan tempo pelan seperti permainan sebelumnya, kini Sasuke memasukkan tubuhnya keluar-masuk dengan tempo cepat.
"Aaaahh hhhmmh….ooh Sasuke…." Rintihanku terdengar seiring dengan suara derak meja.
Kurasakan wajahnya terbaring diatas punggungku, ia menggosokkan wajahnya di sana, "biarkan waktu berhenti, hanya kita berdua."
Kubalikkan tubuhku segera, lalu kupeluk tubuhnya dan kukatakan, "tapi kau bukan milikku, istrimu menunggu di rumah, disamping hukuman ini, kita sama halnya sedang berselingkuh," tak ada respon, kulanjutkan kalimatku, "mereka akan menudingku sebagai perebut suami orang, mereka akan menganggapku sebagai pelacur Hyuuga."
"Maka jadilah pelacurku seorang…tidak untuk yang lain," tatapannya nanar, "aku suka pelacur ini, aku memilikimu, jadilah apa yang kuinginkan, tanpa kata hanya bukti semata, permainan ini adalah bentuk cintaku."
"Aku tidak bisa…."
"Tutup dua telingamu, jangan hiraukan pendapat orang lain, jadilah yang terbaik untuk orang yang peduli padamu, aku orang yang peduli…aku senang bisa berbagi rasa denganmu."
"Aku takut…."
"Kuhargai kesucianmu sebagaimana kuhargai hatimu."
Kulingkarkan satu kakiku dipinggangnya, kukecup area dadanya berulang kali, lalu kuarahkan kejantanannya ke area vitalku, "lakukan sesukamu."
Siapa sangka bercinta di dapur memiliki sensasi tersendiri, lupakan bunke yang terbaring di bawah meja, aku berhasil membuat Sasuke melenguh panjang dalam nikmatnya percumbuan kami.
Biarkan aku lebih aktif, ia tak berkomentar saat kubaringkan tubuhnya di atas lantai dapur, kubuka cepat-cepat celana hitamnya yang hampir melorot, seketika pula kutancapkan penisnya ke dalam area pribadiku.
"Ooooohhh….." tak malu-malu suaraku menggema disekitar.
Kulakukan gerakan naik turun seperti di machiya tadi, bibirku bersuara tanpa henti, kadang melenguh kadang mengerang, kunikmati perlakuanku sendiri atas penisnya. Sasuke menerobos tubuhku hingga ke rahim, kuhiraukan rasa perih ini, kufokuskan pada rasa geli nan ngilu yang menjelar di perut bawahku.
Seperti inilah nikmat bercinta, mungkin dulu aku tak sempat merasakannya saking paniknya, tapi sekarang penis Sasuke adalah yang terbaik, ia bisa membuatku merasa sakit dan nikmat dalam waktu bersamaan.
Dada Sasuke naik turun, kakinya mengangkang lebar, dan bibirnya membuka tutup. Semakin kupercepat tempo pinggulku, kuingin nikmat berlebih lagi dan lagi, biarpun itu harus mengoyak area vitalku hingga terluka, intinya yang kuinginkan sekarang adalah memuaskan pria ini.
"Hinata…Hinata….kau enak sekali…uuh…uuh…kau sangat terangsang, huh?"
"Aku suka…aku suka perlakuan caramu bercinta…ini enak…ooh Sasuke…aku suka penismu…."
"Manjakan milikku sebagaimana kumanjakan milikmu…."
Lagi-lagi pertemuan kulit kami menimbulkan bunyi menggairahkan, basah di bawah sana, entah itu air milikku atau pelumas miliknya, kuhentikan gerakanku dan kurasakan denyutan penisnya, "ooooh Sasuke…," penis itu bergoyang di dalam liang kewanitaanku, kuyakin ia akan mencapai orgasme lagi.
"Kita akan keluar bersama, huh?"
Denyutan itu merangsang cairanku keluar, sedikit tapi hangat, milikku membasahi batang penisnya. Tak lama berselang ia pun menyemprotkan cairannya, berbeda dengan tadi, kali ini agak lebih putih dan kental.
"Uuuuhhhh…." Lenguhnya.
Tak kusia-siakan basah diselangkangan kami, kubuat gerakan naik turun lagi selagi lembab di bawah. Gerakan itu menimbulkan bunyi yang berhasil mengundang tawa Sasuke, "kau semakin pandai."
