Tittle : TEARS — 우리는 다시 만날
Chapter : 1 Of 2 [TwoShoot]
Disclaimer : Semua pemain milik Tuhan, dan orang tua mereka tentunya. Saya hanya meminjam nama, dan FF ini milikku. Beberapa kesamaan hanya sebuah kebetulan. Ini ide kakakku yang didapatnya melalui sahabatnya.
Pair : YunJae
Rated : T
Genre : Hurt/Comfort, Drama, Romance
Warning : Yaoi, OOC, Typo, Miss-Typo, dan MPREG
.
TYPO EVERYWHERE!
.
You Don't Like YAOI or MPREG?! Just get out by click the X button!
I Remind You!
.
"Astaga. Astaga. Astaga. Andwae!" jaejoong berteriak histeris selagi ia berjalan mondar-mandir di kamarnya dan Yunho.
Yunho telah pergi ke studio—untuk rekaman single terbaru mereka—dengan Junsu hari iini, jadi Jaejoong punya banyak waktu luang di rumah.
Sebelumnya ia cepat-cepat pergi—dengan penyamaran tentunya—ke apotek terdekat da membeli sebuah alat tes kehamilan. Dia telah mencobanya dan kini dia lebih gugup daripada saat membelinya tadi. Dua garis merah muda, yang artinya positif, persis seperti apa yang telah ia duga sebelumnya, dengan semua morning—sickness dan moody yang ia dapatkan.
Dia harus memberitahu Yunho, bagaimana pun Yunho adalah ayah dari janin yang ada di rahimnya—yang awalnya tak ia ketahui ada. Jaejoong juga harus memberitahu member lainnya dan tentunya managemen. Jadi Jaejoong memutuskan pergi dan bicara dengan managemen, baru nanti ia putuskan selanjutnya. Entah bagaimana dia merasa lebih takut untuk memberitahu Yunho daripada orang-orang tua itu—managemen mereka.
Jaejoong mengambil ponselnya dengan tangan bergetar dan ia menghubungi nomor pertama yang ada di pikirannya, Seungri—bodyguard mereka.
"Yeoboseyo?" suara seorang lelaki dengan suara beratnya terdengar di line telepon sana.
"Yeo—yeoboseyo, Seungri—ah, ka—kau ada dimana sekarang?" Jaejoong bertanya dengan suara bergetar.
"Di studio, waeyo? Apa ada yang salah?"
"Geunyang… aku ingin bicara dengan managemen, bisakah kau menjemputku? Dan jangan beritahu member lain. Jebbal?" Jaejoong bertanya dan mengambil sebuah napas dalam setelahnya.
"Arraseo, tunggu aku ne?" Seungri menjawab dan Jaejoong dapat mendengar namja itu bergerak. Seseorang berbicara di belakangnya dan Seungri balas bicara pada mereka, tapi Jaejoong tak mendengarkannya.
"Aku akan menunggu di luar, palli juseyo!" setelah memberitahunya, Jaejoong menutup telepon sepihak, namun ia yakin Seungri telah mendengarnya.
Jaejoong gemetar seperti kertas yang tertiup angin walau kecil. Ia berjalan keluar rumah dan mendapati Seungri hampir sampai dengan mobil pribadinya.
Saat sampai, Seungri tidak ikut Jaejoong memasuki ruangan petinggi SM. Jaejoong mengirimkan senyum lemah pada Seungri sebelum akhirnya menutup pintu, jantungnya berdegup cepat di dadanya.
"A—annyeonghaseyo," sapa Jaejoong setelah memberi bungkukan salam kecil pada petinggi-petinggi SM, terutama Lee Soo Man yang duduk di kursinya dengan angkuh.
"Jaejoong—ah, apa kabar?" seorang petinggi yang ramah menyapanya dengan senyum yang semakin membuat Jaejoong gugup sendiri.
Jaejoong memaksakan sebuah senyum kecil yang terasa begitu berat untuk dikeluarkannya, "Aku baik-baik saja."
"Baguslah, apa yang membuatmu datang kemari?" pria paruh baya lain bertanya dan menyuruh Jaejoong duduk.
