Langit malam yang ditaburi bintang dan cahaya lampu yang berasal dari toko-toko di bawahnya menambah keindahan kota Tokyo saat ini. Seorang pria berambut raven dan seorang wanita dengan rambut merah muda terlihat berjalan di atas trotoar. Sambil bercakap-cakap dan bersenda gurau. Tiba-tiba sang pria menghentikan langkahnya saat mereka melewati sebuah kerumunan yang cukup ramai di jalan.
"Ada apa, Gray-kun?" tanya sang wanita, menatap bingung teman kencannya itu.
Gray menoleh ke arahnya dan tersenyum. "Tidak. Aku hanya penasaran apa yang sudah terjadi di sini." Jawabnya.
Wanita itu melirik kerumunan itu. "Sepertinya terjadi kecelakaan yang cukup parah. Sampai jalanan jadi macet begini." Komentarnya. Kemudian dia tersenyum lagi ke arah Gray. "Ayo kita ke rumahmu!"
Gray tertawa kecil mendengarnya, kemudian mengecup pipi wanita itu. "Ayo."
Disclaimer: Fairy Tail © Hiro Mashima
Soulmate Of Half-Devil
by
Minako-chan Namikaze
Rate: T
Genre: Fantasy, romance, supernatural, and action
WARNING: OOC, typos, ngebosenin, dan DON'T LIKE DON'T READ! Oke? :)
Oh iya, arc ini terinspirasi oleh pertarungannya Inuyasha vs Sesshoumaru. :)
.
Enjoy!
.
.
Natsu melancarkan tendangannya ke perut Sting dan memukul wajah malaikat itu dengan membabibuta. Dia yang baru saja mendapatkan kekuatannya kembali berkat Lucy, jauh lebih kuat dibanding Sting yang sudah terluka akibat pertarungan sebelumnya. Natsu tersenyum puas ketika melihat Sting sudah tidak mampu lagi untuk mengimbangi serangannya. Namun, tetap saja malaikat itu masih bisa menghindari serangannya!
"Berhentilah menghindar dan biarkan aku membunuhmu!" seru Natsu. Masih tetap melancarkan tinjunya.
"Heh! Dalam mimpimu, Iblis!" decak Sting seraya terus menghindar.
"Kau tidak akan bisa lari dariku, Malaikat tengik! Jangan harap kau masih bisa hidup setelah pertemuan kita kali ini!" Natsu tersenyum jahat, kemudian membuka telapak tangan kanannya. "Devil's Sword!" dia memunculkan pedang iblisnya dan berisiap menebas Sting.
"Crimson Lotus: Phoenix Blade!"
Sting segera memasang pelindung, namun pelindung itu langsung hancur ketika menerima serangan dari Natsu. Akibatnya, tubuhnya langsung terbakar.
"ARRRRGHH!" teriaknya ketika api itu membakar tubuh dan juga sayapnya. Sting membenturkan lututnya ke lantai. Tubuhnya mengeluarkan asap. Dan sayapnya segera menghilang dari punggungnya. Raut wajahnya berubah drastis. Dia menatap Natsu dengan murka.
"Hee... Tidak kusangka kau masih bisa bertahan setelah menerima seranganku tadi." Natsu tersenyum mengejek sambil berjalan menghampiri Sting.
Sting berdecak. Menggertakkan giginya, dia mulai memikirkan solusi bagaimana cara agar dia bisa menghabisi Natsu dengan keadaannya yang seperti ini. Dia tidak ingin mati di sini! Masih ada satu hal yang sangat ingin dia lakukan! Apa dia melarikan diri saja? Tidak! Itu sama sekali tidak jantan!
Sting melirik buku yang masih berada di dalam perisai di belakang Natsu. Dia sudah susah payah datang ke mari, dan dia tidak mau pulang dengan tangan kosong. Tapi dia juga tidak tahu bagaimana cara menyentuh buku itu. Lalu apa yang harus dia lakukan? Apa tidak ada cara lain? Pasti ada 'kan cara agar dia bisa membawa buku itu?
Kini Natsu sudah berdiri tepat di hadapannya. Iblis tu semakin memperlebar senyuman jahatnya. "Ucapkan selamat tinggal. Karena aku tidak akan memberimu kesempatan untuk menyampaikan permohonan terakhir." Natsu mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.
Sting berdecak. Menggertakkan giginya. Natsu mulai melayangkan pedangnya.
SYUUUUT!
Natsu membelalakan matanya. Sting tersenyum puas.
"NATSUUUU!" teriak Lucy dari atas. Matanya melebar mendapati Sting berhasil menebas perut Natsu dengan tombaknya.