"Uuhh…aku tak tahan…ini terlalu enak…." Bisikku malu-malu.
"Turunlah dari tubuhku, biar aku yang melakukannya."
Payudaraku bergoyang naik turun, kulingkarkan kakiku dipinggangnya, gerakan Sasuke super cepat menghujam tubuhku. Tanpa jedah dan tanpa ampun, sodokannya selalu di tempat yang sama, entah berapa banyak spermanya di tubuhku sekarang, dia benar-benar berniat menghamiliku.
"Setelah memasang tangah Hashirama, sebaiknya kita mencobanya dalam posisi berdiri, kujamin kau pasti suka."
Tanpa tanganpun ia berhasil membuatku mengakui kehebatannya, apalagi jika anggota tubuhnya lengkap.
"Aku candu padamu…."
"Ah…ah…ah…ah…lebih pelan…Sasuke…lebih pelan, kau akan menghancurkanku…."
"Tidak…aku suka bermain cepat."
"Aaaa….aaaaahhh..a-aku keluar…aaahhh….."
"Ikut aku…."
Kulingkarkan tangan dan kakiku pada tubuhnya, sementara penisnya tetap berada di dalam tubuhku. Kami bersandar pada beton di taman utama souke, kupandangi ikan koi di dalam kolam, mereka tak akan mengerti yang kami lakukan—bahwa majikannya sedang dalam kuasa seorang Uchiha. Kuatur tempo gerakanku naik turun, sementara tangannya melingkar di pinggangku.
"Tidak efektif…."
"…."
"Masih sanggup, huh?"
"Agak sakit…."
"Kau punya kolam renang?"
"Di belakang…."
"Kau harus sanggup."
Bercinta di tepi kolam memang baik, tapi bercinta di dalam kolam jauh lebih enak. Disinilah kami, kembali saling berbagi kenikmatan, kembali bermain atas tubuh kami. Sensasi air kolam jauh lebih lembab dan agak dingin, aku dan Sasuke bertelanjang badan didalamnya.
Hyuuga memiliki kolam yang cukup luas, panjangnya sekitar lima puluh meter dan lebarnya dua puluh lima meter. Dulu, aku dan Hanabi sering berenang di sana, tapi seiringi bertambahnya usia kami, kolam itu selalu sepi. Ayah tak punya waktu untuk berenang, sedangkan Hanabi terlalu sibuk melaksakan misi, sementara aku terlalu malu berenang sendirian.
Tapi kali ini berbeda, aku tidak sendirian—melainkan bersama Sasuke-san. Tak sekalipun ia melepas tubuhku, kami berendam di bawah air seraya saling berpagutan. Nafasnya hangat ditenggorokanku, lidah kami bermain di dalam, saling beradu dan bergoyang dalam basahnya saliva.
Kakinya melingkar dipinggangku sementara lima jemarinya aktif memegang payudaraku, betapa nikmatnya bercinta di dalam air, aku bahkan tak menyadari jika tubuhku melayang.
Entah Sasuke memakai gaya berenang jenis apa? Kami berdiri di bawah air seringan kapas tanpa menyentuh dasar, tak kurasakan beban tubuhku, hanya nikmat cumbuannya yang mendominasi pikiranku.
Aku butuh udara, semakin menit nafasku semakin pendek, tapi bibirnya masih terus menguasai bibirku. Kuremas dadanya berulang kali, terkadang kucakar agar ia mengerti maksdku, tapi tangannya justru menghempas tanganku.
Irisnya tertutup seraya menikmati ciuman kami, betapa tampannya Sasuke, wajahnya indah bagai pria dari Negeri dongeng. Waktu kecil, bunke sering membacakan cerita sebelum tidur, itu adalah sebuah buku bergambar tentang cerita pangeran dan puteri. Awalnya kupikir Pangeran di dalam buku itulah yang tertampan di bumi, tapi ternyata pendapatku salah…karena Pangeran tertampan kini ada dihadapanku.
Tidak hanya tampan, dia juga jahat, tapi kejahatannya dalam bentuk yang berbeda. Aku agak malu ketika mengingat kejadian dua tahun yang lalu, Dia menarikku ke ruangan kosong hanya untuk bercinta. Sekarang pun tak jauh berbeda, ia memasuki rumahku, melumpuhkan pelayanku, dan menyerangku layaknya pria yang butuh sentuhan.
