Paper Clips
.
disclaimer: Naruto (c) Masashi Kishimoto. No material profit intended from this.
warning: AU. Child Sasuke.
Sasuke hanya tahu kalau dirinya telah tinggal bersama Naruto dan orangtuanya sejak pertama kali ia mengingat.
Jika ia mendengar kata 'Ibu', maka yang muncul di kepalanya adalah sosok ceria seorang Namikaze Kushina. Dan jika ia mendengar kata 'Ayah', maka wajah kalem seorang Namikaze Minato-lah yang muncul di pikirannya.
Ia telah tinggal di rumah itu sejak dulu, entah berapa lama lebih tepatnya—ia tidak tahu. Atau mungkin ia lupa.
Atau mungkin ia hanya tidak peduli. Hidup yang ia miliki saat ini adalah sebuah kehidupan yang hangat dan bahagia; dan baginya, itu sudah cukup.
Meskipun di malam-malam sunyi di saat ia tidak bisa tidur, kadang-kadang ia berpikir mengapa ia memakai 'Uchiha' di depan namanya, dan bukannya 'Namikaze' juga seperti Naruto; namun ia tak menemukan jawabannya.
.
Ia tak pernah bertanya.
Namun kehidupannya berubah pada suatu sore yang beraroma hujan di akhir Oktober.
Ia, yang saat itu sedang mengerjakan PR matematikanya bersama Naruto di ruang depan, dikejutkan dengan suara pintu gerbang yang berbunyi belnya. Naruto hanya mengangkat bahu, lalu melanjutkan kegiatannya berdebat tentang rumus penentuan debit air. Ia berusaha menjelaskan tentang cara cepatnya pada anak berambut pirang itu, namun Naruto berkeras bahwa cara yang digunakannya salah. Akhirnya hal itu berujung pada perdebatan kekanak-kanakkan yang tidak ada habisnya, hanya untuk mengerjakan sepuluh nomor soal matematika SD.
Kushina, yang sedang berkebun di luar, membukakan gerbang.
.
Perdebatan mereka berdua terhenti sejenak ketika Kushina membuka pintu, lalu menolehkan kepalanya ke dalam.
"Sasuke? Ada yang mencarimu."
Ia mengernyitkan kening sedikit. Siapa? Setahunya selama ini tidak ada yang pernah mengunjunginya, dan ia tidak mengenal satu kerabat pun dari keluarga Namikaze. Selain itu, ia juga tak pernah memberitahu teman-temannya di sekolah tentang alamat rumahnya.
"Siapa, Okaa-san?"
Kushina menutup pintu, lalu keluar lagi. Ia tak kembali juga beberapa menit setelahnya, hingga Sasuke meneruskan kembali keributan, bukan, diskusi ilmiahnya dengan Naruto.
Sasuke mengira kalau orang yang mencarinya tadi sudah menyelesaikan urusannya dengan Kushina dan pulang, namun Kushina membuka pintu lagi sepuluh menit kemudian.
"Sasuke?" wanita itu menggigit bibir bawahnya sedikit, lalu menoleh ke belakang selama beberapa detik. Ketika ia berpaling lagi, raut wajahnya tampak ragu dan agak pucat. "Bisa kau keluar sebentar?"
"Siapa tamunya, Kaa-san?" Naruto segera berdiri, dan melirik ke arah pintu dengan sorot ingin tahu. Namun Kushina mengangkat sebelah tangannya dengan gestur melarang.
"Naruto, kau tunggu di dalam ya."
"Hah?" Anak itu mengernyitkan keningnya. "Aku ingin lihat siapa yang mencari Sasuke."
Namun Kushina memberikan gelengan tegas. "Tidak. Bukan sekarang, Naruto."
Wanita itu mengisyaratkan Sasuke untuk segera keluar, dan anak itu menurut. Kushina segera menutup pintu lagi setelahnya, dan mengajak Naruto ke ruang makan. Sasuke yang terkejut ketika menyadari bahwa Kushina tak ikut juga keluar berbalik untuk membuka pintu, namun hanya terdiam di tempat ketika menyadari bahwa pintunya telah dikunci.
Ketika ia berbalik untuk melihat siapa tamu yang mencarinya, keningnya berkernyit dalam begitu melihat sosok yang ada di depannya.
Seorang pria berambut hitam yang mengenakan syal di lehernya tengah duduk di kursi teras. Ketika melihat dirinya, pria itu langsung bangkit, dan berdiri tanpa suara.
Sasuke menghampiri pria itu dengan ragu.
"Um..."
Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Ia tak mengenal pria yang tampak terlihat masih muda itu, dan merasa tak pernah bertemu dengannya sebelumnya.
"Sasuke?" Di luar dugaan, pria itu membuka pembicaraan lebih dulu. Sasuke mengangkat wajahnya, dan menyadari kalau pria di hadapannya itu tampak begitu muda, usianya mungkin tak lebih dari dua puluhan. Atau mungkin kurang.
"Maaf..." Sasuke mundur sedikit, lalu menatap pria itu lekat-lekat. "Apa aku mengenal Anda?"
Pria itu tampak agak terkejut, sebelum kemudian mencondongkan badannya sedikit dan memperhatikan Sasuke dengan mata hitamnya yang intens. Sasuke tetap diam, menunggu jawaban pria itu— namun beberapa detik kemudian ia menyadari kalau pria di depannya memiliki warna mata yang sama dengan dirinya.
