What if I told you... That I always loved you from the start?

.

.

.

"Tsunade-sama sudah mengobatinya. Tapi Naruto belum juga sadar sampai saat ini."

Matahari masih belum tinggi tapi keringat rasanya sudah membanjiri seluruh tubuh Sakura. Langkah kaki Sakura semakin cepat menyusuri jalan Konoha yang belum terlalu ramai. Kata-kata Ino terus terngiang di telinganya yang menimbulkan efek tidak baik pada jantungnya yang terus berdebar keras—entah karena terus berlarian atau karena rasa paniknya yang mencapai maksimum.

Sakura tidak peduli pandangan heran orang-orang melihatnya berlarian seperti orang gila. Tidak peduli walau ia masih mengenakan piyama dan celana pendek dibalik mantelnya yang bahkan tidak terkancing dengan benar. Tidak peduli ia hanya sempat membasuh mukanya dan menggosok gigi dalam beberapa menit tanpa sempat mengoleskan make-up ke wajahnya. Semua itu tidak penting. Prioritas utamanya saat ini adalah melihat keadaan Naruto secepat yang ia bisa.

Wajah Naruto terus terbayang di benaknya sejak Ino memberitahu soal kondisi terakhirnya tadi. Ino bilang kondisinya tak kunjung membaik bahkan setelah ditangani Tsunade. Bagaimana bisa Naruto diserang musuh sampai kondisinya kritis begitu? Bukankah Naruto adalah ninja yang kuat? Bukankah seharusnya ada banyak ANBU yang menjaganya?

Bahkan saat Sakura meminta penjelasan lengkapnya pada Ino, yang dilakukan perempuan pirang itu hanyalah menyuruhnya cepat ke rumah sakit untuk melihat sendiri kondisinya. Apakah segitu parahnya bahkan sampai Ino terlihat pucat dan gemetaran sepanjang ia bersamanya tadi?

Ino menyuruh Sakura untuk langsung ke rumah sakit sementara ia akan menyusulnya nanti. Sakura tidak bertanya apa-apa lagi dan langsung melesat pergi.

Kali ini bukan hanya wajah Naruto saja yang terbayang oleh Sakura. Tapi juga senyumnya, tawanya, teriakannya, tingkah konyolnya, cengiran rubahnya, semua hal tentang Naruto berlarian di pikirannya.

Bagaimana sifat pantang menyerahnya yang tanpa sadar membuatnya kagum sejak dulu. Bagaimana kepala pirang itu rasanya tidak pernah absen menghiasi hari-harinya. Bagaimana suara lantang Naruto yang tidak pernah menyerah mengajaknya kencan. Bagaimana tingkah konyol Naruto yang tidak pernah gagal membuatnya tersenyum atau tertawa.

Meski terkadang Sakura merasa kesal atau lelah dengan semua sikap Naruto, tapi Sakura tidak membencinya. Sama sekali tidak membencinya. Tanpa sadar air mata mulai terbit di sudut mata Sakura.

Masih ada banyak hal yang ingin dibicarakannya pada Naruto. Masih ada banyak pertanyaan yang harus dijawab Naruto. Masih ada sesuatu yang harus ia beritahu pada Naruto, sesuatu yang mungkin tidak disadarinya selama ini.

Gedung rumah sakit mulai terlihat, membuat kecepatan langkah Sakura semakin bertambah. Begitu kakinya memasuki gedung, sapaan dari perawat lain hanya dibalasnya dengan senyum singkat. Kali ini Sakura tidak mungkin terus berlarian seperti orang gila di rumah sakit, karena itu ia berjalan cepat menuju ruangan tempat Naruto dirawat yang sudah diberitahu Ino tadi.

"Naruto!"

Entah apa yang merasuki dirinya, tapi Sakura langsung menerjang masuk ruangan tanpa mengetuk pintunya dulu. Dan pemandangan di depan matanya membuatnya terbelalak sempurna.

Ruangan itu… kosong.

Ranjang tempat pasien seharusnya dirawat terlihat rapi. Tidak ada alat-alat bantu kehidupan seperti yang sejak tadi dibayangkannya setelah mendengar Naruto kritis. Ruangan itu bersih, nyaris seperti tidak ada tanda-tanda pasien yang baru saja ditempatkan di sini.

Pikirannya mendadak blank. Sakura tidak mungkin salah ruangan. Sakura hapal semua letak ruangan di rumah sakit. Biasanya hanya di ruangan ini Naruto mau dirawat karena dekat dengan kantornya. Tapi kenapa sekarang kosong?

Keringat dingin mulai menetes dari pelipis Sakura. Pikiran-pikiran negatif mulai menguasai benaknya. Mungkinkah keadaan Naruto memburuk sehingga harus dipindahkan ke ruangan khusus? Mungkin Naruto baru ditangani di ruangan lain? Atau mungkin… Naruto malah sudah…

"SAKURA-CHAN!"

Suara itu terdengar nyaring diiringi suara hembusan napas yang tersengal-sengal. Langkah kaki terburu-buru yang sempat tertangkap oleh telinganya tadi kini terhenti tepat di belakangnya. Sakura perlahan membalikkan badannya, dan sosok itu terlihat jelas di depan matanya.

Naruto masih dengan jubah hokage nya terlihat pucat dan napas terengah-engah. Bulir-bulir keringat terlihat jelas berjatuhan dari pelipisnya. Mukanya pucat. Keadaannya tidak jauh beda dengan Sakura saat ini.

"Apa yang terjadi, Sakura-chan? Kau tidak apa-apa? Apa yang sakit? Jangan memaksakan diri, dattebayo! Aku sudah pernah bilang…"

Sakura masih diam saja saat Naruto bergerak maju lalu memegang keningnya, memutar badannya, memeriksanya dengan teliti dari atas sampai bawah untuk memastikan kondisinya. Setelah memastikan dirinya baik-baik saja, Naruto menghembuskan napasnya lega dengan kedua tangan di masing-masing bahu Sakura.

"Jangan membuatku kaget, Sakura-chan. Ini masih pagi dan aku—eh?"

Kalimat Naruto terhenti saat Sakura tiba-tiba memeluk lehernya erat. Sangat erat.

"S-Sakura-chan?" tanya Naruto gelagapan.

Sakura tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Tubuhnya bergerak sendiri. Melihat Naruto berdiri di depannya saja sudah membuatnya menghela napas lega setengah mati. Ketakutan-ketakutan yang menghantuinya perlahan sirna saat Naruto mulai membalas pelukannya dengan mendekapnya erat balik.

Naruto baik-baik saja. Sakura tidak pernah merasa selega ini seumur hidupnya.

Setelah beberapa saat Sakura yang pertama melepaskan pelukannya. Dengan cepat tangannya menghapus sisa air matanya lalu menatap tajam ke arah Naruto.

"Apanya yang kondisi kritis? Kau membohongiku ya!?" sembur Sakura langsung.

DUAGH.

"Aw! Hei, apa maksudnya?" tanya Naruto tak terima sambil memegangi kepalanya. Sial, kemana perginya suasana romantis barusan? "Membohongi apa? Kondisi kritis apanya?"

"Jangan pura-pura tidak tahu! Aku diberitahu Ino ada serangan mendadak di menara hokage dan kondisimu kritis karena kehilangan banyak darah!" seru Sakura kesal. Naruto balik menatapnya bingung.

"Serangan? Aku bahkan tidak keluar dari ruangan kerjaku sejak semalam sampai tadi pagi Shikamaru membangunkanku. Ia memberitahuku kau pingsan karena kelelahan berhari-hari lembur di rumah sakit!" balas Naruto tak mau kalah.

Hah?

Sakura mengerjapkan matanya bingung. Kenapa ceritanya dan Naruto berlawanan arah? Ino terlihat bersungguh-sungguh dengan ucapannya tadi. Wajahnya yang panik, suaranya yang bergetar, dan mukanya yang pucat membuatnya sepenuhnya yakin telah terjadi sesuatu dengan Naruto.