Kuelus bulu matanya, betapa indahnya putera Uchiha ini. Terdapat sedikit patahan di batang hidungnya, tapi justru terlihat unik dan lucu. freckles samar diwajahnya terlihat lebih jelas ketika di dalam air, entah sejak kapan ia memilikinya, setahuku pria jarang berbintik, tapi Sasuke memilikinya lebih dari satu.
Lekat-lekat ditatapnya mataku, kurasa ia sadar akan elusanku. Aku tahu ia pembaca pikiran yang baik, kusebut namanya dalam hatiku dan kukatakan, 'betapa tampannya dirimu, kau membuatku malu….'
Ia lalu melepaskan pagutannya dan mengarahkan kami kepermukaan air. Segera kuhirup udara banyak-banyak, lima menit di dalam air sukses menyumbat pernafasanku. Tak berani kupandang wajahnya, kurasa ia benar-benar membaca pikiranku.
"Katakan lagi," bisiknya.
"Apa?"
"Seperti yang baru saja kau katakan di hatimu."
"A-aku tidak berkata apa-apa."
"Kau bohong…."
"Aku tidak bohong."
"Jika kau tidak jujur, aku akan bermain kasar."
"Lakukan…."
"Kata hatimu merespon penisku."
Tubuhku bersandar di sisi kolam, kakiku melingkar dipinggangnya, dan kejantanan Sasuke keluar masuk dengan liarnya. Sensasinya lebih enak di dalam air, air di sekitar beriak akibat aktifitas dibawahnya.
"Katakan, aku ingin mendengarnya langsung dari mulutmu," nafasnya terputus-putus.
"Aah…tidak—aaah Sasuke…."
"Enak, bukan? Semakin kau berbuat salah, maka akan semakin kuberikan yang kau butuhkan."
"Enak…lakukan…ooh Sasuke…."
"Sial…kau wanitaku," ia melepaskan tusukannya.
"Ada apa?" Tanyaku.
"Bibirku rindu belahanmu, ini masih terlalu cepat untuk keluar."
Aku melenguh nikmat ketika gigi-giginya bermain di area bawahku. Sasuke menenggelamkan dirinya dan bermain di sana, lagi-lagi jemarinya aktif melakukan tusukan-tusukan kecil, rasa ngilu dan geli menjalar di sekitar selangkanganku.
Jika seseorang melihatku sekarang, mereka tak akan menyangka jika seseorang sedang berada dibawahku. Sepertinya Sasuke memiliki saluran pernafasan ganda, ia rileks melakukan aksinya tanpa mengeluh masalah udara.
Kutarik kepalanya ke atas, "sudah hentikan…itu perih."
"Milikmu terlihat indah dari bawah."
"Aku lapar."
"Eh?"
Di sisi kolam terdapat rumput hias yang tertata rapi, kubaringkan tubuhku di sana, dan kubuka lebar kakiku. Dia menggosokkan penisnya berulang kali sebelum melakukan penetrasi, beberapa helai daun kering berjatuhan di atas tubuhku, betapa nikmatnya bercinta di tempat terbuka, seharusnya kami melakukan ini sejak tadi pagi.
Kejantanannya kembali melakukan tugasnya, ia memutuskan naik ke permukaan karena kondisi tubuhku yang tak begitu bagus. Kurang baik lama-lama berendam ketika paru-parumu sedang terluka, seseorang yang mempunyai kelainan paru-paru seharusnya lebih menghindari tempat-tempat basah dan lembab. Bercinta di dalam air memang enak, sejujurnya aku agak kecewa dengan keputusan itu, mendengar protesku ia malah terkekeh.
"Chakraku tak akan bertahan lama ditubuhmu, sebaiknya hindari sesuatu yang basah."
Sejak kapan Sasuke jadi baik? Bukti kejahatannya adalah para bunke yang tertidur mati di washitsu, "jangan terlalu peduli, aku tahu kau jahat," kalimatku ketus.
"Tapi kau suka, kan?" Ia terkekeh lagi, "kau kesal karna kita naik ke permukaan, huh?"
