SAKURA

Suami yang dicintainya baru saja meninggal dunia dan Sakura tak mungkin sanggup sendiri saja membesarkan dua putranya yang masih kecil dan anak ketiga yang berada di kandungan. Tak peduli orang-orang di kota itu menganggapnya gila, Sakura memutuskan memuat iklan di koran lokal : Dicari – Seorang Suami.

KAKASHI

Hidup di luar penjara ternyata jauh lebih kejam. Kakashi hidup berkelana dan menjalani hari-hari keras selama bertahun-tahun. Status mantan narapidana yang disandangnya tak memberinya banyak kesempatan untuk memperbaiki semuanya dari awal. Di tengah keputusasaan itu, Kakashi menemukan iklan Sakura di koran.

.

.

Title : VELVET TAMARIND

Author : Gin And Amaya

Characters/ Pairing : Kakashi Hatake & Sakura Haruno

Type : Multichapter

Genre : Drama/ Romance/ Hurt/ Comfort/ Western

Setting : Amerika Serikat Tahun 1940-an

Rating : M

Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto; Morning Glory © Lavyrle Spencer

.

.

Chapter I

A Woman With The Green Eyes

Matahari Georgia di tengah musim panas ini bersinar sangat terik membawa uap air sungai naik ke angkasa bersama debu-debu yang diterbangkan angin kering. Seiring dengan terdengarnya pukulan besi bertalu-talu pada piring kaleng, suara deru gergaji mesin yang memekakkan telinga pun mulai berhenti.

Kakashi berjalan mundur ke arah pepohonan maple yang rindang dan berteduh di bawah bayang-bayang daunnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh sebelas orang teman-temannya sesama pekerja kasar di pabrik penggergajian kayu. Peluh yang mengalir deras di dahinya diseka dengan lengan kemeja kasarnya yang telah lusuh. Dengan lelah ia menyandarkan tubuhnya yang tinggi kurus tetapi berisi di batang pohon maple yang kasar. Setelah menghela napas panjang ia mengambil sebotol susu yang dililit dengan handuk kecil berwarna hijau gelap dan menenggaknya dengan cepat setelah membuka tutup gabusnya.

Kakashi meringis saat merasakan rasa asam susu yang sudah hampir basi. Ia menyeka bekas cairan susu yang mulai mengental di bibirnya dengan punggung tangan. Kakashi kemudian membuka ransel usangnya dan mengeluarkan tiga buah apel kecil yang masih hijau di tangannya, yang terpaksa dicurinya kemarin sore di sebuah perkebunan apel di dekat sungai. Tiga buah apel muda itu memang tak bisa memuaskan rasa lapar yang meremas-remas dan memelintir usus perutnya, tapi paling tidak apel itu bisa membuatnya bertahan hidup, walau ia pasti yakin akan sakit perut sesudah menyantapnya.

Kakashi menggigit apelnya yang terasa asam sekaligus pahit, sehingga air liurnya mengalir begitu deras sampai rahangnya terasa ngilu. Ia berusaha keras agar tidak menatap kotak makan siang teman-temannya yang mengepulkan uap tipis hangat dan aroma yang membuat perutnya semakin bergemuruh liar. Pria itu memaksa dirinya memikirkan hal lain.

Kakashi pun melayangkan pikirannya ke halaman belakang sebuah rumah mungil yang terbuat dari papan kayu bercat putih dengan rumput yang terpotong rapi, tempat ia mencuri susu dan beberapa butir telur ayam di kandang beberapa hari sebelumnya. Bunga aster merah yang cantik tengah mekar berbunga di dalam ceret bekas berwarna putih yang bergantungan di atas tunggul dekat pintu kayu belakang rumah.

Tali jemuran dengan seprai warna putih, lap serbet warna putih, serta celana denim yang sangat banyak, sehingga tak akan ada yang tahu jika hilang satu. Juga kemeja katun halus warna biru. Kakashi dengan bijaksana mengambil satu buah kemeja yang sudah berlubang di bagian siku.