Tapi mendengar cerita Naruto dan melihat kondisinya yang sangat baik-baik saja di hadapannya ini membuat Sakura akhirnya menyimpulkan sesuatu.

Ino berbohong padanya.

"Ck. Shikamaru sialan!" umpat Naruto begitu menyadari mereka sama-sama dibohongi oleh sahabat masing-masing.

"Ino-pig…" desis Sakura dengan tangan mulai mengepal dan aura membunuh yang mulai keluar.

Ino terkadang pandai berakting, Sakura tahu itu. Tapi perempuan itu memanfaatkannya dengan baik dengan membohonginya di pagi hari, saat ia baru bangun tidur pula. Mana ada orang yang bisa berpikir jernih saat baru saja terbangun?

Harusnya Sakura tahu cerita Ino mengada-ngada. Kalau seandainya benar terjadi serangan dan hokage terluka parah seharusnya ada keributan yang timbul di kalangan penduduk atau kehebohan di rumah sakit. Tapi sejak tadi tidak ada keributan yang berarti, semuanya tenang seperti biasa.

Mungkin Sakura benar-benar akan membunuh Ino setelah ini.

Dengan kesal Sakura langsung melangkah menuju pintu. Alisnya mendadak mengernyit heran melihat pintunya yang tertutup, seingatnya pintu itu terbuka saat Naruto datang tadi. Kecurigaan Sakura terbukti, saat ia akan membukanya pintu itu tidak bergerak.

Terkunci dari luar.

"Ino! Aku tahu kau di luar!" teriak Sakura sambil menggedor pintunya. Apa lagi yang direncanakan sahabat pirangnya itu? "Cepat buka pintunya atau ku—"

"Sakura-chan…"

Gerakan Sakura terhenti seketika. Suara Naruto terdengar berat dan dalam. Dan suara itu, tepat berada di belakangnya.

"Jangan buat keributan di rumah sakit. Kau selalu bilang itu padaku 'kan?"

Bisikan pelan Naruto di telinganya membuat Sakura merinding. Apalagi saat satu tangan Naruto meraih pinggangnya dan memeluknya sementara tangan lainnya berada di dinding di sisi tubuhnya, seolah mencegahnya untuk lari. Kepala pirang itu mulai bersandar nyaman di bahu kanan Sakura.

"Jangan… pergi dulu," ucapnya sangat pelan. Sakura meneguk ludahnya gugup.

Sakura sempat melirik Naruto. Lelaki itu memejamkan matanya, seperti merasa lega dan menemukan kenyamanan dengan memeluknya. Pelukan erat di pinggangnya membuat Naruto seolah ingin benar-benar memastikan keberadaannya. Untuk beberapa saat Sakura membiarkan Naruto melakukannya. Tanpa sadar ada rasa nyaman yang juga menyelimuti hatinya.

Pertengkaran mereka membuat keduanya tanpa sadar merindukan kehadiran satu sama lain.

Tapi Sakura juga sadar, masih ada banyak hal yang harus diselesaikannya lebih dulu dengan Naruto.

"Mau apa kau, Uzumaki Naruto?" tanya Sakura dengan suara bergetar. Dilepasnya tangan Naruto dari pinggangnya lalu berbalik dan menatap Naruto tajam. "Apa maumu?"

.

.

.


Story © Aika Namikaze

Naruto © M. K.

No commercial advantage is gained. Just for fun!

WARNING: Head-canon setting, misstypo(s)

Don't like don't read! ;) enjoy!


.

.

.

PENGAKUAN TERAKHIR

[Last Chapter]

.

.

.

Naruto bersumpah akan menghajar Shikamaru setelah ini. Entah sejak kapan Shikamaru yang ia kenal pendiam itu tiba-tiba saja pandai berakting untuk membohonginya pagi ini.

Kemarin, untuk kesekian kalinya lagi-lagi Naruto memilih untuk lembur semalaman di ruang kerjanya. Selain karena pekerjaannya yang memang banyak, ia butuh pelarian dari masalahnya dengan Sakura akhir-akhir ini. Tidak mungkin kan seorang pemimpin desa melupakan masalahnya dengan minum-minum sake sampai mabuk? Yah, walau ia memang tidak pernah sampai mabuk sih.

Pagi tadi, tiba-tiba saja Shikamaru memasuki ruangan hokage dengan langkah tergesa. Membuat Naruto yang tertidur di mejanya mendadak bangun karena mendengar suara langkah Shikamaru dan pintu yang mendadak terbuka.

"Kondisi darurat, hokage-sama!" lapor Shikamaru langsung. Napasnya sedikit terengah, terlihat lelaki itu baru saja berlarian.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" Naruto mengusap wajahnya lalu menggelengkan kepalanya untuk mengumpulkan kesadaran. Badannya kembali ditegakkan lalu menatap Shikamaru yang berdiri di seberang mejanya.

Lelaki bermarga Nara itu sempat terdiam sebentar. Terlihat ragu antara ingin melanjutkan atau tidak.

"Shikamaru? Ada apa?" desak Naruto melihat Shikamaru yang terlihat aneh.

Lelaki itu menghembuskan napasnya sebelum melanjutkan, "Sakura pingsan di tempat kerjanya karena kelelahan. Ia lembur beberapa malam terakhir ini dan dia—hoi, Naruto!"

Shikamaru tidak sempat menyelesaikan kalimatnya. Naruto langsung melesat pergi keluar ruangan dan menuju rumah sakit.

Naruto melompati atap-atap rumah penduduk dengan kecepatan tinggi. Sial, apa yang dilakukan perempuan itu? Sakura adalah ninja medis, wakil kepala rumah sakit pula. Harusnya ia tahu batasan tubuhnya agar tidak kelelahan sampai pingsan begitu.

Sesampainya di rumah sakit barulah Naruto sadar ia tidak tahu dimana Sakura dirawat. Tepat saat itu Ino lewat dan langsung memberitahunya dimana Sakura berada. Setelah berterima kasih Naruto langsung berlari menuju ruangan yang dimaksud.

Tanpa sadar Naruto berteriak memanggil Sakura begitu ia memasuki ruangan. Dan sosok itu terlihat berdiri memunggunginya tak jauh dari pintu.

Naruto tidak sadar apa saja yang diucapkannya, yang dilakukannya begitu melihat Sakura adalah langsung mendekatinya dan memeriksa kondisinya. Sakura hanya diam saja dengan pandangan yang tidak bisa diartikannya.

Setelah memastikan tidak terjadi apapun pada Sakura barulah Naruto bisa menghembuskan napasnya lega. Naruto bersumpah jantungnya serasa hampir lepas mendengar Sakura pingsan. Melihat Sakura berdiri di hadapannya dalam kondisi baik-baik saja seketika melegakan hati Naruto.

Saat itulah tiba-tiba Sakura memeluknya erat. Begitu erat sampai Naruto merasa sesak. Belum sempat bertanya lebih jauh telinganya lebih dulu mendengar isakan pelan dari Sakura. Saat itu juga sapphire nya membelalak sempurna. Sakura menangis?

Sakura terus memeluknya tanpa berkata apapun. Dengan sedikit keraguan pada awalnya, Naruto akhirnya membalas pelukan Sakura. Membawa perempuan itu semakin erat dalam dekapannya.

Ah, kapan terakhir kali ia bertemu dengan perempuan itu secara baik-baik? Setiap pertemuan mereka selalu diakhiri dengan suasana canggung atau pertengkaran tidak berarti akhir-akhir ini. Merasakan perempuan itu dalam dekapannya membuat jantung Naruto yang berdebar perlahan mulai normal kembali.

Setelah beberapa detik berlalu Sakura yang melepas pelukannya lebih dulu. Naruto bersumpah melihat rona merah di pipinya yang putih. Ia hampir saja ingin tertawa dan menggodanya kalau Sakura tidak secara tiba-tiba memukul kepalanya dan menuduhnya macam-macam.