"…."
"Setelah kau agak baikan, aku janji akan menuruti permintaanmu."
"Jangan lupa kita adalah musuh," kalimatku makin ketus.
"Iya, kau adalah sanderaku." Ia makin terkekeh.
"Lepaskan aku," kutarik tubuhku menjauh dan segera kupakai selimutku.
Kutinggalkan Sasuke di sana, ia hanya mematung memandangku pergi. Aku lelah bercinta, yang sekarang kubutuhkan adalah handuk untuk membasuh tubuhku.
Sesampainya di machiya, kudapati kamarku sangat berantakan, pakaianku dan pakaian Sasuke berserakan sana-sini, futonku seperti terkoyak dan cairan kami berceceran diatasnya.
"Oh Kami, aku harus membereskan ini sebelum Ayah pulang."
"Kau sangat sensitif," Sasuke muncul di depan pintu shoji.
"Berikan aku jeda, harus kubersekan ini sebelum Ayahku pulang."
"Kapan Hiashi pulang?"
"Siang ini."
"Masa?"
"Iya, siang ini."
"Kau bohong."
"Aku tidak bohong."
"Kau berbohong untuk menghindari hukumannya," Sasuke maju beberapa langkah, "kau memang senang diperkosa, huh?"
"Aku melayanimu sejak semalam, berikan aku waktu sebentar…."
"Setelah ini kita akan beristirahat bersama, tapi sebelum itu, layani aku sekali lagi," jemarinya menuntunku memegang area penisnya, "kau meninggalkannya dalam keadaan bangun."
"Bukankah kau lapar?"
"Kata 'lapar' bisa bermakna jamak, nafsu seks bisa diartikan sebagai lapar juga."
"…."
"Aku ingin melakukannya dalam posisi duduk."
Iya, bercinta dalam posisi duduk, entah aku yang kurang pengalaman bercinta, ataukah pria ini yang terlalu banyak pengalaman bercinta, intinya bercinta dalam posisi duduk bukan pilihan utamaku kala bercinta.
Sasuke duduk diatas futon, dan ia mengarahkan selangkanganku tepat di atas penisnya.
"duduklah."
Kutancapkan pelan-pelan miliknya pada milikku, "uuuhh…,"
Rasanya seperti duduk di atas benda tumpul, seperti sesuatu yang sedang mengganjalmu di selangkangan. Kulingkarkan tanganku di leher kokohnya dan kubuat gerakan naik turun.
"Pandang aku, jangan tundukkan wajahmu."
"…."
"—dan katakan isi hatimu, bahwa aku tampan dan kau malu."
"Sasuke…."
"Katakan saja, aku tidak mungkin menertawakanmu."
"I-Iya…."
"Iya, apa?"
"Sasuke-san sangat tampan dan aku malu…."
"Lalu kenapa kau berusaha menghidariku? Sejak awal begitu…tapi gerak tubuhmu selalu menggodaku."
"Tidak…."
"Manis, kau dapat kubaca seperti buku, jadi berhenti membohongi dirimu."
"…."
"Kau suka semua yang kulakukan, termasuk sekarang, huh?"
"Uuhh…"
"Goyangkan pinggulmu lebih cepat."
Ini sore hari, dan aku masih setia melayani Sasuke. Sejak dari kolam hingga kembali ke machiya, tak sekalipun ia membiarkanku keluar. Kupandangi dia di sudut, sebatang rokok ditangannya dihiasi asap tipis. Hidung dan mulutnya berasap juga, aroma tembakau tercium jelas, aku baru tahu jika ia merokok.
Celananya digulung hingga kepertengahan lutut, ia santai duduk bersimpuh seraya bersandar di dinding shoji. Irisnya tak lepas memandangku, begitupula aku, terus kupandangi dia, sejak satu jam yang lalu kami hanya saling berpandangan, mungkin ia lelah bercinta hingga memutuskan istirahat sejenak.
Sebelumnya ia bohong ketika mengatakan, 'setelah ini kita akan beristirahat bersama, tapi sebelum itu, layani aku sekali lagi,' yang ada malah kami bercinta beberapa kali hingga mentari berwarna orange tanda sore hari.
