Disclaimer: Hoshino Katsura

Pair: Kanda X Allen

Genre: Romance, Friendship

Warning: YAOI, AU, maybe OOC (coz I don't own them), maybe typo (s)

Minna, author baru di fandom D. Gray-Man ^^/ yoroshiku onegaisimasu

.

.

.

Namaku Allen Walker. Aku sedang sakit. Sakit parah. Seumur hidup aku belum pernah terkena penyakit ini dan aku tidak tahu bagaimana cara menyikapinya.

Aku jatuh cinta.

Well, aku cowok kelas satu SMU, harusnya tidak aneh kalau aku jatuh cinta. Seharusnya aku tidak segelisah itu. Hanya saja…

"Ah," gumamku pada diri sendiri saat ekor mataku menatap sosoknya yang baru memasuki gerbang sekolah. Kelasku ada di lantai dua, dan aku sengaja memilih tempat di dekat jendela untuk ini. Mataku tak lepas dari sosoknya yang berjalan tegas menuju gedung sekolah. Ya, aku memperhatikan segalanya dari dia. Tubuhnya yang tegap meski terkesan ramping, rambutnya yang panjang—terlihat sangat lembut jika angin sedang meniupnya—kulitnya yang putih dan sehalus porselen—meski aku belum pernah menyentuhnya sih—dan wajahnya yang sangat cantik meski tatapannya tajam. Uuh! Rasanya hatiku sudah diambil semua olehnya. Lalu namanya…

Kanda Yuu.

Kakak kelasku, dan jenis kelaminnya…

Cowok.

"Aaaaaaaaaarrgghh!" aku memegangi kepalaku frustasi sambil mengacak rambutku sendiri, aku meletakkan kepalaku di meja. Kenapa cinta pertamaku harus cowok sih? Apa jangan-jangan aku sudah gay sejak lahir? Tidaaakkk!

Aku kembali mengangkat kepalaku dan melongok keluar. Ia sudah tak terlihat lagi karena sudah memasuki gedung sekolah, aku beralih menopang dagu dan tetap menatap keluar. Aku mendesah lelah. Bagaimana bisa aku menyukainya ya? Well, mungkin dimulai sejak beberapa waktu lalu.

Aku baru saja pindah ke daerah sini dan…well, aku tersesat saat disuruh pergi ke convenient store. Err…bagaimana mengatakannya ya? Aku ini orangnya sangat mudah tersesat. Dan intinya, malam itu aku tersesat. Saat berada di jalanan sepi, aku melihat bayangan seseorang, aku berusaha mendekat untuk menanyakan jalan. Tapi karena sosok itu menjauh, aku mengejar. Memasuki hutan. Dan gilanya aku tetap mengejar.

Ah, apa aku belum bilang? Daerah sini bukan daerah perkotaan yang sudah terlalu maju, masih banyak hutan dan bukit dan lahan yang tak diolah di sini. Kota nya bisa dikatakan sangat tenang, dan aku pindah kesini karena mengikuti ayah angkatku yang seorang penulis. Dia bilang dia ingin mendapatkan ketenangan makanya datang kesini.

Kembali ke pengejaranku. Aku mengikuti sosok itu dan sampai di sebuah…well, apa yah? Semacam danau tapi tidak terlalu luas. Ya, di sebuah danau yang ditumbuhi teratai. Aku melihat sosok itu berdiri di tepiannya. Awalnya kukira cewek karena rambutnya panjang, tapi saat bulan menampakkan diri dan menyinari daerah sekitar situ yang memang terbebas dari bayangan pohon, aku bisa melihat dia memakai seragam sekolah cowok. Lalu yang membuatku takjub adalah pemandangan berikutnya.

Angin kencang tiba-tiba berhembus—well, tidak aneh karena ini memang daerah perbukitan—dan cowok itu melepas ikat rambutnya.

Wuusshh…

Deg!