Natsu memuntahkan darah. Pedang Iblis di tangannya segera menghilang. Dia mundur beberapa langkah. "Kau...!" geramnya. Disentuhnya bekas tebasan Sting di perutnya. Tidak ada darah, namun sesuatu yang lebih gawat tiba-tiba keluar dari luka tebasan itu.
"Cahaya?" gumam Natsu, tidak mempercayai apa yang dilihatnya.
Sting tertawa merendahkan, kemudian berdiri dan menatap Natsu dengan tatapan meremehkannya. Raut kesakitan masih melekat di wajahnya yang sudah babak belur itu. "Kau pikir akan semudah itu menghabisiku, Nii-san?" cibirnya.
Natsu mengernyitkan alisnya, menahan rasa sakit yang tiba-tiba menyerang seluruh tubuhnya. Cahaya yang keluar dari perutnya semakin banyak dan mereka berkumpul mengelilingi Natsu, menyelimuti tubuh pria itu. "Apa yang kaulakukan padaku?" desisnya.
"Memory Death." Ucap Sting. "Kau akan mati tenggelam bersama kenangan pahitmu! Hahahaha!" Sting tertawa kencang.
Natsu melebarkan kedua matanya. "Ap—" belum sempat dia menyelesaikan ucapannya, kumpulan partikel cahaya yang menyelilinginya tiba-tiba menyatu dan membungkusnya ke dalam sebuah tabung cahaya.
XXX
"NATSUUUUU!" teriakku ketika melihat cahaya yang menyelimutinya tadi berhasil membungkus tubuhnya. Aku segera bangkit dan melompat dari atas menggunakan selendang, menghampirinya.
"Natsu! Natsu!" aku memukul-mukul cahaya yang entah kenapa berubah menjadi begitu keras seperti terbuat dari beton. "Natsu!" aku terus berteriak memanggilnya.
Natsu tidak merespon. Matanya terpejam di dalam tabung cahaya ini, membuatku semakin panik. "Natsu! Sadarlah! Bukalah matamu! Hey! Kau dengar aku! Bangunlah, Iblis payah!" aku terus berteriak memanggilnya. Tubuhku langsung bergetar, takut terjadi apa-apa pada Natsu.
"Percuma saja kau terus berteriak seperti itu. Dia tidak akan bisa mendengarmu,"
Aku segera menoleh ke arah malaikat tengik yang tengah dengan santainya berdiri tidak jauh dariku sambil memasang pose berpikir di hadapan buku yang menjadi sumber dari kekacauan ini. Aku mengambil pecahan pilar di sekitar kakiku dan melemparkannya ke kepala malaikat busuk itu. Namun, dia berhasil menghindarinya padahal dia sama sekali tidak melihat ke arahku! Menyebalkan!
"Apa yang sudah kaulakukan pada Natsu?!" tanyaku, berteriak lantang.
Dia mendengus lalu terkekeh pelan. Kemudian menolehkan kepalanya ke arahku dengan ekspresi memuakkan. "Aku membuatnya tertidur di dalam sana." Jawabnya.
Aku menautkan kedua alisku, tidak mengerti dengan jawaban pria sinting di hadapanku ini.
"Dia akan mengingat kenangan pahit di masa lalunya. Kenangan yang tidak ingin dia ingat. Tentang Ibunya, Soulmate-nya, dan segala hal menyedihkan yang membuatnya tenggelam dalam keputusasaan! Semakin dia tenggelam, semakin dekat dia dengan kematian!"
Aku membulatkan kedua mataku. Sting mengalihkan wajahnya dariku dan kembali menatap perisai yang menyelimuti buku yang diincarnya itu. "Baiklah, saatnya memikirkan bagaimana cara mengeluarkan buku suci ini dari perisai menyebalkan ini." Ucapnya.
Aku terdiam, lalu menoleh ke belakang. Di mana Natsu masih memejamkan matanya. Wajahnya kelihatan damai, namun tiba-tiba saja berubah menjadi ketakutan. Aku langsung dilanda kebingungan. Aku menoleh ke sekelilingku. Mencoba mencari sesuatu yang bisa kugunakan untuk mengeluarkan Natsu dari dalam sana. Dan aku menemukannya! Sebuah pecahan besar dari pilar yang ditabrak Sting saat pertarungan tadi!
"Lector, kau dengar aku? Hei, Lector! Jawablah!" kudengar Sting sedang mencoba berkomunikasi dengan kucing cokelat yang sudah kuikat dengan erat di pohon mesum tadi. Diam-diam aku tersenyum puas.
Aku segera menghampiri pecahan besar tadi dan mencoba mengangkatnya. Berat sekali, tapi jangan meremehkan kehebatan Lucy Heartfilia kalau dia sudah membulatkan tekadnya!