"Membohongi apa? Kondisi kritis apanya?" tanya Naruto bingung sambil mengusap kepalanya yang terasa berdenyut karena pukulan dari Sakura.

"Jangan pura-pura tidak tahu! Aku diberitahu Ino ada serangan mendadak di menara hokage dan kondisimu kritis karena kehilangan banyak darah!" seru Sakura kesal.

"Serangan? Aku bahkan tidak keluar dari ruangan kerjaku sejak semalam sampai tadi pagi Shikamaru membangunkanku. Ia memberitahuku kau pingsan karena kelelahan berhari-hari lembur di rumah sakit!" balas Naruto tak mau kalah.

Kali ini Sakura yang terlihat bingung. Mau tak mau Naruto juga merasa aneh dengan situasi ini. Shikamaru bilang Sakura pingsan karena kelelahan. Lalu Sakura bilang bahwa Ino memberitahunya kalau ia diserang dan dalam kondisi kritis.

Shikamaru dan Ino. Membohongi mereka berdua.

Naruto langsung mengumpat begitu menyadari bahwa keduanya sama-sama ditipu oleh sahabat mereka sendiri. Sakura yang sudah terlihat kesal sejak tadi langsung berjalan melewatinya dan menuju pintu yang entah kenapa kali ini tertutup.

"Ino! Aku tahu kau di luar!"

Naruto bisa mendengar Sakura mulai berteriak dan menggedor pintunya berkali-kali. Tanpa sadar tubuhnya bergerak sendiri mendekati perempuan itu.

"Cepat buka pintunya atau ku—"

"Sakura-chan…" panggilnya pelan. Ia bisa melihat Sakura menjengit kaget sesaat. Suaranya yang berat dan dalam membuat gerakan tangan Sakura seketika terhenti.

"Jangan buat keributan di rumah sakit. Kau selalu bilang itu padaku 'kan?"

Posisi Sakura berada di antara pintu dan Naruto. Naruto tidak bisa melihat Sakura, tapi ia tahu perempuan itu merasa gugup karena telinganya yang terlihat memerah. Tanpa sadar sudut bibir Naruto terangkat.

Diraihnya pinggang Sakura dengan satu tangannya sementara tangan lainnya berada di dinding, tepat di sisi tubuh Sakura. Naruto menarik Sakura ke dalam pelukannya dan meletakkan kepalanya tepat di bahu perempuan itu.

"Jangan… pergi dulu."

Entah kenapa Naruto mengucapkannya dengan parau. Mungkin ia rindu pada Sakura. Mungkin ia belum ingin berpisah dengan perempuan itu. Ah, entahlah. Tapi dengan adanya Sakura dalam jangkauannya membuat hatinya yang kacau jadi tenang lagi. Membuat kegelisahan yang menyelubungi hatinya karena pertengkaran mereka perlahan mulai sirna.

Untuk beberapa saat mereka bertahan dalam posisi itu sebelum akhirnya Sakura yang memutus kontak mereka lebih dulu.

"Mau apa kau, Uzumaki Naruto?" Sakura melepas tangan Naruto dari pinggangnya lalu berbalik dan menatap Naruto tajam. "Apa maumu?"

Pandangan mata itu menajam. Menuntut jawaban atas apa yang terjadi pada mereka akhir-akhir ini.

Naruto menghela napasnya panjang. Mungkin memang sudah waktunya untuk berhenti dan menyelesaikan semuanya.

"Kita harus bicara," jawab Naruto pendek.

Sakura setengah tertawa mengejek. "Oh, lihat siapa yang merasa bersalah sekarang?" ucapnya dengan nada sarkastik. Nadanya membuat rasa nyeri di dada Naruto. "Jadi, mau beri aku alasan atas semua sikap anehmu akhir-akhir ini?"

Tatapan Sakura terlihat mengintimidasi. Naruto tidak bisa menyalahkannya. Karena penyebab semua pertengkaran mereka akhir-akhir ini mungkin memang dirinya.

"Haruskah kujelaskan?" tanya Naruto dengan suara tercekat. Naruto tidak siap. Tapi mau sampai kapan mereka seperti ini?

Sebelas alis Sakura terangkat, tidak menyangka Naruto berbalik tanya padanya. Ia mendengus. "Kau tiba-tiba berubah tanpa alasan dan kau pikir aku tahu alasannya, begitu?" tanya Sakura balik.

Tidakkah Sakura menyadarinya?

"Kau bersikap dingin padaku. Mengubah nama panggilanku."

Semua sikapnya dengan menjauhi Sakura mempunyai alasan.

"Bersikap seolah-olah tidak mengenalku lalu mengacuhkanku seenaknya."

Butuh waktu yang tidak sebentar bagi Naruto untuk menerima kenyataan bahwa Sakura mungkin telah menjatuhkan pilihannya untuk orang lain.

"Tapi tiba-tiba kau mengirimkan ANBU untuk memberikan jasmu dan mengawalku sampai ke rumah tempo hari?" desis Sakura kali ini. "Jangan mempermainkanku, Naruto!"

"Aku… tidak bisa…"

"Kalau kau memang mempunyai alasan, maka jelaskan padaku dan—"

"Karena aku tidak bisa melihatmu bersama Sasuke!"

Naruto memukul dinding di sisi kepala Sakura keras. Emerald itu terbelalak kaget mendengar suaranya yang mendadak meninggi. Naruto terengah. Emosinya yang telah lama tertahan itu perlahan mulai meluap.

"Tidak pernahkah kau mengerti perasaanku, Sakura-chan?" ucap Naruto parau. Ia mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk lalu menatap Sakura lekat-lekat.

Sakura menahan napas saat wajah Naruto semakin mendekatinya. Jaraknya keduanya menjadi hanya beberapa senti saja. "Apa kau pernah mencoba memahami perasaan ini?"

Sakura meneguk ludahnya. Mata Naruto berkilat marah namun terlihat sedih di saat bersamaan.

Ada jeda beberapa saat sebelum Sakura akhirnya membuka mulut, "Bagaimana dengan perasaanku, Naruto?"

"Eh?"

"Kau terus menganggapku menyukai Sasuke. Apakah kau pernah… setidaknya sekali saja, menanyakan perasaanku yang sesungguhnya?"

Kali ini balik Naruto yang terperangah mendengar pertanyaan Sakura. Menanyakan perasaan yang sesungguhnya dirasakan perempuan itu?

"Kau selalu menyimpulkannya sendiri, iya 'kan?" bisik Sakura pelan namun penuh penekanan.

Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Naruto tidak cukup buta melihat Sakura yang selalu tersenyum saat bersama Sasuke. Bagaimana Sakura terlihat hancur saat Sasuke pergi meninggalkan mereka. Lalu bagaimana senyum itu kembali, saat Sasuke mengucapkan janji untuk kembali pada Sakura sebelum lelaki itu memutuskan untuk merantau lagi ke luar Konoha.

"Jadi jangan bersikap seolah-olah aku yang paling bersalah disini!" Sakura mendorong dada Naruto dengan kesal. Lagi-lagi Naruto terkejut dibuatnya. Sakura menatapnya dengan marah namun bola mata itu terlihat berkaca-kaca.

"Sakura-chan…"

"Sekarang jawab satu pertanyaanku," potong Sakura cepat.

Kali ini Naruto terdiam.

"Apa aku… menyakitimu, Naruto?"

"Apa?"

Sakura menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya panjang. "Sai bilang, aku menyakitimu karena janji itu. Janji seumur hidup yang pernah kau berikan padaku. Apa hal itu membebanimu?"

Naruto terbelalak lalu cepat-cepat menggeleng. "Tidak! Sama sekali tidak, Sakura-chan!" Sakura menatapnya tidak percaya. Buru-buru Naruto menambahkan, "Dengar, aku… aku membuat janji itu justru agar kau tidak tersakiti lagi, Sakura-chan."

Sakura mengerjap. "Eh?"