Di tali jemuran itu juga terdapat banyak handuk berwarna-warni. Kakashi mengambil satu yang berwarna hijau. Ia memilih yang berwarna hijau, karena dalam ingatan masa lalunya pernah ada seorang wanita bermata hijau yang sangat baik padanya. Wanita bermata hijau yang selalu tersenyum lembut padanya disaat orang lain menatapnya dengan jijik. Wanita bermata hijau yang kerap memberinya segenggam kacang almond atau anggur kering yang diterima tangan kecilnya dengan penuh rasa syukur.

Tidak jarang wanita itu memberinya kesempatan untuk membalas kebaikan hatinya dengan mengizinkannya menyapu daun-daunan gugur dari halaman rumahnya yang luas untuk kemudian memberinya beberapa buah plum dan apricot yang segar dan ranum. Mungkin hal itulah yang membuatnya selalu lebih memilih warna hijau dibandingkan warna lainnya.

Buat Kakashi, warna hijau berarti kedamaian, menyiratkan ketenangan, dan arti tulus sebuah penerimaan.

Dengan kepala bersandar di batang pohon maple, Kakashi melihat mandor-nya, Orochimaru, mengawasinya dari kejauhan dengan mata menyipit dan untuk sesaat kemudian berjalan mendekatinya sambil berjalan dengan pongah dan berdiri di depannya. Kakashi hanya menarik napas tenang dan menatap dengan datar sang mandor yang baru saja mendepak betisnya dengan ujung sepatu botnya.

"Hatake? Kau berasal dari Dallas bukan?" tanya Orochimaru dengan suara mengancam yang diucapkan dengan lantang berlebihan hingga seluruh pekerja yang lain menghentikan aktivitas istirahat makan siangnya dan kini mulai menatap mereka berdua.

Bulu kuduk Kakashi meremang. Ia sudah terlalu terbiasa diperlakukan seperti ini. Tapi kadang ia merasa lelah untuk terus pergi dan berlari tanpa henti. Ingin sekali ia singgah, berhenti walau sejenak dan meletakkan sayap-sayapnya yang letih dalam kerimbunan dedaunan yang memeluknya dalam diam tanpa kata.

Kakashi berusaha mengabaikan provokasi pria pucat di hadapannya. Pelajaran berharga yang ia dapatkan selama perjalanan pahit dalam hidupnya adalah lebih baik diam menghadapi orang-orang yang jelas-jelas merasa superior dan mencari perkara dengannya. Ia tetap memakan apelnya dan tak bergeming ketika Orochimaru merampas apelnya dan melemparnya jauh-jauh hingga masuk ke dalam kubangan lumpur.

"Aku bicara denganmu, Brengsek!" geram Orochimaru dan menarik kerah kemeja Kakashi memaksanya berdiri hingga topi koboi-nya yang lusuh terjatuh ke tanah, "Kau pernah mendekam di Huntsville kan? Katakan padaku kenapa kau membunuh pelacur itu? Karena dia menolak melayanimu huh? Menyedihkan!"

Leher Kakashi terasa tercekik seolah ada empedu pahit yang menyumbat kerongkongannya ketika mendengar penghinaan itu. Tatapan-tatapan yang merendahkannya dan gumaman cibiran serta makian yang kini terdengar bagai dengung marah kepakan sayap lebah.

"Usir dia, Orochimaru!" geram seorang pria bergigi kuning karena puluhan tahun terpapar nikotin dan kafein.

"Aku tidak sudi orang seperti itu tinggal di kota kita! Aku tidak akan tenang meninggalkan anak gadis dan istriku! Puihhh!"

"Pergi kau!" lemparan kaleng mengenai dahi Kakashi. Tidak sakit memang. Tapi ada yang jauh lebih sakit terasa di dadanya.

Kakashi kembali mempelajari satu hal pahit dalam hidupnya, bahwa tidak peduli seberapa keras kau berusaha untuk berubah dan memperbaiki dirimu, akan ada selalu orang-orang yang tidak akan pernah melupakan siapa dirimu di masa lalu.