Dan dengan susah payah, aku berhasil mengangkat pecahan tadi. Aku segera berlari ke arah tabung, atau bisa kusebut cangkang cahaya yang mengurung Natsu dan segera kuhantam benda itu dengan pecahan yang kubawa.
Jduar!
Aku membelalak. Pecahan besar itu hancur berkeping-keping. Tapi aku tidak putus asa. Biar sekuat apapun, kalau dihantam terus, pasti lama kelamaan akan hancur juga! Seperti batu besar yang setiap hari dihantam oleh tetesan air!
Aku segera mengangkat pecahan besar yang lain dan menghantamkannya pada cangkang cahaya menyebalkan itu. Masih tidak berhasil juga! Aku menghembuskan nafas gusar. Aku tidak akan menyerah semudah ini! Aku adalah Soulmate Natsu! Dan dia akan sangat berterimakasih padaku kalau aku berhasil mengeluarkannya dari dalam sana! Dan aku bisa memintanya untuk tidak mengacaukan kencanku dengan Gray nanti sebagai balas budinya padaku! Yah, pokoknya aku harus berhasil meskipun ada maunya!
Aku terus menghantamkan pecahan bahkan batu-batu besar yang kutemui ke cangkang itu. Namun selalu gagal. Bahkan tanganku sudah berdarah karena terus menerus mengangkat dan menghantamkan benda-benda berat dan kasar.
"Percuma saja kau melakukan itu. Hanya Natsu yang bisa mengeluarkan dirinya dari dalam sana," suara Sting membuatku menoleh dan menatapnya dengan tatapan tajam. Dia balik menatapku dengan seringaian buasnya. Kenapa dia kelihatan marah?
"Dan nona, apa yang sudah kaulakukan pada kucingku?" tanyanya.
Oh, tidak! Sepertinya dia sudah tahu perbuatan dosaku! Ah, tidak! Aku tidak berdosa karena sudah mengikat kucing menyebalkan di pohon yang menyebalkan pula!
Aku meneguk ludahku saat Sting melangkahkan kakinya mendekatiku. "M-Mau apa kau?!" aku menudingnya dengan raut waspada.
Dia semakin melebarkan seringaian jahatnya itu.
XXX
"Ibu! Ibu di sini rupanya! Aku mencari Ibu ke mana-mana!" Natsu kecil mendaratkan dirinya di tanah berumput hijau. Mata oniksnya berbinar ketika wanita berambut merah muda, Ibunya, berbalik dan menghampirinya. Wanita itu mengusap kepalanya dan tersenyum lembut ke arahnya. "Maaf, Ibu sedang menanam bunga di sini. Natsu mau bantu?" tanyanya.
Natsu mengerutkan keningnya. "Aku laki-laki. Aku tidak akan menanam bunga!" serunya.
Grandine tertawa. "Baik-baik. Putra kecil Ibu adalah pria jantan yang tidak akan mau mengulurkan tangannya untuk membantu Ibunya yang tengah membutuhkan pertolongan, bukan?"
Wajah Natsu langsung berubah panik. "Tidak! Bukan begitu! Aku mau! Aku mau membantu Ibu! Mana bunga yang harus kutanam?" tanyanya seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari bibit-bibit bunga yang bisa Ia tanam.
Grandine kembali tertawa, kemudian mengusap kepala Natsu lagi. "Natsu memang putra Ibu yang paling baik! Natsu rela membantu Ibu menanam meskipun Natsu tidak menyukainya." Ucap Grandine.
"Itu karena aku sayang Ibu!" teriak Natsu, semangat.
Grandine mengangkat tubuh Natsu dan memeluknya. "Ibu juga, sayang."
XXX
"Cepat lepaskan Natsu!" teriakku.
"Kau pikir aku mau melakukannya begitu saja setelah dengan susah payah memasukannya ke dalam sana?" dia mendengus. Dia terus melangkah mendekatiku, sementara aku terus berjalan mundur menjauhinya.
"Bagaimana kau bisa sekejam ini pada Natsu?! Sudah mengambil Ibunya, membunuh Soulmatenya, dan sekarang kau ingin menghabisinya juga? Apa kau sudah sinting?" teriakku, kesal.
Dia menatapku dengan tajam. Matanya berubah menjadi merah. Kenapa aku merasa sedang beratatapan dengan Natsu?! Apakah karena mereka bersaudara, jadi cara mereka marah jadi sama begini?!
Aku tersentak ketika punggungku menyentuh dinding. Aku terpojok!
Baru saja aku ingin berlari ke samping, tapi tangan Sting segera menahanku dan mengurungku di tempatku berdiri. Aku menatapnya dengan berani seraya memelototinya. Siapa tahu saja dia menjadi takut melihat wajah seramku. Ini selalu berhasil saat wajahku masih jelek, entah sekarang berhasil atau tidak.