Naruto mulai melunak. Pembicaraan mereka sudah sejauh ini. Sudah terlambat untuk mundur dan lari lagi.

Pipi Sakura sontak merona saat Naruto meraih tangannya lalu mengecup punggung tangannya lembut.

"N-Naruto, apa yang—"

"Aku tahu seberapa besar kau mencintai Sasuke saat itu, Sakura-chan. Sangat mencintainya sampai terasa sakit," emerald itu terbelalak sempurna melihat Naruto yang tersenyum lemah. "Karena saat itu, aku merasakan sakit yang sama karena mencintaimu."

.

.

.


"Aku tidak bisa menghentikannya! Satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan Sasuke adalah kau… Naruto," Sakura terisak lagi. "Hanya kau."

Naruto sempat terdiam beberapa saat dan menundukkan kepalanya. "Sakura-chan kau benar-benar menyukai Sasuke ya," senyum itu menghiasi bibir Naruto. Senyum paksaan terbaik yang bisa dilakukannya meski hatinya seolah-olah teriris melihat air mata Sakura yang berjatuhan.

"Aku mengerti seberapa besar rasa sakit yang kau rasakan karena Sasuke." Karena Naruto juga bisa merasakannya. "Aku bisa memahaminya."

Karena rasa sakit itu juga menggerogoti dada Naruto. Mungkin pada saat itu Naruto akhirnya sadar, bahwa dirinya telah mencintai Sakura sejak lama. Dan melihat Sakura yang memohon padanya untuk membawa kembali Sasuke, bisa dimengerti olehnya.

Bukankah kita tidak ingin kehilangan orang yang kita cintai?

Naruto tidak ingin Sakura terluka karena Sasuke. Karena itulah Naruto berjanji untuk membawa pulang Sasuke. Janji seumur hidupnya. Agar Sakura tidak perlu tersakiti lagi. Agar Sakura tidak menangis lagi. Naruto bersumpah akan membawa senyum itu kembali ke wajah Sakura.

Karena bagi Naruto, kebahagiaan Sakura adalah segalanya.


.

.

.

"Aku… memang bodoh, Sakura-chan," suara Naruto terdengar pecah kali ini. "Mencintaimu membuatku begitu lemah. Tapi di saat yang bersamaan, kau membuatku semakin kuat. Aku terus berusaha untuk jadi lebih baik. Agar kau bisa melihatku."

Sakura masih tidak mengatakan apapun saat Naruto menyibakkan poninya. Ia menutup mata saat merasakan bibir Naruto mengecup keningnya lembut.

"Kau mempunyai dahi lebar yang mempesona. Membuatku ingin mengecupnya," bisik Naruto di telinga Sakura, membuat perempuan itu membuka matanya dan menatap Naruto dengan mulut setengah terbuka.

Kalimat itu… sama persis dengan yang diucapkan 'Sasuke' bertahun-tahun yang lalu.

Naruto tersenyum. "Kau sudah menyadarinya, iya 'kan? Bahwa sosok itu bukanlah Sasuke."

Sakura mengangguk lemah.

"Kau pasti kecewa 'kan, Sakura-chan? Karena yang kau harapkan sosoknya saat itu adalah Sasuke." Naruto terkekeh pelan.

Baka Naruto.

"Saat itu akhirnya aku mengerti, kenapa aku mencintai Sakura-chan," Naruto menarik napasnya sebelum melanjutkan, "Kau selalu berusaha keras untuk mendapatkan perhatian Sasuke. Kau ingin Sasuke mengakui keberadaanmu. Kurasa hal itu yang membuatku sadar bahwa aku juga ingin keberadaanku disadari olehmu."

Mata Sakura mulai berair.

"Tapi kebahagiaanmu adalah yang terpenting. Meski itu artinya kau bersama orang lain, Sakura-chan," cengiran kuda itu kembali ke wajahnya. "Karena itu aku—"

Sakura tidak membiarkan Naruto melanjutkan kata-katanya. Tangannya meraih sisi kepala Naruto lalu menariknya ke arahnya. Mempertemukan bibir mereka dengan kecupan yang lembut.

.

-O-O-O-

.

Ciuman itu hanya berlangsung selama sedetik. Namun hal itu sudah cukup menimbulkan rona kemerahan di pipi keduanya. Setelah melepas ciumannya Sakura menunduk tak berani menatap Naruto.

"Kau terus berbicara tanpa memberiku kesempatan, baka," bisik Sakura sambil memukul ringan dada Naruto. "Jadi diamlah dan dengarkan aku sekarang."

Sakura mengucapkannya dengan nada menuntut. Ia tidak ingin Naruto melihat wajahnya, karena itulah ia terus menunduk. Naruto hanya tertawa pelan dan menjawabnya dengan menarik Sakura ke dalam pelukannya. Entah kenapa untuk kali ini Sakura tidak memukul Naruto meski lelaki itu memeluk pinggangnya erat.

"Aku… sudah diberitahu oleh semuanya." Sakura menyenderkan kepalanya di dada Naruto. "Sasuke, Yamato-taichou, Sai, Ino, bahkan Shizuka. Semuanya sudah bicara padaku, baka."

"Shizuka?" Naruto terdengar kaget. "Dia bertemu denganmu?"

Sakura mendengus lalu mengangkat wajahnya. "Bukan hanya bertemu. Tapi juga menceritakan semuanya. Menjelaskan bahwa semuanya hanya salah paham kalau kau dan dia tidak—"

"Kami memang tidak berkencan," sela Naruto cepat. Lelaki itu menggigit bibir bawahnya. "Kau salah paham… meski sebenarnya itu memang disengaja—kusengaja, lebih tepatnya."

Sebelah alis Sakura terangkat. "Kau sengaja? Kenapa?"

Kali ini Naruto yang mengalihkan pandangannya. Sakura berdecak lalu meraih pipi Naruto, memaksa Naruto menatap matanya. "Jawab aku."

Naruto terdiam sejenak sebelum akhirnya membuka mulutnya, "Karena aku melihatmu dengan Sasuke," ucapnya lamat-lamat. "Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Kau… memeluknya."

Sakura mengernyit heran. "Kapan?"

"Saat aku berada di dekat mansion Uchiha. Kau berjalan keluar dari rumah Sasuke dan dia… memelukmu." Suara Naruto semakin mengecil.

Sakura sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya mengerti. "Kau benar-benar bodoh…"

"Ha?"

"Makanya jangan menyimpulkan semuanya sendiri, baka!"

DUAGH.

Naruto mengaduh sambil memegangi kepalanya yang berdenyut. "Sakit, Sakura-chan," ucapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Benarkah? Kurasa itu pasti tidak separah rasa sakit yang kualami akhir-akhir ini!" tukas Sakura kesal. Naruto mengerjap kaget.

Rasa sakit?

"Kau salah paham, baka! Sasuke hanya memelukku untuk menghiburku. Lagipula, kalau aku mendekati dia lagi, Karin bisa membunuhku, kautahu!?"

Naruto tampak terkejut. "K-Karin?"

Sakura mendegus kesal lalu melipat kedua tangannya di depan dada. "Iya, Karin. Dia bersama Sasuke sekarang."

Dengan sangat jelas Sakura ingat bagaimana ketika Karin tiba-tiba muncul di tengah pembicaraannya dengan Sasuke tempo hari. Perempuan berambut merah dan berkacamata itu berjalan memasuki ruangan hanya dengan kaos—yang diyakininya milik Sasuke karena terlihat kebesaran—dan celana pendek.

Tanpa perlu dijelaskan pun Sakura sudah tahu, ada sesuatu di antara Sasuke dan Karin. Apalagi melihat keduanya tersenyum satu sama lain.

"Mereka masih saling berhubungan satu sama lain. Lalu saat Sasuke pergi misi kemarin, ia bertemu dengannya. Kurasa alasan Sasuke membawa Karin kemari untuk mengurus kepindahannya menjadi warga konoha," jelas Sakura panjang lebar sementara Naruto hanya menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Juga untuk mengubah nama belakangnya menjadi Uchiha."