Aku sama sekali tak berkedip. Rambutnya terlihat begitu halus…juga tampak berkilau karena tertimpa cahaya bulan, bisa kulihat matanya yang terpejam menikmati semilir angin. Cantik. Sangat cantik. Aku tak jadi menghampirinya—atau memang karena tubuhku membatu menatap pemandangan yang kelewat indah ini—dan aku tetap berdiri di kegelapan sampai entah berapa lama, menatap cowok itu dari jauh. Cowok itu hanya duduk dan tiduran di rerumputan tepi danau, menikmati suasana malam. Dan aku menikmati dirinya.

Aahhh! Aku terdengar seperti orang mesum sekarang. Setelahnya aku mengatakan pada Shishou—panggilanku pada ayah angkatku meski Shishou berarti Master—ke sekolah mana aku ingin pindah. Aku masuk ke sekolah yang sama dengan cowok itu dengan mencari tahu seragam sekolah yang dipakainya, tapi karena aku memang masuk di awal tahun ajaran baru, aku tidak seperti anak pindahan. Dan itu membuatku senang. Setelah masuk ke sekolah barulah aku tahu nama cowok itu dari nyerobot informasi sana sini, jadi intinya…

…aku belum sekalipun ngobrol dengannya.

Doooooom!

Baiklah, terserah deh mau bilang aku payah atau pengecut atau apa. Tapi aku cowok dan dia cowok. Apa yang harus kuobrolkan untuk PDKT padanya? Dan apa maksudku dengan PDKT? Apa itu artinya aku sudah mengakui kalau aku gay?

Tidaaaaaaaaaaaakkkkk!

Siang itu anak-anak kelas satu diwajibkan masuk ke club. Seperti biasa, ada stand club, selebaran, pamphlet, promosi, dan angket club yang masih kosong di tanganku. Kalau bisa aku ingin masuk club yang sama dengan Kanda. Dia kakak kelasku, tempat dimana kami bisa berada satu tempat tentu saja hanya di luar kelas seperti kegiatan club.

"Ano sa~ ayo join club renang," seorang cowok bersurai merah dengan mata kanan ditutup dengan penutup mata ala bajak laut merangkulku. "Kau bisa jadi popular kalau masuk club renang. Fufufu."

Sepertinya dia kakak kelas, apa kutanya dia saja ya? Siapa tau dia tahu Kanda. Tapi nggak sopan banget ditawarin club malah nanya orang.

"Etto, apa ada anggota club renang yang berambut hitam panjang? Kalau iya mungkin kupertimbangkan," aku mengganti pertanyaan.

"Waah masuk club buat modus. Hahaha boleh boleh. Ada kok," jawab cowok ini.

"Eh? Betulan? Orangnya tinggi, lumayan ramping, namanya…" aku ragu-ragu untuk mengatakannya. Bagaimana kalau Kanda dengar dari cowok ini dan berpikir kalau aku pervert.

"Hehe nggak berani sebut nama ya," cowok ini menoel pipiku. "Tidak apa-apa. Iya, di club renang ada orang yang kau maksud. Tinggi, rambut panjang, cantik banget. Iya kan?"

"Ah, iya iya," jawabku. Aku lega bukan aku saja cowok yang menganggap Kanda cantik.

"Nanti kukenalkan, asal kau masuk club renang," cengirnya.

"Iya," akupun segera mengisi angketku dan menyerahkannya pada cowok itu.

"Ngomong-ngomong aku Lavi, kelas dua,"ucapnya sembari menjulurkann tangan padaku.

"Ah, aku Allen. Salam kenal, Lavi," aku membalas jabat tangannya.

"Oia, kau mau kukenalkan sekarang atau kalau kumpul club saja?" tanyannya.

"Eh?"

"Pada orang yang kau cari itu. Hihihi."

Wajahku langsung memanas.

"Haha kalau begitu kukenalkan sekarang. Ayo!" Lavi menyeretku. "Nah nah itu dia," dia menarikku ke seorang gadis bersurai panjang. Dia manis sekali. "Lenalee-chan, ada yang ingin kenalan denganmu."

"Eh?" aku bingung sendiri.