Hukum masyarakat terkadang lebih kejam daripada hukum Negara. Ia yang sudah dipenjara dan menjalani tujuh tahun kehidupannya yang pahit dan keras, tetap saja itu belum cukup buat orang lain.

"Upahmu 3 hari! Ambillah!" Orochimaru menyeringai puas ketika melihat sorot mata kekalahan di mata abu-abu gelap itu. Ia kemudian melempar 3 lembar uang sepuluh dollar-an dan menginjaknya dengan sepatu bot-nya yang kotor untuk kemudian pergi dan sambil tertawa puas berjalan pongah seperti gorilla punggung perak ke tengah anak buahnya yang lain yang menyambutnya seperti pahlawan.

Orochimaru sudah menang.

Kakashi bukan lagi saingannya dalam merebut perhatian Terumi. Terumi Mei, gadis simpanannya yang cantik, seksi, dan menggairahkan. Begitu panas hatinya karena sejak kedatangan Kakashi ke kota kecil ini, bibir merah seksi milik Mei jadi sering menyebut-nyebut nama pria itu dan puncaknya adalah ketika nama pria berambut perak itu yang keluar dari bibir Mei saat mereka tengah bercinta di apartemen Mei semalam. Orochimaru sangat marah. Dan kini ia sudah memastikan bahwa hanya namanya yang boleh keluar dalam setiap desahan Mei yang menggairahkan.

Dengan mengumpulkan puing-puing harga dirinya yang terserak, Kakashi menatap uang yang sudah kusut dan kotor terinjak-injak itu kemudian mengambilnya dan memasukkannya ke dalam saku celananya. Dipungutnya topi koboi-nya dan ditepuk-tepuknya di paha hingga serbuk gergaji berterbangan sebelum dipakainya. Ia menyandang ranselnya dan mulai berjalan menjauh. Gumpalan kertas koran yang dilempar dan menghantam punggungnya membuatnya berhenti berjalan. Ia mengepalkan tangan kanannya kuat-kuat.

"Woiii Hatake! Coba saja kau menemui Janda Uchiha yang gila itu! Siapa tahu dia mau memungutmu jadi suami barunya! Hahaha."

Tawa membahana yang terdengar melecehkan membuat telinga Kakashi panas. Tapi ia memutuskan mengabaikannya dan memilih memungut gumpalan bola kertas koran itu dan kembali meneruskan langkahnya menyusuri tepi pabrik penggergajian.

Kembali ia merasakan pahitnya harus terbuang.

Sambil berjalan ia membuka gumpalan Koran itu dan mulai membaca kolom-kolom beritanya. Ada satu berita di sudut kanan bawah yang menarik perhatiannya.

DICARI-SEORANG SUAMI

Membutuhkan pria sehat dengan umur berapa pun.

Bersedia bekerja keras bersama dan berbagi tempat tinggal.

Temui Sakura Uchiha, di perkebunan ujung Rock Creek Road

Pria sehat dengan umur berapa pun? Tak heran jika para pekerja di pabrik pengolahan kayu menyebut wanita itu gila. Kakashi terus menelusuri iklan-iklan lowongan kerja yang ada di koran itu. Tapi sayangnya, tidak ada yang membuka lowongan bagi mantan narapidana yang hanya punya keahlian memanen buah, mengemudikan kendaraan pengangkut, mengurus hewan ternak, dan telah menghabiskan waktu lebih dari separuh hidupnya dengan berkelana hampir setengah wilayah negara bagian ini.

Kakashi merasa lelah. Di usianya yang sudah menginjak 35 tahun ia ingin singgah sejenak, berhenti, menetap, dan membangun dunia impiannya menjadi nyata.

Kakashi memutuskan untuk menemui wanita itu. Dan dalam hati ia menguatkan dirinya jika wanita itu memutuskan untuk menolaknya dan ia pun kembali menjadi orang yang terbuang.