Naruto terbelalak lebar kali ini sementara Sakura mengulum senyumnya. Ia mengingat semua cerita panjang lebar dari Karin mengenai pertemuannya dengan Sasuke setelah menasehatinya bermacam-macam soal hubungannya dengan Naruto.

Awalnya Sakura mengira Karin adalah tipe yang berisik, mungkin seperti Naruto karena mereka memiliki marga yang sama, tapi mengobrol dengannya kemarin membuatnya menyimpulkan sesuatu.

Karin telah berubah, menjadi sosok lebih dewasa dan sedikit lebih tenang. Mungkin karena pengaruh Sasuke, entahlah. Tapi melihat Sasuke dan Karin saling menatap dengan pandangan penuh kasih sayang membuatnya ikut tersenyum. Sasuke telah menemukan seseorang.

"Sasuke hanya memelukku, sekali. Itupun untuk menghiburku. Lalu kau membalasnya bertubi-tubi dengan sengaja membuatku salah paham dengan bermesraan dengan Shizuka!" teriak Sakura kesal.

Naruto membuka mulutnya lalu menutupnya lagi. Apa perempuan itu sadar dengan apa yang dibicarakannya?

"Kau mengajaknya makan malam, memberinya bunga mawar, dan mengajaknya kencan ke festival untuk membuatku cemburu?"

"Sakura…"

"Yah, sekarang aku memang sudah tahu kalau kau sengaja melakukannya. Tapi apa kau memikirkan bagaimana perasaanku kemarin-kemarin? Kau membuatku berpikir kalau kau bosan denganku dan—"

"Sakura-chan…"

"—memutuskan untuk berpaling ke Shizuka yang jauh lebih cantik, feminin, dan juga anggun. Berbeda sekali denganku—"

Terus memanggilpun rasanya percuma, karena itu Naruto berjalan mendekati Sakura sementara perempuan itu terus mengomel ke arahnya. Sudut bibirnya terangkat. Menyeringai lebih tepatnya.

"—yang sedikit tomboy, tidak manis, apalagi anggun! Jadi kau—h-hei, kau mau apa!" Sakura refleks berjalan mundur saat Naruto semakin mendekatinya. Sayangnya, Sakura tidak bisa menghindar lagi saat punggungnya menabrak pintu dan tangan Naruto ada di kedua sisi tubuhnya, mencegahnya untuk kabur.

"Kau terus mengomel sejak tadi, Sakura-chan. Tapi itu membuatku senang, kau tahu kenapa?" Naruto menyeringai lebih lebar melihat wajah Sakura kian memerah saat ia mendekatkan bibirnya ke telinga Sakura dan berbisik, "Karena kau cemburu mati-matian pada Shizuka dan itu berarti kau… menyukaiku 'kan?"

Sakura benar-benar merasakan wajahnya terasa seperti terbakar sekarang. "J-jangan menyimpulkan seenaknya, baka Naruto!" Ia sudah mengangkat tangannya untuk memukul Naruto. Tapi lelaki itu dengan mudah menangkapnya lalu menaruh telapak tangannya di dada lelaki itu.

"H-hei—"

"Kau bisa merasakannya?"

Kalimat Sakura terhenti dan ia menatap Naruto yang tidak lagi tersenyum konyol seperti beberapa saat yang lalu. Tangannya kini bersinggah di dada Naruto.

"Detak jantungku selalu menggila seperti ini setiap aku berada di dekatmu, Sakura-chan," bisik Naruto sembari meremas tangan Sakura di dadanya. "Aku tidak pernah merasakan debaran sekeras ini saat bersama perempuan lain."

Naruto tidak berbohong, Sakura tahu itu. Karena ia bisa merasakannya di permukaan tangannya. Bagaimana detak jantung Naruto yang berdebar keras saat ini.

"Sakura-chan juga yang berusaha untuk mengembalikan detak jantungku saat perang dulu 'kan?" Naruto terkekeh lalu menyentuhkan kening mereka. "Gaara yang memberitahuku saat itu."

.

-O-O-O-

.

Bertahun-tahun sudah berlalu sejak kejadian itu, tapi Sakura tidak pernah sekalipun melupakan bagaimana detak jantungnya seakan ikut berhenti bekerja saat merasakan detak jantung Naruto yang mendadak hilang.

Sakura meneguk ludahnya saat mengingat ia benar-benar hampir kehilangan Naruto saat itu. Wajahnya seketika memucat dan keringat dinginnya langsung menetes saat bibir Naruto mulai berubah warna, badannya mendingin, dan detak jantungnya tidak terdeteksi.

Dengan cepat Sakura langsung melakukan tindakan CPR—Cardiopulmonary Resuscitation, pemberian napas buatan sambil memacu jantung Naruto dengan menggenggamnya langsung setelah merobek dada samping laki-laki itu.

"Aku akan menjadi hokage yang jauh lebih hebat dan melampaui hokage-hokage sebelumnya!"

Kata-kata dan senyum Naruto saat mengucapkannya terus terbayang di benak Sakura saat itu.

Sakura menarik napasnya dalam-dalam dan kembali memberi napas buatan pada Naruto. Masa bodoh dengan chakra-nya yang kian menipis. Apapun akan dilakukannya agar Naruto kembali hidup. Agar detak jantung itu berdetak kembali. Agar senyum dan cengiran konyolnya yang khas itu bisa terlihat lagi di wajahnya.

Mimpi Naruto sudah di depan mata. Dan Sakura tidak akan membiarkan Naruto mati sebelum ia meraih mimpi itu.

Karena entah sejak kapan, melihat Naruto mewujudkan mimpinya telah menjadi mimpi Sakura juga.

"Terima kasih karena telah menghidupkanku kembali, Sakura-chan." Sakura menatap Naruto lagi. Kali ini lelaki itu tersenyum lembut. "Karena kalau tidak, aku pasti sudah bersama ayah dan ibuku di alam sana."

"Aku adalah ninja medis. Tentu saja tidak akan kubiarkan kau mati semudah itu," Sakura mendengus kecil namun dengan senyum kecil di bibirnya. "Tapi sebenarnya secara teknis, yang menghidupkanmu lagi bukan aku, Naruto."

"Tapi kau yang berusaha mengembalikan detak jantungku, dattebayo!" sanggah Naruto tak mau kalah.

Sakura memutar bola matanya. "Baiklah, terse—"

"Bahkan sampai memberikan ciuman pertamamu segala."

Hah?

Sakura mengerjapkan matanya bingung sementara Naruto tersenyum semakin lebar. Ciuman… pertama?

"I-itu bukan ciuman, baka!" Sakura sontak meninju bahu Naruto sampai lelaki itu terhuyung ke belakang. "Itu tindakan medis! Bagaimana caranya aku bisa memberi napas buatan tanpa memakai mulut!?"

Naruto tertawa melihat Sakura yang sewot sampai terengah-engah begitu. Sungguh, menggoda Sakura bahkan sampai membuat wajah perempuan itu memerah tidak pernah membuatnya bosan.

"Kalau begitu yang tadi bagaimana?"

Sakura mengerjapkan matanya bingung.

Naruto menyeringai. "Saat kau menciumku beberapa menit yang lalu. Kalau CPR saat itu tidak dihitung ciuman pertama berarti yang tadi itu ciuman pertamamu kan?"

Untuk kesekian kalinya wajah Sakura kembali memanas.

Sial.

.

-O-O-O-

.

Sungguh Naruto tidak pernah bosan untuk menggoda Sakura. Perempuan itu punya berbagai macam ekspresi yang tidak pernah berhenti membuatnya takjub. Sakura bisa dengan mudahnya tertawa namun di detik berikutnya berubah menjadi galak. Atau bagaimana ekspresi seriusnya saat menangani pasien dan langsung tersenyum lembut sesaat setelah pengobatannya berhasil.

Seperti saat ini.