"Kok eh? Yang kau maksud dia kan? Tinggi, ramping, rambut panjang, cantik?" ucap Lavi.

"EEEHH? Bu-bukan di—…" tapi aku tak melanjutkan ucapanku karena cewek itu sudah mendekat.

"Hng? Siapa Lavi?" tanya cewek yang tadi dipanggil Lenalee itu.

"Namanya Allen, anak kelas satu sepertimu. Sepertinya dia mencari teman sesama kelas satu yang ikut masuk club renang," terang Lavi.

"Oh, salam kenal Allen-kun. Aku Lenalee," senyum cewek itu sambil menyodorkan tangannya. Mau tidak mau akupun menyambut perkenalan itu.

Kuso! Sudah salah kenalan, salah masuk club juga. Aku keluar kelas dengan tak bersemangat setelah bell pulang dibunyikan.

'Heeh, bagaimana lagi ya supaya aku bisa mengenalnya?' batinku. Apa aku mengintai kelas dua saja ya? Fufufu

Glek!

Aaahhh, lagi-lagi aku berniat menjadi stalker. Bisa-bisa aku dibilang pervert kalau Kanda sampai mengetahuinya. Tapi harus bagaimana? Uhuhu…

Aku mengambil ponselku dan membuka go*gle map, ahaha, sepertinya aku trauma tersesat lagi. Terlebih lagi karena sekarang aku berniat belanja untuk peliharaan dan juga kebunku—koreksi, peliharaan dan kebun milik Shishou-ku walau aku yang harus merawatnya—Shishou punya seekor hamster bernama Timcanpy, warnanya kuning kecoklatan cerah—aku bingung mendiskripsikannya—dan Shishou sangat suka tanaman hias—meski enggan merawatnya—dia membeli beberapa lusin tanaman hias saat kami pindahan. Jadi akulah yang harus mengurus segalanya.

"Dari sini belok kanan," ucapku pada diri sendiri setelah melihat go*gle map yang menunjukkan jalur ke tempat perbelanjaan. Aku menaiki tangga panjang itu sambil sedikit heran sebenarnya. Apa iya ini tempat menuju district belanja? Tapi karena itu arahan go*gle map jadi kuikuti saja. Dan…

…disinilah aku sekarang.

Di halaman sebuah gedung tua yang kuyakini sebagai kuil—aku pernah ke kuil saat perjalanan bersama Shishou—well, di Negara ini memang kebanyakan penduduknya bukan penganut ajaran yang berhubungan dengan kuil, jadi pantas kalau ada kuil terlantar di sini. Aku sudah merinding dan ingin pergi saja saat aku mendengar suara seseorang yang kedengarannya tengah latihan bela diri. Aku mengendap ke belakang kuil dari mana suara itu berasal. Dan di sanalah aku melihat surga.

Kanda Yuu.

Aahhh, kalau tersesatku selalu berujung menemukanmu, maka aku rela tersesat selamanya. Fufufufu. Aku memperhatikannya yang tengah mengayun pedang, matanya ditutup dengan perban putih, benda yang sama melilit di bagian dadanya seperti bra. Tunggu, jangan-jangan dia memang cewek yang menyamar jadi cowok seperti di manga-manga Shojo? Aahh, semoga saja begitu semoga saja begitu…

Aku memerhatikannya beberapa saat dan kagum saat melihatnya berhasil menebas dedaunan yang jatuh meski dengan mata tertutup, hingga ia menghentikan gerakannya. Tunggu, apa dia menyadari keberadaanku?

Gulp!

Aku menelan ludah berat lalu mundur dengan sangat pelaaann dan berbalik badan hingga—…

…aku menahan nafas saat sebuah ujung pedang menyentuh pipi bagian bawah telingaku, seolah mengancam kalau bergerak sedikit saja, telingamu putus.

"Apa maumu?"

Deg!

Bukannya takut, aku malah deg-deg an mendengar suaranya. Aahh, ini pertama kalinya aku mendengar suara Kanda. Suaranya benar-benar…menenggelamkanku. Ngomong-ngomong soal itu, kok aku baru sadar dia latihan pakai pedang asli dan bukannya pedang kayu atau apa? Maksudku, pedang asli loh! Pedang! Memangnya dia mau bertempur dengan Akuma atau apa?