Dia memegang daguku dan tersenyum miring. Lalu mendengus geli.
DIA TERTAWA?!
"Wajahmu lucu sekali kalau seperti itu." ucapnya.
Aku hanya melongo. Ternyata tidak berhasil. "Menjauh dariku!"
"Tidak akan."
Aku menatapnya dengan sengit sementara dia menatapku dengan seringaian jahatnya.
XXX
"...tsu! Nat...su! Natsu!"
Natsu kecil membelalakan matanya saat sebuah pukulan yang cukup keras mendarat di jidatnya. Dia langsung berteriak kesakitan dan segera melotot ke arah orang yang menjadi pelaku penganiayaannya.
"Apa sih, Lis?!" serunya, marah.
Gadis kecil berambut putih itu mengerutkan keningnya. Bibirnya mengerucut kesal. "Bukankah kita sedang main rumah-rumahan? Lalu kenapa kau malah tidur sungguhan di sini?!" omelnya.
"Ya, ya. Aku minta maaf." Ucap Natsu seraya menggaruk belakang kepalanya lalu menguap lebar.
"Dasar! Aku tidak mau main denganmu lagi!" rajuk gadis kecil itu.
"Hmm... Memangnya siapa juga yang mau main dengan anak perempuan sepertimu. Kau sendiri yang selalu mengajakku bermain." Natsu kembali membaringkan tubuhnya di rerumputan dan memejamkan matanya, ketika sebuah pukulan kembali mendarat di kepalanya.
"Arrrgh! Apa maumu?!" amuknya.
"Kau menyebalkan, sih!" teriak Lisanna.
Natsu hanya mendengus. Lisanna memalingkan wajahnya dan menatap padang bunga di hadapan mereka. Wajah gadis itu kembali cerah, senyuman manis bertengger di wajahnya.
"Aku baru pertama kali ini melihat rumput yang begitu hijau. Bunga-bunga di sini begitu indah dan harum." Lisanna menghirup udara di sekelilingnya seraya merentangkan kedua tangannya. Semilir angin meniup rambut pendeknya, membuatnya menari-nari di udara.
"Ini tempat khusus Ibuku. Dia sendiri yang menanam semua bunga-bunga ini." Natsu memalingkan wajahnya. Tidak mau mengakui kalau dia juga ikut membantu menanam bunga di sana.
"Igneel-sama benar-benar beruntung bisa menikahi Grandine-sama. Mereka pasti saling mencintai." Gumam Lisanna. Matanya menatap lurus ke depan.
Natsu menoleh ke arahnya dan tersenyum lebar. "Tentu saja!"
"Natsu, kalau kita besar nanti, apa kita juga bisa menikah seperti Ayah dan Ibumu?" tanya Lisanna, tiba-tiba menatap lurus ke dalam mata Natsu.
Natsu nyaris terjungkal ke belakang mendengarnya. Wajahnya memerah. "A-Apa?!"
Lisanna tertawa melihat reaksi Natsu. "Kuanggap iya. Nanti buatkan aku padang bunga seindah ini, ya!"
"Hey! Aku tidak bilang iya!" protes Natsu.
"Sudah terlambat untuk menolak." Cibir Lisanna seraya tersenyum jahil ke arah Natsu.
"Arrrgh! Kau ini!"
XXX
"Natsu akan mati. Dia akan mati bersama kenangan menyedihkannya." Ucap Sting, masih setia mengurungku di antara kedua lengannya.
"Aku tidak akan membiarkannya!" seruku.
"Kau tidak bisa melakukan apa-apa. Kau hanya Soulmate yang hanya dia gunakan sebagai bahan bakarnya saja. Tidak lebih." Dia berucap dengan kejamnya.
Aku menatapnya dengan marah. "Natsu tidak menganggapku seperti itu!" sergahku.
"Daripada menjadi Soulmate-nya, mending jadi Soulmate-ku. Ah, tapi kami para malaikat lebih suka menyebutnya Sylph. Aku akan memperlakukanmu dengan penuh cinta." Dia tersenyum lebar, meskipun wajahnya tampan, tapi senyuman yang dia keluarkan benar-benar membuatku merasa jijik. Berbeda dengan Natsu, senyuman apapun yang dia keluarkan, meskipun senyuman mesum sekalipun, selalu bisa membuatku terpesona.
Sting kembali meraih daguku. Belum sempat aku menyentakkannya kembali, tapi pria ini dengan kurang ajarnya menciumku! MENCIUM! Tidaaak! Setelah Natsu, sekarang makhluk aneh lain yang mencuri ciumanku!
