BAGIAN PERTAMA
Seorang laki-laki berusia delapan belas tahun ke luar dari lingkungan kampus dengan tas slempang di bahu. Ia mengenakan kemeja dan dasi, serta celana panjang hitam. Namanya adalah Natsume Takashi. Hari itu adalah hari pertama Takashi sebagai mahasiswa, dan sebagaimana acara penyambutan mahasiswa baru pada umumnya, mereka harus mengikuti upacara penyambutan, kemudian pengenalan kampus. Kegiatan itu baru selesai pada pukul empat sore.
Sebuah Lamborghini berhenti tepat di depan Takashi yang hendak berbelok ke halte bus. Pemuda itu sangat mengenali mobil merah itu, jadi ia berhenti untuk memastikan pengemudinya. Pintu mobil terbuka ke atas dan sesosok model tampan ke luar dari sana, memancarkan karismanya yang luar biasa, hingga membuat semua mahasiswa dan kalangan umum yang melintas histeris, khususnya perempuan. Natori Shuuichi, model sekaligus aktor yang paling digemari para wanita berbagai usia, menghampiri Takashi sambil tersenyum riang.
"Selamat sore, Takashi. Apa upacaranya sudah selesai? Setelah ini ada rencana lain?" tanya Shuuichi dengan suara lembutnya. Ia tampak tidak memedulikan gadis-gadis yang berbisik-bisik atau memotretnya dengan sembunyi-sembunyi. Pandangannya terpaku pada sosok Takashi.
"Ya, sudah selesai dan aku berencana untuk langsung pulang. Kukira kamu masih punya jadwal syuting," kata Takashi. Ketika upacara tadi, Shuuichi sempat mengirimkan Takashi pesan yang mengatakan kalau ia tidak bisa menjemput Takashi karena ada syuting iklan. Sebenarnya Takashi tidak mengharapkan Shuuichi menjemputnya pada hari kerja karena biasanya Shuuichih akan lebih "bersinar" hingga menarik perhatian banyak orang.
"Aku ingin memberikan kejutan untukmu. Aku membelikan hadiah atas diterimanya kamu di universitas yang sudah lama kamu idamkan ini," Shuuichi menyerahkan sebuah kotak dengan kertas kado warna biru muda bercorak yang tampak indah.
"Kamu tidak perlu repot-repot begini, Shuuichi," ujar Takashi, menerima hadiah dari Shuuichi.
"Sama sekali tidak merepotkan. Ayo, kuantar pulang." Shuuichi membukakan pintu mobilnya untuk Takashi dan menunggunya hingga ia duduk nyaman di dalam mobil sebelum akhirnya menutup pintu mobil dan berputar ke kursi pengemudi.
Mobil pun melaju dengan cepat, melintasi jalanan kota yang tidak terlalu padat, menuju ke rumah keluarga Fujiwara. Selama Shuuichi mengendarai mobil, Takashi tidak henti-hentinya protes karena Shuuichi terlalu mencolok. Itu membuatnya merasa tidak nyaman, karena para gadis memusatkan perhatian mereka kepada Shuuichi.
"Perlu kau ketahui, Takashi. Rasa cemburumu itu membuatku sangat bahagia, hingga rasanya terlontar ke langit ketujuh," komentar Shuuichi.
"Aku serius, Natori Shuuichi!" Takashi menenggelamkan tubuhnya di jok mobil dengan mulut dimajukan. Shuuichi melirik Takashi sekilas dan merasa lucu dengan tingkah pemuda itu.
"Aku mencintaimu selamanya. Biarkan saja orang-orang itu memandangku dengan kagum. Kalau pun mereka menjadikanku sebagai objek imajinasi liar mereka, aku tidak peduli. Sebab yang memiliki diriku sepenuhnya hanyalah Natsume Takashi seorang."
Takashi terdiam untuk sesaat. Ia percaya kalau Shuuichi benar-benar mencintainya. Jika tidak, mungkin mereka tidak akan bisa melewati hubungan kekasih selama dua tahun ini dengan lancar. Takashi memandangi hadiah dari Shuuichi di pangkuannya, menimbang-nimbang untuk membukanya saat itu juga atau setelah ia tiba di rumah keluarga Fujiwara.
