Makasih banyak buat yg udah review :D

#ayame : sankyuu apresiasi n semangatnya ;) ini lanjut, selamat membaca ya…

#arashilovesn : thehehe nerima gak ya XD jawabanya ada di chapter ini, selamat membaca #promo plaak# btw makasih banyak read reviewnya ya :D ini lanjut…

#miruko : makasih semangat and read reviewnya :D ini lanjut…

#rei : uwaaah maaf lama XD niatnya mau update pagi, tapi ada beberapa kendala jadi update male. Gomenne…btw makasih banyak semangat juga read n reviewnya :D

#D : amiiiinnn #apaan sih XD btw makasih banyak read and reviewnya …ini lanjut :D

#phiaNS : uwaaahhh gomeenn XD niatnya mau update siang, tp krn beberapa alesan kmaren malah update malam. Maap yaaa…kufufufu firasat anata benar, ini emang udah mau end XD ikutin ceritanya ya hehe wkwkwkw tapi kan intinya masalah udah selese, sasuke mau bunuh keluarga naru apa enggak tergantung imaginasi readers nya #plaakk# uwaah yullen udah ada tuh XD chapter pendek tapi (4 chapter), belum bikin baru lagi XP btw makasih banyak read and reviewnya ya :D

#oka : ay aayyy kapten XD bingung sendiri nih balesnya. Jadi ikut fangirlingan aja deh authornya ya wkwkwkwk kyyaaaa kyyyaaa begitulah, sasu mah udah cinta ati jadi ya gitu XD iyaps, ini lanjut, makasih banyak semangat and read reviewnya ya :D

#shira : makasih banyak apresiasinya :D iya ini lanjut, makasih banyak read and reviewnya ya…

#ShaniaSN : kufufufu iya dong XD biar pada nyecream #apaan coba# iyaps, makasih balik buat read reviewnya ya :D

#maiolibel : theheee biar dia segera mengambil keputusan bwt kedepannya kekekekeke XD wkwkwk itu namanya menjerumuskan namanya nak #dor! Lha lha, jadi begitu persepsinya wkwkwk uke dah. Btw makasih banyak read and reviewnya ya :D

#Neko-Chan: nyahahaha lha mau doain apa lagi kalo bukan yang itu wkwkwkwk XD hohoho iya dong biar langsung direstui sama semuanya kufufufu. Iyaps ini next, makasih banyak read n reviewnya ya :D

#Guest : iya ini lanjut :D makasih banyak bwt read reviewnya ya…

#sukasn : thehehe bagus dng kalo anata jg terkejut muahahaha #ketawa nista# btw makasih banyak read reviewnya :D ini lanjut…

#Guest: iyaaa ini lanjut XD sankyuu antusiasnya, makaih jg read reviewnya ya…

#keropi : thehee gimana ya XD dibaca aja gimana? #promo #plaakk# XD btw makasih banyak read reviewnya ya :D

.

Buat yang udah log in dibales lewat PM ya: negisama, Hany Hyuuga, retvianputri12, humusemeuke, Hamano Hiruka, SN1096, saniwa satutigapuluh, Habibah794, Sharyn Li, Suzuki Sora, bakafangirl1998, UchiKaze Ammy, NowMe, BoltItou-ku RT, Xiaooo, ithacollitha15, Jonah Kim, Vilan616, viskanurkhofifah, just kimberly, liaajahfujo, Hime-Uzumakiey, Jasmine DaisynoYuki, LuHunHan, AySNfc3, melani. s. khadijah, Labrador Eksentriks, Ai no Est, Shean Ren31, aptx4890 and michhazz.

.

Disclaimer: Masashi Kishimoto

.

.

.

Chapter 22: They Don't Know About Us

(The End of the First part of a Trilogy)

.

.

.

Perlengkapan pesta masih pada tempatnya, ruang tengah itu masih berantakan oleh kertas warna-warni dan balon, bahkan cake bertuliskan Otanjoubi Omedetou masih tersisa di meja. Tapi suasana sudah hening, tak ada seorangpun di sana. Ya, setidaknya tidak di ruangan itu.

Di ruangan sebelah setidaknya ada delapan orang tersisa, tapi empat lainnya baru saja diusir oleh salah satu dari mereka.

"Tapi, waka—…"

"Cukup Kuroe! Sudah kubilang kalian tunggu di luar!" bentak seseorang yang dipanggil waka itu. Kuroe menatap tak percaya, bagaimana bisa ia meninggalkan waka nya dengan keadaan bibir robek begitu? Bagaimana jika nanti ada luka tambahan?

Tapi seseorang dari mereka akhirnya menyeret Kuroe keluar diikuti dua lainnya yang sempat membungkuk hormat sebelum meninggalkan tempat, meninggalkan ketiga tuan rumah bermarga Namikaze bersama waka mereka.

"Baiklah, Uchiha Sasuke, sekarang tarik ucapanmu kembali," ucap Minato, kepala keluarga Namikaze itu dengan suara tegas dan sedikit nada marah.