Aku segera mengangkat pahaku dan menghantamkannya dengan sekuat tenaga ke bagian bawah pria ini. Dia segera melompat mundur memegangi mutiara hidupnya sambil mengerang kesakitan. Aku mendengus, mau malaikat ataupun iblis, selama mereka adalah laki-laki, mereka selalu memiliki titik kelemahan yang sama!
"Beraninya kau!" dia menatapku dengan murka. Aura berwarna putih terang tiba-tiba muncul dari belakangnya. Matanya yang sudah merah itu menjadi lebih buas. Oh, astaga...
"Aku tidak sudi menjadi Soulmate pria mesum sepertimu!" teriakku.
"Apa?! Bukankah Natsu juga sering menciummu?!"
"Itu berbeda. Dia menciumku karena dia butuh!" sangkalku, meskipun iya kemesuman mereka tidak jauh berbeda.
"Bukankah itu berarti kau sudah mengakui kalau dia hanya menganggapmu sebagai tanki bahan bakar saja?!"
Aku terhenyak mendengarnya. "Apa kaubilang?! Tutup mulutmu, dasar malaikat tengik!"
"Apa katamu?!" dia berteriak murka.
"Arrgh!" aku segera menoleh ke tempat Natsu dikurung. Wajahnya berkeringat dan kelihatan begitu kesakitan, raut ketakutan terlihat jelas dari wajahnya. Aku segera berlari ke arahnya, meninggalkan Sting begitu saja. Aku kembali melebarkan mataku saat melihatnya memuntahkan darah. "Natsu!" pekikku, khawatir.
XXX
"Natsu, bagaimana kalau aku menjadi Soulmate-mu?" tanya Lisanna, ketika mereka berdua duduk di bawah pohon rindang di taman pribadi milik Ibu Natsu. Kini mereka berdua sudah remaja.
"Hah? Kenapa tiba-tiba?" Natsu menoleh dengan dahi berkerut.
Lisanna mengerutkan keningnya, menatap Natsu dengan kesal. "Tiba-tiba apanya? Bukankah sudah saatnya kau mencari Soulmate? Igneel-sama juga sudah memerintahkanmu, kok!"
"Tapi kenapa harus kau? Aku tidak mau. Nanti kau hanya menyusahkanku saja." Ujar Natsu, melirik Lisanna dengan tatapan mengejek.
"Apa kaubilang?! Masih untung aku mau menjadi Soulmate pria jelek sepertimu!" amuk Lisanna.
"Ya, ya, dan pria jelek ini sangat tidak beruntung ditawari soulmate oleh seorang gadis yang tidak cantik sepertimu." Balas Natsu.
"Uggh! Natsu bodoh!" Lisanna bangkit dari duduknya dan berjalan menjauhi Natsu seraya mengembungkan pipinya.
Natsu tertawa puas melihat reaksi teman sejak kecilnya itu. "Dasar, begitu saja ngambek." Kemudian pria itu ikut bangkit dan menyusul gadis berambut putih tadi.
"Lis! Lisanna! Hey! Tunggu aku!" teriak Natsu, seraya terus tertawa.
"Jangan ikuti aku! Dan jangan TERTAWAKAN aku!" rajuknya.
"Baiklah, baiklah. Kau jangan menangis begitu." Natsu memeluk Lisanna dari belakang.
"Siapa yang menangis? Matamu buta, ya?" sangkal Lisanna seraya mengusap air matanya diam-diam.
"Itu kenapa matamu merah?"
"Ini gara-gara kelilipan!"
Natsu tertawa mendengarnya. "Dasar gadis bodoh!"
"Aku bisa mendengarnya, sialan!" seru Lisanna, marah.
Natsu membalikkan tubuh Lisanna dan mencium bibir gadis itu. Sebuah cahaya kehijauan menyelimuti mereka.Natsu melepas ciumannya dan tersenyum.
"Baiklah. Mulai sekarang kau adalah Soulmate-ku." Ucapnya.
Lisanna membelalak mendengarnya. Dia melihat sebuah tanda berwarna merah yang melingkari pergelangan tangannya, kemudian tanda itu menghilang. Senyuman lebar segera muncul di wajahnya. Kemudian gadis itu segera memeluk Natsu. "Natsu, aku benar-benar mencintaimu!" teriaknya.
"Ya, ya, tidak usah kau beritahu aku juga sudah tahu," jawab Natsu santai seraya membalas pelukan Lisanna.
Lagi-lagi Lisanna mengerucutkan bibirnya. "Dasar tidak romantis. Kau seharusnya menjawab pernyataan cintaku!"
"Tidak perlu kujawab bukankah jawabannya sudah jelas?" Natsu mengerutkan keningnya. Dia benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikir wanita yangs elalu membutuhkan kata-kata sebagai kepastian.