Naruto mengingatkan perempuan itu soal kejadian di perang beberapa tahun lalu. Bagaimana jantungnya sempat berhenti bekerja dan Sakura berjuang mati-matian untuk menghidupkannya kembali. Gaara memberitahunya bahwa saat itu Sakura menangis melihatnya tidak kunjung sadarkan diri. Juga betapa pucat dan paniknya Sakura saat mengetahui detak jantungnya berhenti.

Ekspresi Sakura mendadak muram saat Naruto mengungkit insiden itu lagi, tapi melihat wajahnya yang merona sempurna saat ia menggodanya soal ciuman dari perempuan itu membuat senyum lebar di wajah Naruto.

Ah, Naruto jadi ingat kalau ia belum menanyakan maksud ciuman Sakura barusan. Tapi hal itu bisa ditunda. Ada hal yang lebih penting sekarang.

"Hei, Sakura-chan,"

"Mau apa lagi!" hardik Sakura. Mata hijau itu menatapnya tajam. Meski samar Naruto bisa melihat rona merah masih menghiasi pipi Sakura.

Naruto tertawa sambil memegangi dadanya. "Jangan galak-galak, Sakura-chan. Kau bisa menyakiti jantungku lagi, kautahu?" kelakarnya.

"A-apa hubungannya, baka!" Sakura membuang mukanya dan bersiap mencoba untuk membuka pintu lagi. Awas saja kalau sampai Ino belum membukanya!

Belum sempat meraih kenop pintu, lagi-lagi langkah Sakura terhenti.

"Hei," Naruto menahan lengan Sakura, membuat perempuan itu berbalik menatapnya lagi. "Ada sesuatu yang ingin kubicarakan… Ini serius."

Mata biru itu tidak lagi berkilat jenaka namun berbalik menatapnya dalam-dalam. Membuat Sakura seketika meneguk ludahnya gugup. Apalagi saat Naruto meraih kedua tangannya lalu menggenggamnya erat-erat. Bibir lelaki itu terangkat sedikit, menunjukkan senyumnya untuk sedikit mencairkan suasana.

"Aku ingin mengakui sesuatu," Naruto menarik napas lalu menghembuskannya panjang. "Pengakuan yang mungkin akan menyakitimu, karena telah membuatmu terjebak oleh kenangan manis yang sebenarnya terbalut kebohongan."

Padahal Naruto berencana untuk mengubur rahasia itu seumur hidupnya. Hanya untuk dirinya sendiri tanpa perlu orang lain ketahui. Menutupinya termasuk dari orang yang menjadi objeknya saat itu, Sakura.

Tapi Tuhan mungkin punya rencana lain. Mungkin Dia ingin agar rahasia itu terungkap agar tidak menjadi rasa penasaran dan penyesalan karena menyimpannya terlalu lama. Agar masing-masing dari mereka akhirnya bisa memahami perasaan satu sama lain

Naruto tahu Sakura akan mengetahui kebenarannya cepat atau lambat. Apalagi setelah ia mengucapkan kalimat istimewa di hadapan Sakura untuk kedua kalinya tempo hari. Menjadikannya sebuah petunjuk bagi Sakura untuk mulai mengorek kebenaran dari kenangan bertahun-tahun yang lalu.

Tapi Naruto ingin Sakura mendengarnya dari mulutnya sendiri.

"Aku tahu, kau sudah mengetahui bahwa 'Sasuke' saat itu adalah aku. Tapi biarkan aku mengakuinya sendiri sekarang."

Bagaimana rasanya mengetahui kenangan manis yang disimpannya selama bertahun-tahun ternyata hanyalah sebuah kebohongan? Naruto bohong kalau tidak merasa bersalah karena membohongi Sakura saat itu.

"Aku bodoh saat itu, Sakura-chan. Entah kenapa aku henge menjadi Sasuke hanya untuk mendapat perhatianmu," Naruto tertawa kaku. "Tapi aku memang kesal saat itu. Padahal aku sudah senang kau satu tim denganku. Ternyata Teme juga masuk."

Mau tak mau Sakura tertawa melihat Naruto mengerucutkan bibirnya. Saat itu ia sempat sebal setengah mati karena harus satu tim dengan Naruto, tapi saat Iruka-sensei menyebut nama Sasuke gantian ia yang berbalik berteriak girang sementara Naruto langsung menunduk kecewa.

"Mungkin karena itu juga, aku malah memanfaatkan momen itu." Sakura melihat Naruto meneguk ludahnya gugup. "Dengan mengikat Sasuke lalu henge menjadi dia. Untuk mendekatimu."

Naruto masih berusaha menunjukkan cengirannya. Meski bagi Sakura, Naruto terlihat memaksakannya untuk menutupi rasa bersalahnya.

"Yah, aku melakukannya karena… kautahu 'kan, dulu aku benar-benar payah sekali. Berada di urutan terakhir yang lolos untuk menjadi genin. Satu-satunya yang bisa kulakukan hanyalah berteriak, dan bertingkah konyol."

Sakura tahu itu. Naruto masih tetap melakukannya sampai sekarang.

"Kau sama sekali tidak melihat ke arahku saat itu. Karena yang kau pikirkan hanyalah Sasuke." Sekilas Naruto mengalihkan pandangannya, menerawang jauh mengingat bagaimana Sakura yang selalu tersenyum lebar saat bersama Sasuke. "Karena itu aku berubah menjadi Teme untuk menanyakan pendapatmu soal aku, bodoh sekali ya?"

Pipi Sakura merona lagi saat Naruto mengusap kepalanya pelan sambil tersenyum. Jantungnya semakin berdegup kencang saat tangan Naruto turun dan mengelus pipinya.

"Lalu tanpa sadar aku malah mengucapkan kalimat itu, memuji keningmu dan mengatakan bahwa aku ingin mengecupnya," Naruto tertawa hambar. "Tapi, mau bagaimana lagi, Sakura-chan. Aku refleks mengatakannya, karena… memang itulah yang kurasakan." Tanpa sadar pipi Naruto ikut menghangat setelah mengucapkannya.

Oh, sial. Sakura bisa merasakan matanya mulai memanas lagi. "Maaf…" bisiknya parau.

Naruto mengangkat alisnya mendengar permintaan maaf Sakura.

"Aku mengatakan hal-hal buruk tentangmu," Sakura menggigit bibir bawahnya. "Maafkan aku…" Kepalanya menunduk, menghindari tatapan Naruto.

"Hei, sudahlah, Sakura-chan," Naruto tertawa lalu mengusap puncak kepala Sakura lagi. "Kurasa aku memang semenyebalkan itu kok! Wajar saja Sakura-chan sebal padaku."

Sakura mengangkat wajahnya. Entah kenapa lelaki itu selalu tertawa, menunjukkan cengirannya yang khas pada masalah apapun yang sedang dilewatinya. Apapun. Meski hal itu membuatnya sedih atau menangis sekalipun, Naruto akan cepat-cepat mengusap matanya dan tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa. Meski ada hal yang menyakiti hatinya. Meski senyum itu untuk menutupi kesedihannya.

Sama seperti sekarang. Naruto tetap tersenyum sejak tadi. Meski berkali-kali pula Sakura melihat kilat kesedihan di matanya, tapi Naruto terus berusaha menyembunyikannya.

"Nah, sekarang aku lega karena sudah mengatakan semuanya!" Naruto menarik napasnya lalu menghembuskannya panjang. Bibirnya tersenyum lebar. "Kautahu, sebenarnya aku selalu kepikiran selama ini, Sakura-chan. Kadang aku berpikir untuk mengatakan sejujurnya padamu. Tapi aku takut kau marah lalu membenciku. Makanya aku menyim—"

Untuk kedua kalinya kalimat Naruto terhenti. Tangan Sakura menutupi mulutnya membuatnya seketika berhenti berbicara.

"Kau sudah mengatakan semuanya, jadi biarkan aku menyelesaikan bagianku juga, baka."