"Maaf, saya tidak akan menarik perkataan saya," Sasuke menundukkan kepala cukup dalam. "Saya mencintai putra Anda dan memohon restu dari Anda berdua."

"Kau tidak tahu apa yang kau katakan!"

"Saya tahu persis apa yang saya katakan," Sasuke mengangkat wajahnya. "Saya akan bertanggung jawab penuh untuk putra Anda."

"Bertanggungjawab penuh? Memangnya apa yang bisa kau lakukan!"

"Saya akan menikahiny—…"

Plaakk!

Satu tamparan lagi mendarat di pipi Sasuke, membuat darah kembali mengalir dari sudut bibirnya yang terkoyak.

"Tou-san hentikan!" cegah Naruto dan meraih lengan Sasuke.

"Naruto! Kau diam saja!" Minato beralih menunjuk Sasuke. "Dan berhenti mengatakan hal tidak masuk akal seperti itu. Menikahinya? Kau sadar kalian sesama laki-laki kan? Apa yang bisa didapat dari hubungan antar laki-laki?"

"Tapi aku mencintai Sasuke, Tou-san!" timbrung Naruto.

"Sudah kubilang kau diam saja!" bentak Minato dan kembali bicara pada Sasuke, sepertinya ia takkan beralih pada hal lain sebelum urusannya dengan Sasuke selesai. "Lalu apa-apaan kau tadi! Melakukan hal memalukan seperti itu di depan semuanya! Mereka teman-teman kalian! Apa kalian masih punya muka untuk bertemu mereka lagi?"

"Mereka sudah tahu," jawab Sasuke. "Pihak sekolah juga sudah tahu, mereka menerimanya."

"Dan kau berharap kami juga menerimanya?!"

Tak menjawab, tapi Sasuke menatap lurus Minato.

"Kau gila! Kami tidak akan pernah menerimanya!" ia menatap Kushina, istrinya, yang hanya bisa terdiam sambil menahan tangis. Minato mengerutkan alisnya seolah melihat ada sesuatu yang mengganjal, iapun menggeleng pelan menyadari itu. "Jangan bilang kau juga sudah tahu?"

Kushina terisak. "Aku juga tidak yakin," ucap Kushina. "Aku hanya merasa kalau hubungan mereka terlalu dekat, tapi kupikir mungkin itu hanya cara mereka menunjukkan persahabatan mereka. Sampai hari itu aku melihat mereka berpelukan di kamar—…" Kushina tak bisa melanjutkan ucapannya dan terisak makin keras.

Ah, jadi betul dugaan Naruto, Kaa-san nya melihat dia bersama Sasuke waktu itu. Karena itulah Kushina mengetuk.

"Kenapa kau tidak mengatakannya!" ucap Minato.

"Aku masih berusaha menyangkalnya!" tegas Kushina balik. "Aku masih tidak percaya—…hiks…dan berharap bukan ini yang sebenarnya terjadi."

Mereka bungkam untuk beberapa saat, hanya suara isakan Kushina yang terdengar dan nafas Minato yang naik turun menahan amarah.

"Ne~ Kaa-san, Tou-san," akhirnya Naruto membuka suara. "Memangnya apa yang salah dengan hubungan kami? Kami saling mencintai dan kurasa itu sudah cukup. Tentang bagaimana kedepannya kami yakin kami bisa mengatasinya jika kami bersama."

"Kalian masih terlalu awal untuk mengatakan hal semacam itu! Yang kalian ucapkan dan putuskan saat ini hanyalah berdasarkan pemikiran kalian yang belum matang! Belum dewasa!" bantah Minato.

"Kalau begitu kami akan menjalaninya sampai dewasa. Kalau suatu saat nanti kami berubah pikiran, kami juga akan mengambil jalan lain!"

"Lalu kenapa tidak ambil 'jalan lain' itu sekarang!" suara Minato kembali meninggi. "Dengar! Kalian berdua dengarkan baik-baik," tapi kemudian kembali rendah, seolah ia tengah berusaha mengontrol emosinya. "Tidak ada yang dihasilkan dari hubungan sesama jenis. Tidak ada sama sekali! Persetan dengan kata cinta yang kalian bangga-banggakan, ideal itu tidak ada dalam dunia nyata. Dan aku sangat yakin kalian akan memahaminya saat dewasa nanti, kalian akan menyesali apa yang kalian lakukan saat ini, kalian akan menyesali hubungan kalian ini. Jadi sebelum itu terjadi, sebaiknya kalian akhiri hubungan kalian saat ini juga."

"Tou-san, kalau kami akan menyesalinya nanti kami tidak akan menjalin hubungan ini," ujar Naruto. "Mungkin suatu saat pemikiraan kami akan berubah, tapi kami yakin kami tidak akan menyesali ini. Lalu…lalu seperti yang kubilang tadi, 'suatu saat' itu bukan sekarang. Sekarang yang kami rasakan hanyalah kami saling menyukai dan kami ingin bersama sampai kapanpun."

Minato tak menjawab, tapi ia menatap lurus pada Naruto dan Sasuke dengan tatapan tajam.