Aku lupa, pria ini adalah orang jahat, mana mungkin ia menepati janjinya. Setelah ini entah apa lagi aksinya, jujur aku sudah lelah atas perlakuannya. Aku bahkan belum menyentuh makanan sejak semalam, rasa lapar melanda, tapi kami masih mengurung diri di machiya.
Aku seperti hewan betina dan ia jantannya. Si jantan tak akan lepas dari betinanya sebelum ia puas, kami akan terus bercinta hingga pukul sebelas malam, dan saat itu tiba, hukuman untuk nakama ke dua akan dimulai.
Aku teringat akan cerita kouhai Tenten kemarin, saking tak tahannya diperkosa, kunoichi malang itu bunuh diri. Mungkin ia tak sanggup menanggung beban, belum lagi rasa malu ketika ketahuan oleh teman-temannya, mematikan diri sendiri adalah jalan terbaik untuk lepas dari masalah.
Terkadang seseorang mengambil jalan pintas agar lebih cepat, tak lama lagi harus kulakukan hal serupa, toh aku pun sedang sakit, setidaknya dua masalah akan terselesaikan sekaligus, lepas dari keperbudakan Sasuke dan lepas dari penyakit paru-paruku.
Lupakan posisi Hairees, jabatan itu terlalu jauh untuk gadis kotor sepertiku. Aku memang pantas menjadi pelacur Uchiha, kurasa disinilah bakatku, melayani Sasuke hingga tanpa batas. Mustahil ia akan menikahiku, istrinya dua kali lipat lebih cantik dariku, aku tak lebih dari sekedar budak seks semata.
Aku telah mati sejak penyakit ini menggerogoti paru-paruku, kini ragaku dihancurkan oleh Sasuke pula, apalah yang terisa jika bukan seonggok daging tak berguna. Kubiarkan Sasuke menggerayangi tubuhku, kunikmati percumbuan kami, toh aku pun tak akan pernah menikah, mungkin inilah kesempatan terbaik untuk menikmati seks yang sesungguhnya.
"Berhenti bicara, kau berisik."
"…."
Aku lupa lagi, Sasuke dapat membaca batinku seperti koran pagi. Tak seorang pun yang mampu bersembunyi darinya, ia akan tahu segalanya termasuk hal-hal pribadimu.
"Buatkan aku sesuatu."
Puntung rokok itu dijejalkan di atas tatami, tunggu sampai rumahku terbakar. Padahal Ayah paling benci rokok, rumah kami tergolong rumah sehat bebas polusi, dan Uchiha ini seenak jidatnya merokok sembarangan.
"Aku bukan Ayahmu."
Lagi-lagi ia membaca pikiranku, kapan aku bisa bebas dari belenggu Uchiha ini.
'Dasar brengsek!' Batinku.
"Kuanggap itu sebagai pujian."
Kusambar yukata bersih dan pakaian dalam di dalam oshiire, setidaknya aku harus memakai sesuatu saat memasak, "bisakah aku membasuh wajahku?"
"Lima menit, jangan sampai mandi."
"Jika terlewat sedikit?"
"Aku akan masuk dan mengajakmu bermain lagi."
Aku juga sangat lapar sebenarnya, bahkan sejak pagi. Entah para bunke manaruh apa di lemari, semoga di sana ada telur atau ramen cup. Aku sangat lelah sekarang, sebaiknya di sana tersedia makanan instant sekali seduh, terlalu lama jika harus memasak dan meracik bumbu sendiri.
Sialnya Hyuuga tak pernah menyimpan racun, jika ada, akan kucampurkan dimakanannya segera. Dia mengekor seperti anak ayam kelaparan, tunggu sampai kutemukan sesuatu di dapur, aku yakin kau pasti suka.
Kubuka lemari penyimpanan, ternyata betul hanya ada mi instan, sosis, dan telur. Akan kutambahkah sedikit sayur agar ramennya lebih terasa, sedikit lada juga tak apa.
"Kau masak apa?" Sasuke duduk santai di depan meja dapur, tatapannya terfokus pada nampan di meja, "ini enak."
"Jangan injak rambut pelayanku, dan biarkan makanan basi itu."
"Kau ketus juga," ia terkekeh.
"…."
"Berapa orang yang tinggal di sini?"
"Aku, Ayah dan Hanabi."
"Mereka tak di hitung?" telunjuknya mengarah pada bunke di bawah meja.