"Ya, tapi 'kan aku mau dengar!"
"Baiklah. Aku mencintaimu. Sudah?" tanya Natsu, dengan raut polos.
Lisanna memukul kepala pria itu. "Dasar tidak romantis! Menyebalkan!"
Natsu hanya tertawa melihatnya. Namun, tiba-tiba suasana membahagiakan itu segera menghilang. Begitu juga dengan Lisanna yang tadinya berada di dalam pelukannya. Kini dia tengah berada di dalam sebuah hutan. Hutan yang gelap dengan pohon tanpa ditumbuhi dedaunan yang hanya berupa batang pohon kering dengan ranting-ranting yang rapuh. Bercak darah menempel di pohon-pohon di sekitarnya. Natsu berdiri mematung di sana. Matanya membelalak lebar. Mulutnya tak mampu berkata-kata. Semuanya berubah menjadi abu-abu, kecuali warna merah pekat yang menggenang di hadapannya.
"Nat...su..."
Dada Natsu bergerumuh. Lisanna terbaring di sana dengan tubuh bersimbah darah. Genangan darahnya mencapai sepatu Natsu. Dan di sana, dia melihat Sting. Malaikat itu, adiknya, dia memegang sebuah tombak yang berlumuran dengan darah. Pria itu berdiri di dekat tubuh Lisanna, dengan seringai di wajahnya.
Sting tersenyum sadis ke arahnya, dan malaikat itu segera menghilang. Begitu juga dengan tubuh Lisanna yang ikut lenyap bersamanya.
Natsu berdiri kaku di tempatnya.
XXX
"Hiyaa! Ugh!" Aku terus membenturkan batu ke cangkang cahaya ini. Tidak bisa! Benda ini tidak mau hancur! Aku melihat kedua telapak tanganku yang sudah berdarah. Rasanya begitu sakit dan perih. Namun, aku tidak bisa diam saja melihat Natsu yang terus memuntahkan banyak darah dan mati di dalam sana!
Kurasakan tatapan Sting yang terus tertuju padaku. Seolah dia mengatakan 'lakukan apapun sesukamu. Tapi semua yang kaulakukan akan percuma saja'.
Sial! Aku tahu ini percuma! Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan Natsu! Aku tidak berguna sebagai Soulmate-nya... aku merasa ingin menangis sekarang juga!
XXX
Natsu membuka matanya dan terbelalak. Kini dia berada di tempat yang berbeda lagi. Tempat ini gelap dan sebuah cahaya berwarna merah menerangi secara remang-remang suatu ruangan yang pintunya terbuka sedikit. Natsu berjalan ke arah pintu itu dan mengintip. Dan di sanalah dia melihat dua orang yang sangat dia kenali berada di dalam ruangan itu.
Dia melihat ayahnya tengah berlutut di hadapan seorang wanita berambut merah muda panjang. Wanita itu adalah Ibunya. Grandine memakai baju pendeta serba putih. Natsu tidak bisa menahan keterkejutannya saat melihat tubuh Ayahnya bersimbah darah. Di tangan kanan Ibunya, terdapat sebuah pedang yang ujungnya mengeluarkan sinar berwarna putih. Itu adalah pedang suci milik Ibunya, seharusnya pedang itu tidak dia gunakan lagi.
Grandine menoleh ke belakang, dan mata keduanya bertemu. Wanita itu tersenyum lembut ke arahnya, namun senyuman itu terasa hampa. Kemudian wanita itu berbalik dan berjalan meninggalkannya.
Natsu tersentak dan membuka pintu lebar-lebar. "Ibu..." gumamnya.
Grandine terus berjalan ke arah kegelapan di ujung sana.
"IBUUUUU!"
XXX
Aku tahu!
Aku segera menghentikan kegiatanku yang terus menghantamkan bebatuan ke perisai ini. Jika tombak Sting yang mengurung Natsu ke dalam benda ini, berarti tombak itu juga yang bisa mengeluarkannya! Bodoh! Kenapa aku baru sadar sekarang?!
Aku berhenti mengutuk diriku sendiri dan diam-diam menoleh ke belakang, di mana Sting sedang berdiri di hadapan perisai yang mengurung buku keramat itu sambil memasang pose berpikir. Sepertinya pikirannya terpusat ke hal lain. Ini adalah kesempatanku untuk merebut tombak di tangannya!
Setelah meyakinkan diri dan meneguhkan hati kalau aku bisa melakukan ini, aku segera berjalan mengendap-endap ke belakangnya. Dia masih tidak menyadari ke keberadaanku. Ini benar-benar kesempatan emas!