"Aku—ada kabar untuk kalian…" Jaejoong memulai perlahan, semua tampak mendengarkan dengan seksama, "…aku hamil, ini anak Yunho. Sekarang dia belum mengetahui tentang ini," Jaejoong bicara dan menatap orang-orang di sekelilingnya.
"MWO?!"
"Aku—aku…" Jaejoong terbata.
"Ini tidak boleh terjadi! Apa yang ada di pikiranmu, Jaejoong—ssi?!" seorang lelaki berdiri dan berteriak pada Jaejoong, ia merasa ingin menangis saat itu.
"Kau punya dua pilihan sekarang…" Soo Man angkat bicara, hanya dia yang tak mengeluarkan ekspresi—tidak seperti petinggi lainnya yang memasang wajah shock, "…pilihan pertama adalah aborsi…" ia berkata ringan—seolah tanpa beban—yang membuat semua orang disana mengangguk setuju, "…atau kau keluar dari grup."
"Mwo?! Andwae! Aku tidak akan melakukan aborsi!" Jaejoong menangis dan mulai berdiri, mereka sungguh kejam baby, batinnya.
"Jadi itukah pilihanmu, Jaejoong—ssi?"
"Andwae! Andwae! Aku tidak akan melakukan aborsi dan kau tidak bisa menendangku dari grup!" Jaejoong berteriak histeris.
"Tentu saja kami bisa mengeluarkanmu dari grup, jika kau tidak mau aborsi, lalu dikeluarkan dari grup adalah satu-satunya pilihan untukmu!" lelaki yang Jaejoong anggap baik tadi kini ikut berteriak padanya.
"Aku harus memberitahu Yunho… Aku takkan melakukan aborsi, tapi dia pasti mendukungku!" ucapnya bergetar, sejujurnya ia takut, ia seperti sedang diadili sekarang—walau keadaan memang begitu.
"Kau tak bisa memberitahunya! Kami tak mau kehilangan dua member!"
"Kau tidak bisa menghakimi apa yang akan kulakukan!" Jaejoong berteriak walau kini suaranya agak melemah, mereka egois baby, batinnya.
Perdebatan mereka memakan waktu lama, banyak argumen yang saling berlawanan sampai akhirnya keputusan akhir telah dibuat Soo Man yang tak tahan kantornya seperti di demo. Jaejoong dikeluarkan dari grup dan dia tidak diperbolehkan memberitahu tentang hal ini pada orang lain. Managemen tidak ini media tahu tentang ini. Yunho juga tak boleh tahu tentang kehamilannya dan bahkan Jaejoong diharuskan meninggalkan Negara ini. Managemen memesankan tiket untuk Jaejoong ke Jepang—tempat yang akan dan harus ia tinggali. Jaejoong harus menemukan flat kecil untuk dirinya sendiri dan dia harus pergi secepatnya dari rumah.
Jaejoong menangis, berteriak, memohon, dan melakukan hal apapun yang bisa ia lakukan, tapi mereka tetap menolaknya. Dia bahkan sampai muntah di tempat sampah sudut ruangan karena tiba-tiba perutnya mual.
Jaejoong keluar dari ruangan dengan menangis dan sebelum Seungri dapat bertanya apapun, namja bersuara berat itu dipanggil masuk ke ruangan managemen. Managemen memberitahunya untuk bilang pada Yunho dan member lain jika mereka harus ada di studio satu jam lagi, dan semua seolah telah dipersiapkan begitu matang. Seungri disuruh mengantar Jaejoong ke bandara dalam satu jam lagi. Seungri yang disuruh mengantar Jaejoong tidak diberitahu apapun, tapi lelaki itu tetap menjalankan sesuai perintah.
Jaejoong telah mengepak semua yang ia butuhkan. Dia membawa dua koper besar dan satu tas ransel. Dia akan pergi sebelum akhirnya memutuskan berlari ke dapur. Dia mencari pulpen dan kertas, dia merasa tak bisa pergi tanpa sepatah kata pada Yunho.