"E-etto—…aku…tersesat, dan kebetulan berada di sini," jawabku.

"Huh?" tegasnya yang jelas tidak percaya.

"Be-betulan kok…!" elakku. "A—ah, ini ini, maksudnya aku mau ke tempat ini, tapi saat mengikuti go*gle map aku malah nyasar ke sini," aku memberikan gadget-ku tanpa berbalik.

"Huh? Kau ini bodoh atau apa? Membaca peta saja tidak bisa. Dasar, noro moyashi," ucapnya ketus dan kembali mengembalikan gadgetku juga menurunkan pedangnya.

"Moyashi? Allen desu!" kesalku dan memberanikan diri berbalik.

"Mungkin kau harus kembali ke SD dulu untuk belajar baca peta," juteknya sambil melepas perban mata yang kini melilit longgar di lehernya. Ah, dadanya…coba lepas perban dadanya juga. Aku ingin lihat apa dia betulan cowok!

"Hoi! Apa kau dengar Moyashi!"

Ayo dong buka perbannya, buka…

"Moya—…"

Plek!

Eh?

EEEEHHHHH?

Tanpa sadar aku menggerakkan tanganku untuk menyentuh dadanya.

Ggrr…

"Hiiiii…" aku merinding saat melihat tampang Kanda yang sekarang sudah persis iblis, dan…

Jduaaakkk!

Detik berikutnya aku dilempar dari atas tangga kuil sampai berguling ke jalan raya di bawah sana.

~OoooOoooO~

"Tadaima…ouch!" ucapku sambil memasuki rumah menenteng barang-barang belanjaanku, dan kini aku memegangi pipiku yang bengkak akibat dihajar Kanda tadi. Beruntung saja karena lukaku nggak parah banget sampai harus masuk rumah sakit.

"Oh, baka deshi—stupid apprentice, panggilan Shishou untukku—ka? Kau nggak lupa beli beer juga kan?" ucapanya terhenti saat melihatku yang babak belur. Apa dia bakal bersimpati? Haha, nggak mungkin banget. Dia tanya aku kenapa saja sudah untung banget. "Mereka mem-bully mu lagi?"

Eh? Aku sedikit tersentuh dengan pertanyaan Shishou. Tumben banget dia menghawatirkanku. Dan maksud pertanyaannya pasti soal yang—…

"Ahaha tidak kok Shishou," aku berusaha menenangkannya. "Aku hanya terjat—…"

"Baka deshi!"

Jduuaakk!

Dia malah menendangku sampai aku menabrak pintu.

"Sudah kubilang kan! Kalau kau di bully hajar saja mereka! Percuma aku mengajarimu cara berkelahi kalau kau tidak berkelahi juga! Dasar baka deshi!"

"Shi-Shishou…etto…eto…"

Dia tak menjawab, malah sibuk mencari beer dari kantong belanjaan, dan setelahnya langsung berlalu pergi.

"Kuso…! Awas saja ya! Suatu saat aku yang akan membunuhmu dengan tanganku sendiri!" geramku. Dasar menyebalkan, saat kukira dia bisa bersimpati sedikit ternyata malah begini. Heehh…

Aku membawa kantong-kantong belanjaanku ke kamar dan meletakkannya di kaki meja.

"Hallo Tim," sapaku pada hamster yang kini tengah bermain di roda putarnya. Ia berhenti bermain dan melongok keluar kandang lewat jeruji seolah menyambutku. Aku membelainya singkat untuk kemudian membuka jaz seragam sekolahku, menyisakan kemeja panjang berwarna putih. Aku menatap tubuhku di cermin, lalu mengangkat tangan kiriku yang berbalut sarung tangan dan menatapnya. Ah, kau ingin tahu apa maksud ucapan Shishou tadi?