Aku sudah bersiap menyabet tombak di tangannya ketika dia tiba-tiba membalikkan tubuhnya ke arahku sambil berteriak, "AKU TAHU!"
Aku nyaris terjungkal ke belakang karena terkejut. Segera kupegangi dada kiriku yang langsung berdegup kencang seolah aku sudah ketahuan mencuri uang seratus juta yen.
"Aku tahu!" teriak malaikat tengik ini. Aku segera memandanginya dengan waspada.
"Kau tahu apa?" tanyaku, was-was.
"Kau!" dia menunjukku. "Cepat ambilkan buku ini!" perintahnya, seraya tersenyum lebbar seolah dia baru menang lotere.
"H-Hah?" aku memandanginya dengan heran.
"Kalau Malaikat dan Iblis tidak bisa menyentuhnya, mungkin saja manusia sepertimu bisa! Sekarang cepat ambilkan buku itu untukku!" titahnya.
Aku memandangnya dengan sengit. "Bebaskan Natsu dulu!" teriakku.
Dia berdecak. "Ambilkan buku itu dulu!"
Aku memandang malaikat ini dengan curiga. Selain kejam, dia juga licik. Bisa saja dia menjebakku dan membuatku tersetrum dan terlempar ke belakang seperti mereka tadi!
"Cepat!"
"Baik!" seruku. Aku maju sementara dia menyingkir. Kuulurkan kakiku ke arah perisai itu.
Sting mengerutkan keningnya. "Apa yang akan kaulakukan dengan kakimu itu?" tanyanya.
"Biar kalau tersetrum, tidak akan sakit." Jawabku. Aku meneguk ludah dan menempelkan ujung sepatuku di perisai berwarna ungu ini.
Dan... STRASSH!
Perisai ini mengeluarkan setrumannya. Aku segera menjauh. "Fyuh! Untung saja aku pintar!" aku menghembuskan nafas lega. Apa akan terjadi jika aku menyentuhnya dengan kulitku?!
"Arrrgh! Percuma saja aku datang ke tempat ini!" Sting mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.
"UHUK! UHUK UHUK!" Aku segera menoleh ke arah Natsu yang semakin banyak memuntahkan darah.
"Dia pasti sudah mulai tenggelam." Ujar Sting, santai.
"LEPASKAN NATSU! KUMOHON KELUARKAN DIA DARI SITU!" aku mulai memohon kepada malaikat jahat ini. Tidak ada cara lain selain memohon, aku harus segera menyelamatkan Natsu sebelum dia benar-benar mati di dalam sana!
"Heh, melihat wajahmu yang hampir menangis begini malah semakin membuatku ingin menjadikanmu milikku." Sting mendekat. Aku langsung mundur. "Tidak masalah jika aku tidak bisa mendapatkan buku itu hari ini. Selama kunci pembuka dunia ini ada padaku, aku bisa ke sini kapanpun aku mau. Aku akan mencari informasi tentang cara membuka perisai menyebalkan itu di surga." Gumamnya seraya terus mendekat.
"A-Apa maumu?! Jangan mendekat!"
"Aku ingin menjadikanmu Sylph-ku." Jawabnya sambil terus berjalan santai mendekatiku.
"Aku adalah soulmate Natsu! Menjauhlah!" teriakku, terus mundur ke belakang.
"Sebentar lagi dia akan mati kehabisan darah dan tenggelam dalam kenangan pahitnya sendiri." Sting semakin mendekat dan tersenyum bejat. "Ayo kita segera membuat kontrak."
Aku memejamkan mataku dan berteriak. "NATSU! NATSU! NATSUUU!"
Sting langsung menertawaiku. "Percuma saja berteriak."
Tapi aku tidak memperdulikannya. Aku akan terus berteriak bahkan hingga suaraku habis. Aku yakin suaraku bisa mencapai Natsu!
"NATSUUUUUU! BANGUNLAH, DASAR IBLIS PAYAH!"
XXX
Sementara itu, Natsu kini tengah meringkuk ketakutan. Tubuhnya bergetar. Kegelapan nyaris menutupi seluruh tubuhnya. Di depannya, muncul dua orang wanita yang begitu ia kenal.
Grandine tersenyum dan memeluk putranya. "Natsu. Putra kecil Ibu... Ibu sayang Natsu..." gumamnya di telinga Natsu.
Lisanna berjongkok dan ikut memeluk Natsu. "Aku mencintaimu, Natsu."
Natsu membeku di tempat. Tubuhnya sudah tidak lagi bergetar.
Kedua wanita itu tersenyum hangat ke arahnya. "Ayo ikut kami. Kita bersama-sama lagi..."
Natsu menautkan kedua alisnya, menahan rasa sakit yang kini menyerang dadanya. Tangannya terulur, hendak menerima uluran tangan dari dua wanita yang dia cintai itu. Namun, dia segera menarik kembali tangannya. Dia membelalakan mata.