Yunho
Saranghae. Aku sangat—sangat mencintaimu dan maafkan aku. Aku telah pergi saat kau menyadari surat ini, tapi ini bukan kehendakku. Aku terpaksa dan aku yakin kau tahu siapa yang memaksaku. Orang-orang tua sialan itu!
Aku takkan kembali… untuk sementara. Aku akan merindukanmu dan aku harap kau takkan melupakanku, aku harap kau masih tetap mencintaiku saat kita bertemu nanti.
Saranghae, aku mencintaimu dan maafkan aku, aku harap kita akan bertemu kembali.
— Your Jaejoongie.
.
.
.
Yunho berjalan masuk ke rumahnya dan Jaejoong, Junsu mengikuti di belakangnya. Mereka merasa kesal karena managemen membuat mereka bekerja terlalu berat, hari ini mereka mengira mereka hanya akan di studio untuk enam jam, tapi apa yang mereka lakukan?! Mereka membuat mereka disana satu jam lebih.
"Jaejoongie?" Yunho memanggil Jaejoong tapi tak ada jawaban yang ia dapat. Dia melihat Junsu yang mengedikkan bahu dan Yunho mencoba mencari di kamar. Tapi yang ia temukan mengejutkannya, lemari yang terbuka dan barang-barang yang berantakan di sana-sini.
"Jaejoongie!" dia berteriak dan Junsu mulai ikut mencari namja berambut almond itu.
"Jae—" saat Yunho akan berteriak, mata musangnya menyadari selembar kertas di atas meja makan.
"Mwo…" dia bergumam dan mengambilnya.
"Ige mwoya?" Junsu bertanya dan berjalan di belakangnya. Yunho cepat-cepat membaca kertas itu dan tubuhnya serasa melemas.
"Yunho—hyung?" Junsu bertanya pelan melihat reaksi Yunho setelah membaca beberapa kalimat di kertas yang dipegang Yunho.
"Dia pergi… Dia tak ada di sini…" Yunho berbisik lemah dan menghapus beberapa air mata dari pipinya.
"Apa maksudmu, hyung?" Junsu bertanya dan Yunho memberinya kertas—surat—yang tadi ia baca pada Junsu. Yunho duduk di kursi dan menangis dengan tangannya yang menutup matanya.
Junsu menahan napas sesaat setelah membaca surat dari Jaejoong, ia terkejut, sungguh. Dia duduk di kursi sebelah Yunho dan melingkarkan lengannya pada lelaki yang kini menangis. Lelaki yang biasanya tampak angkuh di kamera, kini sedang menangis untuk orang yang paling dicintainya.
"Kita harus menghubungi Changminnie dan Yoochun—hyung…" Junsu bergumam lirih dan mulai menelepon dua member lainnya.
Mereka berempat tidur di rumah Yunho dan Jaejoong malam itu. Yunho tak berhenti menangis dan mereka ada di sana untuk menenangkannya. Tidak ada satupun yang marah pada Jaejoong, namun mereka marah pada managemen. Mereka tahu ini pasti ulah managemen yang membuat Jaejoong pergi, sejak awal managemen telah menentang hubungan Yunho dan Jaejoong setahun yang lalu juga.
Saat dimana Yunho berhenti menangis adalah saat ia menghubungi managemen dan berteriak, sangat keras. Managemen bersumpah padanya dan bertanya apa yang si jalang kecil—panggilan Soo Man untuk Jaejoong dan tentunya itu mengesalkan Yunho—itu telah katakan padanya. Yunho dapat mendengar helaan napas lega di sana saat Yuho bilang bahwa ia tak tahu apapun.
.
.
.
TBC
A/N : Seperti yang tertulis di atas, ini Twoshoot! Dan ini ku kerjakan tepat setelah mengupdate Geojimal! Di luar mendung, jadi aku males keluar hehe. Yeiy! Haha ^^ Mind to give me your review? Jika engga banyak yang minat—dalam arti review sedikit, akan saya ... discontinue, maybe? Hehehe *Evil Laugh*
.
Thank you very much =)
.
Review juseyoo~
.
NY, Thu, 2 Jan 2014 10:10:00 AM
.
JJ