Aku membuka sarung tanganku, memperlihatkan tangan kiriku yang berwarna merah seperti daging terbakar, ada tanda seperti cross krisal di tengahnya, lalu kuku yang berwarna hitam. Aku membuka kemejaku dan memperlihatkan warna daging yang sama yang menjalar sampai ke pangkal lengan kiriku. Seperti tangan monster.

Inilah yang Shishou maksud dengan 'mereka mem-bullymu lagi', biasanya aku selalu di bully dimanapun di setiap tempat kami pindah. Aku selalu memakai sarung tangan, dan tiap kali orang mengetahui tentang apa yang ada di balik sarung tanganku, mereka langsung ketakutan dan mengata-ngataiku monster. Dan tentu saja…takkan mau berbicara denganku lagi.

Aku meraih handuk dan berjalan ke kamar mandi. Kau tahu? Meski Shishou segalak itu, aku tahu dia juga mengerti perasaanku. Sering, secara tidak langsung dia selalu menenangkanku tiap aku di bully, well, meski dengan caranya sendiri yang kadang membuatku tambah kesal. Tapi dengan aku kesal, aku melampiaskan semua amarah dan kesedihanku. Mencoba menghajar Shishou yang meledekku walau aku selalu kalah dan berakhir babak belur. Kurasa itu tidak buruk juga.

Aku masuk ke bathtub dan merendam tubuhku di air hangat. Aku bersandar ke tepian bathtub dan mendongakkan kepalaku. Aku hanya sedang berpikir, dengan tubuhku yang seperti ini…hanya Shishou yang menerimaku saat orangtuaku sendiri membuangku. Aku tak pernah mengingat wajah mereka, aku sudah dibuang bahkan sejak kenanganku tak bisa kuingat lagi. Sebelum bertemu Shishou aku dirawat oleh ayah angkatku yang lainnya, namanya Mana, ia seorang badut dan bermain untuk sebuah sirkus. Tapi dia meninggal karena kecelakaan kerja, semua mengatakan kalau ia dikutuk karena merawatku. Sejak itu orang bertambah membenciku, tak lama setelah itu barulah Shishou menemukanku di jalanan dan merawatku sampai sekarang.

"Heeh kenapa aku malah berpikir yang tidak enak begini," aku menenggelamkan sebagian wajahku ke air. Tunggu, apa aku lupa sesuatu yang penting?

HHHIIIEEEEEE…?

Aku langsung bangkit saat mengingatnya. Aku kan harus menyembunyikan keadaan tangan kiriku, lalu kenapa aku masuk club renang?

"AAAAAHHHH…" jeritku frustasi.

~OoooOoooO~

"Eehh? Mundur dari club renang?" ucap Lavi keesokan harinya saat aku mengatakan tidak jadi ikut club—tentu saja. Memangnya ada orang yang mengundurkan diri dari club yang bahkan dia belum mulai ikut kegiatannya? "Tapi kenapa? Apa Lenalee bukan type mu?"

"Etto…bukan itu, aku…aku lupa kalau aku pernah kecelakaan dan tangan kiriku cedera. Kalau berenang biasa sih tidak apa-apa, tapi kalau untuk renang cepat untuk berlomba…aku tidak bisa," alasanku.

"Ayolah, jangan beralasan begitu," Lavi kembali merangkul pundakku sok akrab. "Masih banyak cewek lain yang seksi di club renang kok."

"Sudah kubilang bukan itu alasanku."

Zrraakk!

Pintu ruang club terbuka, dan…aahhh, lihat siapa yang muncul di sana. Kanda…Kanda…

"Hoi! Baka Usagi! Apa—…hm?" ia berhenti berucap saat melihatku. "Ha? Sedang apa dia disini, ano Moyashi."

"Allen desu!" kesalku.

"Hoo kalian sudah saling kenal?" ucap Lavi.

"Aku tidak kenal Moyashi itu," jutek Kanda sambil menghampiri lemari di ruang club.

"Ne~ Allen, perkenalkan. Dia Kanda Yuu, kelas dua," ucap Lavi. "Yuu, kenalkan, ini All—…"

"Aku tidak butuh mengenalnya!"