"Mereka adalah keluarga cabang, kami hanya menghitung berapa jumlah kepala souke."
"Sadis juga, ya."
"Hyuuga memiliki banyak peraturan, termasuk antara majikan dan pelayan, dan para bunke pun tahu hal itu."
"Siapa yang sudi menjadi pelayanmu seumur hidup? Kasihan sekali hidupnya."
"Kami tak pernah memanggil mereka dengan sebutan pelayan, karena pada dasarnya mereka tetap keluarga kami juga."
"Penuh drama dan kebodohan."
"Kami tak menganggapnya seperti itu, tanggapan orang luar terlalu berlebihan."
"Lalu, dimana mereka tinggal?"
"Siapa?"
"Hyuuga lainnya."
"Mereka punya mansion sendiri, beberapa blok dari sini."
"Jadi Ayahmu yang menguasai mansion sebesar ini sendirian? Gila harta."
"Ini rumah Nenek, lalu diwariskan kepada Ayah, Nenek adalah Tetua dari Hyuuga, lalu jabatannya diserahkan kepada Ayah setelah beliau wafat."
"Hm…."
"…."
"Maukah kau tinggal dirumahku?"
"…."
"Kau bebas melakukan apa saja di sana, Uchiha juga memiliki beberapa pelayan, tapi mereka seperti orang bisu."
"Mereka tidak bisu, kurasa mereka takut padamu."
"…."
Airnya mendidih sempurna, kumasukkan dua bungkus ramen dan satu telur kocok, lalu kutambahkan sedikit lada dan sayuran hijau. Sasuke mungkin sering makan ramen, sahabatnya adalah penggemar ramen sempurna, entah dia akan menyukai buatanku atau tidak, ini agak berbeda dengan ramen biasanya.
"Kau juga pandai memasak."
"Sedikit."
"Kau pernah mengatakan itu di hutan utara."
"Oh ya? Aku sudah lupa."
"Merangkai bunga, memasak, menyulam, membuat sarapan untuk Hanabi, terkadang kau agak bingung, Ayahmu menyukai nabe tapi Adikmu menyukai tamagoyaki, di musim salju kau membuat syal untuk mereka…benar begitu ceritanya?"
"Iya…."
"Lalu kenapa kau melarikan diri di pesta itu? Canggung seolah tak berguna, padahal kau memiliki banyak keahlian," diteguknya gyokuro yang ia seduh sendiri, "jika Sakura dan Ino memiliki kemampuan dalam ninjutsu bukan berarti mereka juga pandai memasak dan menyulam."
"…."
"Jika Tenten cerewet, bukan berarti kau harus ikut-ikutan tingkahnya."
"…."
"Jika kau sedikit pandai, kurasa Hiashi tak perlu membayar seorang mentor, seorang pemimpin clan tidak selamanya pandai bertarung, syarat utama seorang pemimpin adalah skill manajemen organisasi."
"…."
"Menjadi seorang Ketua clan tidak selamanya harus berkekuatan besar, percuma kuat tapi otaknya bodoh."
"…."
Entahlah, aku makin tak mengerti dengan Uchiha bungsu ini, apakah ia bermaksud mengguruiku sekarang? Setelah apa yang terjadi tadi, kini ia bersikap sok senior, begitu? Oh tidak, kau hanya pria maniak yang haus akan seks. Menurutku Sasuke tak pantas lagi berbicara formal membahas clan dan urusan shinobi, image nya jatuh dimataku…tak lebih dari sekedar pria hidung belang.
Kutuangkan ramen di dua mangkuk berbeda, sementara ia masih sibuk dengan kalimatnya, kutambahkan empat sendok cabai bubuk di mangkuk miliknya.
Kuharap ia mati kepedisan setelah melahap ramen super pedas ini. Cabai bubuk yang kutuangkan bukanlah cabai sembarangan, itu dipilih kusus dari yang terpedas lalu digiling sehalus mungkin, takaran normalnya hanya seperempat sendok makan, tapi sengaja kutuangkan empat sendok sekaligus.
"Silahkan."
"Kuharap ini enak."
"…."
Aku bukan pecinta ramen, tapi rasa lapar ini mengharuskanku melahap semangkuk jumbo. Mungkin karena efek bercinta hingga lambungku terasa kosong melompong, maka kutambahkan sepiring nasi sebagai penunjang mie ramen ini.