"Sampai kelulusan," ucap Minato. "Sampai upacara kelulusan nanti kalian tidak boleh bicara, jangan mengadakan kontak apapun. Aku ingin lihat apa setelah itu kalian masih ingin terikat satu sama lain."

Setelah berucap begitu Minato langsung meninggalkan tempat, Kushina terdiam sesaat lalu menghampiri Naruto, nyaris mengusap pipi Naruto seperti biasanya tapi batal dan ia mengikuti langkah suaminya pergi.

~OoooOoooO~

Satu yang Naruto yakin, Tou-san dan Kaa-san nya tidak tahu kalau Sasuke sudah pindah sekolah ke sekolahnya, ke kelasnya, karena itulah Minato memutuskan perjanjian sepihak itu.

Naruto tetap bertemu Sasuke di sekolah, hanya saja di rumah ia tak pernah mengadakan kontak dengan Sasuke. Ia dan Sasuke sudah setuju soal itu. Mereka juga sudah tidak pernah lagi kencan di akhir pekan, mereka kadang bisa pergi bersama hanya kalau teman-teman sekelas mereka juga pergi. Seperti hari ini misalnya.

"Heeh, pasti berat ya buat kalian," komentar Sakura sambil mencatat tulisan yang ada di bawah kaki Date Masamune. Ya, saat ini mereka sedang berada di museum sejarah untuk tugas sekolah, karena itulah orang tua Naruto tidak mungkin melarang dia untuk pulang telat sepulang sekolah.

"Yeah, gitu deh," ucap Naruto.

"Bukannya lebih gampang difoto," ucap Sai sambil memotret tulisan tadi.

"Capek liat layar gadget terus kalau pas ngerjain. Enakan pakai buku," jawab Sakura.

"Ne~ Sai, ini kan tugas buat kelas tiga. Kau ngapain ikut? Ada tugas juga?" tanya Naruto.

"Memangnya salah menemai pacar?" jawab Sai santai sambil memotret Sakura.

"Dasar," Sakura mencubit lengan Sai. Meski begitu ia tersenyum malu-malu.

"Chee, kalian mesra sekali," manyun Naruto.

"Kau iri?" goda Sasuke dan merangkul pundak Naruto.

"Gyaahh enggak deh enggak," Naruto melepas tangan Sasuke dengan wajah memerah. "Geez, daripada itu kau nggak mencatat?"

"Aku sudah mengingat semuanya."

"Huh? Mana bisa."

"Bisa."

"Geez, coba ku test deh," Naruto mengetest Sasuke sambil membuka buku catatannya, hasilnya dia cengok sendiri karena Sasuke bisa mengingat sempurna tepat seperti apa yang ia catat.

"Sebaiknya kau jangan meragukan kejeniusan Sasuke-kun Naruto," tawa Sakura. Naruto Cuma bisa manyun.

"Hei, bagaimana kalau cepat selesaikan ini? Supaya kita masih punya waktu untuk main sebentar," Sasuke mengacak rambut Naruto. Merekapun bergegas menyelesaikan urusan mereka di musem dan meninggalkan teman-teman sekelas mereka yang masih belum selesai.

"Eeeehh? Curaannngg, masa kalian duluan sih," keluh teman sekelas Sakura.

"Hehe, iya dong," cengir Sakura.

"Tch! Yaelah, group jenius emang gini," goda Kiba dan yang lain.

"Kami paling mau ke café museum, kalian susul saja nanti ke sana," jawab Naruto.

Merekapun setuju.

"Café museum eh," ujar Sasuke tak bersemangat setelah mereka duduk di salah satu meja café.

"Habis jaga-jaga kalau orangtua ku menelfon atau apa, setidaknya masih di kompleks museum," ujar Naruto.

"Kurasa Naruto benar," setuju Sakura.

"Haik haaaiiiik," jawab Sasuke datar tapi terlihat sekali ia ingin main entah kemana bersama Naruto.

Dan benar saja, saat mereka makan orang tua Naruto menelfon untuk menanyakan dia ada di mana.

"Masih di museum kok Kaa-san, ini lagi makan di café nya," ujar Naruto. "Haaik, aku bakalan langsung pulang kalau sudah selesai," tak lama kemudian ia menutup telefon sambil menghela nafas lelah. "Tolong fotoin dong, biar Kaa-san percaya," ia menyerahkan ponselnya ke Sasuke.

"Nggak bakal ketahuan tuh? Bayangan Sasuke-senpai terpantul di kaca loh," ucap Sai.

"Shit," umpat Naruto saat memeriksa hasil jepretan Sasuke. memang bayangan cowok itu terpantul di kaca jendela gedung di belakang Naruto. Untung saja dia belum menekan tombol send.

"Sini deh kubantu," Sakura menawarkan diri dan memotret Naruto, bahkan sedikit sengaja membuat bayangannya terlihat jelas di pantulan jendela.

"Sankyuu, Sakura-chan," ucap Naruto lalu barulah mengirim fotonya.