Ia pun melangkah semakin jauh ke arah matahari senja yang mulai terbenam di balik bukit hijau yang terhampar di kejauhan.

-xXx-

Hari sudah hampir malam ketika Kakashi berhasil menemukan rumah keluarga Uchiha yang terpencil jauh di ujung perbukitan. Keringatnya bercucuran di sekujur tubuhnya setelah menempuh jalan panjang yang terjal, curam, dan berbatu. Untung ia tadi menemukan sungai kecil yang berair jernih tempatnya mandi untuk membasuh luruh debu di tubuhnya.

Ia tahu wanita itu memang belum tentu menerimanya, tapi ia ingin memberikan kesan yang baik pada pandangan pertama. Ia ingin diberi kesempatan untuk dinilai, dipertimbangkan, dan tidak langsung dibuang begitu saja seperti sampah tak layak.

Ia berdiri diam mengamati rumah yang temaram dengan penerangan lampu minyak seadanya. Tempat itu… sangat berantakan. Kotoran ayam tercecer dimana-mana, timbunan rongsokan peralatan yang berkarat, seekor kambing yang sedang mengunyah rumput di beranda belakang yang sudah nyaris roboh, bagian luar rumah yang mulai lapuk, serta rumput yang sudah tinggi tidak terawat.

Kakashi masuk ke halaman dan berdiri menunggu.

Tak lama kemudian tampak seorang wanita muncul di ambang pintu, menggendong seorang anak berusia dua tahun di pinggulnya, sementara di belakangnya tampak seorang anak berusia empat tahun berdiri bersembunyi di balik roknya sambil mengisap jempol. Wanita itu bertelanjang kaki. Warna roknya sudah memudar, keliman bagian ujungnya sudah terlepas, blusnya berwarna cokelat keruh, intinya seluruh penampilannya sama berantakannya dengan rumah dan pekarangannya.

"Ada yang bisa kubantu?" tanya wanita itu dengan suara datar dan hati-hati sambil mengamati pria muda tinggi bertopi lusuh di hadapannya.

"Aku mencari rumah keluarga Uchiha."

"Kau sudah menemukannya."

"Aku datang setelah melihat iklan."

Wanita berambut merah jambu itu mengangkat bayinya lebih tinggi di pinggulnya. Ia pun menyipitkan matanya agar semakin jelas melihat. Sakura Uchiha menjaga jarak aman dan tetap berada di luar jangkauan pria asing itu. Pria itu mengenakan topi yang sudah lusuh, berdiri tegak dengan sepasang sepatu bot-nya yang sudah koyak, kemeja yang lusuh dan basah oleh keringat serta celana denim yang kependekan beberapa inchi sehingga terlihat menggantung di kakinya yang jenjang.

Sakura memutari kambingnya, turun dari anak tangga rumahnya dan menyusuri halaman. Ia pun mengabaikan ayamnya yang terus berkokok dan melompat, hingga mereka kini berdiri berhadapan sejauh kurang lebih sepuluh kaki. Sakura dengan sedikit terengah menaruh bayi itu agar berdiri di sampingnya dan memeluk pahanya.

"Kau berniat melamarku?" tanya Sakura terang-terangan tanpa tersenyum. Yang ia butuhkan sekarang hanya suami yang bisa membantunya mengurus pertanian yang kacau balau ini dan menjaganya serta ketiga anaknya-termasuk yang di dalam perutnya. Perkawinan romantis seperti kisah roman-roman klasik yang penuh dengan binar-binar cinta buat Sakura hanya ada dalam negeri dongeng.

Mata Kakashi turun ke perut wanita itu yang besar membulat seperti semangka. Sakura menyadari tatapan kaget pria itu. Ia menatapnya dengan berani dan menunggu pria itu berlari seperti pria-pria yang lain. Alih-alih berlari, pria itu justru kini menatap wajahnya dengan tenang.

"Ya. aku rasa begitu."

"Di sini kami tinggal bertiga… umm… sebentar lagi berempat," terang Sakura agak gugup.