Kuharap pria dihadapanku sedang bertarung dengan rasa pedisnya, tak seorangpun yang sanggup menaklukkan cabai bubuk Hyuuga, aku dan Hanabi yang notabene pecinta pedas angkat tangan ketika bunke menabur itu di sarapan kami. Sebenarnya bubuk cabai itu kutemukan di sudut lemari, para bunke mungkin lupa membuangnya, atau sengaja disembunyikan untuk keadaan genting.
"Ini enak, arigatou."
"Eh?"
"Ya?"
"Eh, tidak."
"Aku suka pedas."
Sial, seharusnya kutambahkan garam atau lada, atau kecap, atau vetsin, atau apapun yang dibencinya. Kini ia malah menikmati ramen buatanku dengan lahapnya, sungguh keterlaluan…orang ini telah menyiksaku lahir batintapi tingkahnya seperti manusia polos tanpa dosa.
"Setelah ini kita melakukannya lagi," makanan didepannya bahkan belum tandas tapi diotaknya selalu berbau mesum.
"Aku sedang makan."
"Apa? Kau ingin kita melakukannya di saat makan?"
Pria ini sedang menggodaku atau menghinaku, apapun itu kuanggap sebagai sindiran kasar. Mana bisa kau bercinta di saat makan, sungguh menjijikkan, aku bahkan belum memakan setengahnya.
"Jadi bagaimana dengan Naruto?"
"Naruto?"
"Bukankah kau dulu menyukainya, huh?"
"Naruto-kun adalah temanku, Sakura-san juga, mereka orang-orang baik."
"Tsk, bukan itu maksud pertanyaanku."
"Aku tak pernah menjalin hubungan apapun dengan Naruto."
"Karena Naruto mencintai Sakura."
"Mereka saling mencintai atas dasar perasaan, bukan nafsu."
"Kira-kira, bagaimana jika Naruto sebenarnya menyukaimu? Apakah kau akan pergi mengejarnya sekarang?"
"Naruto-kun sudah menikah, dia bahagia bersama Sakura."
"Tapi jika dia mencintaimu, apakah kau akan menerimanya?"
"Sasuke…."
"Anggap Naruto menyukaimu, kau sanggup menggeser posisi Sakura?"
"Aku tak pernah berpikir seperti itu, mereka adalah temanku."
"Lalu siapa yang kau pikirkan sekarang?"
"…."
"Seseorang."
"…."
"Kau pasti pernah menyukai seseorang, selain Naruto?"
"…."
"Si bunke itu menyukaimu, tapi nyawanya tidak selamat."
"Dia saudaraku."
"Kiba?"
"Sasuke…."
"Aku?"
"Bukan, maksudku—berhenti menyebut nama-nama mereka—"
"…."
"Kami hanya berteman, Kiba dan Naruto adalah nakama Sasuke juga, berhenti menuduh mereka yang bukan-bukan. Neji nii adalah sepupuku, aku menganggapnya sebagai Kakak, seperti Sasuke menganggap Itachi sebagai Kakak."
"…."
"Maksud dari pertanyaanmu itu adalah, sejauh mana para pria akrab denganku, begitu? Mereka orang-orang baik, mereka tak akan berani memasuki kediaman Hyuuga dan menyerang pemiliknya, mereka tak akan memperkosa temannya sendiri, mereka tak akan melecehkanku semalaman penuh…mereka bahkan tiga kali lipat lebih baik darimu."
"…."
"Bukan berarti karena mereka pria, mereka harus menyamai kelakuan busukmu."
"Mereka pernah menyukaimu."
"Iya, akupun menyukai mereka, lalu apa urusannya denganmu?"
"Jika tak ada Sakura, Naruto pasti akan menikahimu."
"…."
"—dan kalian akan dikaruniai anak-anak blonde bermata biru."
"Hentikan! Ku-kumohon hentikan…o-onegai…."
Prince of Sharingan, 07 Mei 2017
*Saya telah berusaha sebaik mungkin untuk chapter 10, saya harap ini tidak mengecewakan reader (
*Saya tetap mengharapkan bantuan dari reader untuk mencari typo… arigatou sebelumnya.