"Ano sa, Naruto, Sasuke-kun, kalau tidak keberatan, apa aku boleh tahu apa rencana kalian kedepannya? Maksudku, kalau orang tua kalian tetap menolak, apa kalian akan terus sembunyi-sembunyi begini?" tanya Sakura. Sasuke dan Naruto saling pandang. "E-etto, kalau keberatan tidak perlu dijawab," ralat Sakura.

"Hng…entahlah Sakura-chan, kami sendiri belum pasti," ucap Naruto. "Tapi yang jelas sih, apapun pilihan kami, sama sekali tak berpikir kalau kami akan memutuskan hubungan kami," cengir Naruto.

"Naruto…" lirih Sakura dan tersenyum, Sai juga tersenyum tipis. "Dengar kalian berdua," tambah Sakura. "Apapun yang terjadi, kami pasti akan mendukung kalian. Jadi jangan sungkan-sungkan meminta bantuan kami jika kalian memang membutuhkannya, kami pasti mengusahakan yang terbaik untuk kalian berdua."

"Arigatou, Sakura-chan," senyum Naruto.

"Hei, jangan lupakan kami dong," ucap Airi dan menghampiri bersama teman-teman lainnya. "Kami juga pasti mendukung kalian sepenuhnya. Jadi, jangan pernah menyerah ya dengan apa yang kalian perjuangkan."

Yang lain pun memberikan tanggapan-tanggapan setuju dan dukungan. Naruto benar-benar merasa beruntung mempunyai teman seperti mereka.

"Tadaima," ucap Naruto saat memasuki rumah.

"Okaeri," sambut Kushina. Naruto menatap Kaa-san nya itu, kandungannya sudah semakin besar.

"Dari mana saja? Kenapa sampai jam segini," Minato menghampiri mereka.

"Dari museum Tou-san, setelah itu ke perpustakaan kota," jawab Naruto.

"Dengan siapa?"

"Dengan teman-teman sekelas, juga anak-anak dari kelas F."

"Tou-san harap tidak ada 'orang luar' yang ikut."

Naruto tahu yang Tou-san nya maksud pastilah Sasuke. "Tidak kok," jawabnya. Well, Sasuke memang bukan orang luar kan?

Naruto naik ke kamarnya. Hubungan dengan kedua orantuanya memang jadi agak kaku semenjak hari itu, kedua orang tuanya yang biasanya hangat menyambut dia saat pulang kini selalu menyambut dengan penuh tatapan curiga. Yeah, mau bagaimana lagi, Naruto yakin mereka hanya menghawatirkannya saja. Sebagai orang tua mereka wajar melakukan itu.

Hujan deras turun saat Naruto keluar dari kamar mandi, tapi bukannya menutup tirai jendela, ia malah membuka jendelanya sekalian. Ia naik ke ranjang mengambil boneka rubah dari Sasuke lalu membawanya ke jendela dan duduk di sana. Ia merogoh kantong rubah tersebut, tidak ada apa-apa pastinya, cincin pemberian Sasuke disita oleh orang tuanya, dan Naruto tak berani bertanya dimana mereka menyimpannya, atau mungkin mereka sudah membuangnya?

"Heeeh," Naruto menghela nafas panjang dan menatap rintik hujan yang turun. Ia kadang berpikir, seandainya ia menuruti perjanjian Tou-san nya apa yang akan terjadi ya? Tidak kontak dengan Sasuke sampai kelulusan nanti, apa perasaannya pada Sasuke betulan akan berkurang?

Tentu saja Naruto tidak bisa membayangkan bagaimana, karena saat ini ia tetap bertemu dengan Sasuke di sekolah, soal untuk tidak kontak dengannya di rumah dan di hari libur hanya membuat Naruto semakin merindukan pacarnya itu.

Naruto menilik ponselnya, membuka facebook untuk sekedar bisa melihat wajah Sasuke di foto profil. Well, Naruto mencabut memory ponselnya sehingga semua foto Sasuke yang tersimpan disana tak ada di hape kalau-kalau orang tuanya memeriksa.

"Sasuke I miss you," gumam Naruto. Kalau dipikir lagi, ini seperti saat Sasuke tak mengontaknya karena ada orang tua Sasuke di rumah, dan bukannya perasaannya berkurang, Naruto malah semakin merindukan Sasuke. Geez, dia sama sekali tak bisa membayangkan bagaimana perasaannya pada Sasuke bisa hilang atau bahkan berkurang. Yang ia rasakan adalah bahwa ia akan mencintai Sasuke seumur hidupnya.

Tengah memikirkan itu, tiba-tiba saja ponsel Naruto bergetar halus, sebuah pesan dari Sasuke ia terima di whatsapp nya. Naruto sempat terbelalak lalu celingukan sesaat sebelum akhirnya membuka pesan itu.

Sasuke mengiriminya sebuah lagu.

Well, bukan Sasuke yang nyanyi sih, tapi Naruto rasa itu lagu yang ingin Sasuke nyanyikan untuknya. Naruto pun memutar lagu itu.