.

-O-O-O-

.

Sakura tidak menyangka Naruto akan mengakui semuanya secara terang-terangan. Maksudnya, kalau memang lelaki itu tidak kunjung memberinya jawaban atas pertanyaan besarnya akhir-akhir ini, ia akan memojokkan Naruto dan memaksanya untuk memberitahunya. Bahkan awalnya ia mengira Naruto hanya akan menjawabnya dengan cengiran konyolnya dan mengakui bahwa semuanya hanyalah keisengan belaka.

Tapi siapa sangka Naruto akan mengakuinya, memberitahu alasannya, sekaligus mengungkapkan perasaannya pada Sakura yang dirasakannya selama bertahun-tahun. Kini Sakura tahu bahwa Naruto telah mencintainya lebih lama dari yang ia kira. Bahkan sejak mereka mulai berada satu tim. Saat mereka masih belum menginjak remaja sekalipun.

Naruto yang tidak pernah merasakan cinta dari siapapun sejak kecil, mencintainya sepenuh hati.

"Kau… memang bodoh…"

Naruto terbelalak kaget mendengar ucapan Sakura. Lagi-lagi Sakura menatapnya tajam.

"Kalau kau memang memiliki perasaan terhadapku sejak dulu, kenapa tidak mengatakannya!"

Naruto memang tidak pernah mengatakannya terang-terangan. Tapi tentu saja Sakura tidak cukup bodoh untuk tidak mengetahui perasaan Naruto.

Naruto selalu berkorban untuk dirinya. Selalu menjaganya. Selalu membuatnya tertawa. Memastikannya tetap tersenyum. Sakura bisa membuat daftar yang saaaangat panjang untuk menulis apa saja yang sudah dilakukan Naruto untuknya.

Dan Sakura tetap berpura-pura tidak tahu, bahwa ada perasaan lain jauh di dalam hatinya yang melebihi perasaannya terhadap Naruto sekarang.

"Apa kau segitu tidak beraninya—mengatakan perasaanmu padaku selama ini—sampai-sampai aku harus mendengarnya dari orang-orang di sekitarku?" suara Sakura makin pelan. Naruto menarik tangannya turun dari mulutnya. "Mereka memberitahuku… bagaimana perasaanmu. Juga menyuruhku untuk bertanya dalam hati, untuk mengetahui apa yang sebenarnya kurasakan." Suaranya makin mengecil

Naruto menarik Sakura ke dalam pelukannya, meletakkan dagunya di puncak kepala perempuan itu. Sakura membiarkan Naruto memeluknya namun tak membalasnya. Ia membiarkan lelaki itu mengusap kepalanya berulang kali.

"Kalau aku mengungkapkannya sejak dulu, Sakura-chan, apa jawabanmu?" bisik Naruto tepat di telinga Sakura setelah jeda cukup lama.

Sakura terpaku. Naruto benar, jawaban apa yang akan diberikan olehnya bila lelaki itu benar-benar mengungkapkan perasaannya dulu?

Tawa pelan meluncur dari bibir Naruto. "Kau tidak bisa menjawabnya 'kan? Ketakutan itulah yang kurasakan, Sakura-chan. Aku takut kau terganggu kalau aku mengungkapkannya," Sakura mendengar Naruto menghembuskan napasnya pelan. "Aku takut hubungan kita menjadi renggang, mungkin kau akan bersikap canggung atau lebih buruknya lagi menjauhiku."

Tanpa sadar Naruto mengeratkan pelukannya.

"Karena itu aku terus menyimpannya. Asalkan kau bahagia, meski itu berarti aku harus menjagamu dari jauh, aku akan melakukannya."

Sakura terkejut merasakan air matanya yang telah jatuh sejak tadi. Kenapa?

Ia adalah kunoichi yang kuat. Tsunade tidak pernah mendidiknya untuk lemah, wanita itu sudah melatih mentalnya habis-habisan agar tidak hanya jadi tenaga medis yang kuat tapi juga kunoichi yang dapat diandalkan karena kekuatan dan kemampuannya. Ia tidak pernah menangis, kecuali saat di titik terlemahnya.

Lalu kenapa sekarang air matanya jatuh karena Naruto?

Sakura berpikir kalau dirinya mulai gila karena meneteskan air matanya untuk kepala-pirang-bodoh-penyuka-ramen itu akhir-akhir ini. Naruto berhasil membolak-balikkan hatinya. Membuat ia kebingungan sendiri karena emosinya yang berubah-ubah dan kacau sejak kemarin.

Sebenarnya apa yang terjadi dengannya!?

Naruto mengaduh saat merasakan Sakura mencubit pinggangnya. Ia hampir protes namun seketika urung saat merasakan Sakura balas memeluknya erat.

"...Sakura-chan?"

"Kau harus... bertanggung jawab..."

.

-O-O-O-

.

Butuh beberapa detik bagi Naruto untuk memproses kata-kata Sakura di dalam otaknya. Bertanggung jawab katanya?

Seketika bola mata Naruto membulat.

"A-apa maksudnya, Sakura-chan?" pekik Naruto kaget sambil melepaskan pelukannya. Kedua tangannya menggenggam erat masing-masing bahu Sakura sembari menatap perempuan itu panik. "Bertanggung jawab... kau dan aku 'kan... tidak..."

Untuk beberapa saat balik Sakura yang kebingungan melihat ekspresi Naruto yang mendadak panik. Tapi melihat Naruto yang tidak melanjutkan kata-katanya dan berkali-kali mata biru itu menatap perut dan wajahnya bergantian... akhirnya Sakura paham.

"BUKAN BERTANGGUNG JAWAB SEPERTI ITU YANG KUMAKSUD, BAKA!"

Lalu suara pukulan itu terdengar lagi. Kali ini lebih kuat dari sebelumnya, sama kuatnya dengan rasa sebal Sakura karena otak Naruto yang sering kali terlewat pintar atau terlalu polos dalam berpikir.

"Kau ini 'kan hokage! Bisa memikirkan arti kata-kata itu dalam arti lain tidak sih!?" teriak Sakura gemas.

"Habisnya Sakura-chan nadanya begitu sih, aku kan jadi khawatir!" bela Naruto tak mau kalah.

Sakura mengerang frustasi.

Diam-diam Naruto tertawa dalam hati. Ia bukannya tidak tahu maksud dari kata-kata barusan. Menggoda Sakura selalu jadi hal yang menyenangkan baginya. Meski itu berarti harus berbuah pahit karena perempuan itu akan selalu berakhir memukul kepalanya kalau terlalu gemas padanya.

"Baiklah, dengar baik-baik, Uzumaki Naruto!" ucap Sakura tegas. Ada kalanya ia memang harus menjelaskan secara detail khusus saat berhadapan dengan Naruto. "Kau sudah menceritakan semua perbuatanmu, meminta maaf, sekaligus mengakui semuanya."

Naruto menganggukkan kepalanya polos. Ia menahan mati-matian senyum di bibirnya.

"Kau sudah membuatku bingung dengan semua sikapmu, memutarbalikkan emosiku, dan membuat mood-ku tidak karuan. Apa kau tahu aku terlihat seperti orang bodoh saat bertemu kau dan Shizuka di restoran? Atau bagaimana kau mengacuhkanku saat itu dan tiba-tiba mengirimkan jasmu melalui ANBU? Kau pikir perasaanku terbuat dari apa, hah!?"

Naruto mengerjapkan matanya kaget, tak menyangka Sakura akan mengucapkannya dengan satu tarikan napas.

"Jadi sekarang, kau harus bertanggung jawab dengan... dengan..." Sakura tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk melanjutkannya, sebaliknya ia malah merasa wajahnya kian merona dan gugup saat Naruto mulai tersenyum seolah paham dengan apa yang akan diucapkannya. "Hei, kenapa kau tersenyum seperti itu, baka!"

Kali ini tawa Naruto meledak, membuat Sakura balik menatapnya bingung. Ada apa dengan Naruto?