"Hei hei jangan begitu ke teman satu club."

Teman satu club?

"Tu-tu-tunggu…Kanda…Kanda juga di club renang?" ucapku tidak percaya.

"Tentu saja. Tapi dia nggak bisa berenang sih—…" Jdduaakk! Sebuah buku melayang ke kepala Lavi.

"Heee? Tidak bisa berenang?" aku menyeringai mengejek. "Lalu untuk apa kau masuk ke club renang?"

"Dia Cuma melarikan diri karena semua siswa wajib ikut club," Lavi menjawabnya untukku. "Dan karena Cuma club renang yang kekurangan anggota jadi aku menerima—…" Jduaak! Kali ini sebuah sepatu melayang ke kepala Lavi. Aku Cuma melirik Lavi, jadi barusan dia menipuku dengan mengatakan 'masih banyak cewek lain yang seksi di club renang' padahal club renang sedang kekurangan anggota?

"Jadi Allen," Lavi kembali merayuku. "Tidak apa-apa kau tidak bisa berenang cepat, masih mending kau bisa berenang."

"Fufufu tentu saja, tidak seperti seseorang, aku masih bisa diandalkan," ejekku.

Kasus ditutup. Aku masuk ke club renang. Dan sekarang aku sedang pundung di pojokan kamar mandi.

"Huhuhuu kenapa aku masuk club renang, harusnya aku keluar. Sekarang harus bagaimana?" gerutuku pada diri sendiri sambil memegangi pipiku yang memiliki benjolan kembar dengan Lavi karena dihajar Kanda (lagi) tadi. Ditambah, pertemuan pertama club renang adalah siang nanti. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan bagaimana caranya lari dari masalah ini.

~OoooOoooO~

Aku sudah hampir kabur sepulang sekolah saat Lenaee menghampiri kelasku.

"Allen-kun, kau mau ke club renang juga kan? Ayo bareng," ucap Lenalee. Mampus. Akupun terpaksa ikut Lenalee, mungkin nanti aku akan pura-pura sakit atau apa. Ah, tapi ini kan pertemuan pertama? Mungin Cuma perkenalan dan tak menyentuh kolam renang. Kami menghampiri club renang yang ternyata kosong. Yatta…! Apa tidak jadi kumpul? Saat itulah seorang cewek berambut ikal menghampiri kami.

"Ano…apa kalian anggota baru club renang?" tanyanya.

"Iya betul," jawab Lenalee. "Kami seharusnya ikut kumpul perdana, tapi sepertinya ruang club kosong."

"Iya, Lavi mengganti tempat pertemuannya di kolam renang," ucap cewek itu. Mati aku. "A-ah, aku belum memperkenalan diri. Namaku Miranda, anggota club renang kelas tiga."

Setelah perkenalan singkat kami mengikuti Miranda menuju kolam renang.

"Ah, itu mereka," ucap Lavi saat kami memasuki area kolam renang. Sudah ada beberapa orang di sana. Kanda juga—meski ia memisahkan diri dan duduk di bangku tepian kolam. Uwaahh dia masih cantik seperti biasa. Yang disayangkan adalah semua orang di sana sudah memakai pakaian renang kecuali Kanda. Uhh!

"Yosh sudah lengkap semua, mari kita buka pertemuan ini dengan perkenalan dengan anggota baru," semangat Lavi.

"Eh? Sudah semua?" heranku. Kukira ini baru beberapa yang datang karena jumlahnya lumayan sedikit.

"Hehe kan sudah kubilang club kita kekurangan anggota," cengir Lavi. Yosh, mulai dari aku. Namaku Lavi, kelas 2-c. aku ketua club renang."

"Aku Crowley, kelas 3-a," ucap seorang cowok jangkung berambut hitam-putih. Entah kenapa melihatnya membuatku berpikir tentang drakula.

"Aku Miranda, kelas 3-d," Miranda kembali memperkenalkan diri.