"Buka saja, aku juga ingin melihat apakah kamu cocok memakainya atau tidak. Yah, walau aku sangat yakin kalau kamu cocok mengenakan apa pun," kata Shuuichi, seolah mampu membaca pikiran Takashi. Dengan patuh, Takashi pun membuka bungkus kado dengan hati-hati. Sebuah jam bermerk membuat perhatiannya teralih antara jam dan kekasihnya yang tengah serius menyetir.
"Shuuichi, ini berlebihan. Tahun lalu kamu memberikanku jas mahal untuk makan malam di restoran mewah pada hari jadi kita, sekarang kamu memberikan jam ini…" Pemuda dengan tinggi 173 sentimeter itu biasa hidup sederhana, jadi ketika Shuuichi memberikan barang-barang mahal untuknya, ia merasa sangat tidak enak.
"Itu tidak berlebihan, Sayang. Setahun sekali mengeluarkan banyak uang tidak apa-apa, kan? Apalagi itu untuk orang yang kucintai," kata Shuuichi.
"Tapi cinta tidak perlu menghambur-hamburkan uang begini. Pandangan kita tidak pernah sama untuk urusan uang," gerutu Takashi, menyilangkan tangan di depan dada. Ia mengalihkan pandangan ke luar jendela, memandangi bangunan-bangunan serta pepohonan yang berlalu dengan cepat.
Shuuichi menghela nafas. Ditepikan mobil mewahnya, lalu ia berhenti. Lelaki yang lebih tua beberapa tahun dibanding Takashi itu menghadap Takashi dan berkata, "Pandangan kita memang berbeda, tapi aku hanya bersikap royal kepada orang yang kucintai. Aku benar-benar meminta maaf karena sifatku yang satu itu mengganggumu."
Takashi memandang Shuuichi yang tampak sangat bersungguh-sungguh atas ucapannya itu. Ia menurunkan pandanganya untuk memandang jam tangan mahal yang masih tergeletak di pangkuannya itu.
"Baiklah. Jam ini aku terima sebagai penebusan kesalahanmu yang tidak bisa merayakan hari jadi kita minggu lalu. Lain kali, tidak perlu hadiah-hadiah mewah lagi," ujar Takashi setelah berpikir sejenak.
"Beberapa tahun sekali aku boleh memberikan hadiah mewah," Shuuichi bermaksud bernegosiasi.
"Kalau kamu sanggup bertahan denganku selama itu, aku tidak keberatan," Takashi tersenyum kecil. Ia mengeluarkan jam tangan dari kardus pembungkusnya dan memakainya di pergelangan tangan kirinya. "Bagaimana menurutmu?" tanya Takashi, menunjukkan tangan kirinya yang telah memakai jam.
"Keren," jawab Shuuichi. Ia mendekatkan tubuhnya kepada Takashi dan mencium lelaki muda itu sekilas, sebagai rasa terima kasihnya karena Takashi mau menerima hadiah itu. Senyum di wajah Takashi semakin lebar. Mobil Lamborghini itu kembali melaju di jalan, menuju ke rumah Takashi yang sudah dekat dari posisi mereka ketika berhenti tadi.
Setibanya Shuuichi dan Takashi di rumah Fujiwara, keduanya langsung masuk. Touko menyambut kedatangan anak angkatnya dan terkejut ketika melihat Shuuichi mampir ke rumahnya dengan membawa sekotak kue tart. Wanita paruh baya itu pun mempersilakan Shuuichi untuk masuk. Shuuichi, Takashi, dan Touko mengobrol bersama sambil menunggu Shigeru pulang kerja. Mereka hendak merayakan Takashi yang sudah kuliah di kampus yang telah lama ia idam-idamkan. Touko pun tampak sangat berbahagia dan begitu akrab dengan Shuuichi. Ketika akhirnya Shigeru tiba di rumah, mereka pun memulai pesta dan makan malam bersama. Touko dan Shigeru sama sekali tidak mengetahui hubungan Shuuichi dengan Takashi. Takashi takut kalau mereka akan berduka jika mengetahui hubungannya yang tidak lazim itu. Shuuichi juga setuju untuk merahasiakan status mereka sebagai kekasih, dengan alasan yang sama dengan Takashi. Hubungan sesama jenis pasti dipandang sebelah mata oleh orang lain. Di samping itu, ia juga memiliki masalah sendiri dengan keluarganya dan tidak ingin menambah masalah dengan keluarganya. []