"Aku tahu."

"Kau masih tertarik?" tanya Sakura tidak percaya. "Maksudku…" Sakura kehabisan kata-kata dan hanya merentangkan tangannya seolah tak berdaya menunjukkan sampah yang banyak bertebaran di seluruh pekarangan rumahnya.

Selama ini Sakura terbiasa dianggap aneh dan gila. Ia tidak mau menaruh harapan tinggi. Ia terbiasa kecewa dan dikecewakan. Sejak memasang iklan, sudah tidak terhitung berapa orang pria yang datang ke rumahnya. Bukan… bukan untuk melamarnya, melainkan datang hanya untuk mentertawakannya dan bilang dia hanyalah wanita gila yang kesepian.

"Kurasa begitu. Banyak hal yang harus dikerjakan di tempat ini," kata Kakashi seraya mengangkat bahu.

Kakashi tidak mau terlalu banyak berharap. Ia takut kecewa. Sudah terlalu banyak orang membuangnya, jadi untuk alasan apa ia berani berharap wanita itu mau menerimanya.

"Kalau begitu buka topimu. Aku tidak suka berbicara dengan orang yang tidak bisa kulihat wajahnya dengan jelas."

Kakashi tidak suka melepas topinya. Sejak keluar dari penjara hanya topi stetson lusuh dan sepatu botnya saja yang dikembalikan. Topi lusuh dan sudah tidak jelas bentuknya itu sudah seperti teman lama buatnya. Tanpa topi itu, Kakashi merasa telanjang.

Sakura mengamati wajah Kakashi dengan lebih seksama. Pria itu… sangat tampan. Wajahnya tirus dengan hidung yang tinggi dan mancung. Rahangnya terlihat keras dan kokoh. Suaranya tenang dan datar. Mata abu-abu gelapnya terlihat teduh tetapi menyembunyikan kabut yang menyiratkan kepahitan hidup. Bibir Kakashi sedang tidak tersenyum, tetapi bentuk bibirnya indah, membentuk lengkungan ke atas, dan Sakura menyukai kehangatan yang tersembunyi di baliknya. Rambut peraknya yang sudah panjang mencapai bahu terlihat sedikit acak-acakan seperti anjing penggembala, membuat Sakura ingin mengelus helaiannya.

"Kau harus memotong rambutmu sedikit," komentar Sakura dengan suara melembut.

"Iya Mrs…"

"Uchiha. Aku Sakura Uchiha,"

"Aku… Hatake. Kakashi Hatake."

Sakura tahu Kakashi bukan tipe pria yang senang banyak bicara. Melihat Kakashi tetap diam, akhirnya dia memutuskan untuk memulai pembicaraan. "Sudah tiga bulan aku memasang iklan itu di koran dan kau pria pertama yang cukup bodoh untuk menjawab iklanku. Awal aku memasang iklan itu banyak sekali pria yang datang… hanya untuk menghinaku," jelas Sakura dengan nada pahit yang tak bisa disembunyikan, "Yah… aku tidak menyalahkan mereka. Wajar saja jika mereka menganggapku gila. Aku heran kau belum lari terbirit-birit seperti pria-pria itu, Mr. Hatake." Seuntai senyum sedih bermain di sudut bibir Sakura.

Kakashi mengamati wajah polos wanita itu. Dia masih muda dan cantik. Kepahitan hidup yang sudah dijalani yang membuat wanita itu terlihat lebih tua dari usia sebenarnya.

Kakashi menggeleng perlahan, "Bukan aku yang akan lari terbirit-birit, tapi mungkin kau yang akan langsung mengusirku setelah tahu siapa aku sebenarnya. Aku mantan narapidana. Aku pernah membunuh seorang wanita di rumah bordil dan dipenjara selama tujuh tahun," terang Kakashi jujur.

Untuk sesaat Sakura terdiam dan mengamatinya tajam-tajam. Kakashi mendesah. Dia pasti akan diusir sebentar lagi.