"Oh, maaf. Aku belum memperkenalkan diri." Orang itu menatap Sasuke dengan sorot yang lebih lembut, sebelum kemudian tersenyum tipis. "Namaku Uchiha Fugaku."
Sasuke mengangkat alis.
"Uchiha...?" ia menggaruk-garuk dagunya sembari berpikir. "Sama dengan nama depanku. Berarti Anda adalah kerabatku, ya?"
Orang yang menyebut dirinya Uchiha Fugaku itu tampak canggung selama beberapa detik, dan Sasuke mendapati kalau itu adalah sesuatu yang mengherankan karena di matanya pria itu tampak begitu tenang dari tadi. Namun pria itu berhasil menguasai dirinya lagi, dan menatap Sasuke dengan binar familiar di matanya.
"Oh, ya," ia berkata dengan nada ramah—namun Sasuke menangkap ada sedikit nada cemas terselip di suaranya "Kita adalah keluarga."
Sasuke mengangkat alis. Ia merasa aneh mendapati orang yang baru pertama kali bertemu dengannya tiba-tiba menyebut kalau mereka berdua adalah keluarga.
"Apa Anda adalah Pamanku?" Sasuke menebak dengan ragu. Itu adalah kemungkinan yang paling mungkin, menurutnya. Namun Sasuke tak menyangka kalau orang itu akan menggeleng.
"Bukan," orang itu tampak ragu sejenak, sebelum kemudian menurunkan syal yang menutupi bagian bawah wajahnya sedikit. "Mungkin... kau bisa memanggilku Ayah, Sasuke."
.
.
Sasuke merasa seperti disiram air es di siang bolong.
Ia hanya berdiri terpaku selama beberapa detik. Kata-kata seakan menguap begitu saja dari ujung lidahnya, bagai lilin yang tertiup angin.
Tenang, tenang.
Ia menghela napas panjang, dan memutuskan kalau mungkin tadi ia salah dengar. Namun begitu ia mengerjapkan matanya beberapa kali, ia mendapati pria di depannya tengah menatapnya dengan ekspresi campuran antara serius dan cemas. Ada sorot panik yang melintas di mata hitamnya.
Sasuke tercekat, napasnya tertahan selama beberapa detik. Jadi, yang didengarnya tadi adalah sesuatu yang nyata.
Mereka berdua saling menatap dengan canggung selama beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam.
Sasuke yang memecah keheningan lebih dulu.
"Jadi..." ia menggaruk dagunya sedikit, gestur yang tanpa sadar diambilnya dari Naruto ketika anak itu sedang memikirkan sesuatu dengan keras. "Jadi, Anda adalah Ayahku."
Sekarang ia mengerti kenapa nama depannya bukanlah Namikaze seperti Naruto, melainkan Uchiha. Kalau ia memang benar seorang anak tiri, itu tak masalah. Ia memiliki firasat bahwa keadaan di antara Okaa-san, Otou-san, Naruto, dan dirinya tetap sama seperti biasa—dan tak akan ada yang berubah.
Ekspresi pria itu sudah berubah menjadi tenang lagi seperti sebelumnya. "Bisa dibilang begitu."
Sasuke menaikkan alis, merasa kalau jawaban tadi terdengar agak aneh—namun ia tak tahu salahnya dimana. "Oh... begitu," akhirnya ia mengangguk dengan skeptis. "Tapi kalau seandainya kau memang Ayahku, kenapa kau baru menemuiku sekarang?"
Pria itu tampak berjengit sedikit mendengar pernyataan tadi, namun segera kembali ke ekspresi tenangnya sedetik setelahnya.
"Ceritanya... rumit, Sasuke."
Sasuke mengernyitkan keningnya, lalu menatap pria di depannya dengan alis menukik turun. "Jelaskan. Kalau tidak, aku akan masuk lagi ke dalam."
Pria itu menatapnya lama selama beberapa detik, sebelum kemudian menghela napas pendek. Tanpa disangka-sangka, pria itu mengangkat tangannya, dan melakukan hal yang tidak diduga sama sekali olehnya.
"Tapi kan pintunya dikunci, Sasuke," pria itu berkata kalem sembari menyentuh dahinya dengan menggunakan dua jari, pelan—dan Sasuke berjengit sedikit begitu menyadari gestur itu.
"Hei!" Ia mundur selangkah, lalu menggosok-gosok dahinya dengan raut kesal. "Jangan sembarangan!"
Namun pria itu hanya menurunkan tangannya dengan tenang, dan Sasuke melihat ada binar cerah yang muncul sekilas di sepasang mata hitam yang hampir sedatar permukaan aspal jalanan itu.
"Apakah kau keberatan jika ikut denganku?" Pria itu mengulurkan tangan kanannya pada Sasuke, mengajukan permohonan yang tak tersirat.
.
Sasuke terdiam.
Sejurus kemudian, pria itu mengatakan sesuatu yang tak pernah didengar Sasuke selama bertahun-tahun; yang tak pernah dikatakan seorang pun kepadanya sebelumnya.
.
.
("Ayo pulang, Sasuke.")
.
.
Bersambung...