People say we shouldn't be together

We're too young to know about forever

But I say, they don't know what they're talking about

'Cause this love is only getting stronger

So I don't wanna wait any longer

I just wanna tell the world that you're mine

They don't know about the things we do

They don't know about the 'I Love You's

But I bet you if they only knew

They will just be jealous of us

They don't know about the up all night's

They don't know I've waited all my life

Just to find a love that feels this right

Baby they don't know about, they don't know about us

One touch and I was a believer

Every kiss gets a little sweeter

It's getting better, keeps getting better all the time

They don't know how special you are

They don't know what you've done to my heart

They can say anything they want

'Cause they don't know us

They don't know what we do best

It's between me and you, our little secret

But I wanna tell them, I wanna tell the world that you're mine

(One Direction_They Don't Know About Us)

Naruto tersenyum mendengar lagu itu. Geez, bagaimana Sasuke bisa menemukan lagu yang sangat cocok dengan mereka? Naruto hanya menatap rintik hujan sambil memeluk rubahnya lalu kembali memutar lagu itu sekedar untuk mengobati rindunya pada Sasuke.

~OoooOoooO~

Hubungan Sasuke dan Naruto terus berlanjut dalam keadaan itu sampai akhir semester. Saat ini sudah mulai tryout untuk ujian akhir.

"Ittekimasu," pamit Naruto pagi itu pada Kaa-san nya.

"Iterasai," ucap Kushina.

Naruto sempat menatap Kaa-san nya sebelum pergi. "Sepetinya bayinya akan lahir sekitar upacara kelulusan nanti ya," gumam Naruto.

~OoooOoooO~

Akhirnya hari kelulusan pun tiba, meskipun tidak masuk 10 besar peringkat tertinggi sekelas tiga, Naruto tetap masuk sepuluh besar di kelasnya. Sementara Sasuke? jangan tanya lagi, dia langsung menyabet peringkat pertama sekelas tiga, menyalip Shikamaru yang biasanya bertahan di peringkat itu. Terlepas dari soal peringkat, seluruh anak kelas tiga tengah bersorak gembira karena lulus 100%, ya semuanya. Hanya saja tiba-tiba Naruto panic.

"Sasuukkeee, gimana dong soal besok! Upacara kelulusan kan orang tua bakalan datang! Mana kau peringkat satu pula, pasti suruh pidato di depan!" panic Naruto.

"Huh?" ucap Sasuke. "Err…aku baru ingat."

"Eeeeeehhhhhh? Jadi seriusan belum ada rencana nih!"

"Chee, sudahlah. Untuk hari ini santai saja, masa kelulusan murung gitu. Gak seru ah."

"Ugh…" Naruto pun menurut dan ikut bersenang-senang dengan yang lainnya. Well, meski dalam hati tetap khawatir sih.

Hari esok pun tiba, Naruto makin gelisah karena Sasuke tak mengabarinya. Akhirnya Naruto hanya bisa pasrah dan tanpa kata membiarkan orang tua nya datang ke upacara kelulusan.

Naruto sempat panik dan celingukan mencari-cari Sasuke, tapi sampai acara dimulai ia tak menemukan Sasuke di jejeran para siswa, juga tidak ada wali nya yang datang. Lalu saat pemberian penghormatan pada peringkat tertinggi, yang dipanggil justru Shikamaru.

"Huh?" cengok Naruto. 'Nekat tuh orang,' pikir Naruto. 'Bisa gitu kerja sama ampe begini sama pihak sekolah?'

Shikamaru memberi ceramah singkat dengan tampang malas tetap ia pasang, dan di ceramahnya ia sempat menyebutkan secara tidak langsung bahwa sebenarnya bukan dia yang ranking 1, hanya saja ia mengatakannya dengan bahasa super halus sehingga hanya orang yang bersangkutan saja yang mengerti.

Seusai acara, para wali murid mengambil kesempatan untuk berfoto dengan putra putri mereka , mengobrol satu sama lain dan juga mengobrol dengan para sensei. Saat orang tuanya tengah ngobrol dengan wali murid lain, ponsel Naruto bergetar halus. Ia terbelalak mendapati pesan dari Sasuke. Ugh…ia harus bilang apa pada orang tuanya?

"Err…Tou-san, Kaa-san, aku mau ke toilet sebentar," bohong Naruto.

"Baiklah, jangan lama-lama."

"Haik," Naruto pun segera pergi dan menemui Sasuke. "Astaga, kau kemana saja?" senyumnya.

"Hehe, cari aman dong," balas Sasuke dan mengecup pipi Naruto. "Ah, aku ingin foto bersama, setelah ini kau bakalan pulang sama orangtuamu kan? Kapan dong bisa foto bareng pas kelulusan."

"Hehe iya deh."

Sasuke mengambil kameranya dan menyetting untuk beberapa jepretan sekaligus. "Cheers."

"Cheers."

Jepretean pertama normal, mereka tertawa sambil membawa bukti kelulusan mereka, kedua Sasuke mulai melirik Naruto, ketiga, jangan ditanya lagi, Sasuke mulai mencondongkan wajahnya, foto-foto berikutnya adalah foto ciuman mereka, foto malu-malu Naruto dan wajah menggoda Sasuke setelah ciuman.