"Setiap orang punya masa lalu. Kau sudah menebus kesalahanmu. Aku tidak akan menghakimimu atas hal yang sudah terjadi dan tak akan bisa diubah. Masuklah Mr. Hatake."

Sakura beranjak melintasi halaman dan mulai menaiki anak tangganya yang mulai lapuk dan memasuki rumahnya dengan dua orang anak kecil yang terus mengekorinya.

Kakashi terperangah tak percaya pada pendengarannya. Wanita itu begitu bodoh atau benar-benar sudah gila dengan membiarkannya-yang seorang mantan narapida-untuk masuk ke rumahnya.

Seolah bisa membaca keraguannya Sakura menoleh dan bicara tenang, "Aku percaya padamu. Kadang aku bisa tahu seseorang itu baik atau jahat hanya dengan menatap matanya."

Kakashi merasa dadanya membuncah bahagia. Untuk pertama kalinya sejak ia keluar dari penjara, ada orang yang mau menerimanya dengan terbuka tanpa menghakiminya. Entah cahaya lampu yang membias ataukah senyum Sakura, yang membuat wajah wanita itu jadi terlihat semakin cantik dan lembut di mata Kakashi.

Di dalam rumah tercium aroma roti yang baru keluar dari panggangan. Aromanya… begitu hangat. Sakura dengan cekatan menarik kursi dan mendudukkan kedua putranya. Dua buah biskuit diserahkan ke sepasang tangan bayi putih dan gemuk yang langsung membawanya ke bibirnya yang merah dan basah liur untuk kemudian melahapnya.

Kakashi tersenyum perlahan. Entahlah… melihat Sakura yang sedang menyiapkan makan kedua putranya membuat naluri primitif dalam diri Kakashi muncul perlahan. Ia yang terbiasa dengan dunia yang keras dan kejam tak pernah menyangka akan tersentuh pada kelembutan yang terpancar dari seoang wanita berperut bulat seperti semangka, gelak bayi yang terceguk makan biskuit, dan ocehan ramai anak berusia empat tahun yang tak sabar memukul-mukul piring menunggu sup jagung kesukaannya.

Keindahan itu kadang muncul dari hal-hal yang sederhana dan alami.

Entah mengapa, Kakashi tiba-tiba teringat pada Tuhan. Tuhan yang entah sudah berapa puluh tahun dilupakannya. "Tuhan… untuk kali ini saja aku memohon. Berilah aku kesempatan."

Saat Kakashi menatap jari-jari Sakura yang sedang mengelus rambut hitam salah satu anaknya dengan lembut, ia bertanya-tanya apakah ibunya dulu pernah membelai rambutnya juga seperti itu. Kakashi tak mengerti. Di hadapan wanita yang sangat biasa dan dengan kecantikan yang sederhana ini ia justru merasa begitu damai seperti seorang anak yang letih dan ingin dipeluk hingga terlelap.

Kakashi perlahan menyesap secangkir kopi pekat yang disediakan Sakura, sementara wanita itu sedang asyik memasak di dapur sementara kedua anaknya asyik mengunyah biskuit hingga belepotan remah-remahnya di pipi mereka yang gemuk.

Tiba-tiba Kakashi merasa sangat mual. Ulu hatinya terasa perih. Susu basi, apel muda yang asam pahit, serta kopi pekat bukanlah kombinasi yang bersahabat bagi perutnya. Tanpa bisa ditahan ia pun bergegas menghambur ke luar halaman dan memuntahkan isi perutnya hingga habis tak bersisa.

Sakura yang muncul dari dapur melihat kursi yang diduduki Kakashi sudah kosong. Ia pun sesaat tak bisa menahan senyum sedih dan kecewa. Entah mengapa, tadi ia sempat berharap keajaiban agar Tuhan mau berbelas kasihan padanya dan mengizinkan pria itu menemaninya. Tapi ternyata… tak pernah ada keajaiban. Ia menaruh semangkuk sup jagung di atas meja dan menuangkannya ke tiga piring yang berbeda.