"Astaga, Sakura-chan, aku sudah tahu maksudmu kok!" seru Naruto dengan senyum lebar dan langsung memeluk Sakura erat-erat. Ia tidak melepaskan pelukannya meski Sakura terus berusaha menarik diri darinya. "Aku juga minta maaf karena telah membuatmu menangis tempo hari."

Naruto bisa merasakan Sakura yang menjengit kaget. "D-darimana kau tahu?"

"ANBU melaporkan pada semua yang mereka lihat saat mengantarmu dan Ino, Sakura-chan. Tentu saja aku tahu." Naruto terkekeh pelan.

Benar juga.

Sakura mendengus. "Jadi, kalau kau sudah tahu, sekarang apa maumu?"

Naruto melonggarkan pelukannya saat Sakura mendorong dadanya pelan. Kali ini perempuan itu tidak berusaha melarikan diri darinya lagi. Sakura tetap diam meski tangan Naruto beralih memeluk pinggangnya sekarang.

"Hm? Maksudnya?" Naruto menyeringai jahil dengan senyum konyol di bibirnya. Seringai itu semakin melebar saat melihat wajah Sakura yang kian memerah.

"Kau harus bertanggung jawab, baka! Bertanggungjawab lah dengan perasaanku saat ini, Naruto!"

"Oh, itu maksudnya. Jadi, bentuk tanggung jawab apa yang kau inginkan, Sakura-chan?" Naruto mendekatkan wajahnya sampai ujung hidung mereka bersentuhan. "Kau ingin aku melakukan apa, hm?"

Sakura memicingkan matanya sementara Naruto tetap tersenyum lebar ke arahnya. Sungguh ia sebal kalau Naruto menggodanya seperti ini. Lelaki itu seolah-olah selalu bisa membaca jalan pikirannya.

"Aku tidak peduli kau mau melakukan apa."

Akhirnya Sakura paham perasaan apa yang terus mengganggunya selama ini.

"Tapi aku tidak mau kau mempermainkan perasaanku seperti kemarin lagi."

Bagi Sakura mungkin selamanya Naruto akan tetap menjadi si-baka-kepala-pirang-yang-berisik-penyuka-ramen.

"Kau harus bertanggungjawab... karena telah membuatku jatuh."

Tapi Naruto satu-satunya yang tetap selalu berdiri di sisi Sakura meski telah mengalami ribuan kali penolakan. Memberinya support, membuatnya tersenyum dan tertawa, dan selalu mencintainya sepenuh hati.

Juga satu-satunya orang yang membuat Sakura menghancurkan dinding pertahanannya, dan membuatnya mengakui bahwa ia telah jatuh. Benar-benar jatuh.

"Tentu saja, Sakura-chan, aku akan bertanggung jawab atas semua perasaanmu."

Naruto tidak bisa menahan lagi senyum kebahagiaannya. Satu mimpinya kembali menjadi kenyataan. Sebuah mimpi yang sempat membuatnya takut karena akan menghancurkan persahabatan mereka.

Memiliki Haruno Sakura untuk dirinya sendiri.

Sakura tak menolak atau menghindar lagi saat Naruto mendekatkan bibirnya dan mulai menciumnya lembut. Tangannya berangsur naik ke leher Naruto dan membalas ciumannya.

Tidak ada lagi ketakutan. Tidak ada lagi keraguan. Kali ini tidak ada lagi kebohongan atas pernyataan perasaan masing-masing. Cinta yang ditunggu selama bertahun-tahun akhirnya bersambut dengan baik.

Naruto melepaskan tautan bibir mereka tak lama kemudian. Satu tangannya tetap berada di pipi Sakura, mengelusnya lembut. Ia menyeringai lebar melihat wajah Sakura yang memerah.

"Apa?"

Lagi-lagi Naruto hanya tertawa mendengar nada ketus dari Sakura. Bahkan setelah mereka mengungkapkan perasaan masing-masing pun sifat tsundere Sakura tetap ada. Tidak masalah sih, toh Naruto menyukainya.

"Ah, tidak. Barusan aku hanya berpikir bentuk tanggung jawab apa yang kau inginkan. Menikah denganmu misalnya atau—"

"Tidak apa-apa."

Naruto mengerjapkan matanya kaget. "Hah?"

Sakura memalingkan wajahnya yang masih merona. "Kalau kau memang ingin menikah denganku… juga tidak apa-apa."

Kali ini tidak perlu waktu bagi Naruto untuk memproses kata-katanya. Ia langsung tersenyum lebar dan mengecup kening Sakura lembut.

"Tentu saja, dattebayo!"

Suara Naruto terdengar nyaring di dalam ruangan itu. Sakura refleks memukul bahu Naruto agar mengecilkan volume suaranya. Setelah itu keduanya saling menatap lagi dengan senyum lebar di masing-masing wajah mereka.

"Puas, Ino?"

Perempuan berambut pirang itu tersenyum dan mengangguk. Ia menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki di sebelahnya yang juga tersenyum menatap dua sahabat mereka dari celah pintu yang sedikit terbuka.

"Kalau tidak begini, mereka akan terus kucing-kucingan entah sampai kapan, Shika." Ino tertawa sementara Shikamaru menarik pinggangnya untuk pergi. Tugas mereka sudah selesai.

Untuk selanjutnya, biar Naruto dan Sakura sendiri yang menentukan.

.

.

"The greatest thing you'll ever learn is just to love, and be loved in return."
—Christian (Moulin Rouge)

.

.

-END-


Terima kasih banyak atas semua review yang telah diberikan untuk fic ini: Acchan48, muhammad khoirudin66, NS, Paijo Payah, Laffayete, Geki Uzumaki, Ae Hatake, Rye Matsumoto, namikaze chaerim, harukaze ken, adam muhammad 980, Yudha Bagus Satan Lucifer, hotrianoviyanti, Loray 29 Alus, Aion Sun Rise, Naouralda, CEKBIOAURORAN, yume, ame, arinasution5, susi, Namikaze Fansboy, Rey619, Jester Rin, Aizen L sousuke, Tofu Megane, rozikin, Dear God, aku (baca: AcutIstrinyaDeidara), Kannazuki Aiichi, Aprilia NS, muhamad khoiruduin66, ares, CAR, Nofita 817, banyu biru, uchihaliaharuno, UnknownnPerson, yg ingin tahu, amie haruno995, Guest(s)

"Terima kasih banyak atas reviewnya ya! Seneng banget bacain review-review kalian! Sekali lagi maaf sekali gak bisa kubalas satu persatu, maaf juga atas PM yang tidak terbalas ya. Pokoknya aku sayang kalian kok(?) :') *kiss&hug*"

.

Halo! Akhirnya sampai juga di chapter terakhir ya. Mohon maaf sekali ini kok jadinya bablas banget dari waktu yang direncanakan buat publish :" waktu itu uda mau nekat publish pas ultah padahal masih setengah jadi, terus sama Aosei Rzhevsky Devushka diingetin, "Mending diundur daripada maksain hasilnya jadi gak bagus terus nyesel.". Kebetulan memang pas itu Sakura nya OOC banget aku aja sampe ngakak kalo inget wwwww terus niat mau publish tanggal 10 kemaren, uda tinggal satu scene doang. Apa daya habis event 2 hari sebelumnya malah bikin sakit dan tepar karena kecapekan lol :"

Makasih banyak atas semua respon buat fic ini :") gak nyangka masih banyak yang baca fic NaruSaku, kirain makin kesini bakal makin hilang :"

Sebenernya aku mau bikin list hints yang kupakai buat fic ini, tapi chapter ini aja wordsnya uda banyak lol ntar tambah panjang deh jadi gausa ya xD

Akhir kata, terima kasih banyak buat yang sudah baca! Semoga fic ini bisa menghibur dan mengobati kerinduan terhadap NaruSaku terutama dengan setting head-canon :') sampai jumpa di fic lain!

xxx

Aika N.