"Da-dasar kau ini," ucap Naruto sambil mereka melihat hasil jepretan tadi sementara Sasuke hanya tertawa pelan. Saat melihat foto-foto itulah tiba-tiba mereka terkejut, karena di foto-foto terakhir saat Sasuke mulai mencondongkan tubuhnya, di background terlihat Minato berdiri di belakang mereka.

Dengan horror merekapun berbalik, Minato masih berdiri di sana dengan tampang sangar. Detik berikutnya ia melangkah menuju Sasuke, bersiap menghajarnya.

"Tou-san!" Naruto menghalangi di depan Sasuke, tapi sepertinya Minato tak berhenti. Tepat sebelum ia menghajar bocah di hadapannya, Kushina menghampiri dan mendekap tubuh Minato, mencegahnya untuk bergerak lebih jauh.

"Anata! Hentikan!" cegah Kushina.

Minato menunjuk Naruto dengan marah. "Kalau kau masih berhubungan dengannya, keluar dari rumah dan jangan pernah lagi menganggap kami sebagai orang tuamu!"

Deg…!

Naruto tak bereaksi apapun kecuali membelalakkan mata, begitu juga dengan Kushina. Tak ada yang bereaksi untuk beberapa saat.

"T-Tou-san…" lirih Naruto. Minato juga terdiam, seolah baru sadar akan apa yang barusan dikatakannya.

"Anata…" lirih Kushina. Deg…! "Aww…" Beberapa detik kemudian ia mengaduh sambil memegangi perutnya.

"Kaa-san!" Naruto segera menghampiri, Minato memapah istrinya itu. "Ayo ke rumah sakit!"

~OoooOoooO~

Suara dokter yang tengah memberikan instruksi dan suara erangan Kushina terdengar dari ruangan sebelah, sementara Minato dan Naruto duduk menunggu di luar ruangan dalam diam. Cukup lama keduanya begitu hingga Minato akhirnya angkat bicara.

"Ano sa Naruto," ujarnya lirih. "Maaf soal yang tadi. Kau tahu, Tou-san sama sekali tak bermaksud mengatakan hal tersebut. Tadi hanya…amarah sesaat," Minato menatap lurus mata putranya. "Tou-san benar-benar…minta maaf."

Naruto tersenyum menanggapinya. "Aku tahu kok," jawabnya. "Dan bukannya aku tidak menduga Tou-san bakal berkata seperti itu, atau bisa dikatakan…mungkin aku sendiri yang akan mengatakannya."

Giliran Minato yang terbelalak.

"Tou-san…aku—…" tapi sebelum Naruto melanjutkan ucapannya, ruangan Kushina terbuka dan suster keluar dari sana mengatakan kalau bayinya sudah lahir dan mereka diizinkan masuk.

"Wow," takjub Naruto mendapati bahwa adiknya kembar laki-laki dan perempuan. Yang perempuan mirip dengan dirinya—atau ayahnya, berambut pirang dengan mata biru, sedangkan yang laki-laki mirip Kaa-san nya, berambut merah dengan iris coklat, keduanya memiliki garis tipis di kedua pipi.

"Boleh kugendong?" ujar Naruto. Kushina mengangguk lembut, ia masih terlihat lemah. Dengan hati-hati Naruto menggendong adik laki-lakinya, dipandanginya dengan sayang lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga sang adik.

"Tolong jaga Tou-san, Kaa-san dan juga adik perempuanmu ya," bisik Naruto yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Setelah itu ia kembali meletakkan adiknya di dekapan Kushina, ia beralih membelai pipi adik perempuannya.

"Naruto, tolong jaga Kaa-san sebentar ya. Tou-san akan ambil baju ganti dulu, Kaa-san masih akan di rumah sakit beberapa hari lagi," ucap Minato yang baru saja berbicara dengan dokter.

"Eh? Oh, biar aku saja Tou-san. Aku yakin Kaa-san lebih membutuhkan Tou-san di sini," senyum Naruto.

"…" terdiam sesaat, tapi lalu Minato tersenyum. "Baiklah. Hati-hati di jalan ya."

"Iya," angguk Naruto lalu pergi meninggalkan ruangan itu.

Sampai dokter dan para suster menyelesaikan urusan mereka di ruangan itu, baik Minato dan Kushina tak membuka suara. Begitu mereka pergi barulah Kushina memanggil suaminya itu.

"Anata…" lirih Kushina seolah bisa membaca pemikiran Minato dari apa yang dilakukannya barusan.

Minato tersenyum. "Mungkin aku harus lebih lembut pada Naruto, juga…lebih mempercayai dia," ujarnya. "Aku tahu aku salah, aku akan minta maaf baik-baik padanya—…atau mungkin pada mereka berdua. Aku akan minta maaf pada Sasuke-kun atau setidaknya bicara baik-baik padanya."