Yah… apa yang dia harapkan? Ia hanyalah wanita biasa yang tidak cantik, punya tiga anak kecil, dan… gila.

"Hoeeek… Hoeeeek."

Suara orang yang sedang muntah-muntah membuat Sakura terperanjat kaget. Dia pun bergegas lari membawa kaki telanjangnya menuju beranda. Tampak di halaman Kakashi sedang membungkuk dan muntah-muntah. Sakura mengangkat alis. Dia tidak butuh pria penyakitan.

"Kau kenapa?"

Kakashi mengatur napasnya dan menarik napas panjang, sebelum akhirnya berbalik dan menyeka bibirnya dengan punggung tangannya.

"Kurasa karena apel hijau itu, Mrs. Uchiha,"

"Apel hijau? Kau makan apel hijau? Kukira pria dewasa seharusnya memiliki akal sehat,"

"Akal sehat tidak membuat aku jadi kenyang, Mrs."

"Sudah berapa hari kau tidak makan dengan layak?"

Kakashi tidak menjawab. Dia hanya diam saja.

"Ayo masuk ke rumah. Aku akan membuatkanmu sesuatu untuk makan malam. Percayalah sup jagung tidak akan habis untuk kami makan bertiga."

"Tidak usah. Aku tidak…"

"Kembali ke rumah, Hatake! Sebelum harga diri bodohmu itu mematahkan igamu dan merobek kulitmu yang tipis itu!"

Kakashi meraba perutnya yang perih dan mengawasi wanita itu menaiki anak tangga berandanya. Senyum tipis hadir di sudut bibirnya. Entah mengapa, ia suka ketika wanita bertubuh bulat itu berkacak pinggang dan memarahinya seperti anak kecil yang nakal. Sakura, wanita bermata hijau itu peduli padanya. Itu lebih dari cukup. Ia memohon dalam hatinya, "Kumohon… pertahankan aku. Aku tidak akan mengecewakanmu."

Di luar, kegelapan malam mulai turun merajai bumi. Hanya angin yang berhembus dan membuat api lentera meliuk-liuk yang menemani bunyi hewan-hewan nokturnal yang mulai bernyanyi. Laksana lentera. Harapan akan selalu ada. Menerangi kegelapan, kesendirian, dan dinginnya kehampaan.

.

-To Be Continued-

.

Gin Note : Happy New Year everyone!

Amaya Note : Thx buat Gin yang selalu menjadi editor terhebat buatku. Luph U, Gin *peyuk-peyuk*. Buat reader, mind to review? ^.^

Glosarium :

Amerika Serikat tahun 1940-an : adalah setting yang sengaja kami pilih. Jujur saja kami sulit memakai setting Jepang untuk dikaitkan dengan plot fic ini. Peranan Amerika Serikat dalam Perang Dunia II akan menjadi latar belakang utamanya

Morning Glory : adalah salah satu novel favorit kami. Jalinan cerita yang indah, manis, dan menyentuh, membuat kami terhanyut di dalam untaian kata-katanya dari awal hingga akhir. Lavyrle Spencer adalah seorang Jane Austen kedua buat kami. Novel ini menjadi salah satu inspirasi kami dalam membuat plot dan setting cerita fic ini

Georgia : adalah nama salah satu negara bagian di wilayah tenggara Amerika Serikat yang beribukota Atlanta

Maple : adalah pohon yang daunnya digunakan menjadi lambang negara Kanada ini adalah pohon yang hanya ada di negara 4 musim. Filosofi di balik pohon Maple menunjukkan kekuatan, kesederhanaan, kehangatan, keromantisan, dan kesetiaan. Itu mungkin salah satu alasan mengapa gereja tempat pemberkatan pernikahan Pangeran William dan Kate Middleton menggunakan hiasan pohon Maple di dalamnya