"Aku Marie, kelas 3-d," ucap seorang cowok berbadan tinggi besar. Etto…seriously, kenapa dia tidak masuk club judo atau karate saja? Tubuhnya sangat bagus, kelewat bagus malah.

"Etto—…yang di sana Kanda Yuu, panggil saja Yuu, kelas 2-c sama sepertiku," Lavi memperkenalkan Kanda yang sukses membuat Kanda menatap dengan tatapan membunuh. "Giliran kalian," cengirnya.

"Aku Lenalee, kelas 1-b, salam kenal semuanya," ucap Lenalee dengan senyum manis.

"Aku Allen, kelas 1-c. Salam kenal," aku memperkenalkan diri.

"Baiklah, mari mulai pemanasan sebelum latihan renang," ucap Lavi. "Allen dan Lenalee ganti baju renang dulu. Kalau tidak bawa bisa pakai milik club dulu."

"Eeeehhhhh?" shock ku. "A-a-aku tidak…aku sedang sakit. Jadi kurasa…aku tidak akan ikut latihan untuk hari ini."

"Eeh? Kau kelihatan sehat menurutku," Lavi menyentuh jidatku dengan telapak tangannya. "Tuh kan suhu tubuhmu normal."

"E-etto…aku—…aku…"

"Melarikan diri kan? Hmph," ucap Kanda.

"Huh? Kau bilang sesuatu?" balasku kesal. Aahh, kenapa kami selalu bertengkar sih?

"Kau tidak demam tap sok sakit. Sudah pasti melarikan diri kan?" sahutnya seraya bangkit dari tempat duduknya.

"Aah, masih lebih baik daripada orang yang tidak bisa berenang dan masuk club renang untuk melarikan diri juga," entah bagaimana sekarang kami sudah saling berhadapan dengan tatapan membunuh masing-masing. Walau tatapan membunuhku tetap sambil menyusuri tiap inci tubuh—wajah kok wajah—wajahnya yang cantik. Juga…ehm, dadanya. Aku masih belum puas kalau belum melihatnya sendiri. Dan sekarang dia Cuma memakai kemeja panjang putih tanpa jaz seragam. Kalau kemeja itu basah pasti…

"Huh? Itu namanya cerdas. Moyashi!" balas Kanda lagi.

"Allen desu! Harus berapa kali kubilang sih!" aku mencengkeram kerah bajunya.

"Jangan menyentuhku, Moyashi! Aku tidak mau ketularan kebodohanmu!"

"Suda kubilang…" aku mengeratkan cengkeramanku. "…namaku Allen!" dan aku mendorong Kanda hingga tercebur kolam. Yosh! Dengan begini aku bisa melihat—…

"Gyyaa Alleen! Yuu tidak bisa berenang!" teriak Lavi.

"Ah, iya! Aku akan segera menyelamatkan—…" tunggu…kalau aku juga terjun, kemeja putih ku akan basah dan pasti akan tembus pandang. Mereka akan melihat tangan kiriku dan…aa—apa aku pakai jazku dulu baru terjun. Atau—…

"Tck!" aku mendengar Lavi mendecih karena aku hanya mematung, detik berikutnya dia sudah terjun ke kolam dan menarik Kanda naik.

"Ohok ohok…!" aku melihat Kanda terbatuk dan memuntahkan air dari mulutnya.

"Yuu," Lavi memijat tengkuk Kanda.

Sementara aku? Aku hanya diam menatap mereka. Aku yang mendorong Kanda karena keegoisanku. Dan dengan keegoisanku juga aku tak menolongnya. Dan sekarang aku Cuma bisa menatap Kanda tanpa berbuat apa-apa.

"Moyashi!" ucap Kanda dengan suara lirih namun ditekan, ia menatapku dengan tatapan galaknya seperti biasanya. Lalu…

"Shine!"

Aku tahu Kanda selalu berkata kasar, harusnya aku sudah terbiasa. Tapi entah kenapa kata-katanya kali itu benar-benar menusukku.

.

.

.

~To be Continue~

.

.

.

Read and review please ^^ 3