Kushina balas tersenyum dan menggenggam erat tangan Minato. "Ini baru suamiku yang kukenal," ujar Kushina.

"Tapi bukan berarti aku sudah menerima hubungan mereka loh," ralat Minato. "Hanya memberi mereka kesempatan bersama sampai mereka sendiri yang menyadari apa yang harus mereka lakukan."

"Haik haaaaik," goda Kushina. "Itulah tugas orang tua, membimbing putra putri mereka sampai mereka memiliki kekuatan sendiri untuk memilih apa yang mereka anggap benar dan patut dijalani."

Minato tersenyum lalu mengecup dahi Kushina.

"Ah, ngomong-ngomong, nama apa yang mau diberikan untuk anak kita? Kita kan belum sempat memastikan nama yang akan digunakan dari hasil pemilihan kita," ucap Minato.

"Hmm…soal itu, bagaimana kalau nanti diskusikan dengan Naruto juga?" usul Kushina.

"…" terdiam sesaat. "Setuju," cengir Minato.

~OoooOoooO~

Minato tengah menimang putra nya dan Kushina tengah membelai putri nya saat seorang suster memasuki ruangan membawa sebuah tas.

"Tuan dan Nyonya Namikaze, seseorang menitipkan ini untuk Anda," ucap si suster.

"Siapa?" tanya Kushina.

"Seorang remaja laki-laki bersurai pirang," suster meletakkan tas tersebut di dekat ranjang lalu pamit pergi. Minato dan Kushina saling pandang, lalu tanpa kata Kushina meraih tas itu dan membukanya. Isinya adalah pakaian Kushina yang dijanjikan Naruto akan diambilnya. Tapi kenapa bocah itu menitipkannya pada suster?

Gerakan Kushina terhenti saat melihat sebuah amplop di sana, lalu dengan sedikit gemetar Kushina membuka amplop itu dan membaca surat yang ada di dalamnya.

.

.

Kaa-san, Tou-san, omedetou atas kelahirannya. Kau tahu, aku senang sekali loh punya adik, dengan begini…kalian tidak akan kesepian sekalipun aku…

Ah, aku ingin mengucapkan terimakasih untuk semuanya. Ya, semuanya. Terimakasih sudah merawatku, menjagaku, pokoknya semuanya. Aku tidak mungkin bisa menyebutkan semua hal yang kalian lakukan demi aku, karena amat sangat banyak tentunya. Kemudian juga…maaf. Aku bukan putra yang bisa kalian banggakan, aku bahkan sangat jauh dari harapan kalian, tapi aku tahu meski aku mengecewakan begini, kalian tetap menyayangiku. Aku yakin itu. Karena aku juga sangat menyayangi kalian makanya aku tahu.

Dan…karena itulah aku harus pergi.

Aku tidak ingin terus menyakiti kalian, orang yang paling kusayangi di seluruh dunia—meski ada seorang lagi yang kalian tahu siapa hehe—aku tidak ingin menambah corengan burukku pada kalian, pada keluarga ini. Tidak tidak, bukan karena ucapan Tou-san aku pergi, aku tahu dia tidak bermaksud mengatakan itu, atau bisa dikatakan aku sudah menduganya. Yang membuatku terkejut hanyalah saat ia mengatakan hal yang kedua—aku tak ingin mengatakannya, cukup kuingat saja hehe—hanya saja aku juga tahu Tou-san hanya terbawa emosi dan pada akhirnya Tou-san sangat menyesalinya.

Jadi yang jelas, kepergianku bukanlah karena siapapun, ini karena keputusanku sendiri. Aku sudah memikirkannya—…bukan, maksudku, kami sudah memikirkannya sejak lama tentang kemungkinan ini. Karena dengan begini kami bisa bersama tanpa melukai siapapun, tanpa mencoreng nama siapapun. Dan kalian tidak perlu khawatir, kami pasti akan baik-baik saja. Entah bagaimana aku sangat yakin kami akan baik-baik saja asalkan kami tetap bersama. Mungkin terdengar konyol dan tidak rasional, juga mungkin terlihat ceroboh dan bodoh keputusan yang datang dari pemikiran kami yang belum dewasa, tapi kami yakin dengan keputusan kami dan kami ingin menjalaninya. Lalu meski terdengar seperti omong kosong…kami percaya adanya cinta sejati, dan kami meyakini bahwa cinta kami adalah salah satunya.

Ah, maaf aku terlalu banyak bicara. Sekali lagi maaf dan terimakasih atas segalanya, aku titip salam pada kedua adik tercintaku. Aku yakin mereka berdua tidak akan mengecewakan kalian seperti apa yang kulakukan.

Dari Putra Kalian

coret*Namikaze*coret Naruto

P.S: jika Kaa-san dan Tou-san tidak menceritakan tentang keberadaanku pada kedua adikku kurasa aku juga tidak keberatan, akan lebih baik jika mereka tidak tahu bahwa mereka memiliki aniki sepertiku, aku tidak ingin mereka sampai mengikuti jejak aniki mereka.

.

.