Aster : adalah sejenis tanaman bunga bermahkota indah beraneka warna. Bunga Aster (Callistepus chinensis) yang banyak ditanam adalah jenis Aster Cina. Cina memang disebut-sebut sebagai negara asal nenek moyang tanaman Aster. Konon nama Aster berasal dari kata a star, yang artinya "bintang". Karena penampilan sosok bunganya yang menyerupai bintang, mulai dari bulat sampai mirip cakram. Juga, helaian bunganya yang tersusun membentuk lingkaran. Tanaman ini tumbuh merumpun dan bercabang

Kacang Almond : adalah salah satu jenis kacang-kacangan yang paling umum dan paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Kacang almond dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah atau dicampur di dalam cokelat maupun permen

Anggur Kering : memiliki nama lain kismis, adalah buah anggur segar yang telah dikeringkan yang dapat langsung dimakan atau di konsumsi. Khasiat dari Kismis atau buah Anggur kering juga seringkali digunakan dalam pembuatan roti, kue, cake. Kismis atau Buah Anggur kering memiliki rasa yang cukup manis dikarenakan kandungan konsentrasi gula alaminya yang cukup tinggi

Plum : adalah buah dengan sejarah warisan kuno yang panjang. Asia Barat tepatnya dekat Pegunungan Kaukasus yang berbatasan dengan Laut Kaspia adalah titik yang dicatat sebagai asal buah ini. Dari sana, plum dibawa ke arah barat dan akhirnya menemukan jalan ke Selatan Tengah lalu Eropa Barat dan Balkan dimana akhirnya berkembang biak. Buah ini mirip dengan buah anggur hanya ukurannya lebih besar seukuran bola pingpong

Apricot : adalah buah dengan kulit berwarna keemasan dan tekstur beludru. Buah ini memiliki rasa manis dan tajam. Aprikot memiliki biji yang bisa diektrak menjadi minyak kernel aprikot. Pohon apricot (Prunus armeniaca) dapat tumbuh hingga ketinggian maksimal tiga belas meter

Dallas : adalah salah satu kota di negara bagian Texas, Amerika Serikat

Huntsville : adalah kota dimana terdapat penjara yang hanya diperuntukkan bagi penjahat yang dianggap berbahaya

Gorilla Punggung Perak : adalah jantan dewasa yang biasanya menjadi pemimpin kelompok gorila, yang beratnya mencapai 200 kilogram dan kadang-kadang bahkan lebih, dan memiliki kekuatan minimal 10 orang dewasa. Mereka biasanya vegetarian dan ramah, tetapi jantan dewasa tidak akan ragu untuk menyerang setiap penyusup yang dapat menimbulkan ancaman bagi keluarganya. Dengan 'senjata'nya yang sangat besar, lengan yang sangat panjang, gigi taring tajam, tidak heran ketika marah, seekor gorila akan sama menakutkannya seperti predator besar

Topi Stetson : adalah jenis topi yang kita kenal dengan topi koboi. John Batterson Stetson menciptakan bentuk dan model topi tersebut secara tidak sengaja ketika sedang bekerja selaku penambang emas di Colorado. Stetson membuat topinya dari bahan dasar bulu, karena selain kuat juga mudah untuk dibentuk sesuai dengan model yang diinginkan.
Awal mulanya bentuk topi Stetson dianggap aneh atau tidak lazim, bahkan kerap digunakan sebagai bahan lawakan oleh teman-temannya. Namun lambat laun topi Stetson membuktikan bahwa keberadaannya sangat berguna. Sisinya yang lebar berfungsi sebagai proteksi terhadap air hujan, kemudian di kala cuaca panas, terdapat kantong udara pada ujung atas topi Stetson yang memberikan sirkulasi terhadap kepala, sehingga suhu di dalam topi tetap sejuk. Bahkan bagian kepala dari topi Stetson (crown head) dapat difungsikan untuk mengambil air minum.

Berdasarkan kisah yang diceritakan secara turun temurun, koboi pertama yang menggunakan topi Stetson menebusnya seharga 5 dolar dalam bentuk emas