Tes…

Cairan bening turun dari mata Kushina, membasahi kertas di tangannya yang ia pegang dengan gemetar. Sedetik kemudian tangisnya pecah, ia menangis seperti bocah yang menumpahkan segala perasaannya saat itu juga.

"Sssshh…" Minato berusaha menenangkan. "Jangan menangis dong, anak kita jadi ikutan nangis nih," ucap Minato karena kedua bayi mereka menggeliat tak nyaman dan mulai menangis. Dan meski mengatakan hal setengah bercanda seperti itu, suara Minato juga bergetar dengan air mata mengalir dari kedua sudut matanya.

"Dasar anak bodoohh!" ucap Kushina di tengah tangisnya. "Awas saja kalau kau sampai tidak memberikan kabar, Kaa-san akan melarangmu makan ramen selama setahun!" Kushina meneruskan tangisannya, melepaskan segala perasaan sesak yang menimpa dadanya.

Sementara tanpa mereka sadari, Naruto hanya bisa duduk di lantai, bersandar di depan pintu ruangan mereka dengan mata berair.

"Dasar bodoh, kau sudah memutuskan kan? Jangan menangis dong," ucapnya pada diri sendiri sambil menyeka air matanya. Ia terisak sesaat lalu bangkit, menilik beberapa detik untuk terakhir kalinya ia melihat wajah kedua orang tua, juga kedua adiknya. Setelah itu Naruto memberikan senyum terbaiknya meski air mata tak berhenti mengalir.

Iapun melangkah pergi.

~OoooOoooO~

Cowok bertampang stoic itu menilik jam di tangannya lalu menatap ke kejauhan, orang yang dinantinya belum datang juga. Ia menghela nafas lelah karena masih harus menunggu, tapi ternyata orang yang dinantinya muncul tak lama kemudian. Seorang cowok bersurai pirang.

"Yo," sapa si cowok stoic. "Mukamu jelek sekali," ia mengusap wajah cowok pirang itu yang berwajah sembab.

"Berisik, kenapa kau malah baik-baik saja sih Sasuke-Teme," ujar si surai pirang sambil kembali mengucek matanya yang memerah.

"Iya dong, aku bukan orang cengeng sepertimu, Naruto-Dobe."

"Geez kan nggak salah aku nangis, itu tandanya aku masih manusia yang punya emosi. Kau apa? Android?"

"Mungkin," jawab Sasuke. "Android ganteng."

"Ghhh kau ini. Sok sekali deh!" Naruto mengusap sekali lagi matanya. "Ah, ngomong-ngomong bagaimana perpisahanmu dengan orang rumah?"

"Hng…apa yah. Aku bilang pada Kuroe dan yang lainnya kalau aku akan kuliah di luar negeri mengikuti orang tuaku. Lalu pada orang tuaku aku tidak bilang apa-apa."

"EEEEHHH? Terus?"

"Apanya yang terus? Orang tua ku jarang di rumah, sekalipun di rumah kalau aku tidak muncul mereka juga nggak akan tanya aku di mana. Jadi…"

"Jadi…"

"Jadi ayo pergi," Sasuke meraih gagang kopernya dan mulai melangkah. Satu tangannya lagi menggandeng Naruto.

Wajah Naruto sempat memerah, ia lalu tersenyum. "Iya," jawabnya. "Ngomong-ngomong kita mau kemana?"

"Hng…tidak tahu. Gimana kalau ke bulan?"

"Jangan ngaco! Seriusan nih, masa belum kepikiran sedikitpun kita mau kemana?"

"Mau kemana kita, ke gunung? Mau kemana kita, ke gunung?" ucap Sasuke ala D*ra the Explorer.

"Sa-Su-Ke," geram Naruto.

Sasuke tertawa pelan lalu meraih dagu Naruto. "Memangnya apa masalahnya? Asalkan aku bersamamu kemana saja juga tidak masalah kan?"

"…" terdiam sesaat. "Iya juga sih," cengir Naruto kemudian.

Langkah merekapun kian menjauh, meninggalkan jejak masa lalu mereka dan menuju masa depan yang ingin mereka jalani bersama.

.

.

.

~The End~

.

.

.

Owari :D sankyuu banyak buat readers and reviewers yang udah mengikuti ceritanya sampai akhir, semoga menikmati. Sampai ketemu di second trilogy nya (niatnya sih begitu—semoga masih ada yg mau baca XD)

Ngomong-ngomong, pastinya banyak yang tahu lagu itu kan? They Don't Know About Us nya One Direction. Itulah lagi yang menginspirasi author buat fic ini :-)

Ah, gambar di chapter ini juga bisa dilihat di facebook page Noisseggra no Sekai, album Fanfiction: They Don't Know About Us.

Akhir kata, arigatou gozaimasu, soshite, Read, check out the picture and Review please…

See you soon ;-)

.

.

P. S. btw reviews nya untuk chapter ini mau dibales langsung atau dibales di second trilogy nya kalau udah upload aja? XP and bales langsung hanya berlaku untuk yang log in XD kalau nggak log in gimna balesnya kufufufu XD