"NATSUUUUU!"
Suara cempreng seseorang menggema di ruangan itu.
"NATSUUUUUUU! SADARLAH! BUKALAH MATAMU, IBLIS JELEK!"
Natsu masih berdiam diri di tempatnya.
"NATSUUUU! JANGAN HARAP KAU BISA MENCIUMKU LAGI KALAU KAU BENAR-BENAR MATI DI DALAM SANA!"
"Lu-Lucy..." gumam Natsu. Matanya semakin melebar saat kegelapan di sekelilingnya tiba-tiba sirna saat sebuah cahaya keemasan mendatanginya.
"HEY! MALAIKAT TENGIK INI MAU MENJADIKANKU SOULMATE-NYA! APA KAU AKAN DIAM SAJA SEPERTI ITU?!"
"Apa?!" Natsu langsung bangkit.
Grandine dan Lisanna mendongak. Mereka hanya tersenyum hampa, kemudian menghilang secara perlahan.
XXX
Aku masih menjerit-jerit saat malaikat busuk ini mencengkram kedua tanganku. Aku langsung menggeliat, mencoba melepaskan diri.
"Ck! Diamlah! Bagaimana aku bisa membuat kontrak kalau kau terus menggeliat seperti ulat begini?!" decaknya, kesal.
"NATSUUUU! TOLONG AKU! AKU TIDAK MAU BERSAMA SI MESUM INI!" aku kembali menjerit.
"Heh!" Sting mendengus. "Dasar bodoh. Dia tidak akan menolongmu." Dia mendekatkan wajahnya padaku. Aku memejamkan mataku erat-erat. Saat kurasakan hembusan nafasnya di wajahku, tiba-tiba aku mendengar bunyi pukulan yang amat keras. Cengkraman Sting terlepas dan pria itu itu kini telah lenyap dari hadapanku.
"Keh! Apa kau akan selalu memejamkan matamu seperti itu saat ada seorang laki-laki yang mau menciummu?!"
Aku membulatkan mataku tidak percaya melihat sosok Natsu yang tengah berdiri di hadapanku, dengan wajah garangnya seperti biasa.
"Natsu!" aku langsung memeluknya. Setetes air mata muncul di ujung mataku. "Syukurlah! Kupikir kau akan mati di dalam cangkang cahaya itu!" seruku.
Natsu membalas pelukanku. "Ini semua berkat suara cemprengmu itu."
Aku segera mengerucutkan bibirku mendengarnya. Natsu melepaskan pelukanku ketika mendengar suara Sting yang menggeram marah.
"Kau... Bagaimana kau bisa keluar dari sana?" Sting berdiri dengan susah payah. Wajahnya membengkak akibat tendangan Natsu tadi.
Natsu menarikku ke belakang tubuhnya. Aku mundur beberapa langkah saat melihat api disertai kilatan petir yang menyelimuti tubuhnya.
"Mana kutahu! Yang jelas, sekarang aku begitu bersemangat untuk menghabisimu!"
.
.
Bersambung...
.
AN: Err, hai... ehehe... lama gak berjumpa di fic ini. Wah, sampai debuan gini... #tiupdebu #uhukuhuk
Saat saya sadar kalau gaya penulisan saya udah berubah drastis banget, saya langsung baca ulang fic ini. Dan benar aja. Beda banget! Apalagi saat saya baca My Sweet Man chapter 3. Ugghh... entah mau ditaruh di mana ini muka. Soalnya jadi rada lebay banget ya?
Nah, saya mau nanya. Chapter ini gak aneh kan? Gaya penulisannya tetap sama kayak dulu kan? Jawab jujur lho! Lebih suka yang lama atau yang baru! #udahkayaknanyainpacaraja #plak
Oke, sekian lama saya menelantarkan fic ini, jadi saya mau balas review dulu. Ahaha... Btw, chapter selanjutnya adalahh akhir dari arc Sting. Jadi chapter 8 udah masuk arc Gray. yah, doain aja cepat update yah—#authorngaret #gakmeyakinkan
Annataillie: hahaha! Iya kamu yang pertama ngereview chapter 5! Selamat ya! Huahaha! #apaansih benarkah? Gak tau deh battle selanjutnya bisa terdeskripsikan dengan mantab lagi atau enggak, haha! XD
Guest: semoga chapter ini gak mengecewakan, ya! :D
desty dragfilia: boleh! Panggil Nako-chan imut juga! XD iya Natsu tsundere ya.. o,o #barunyadar tapi tsundere itu imut, kyaaa! Makasih udah review! ^^
R2A: AHAHA! Kalimat gak baku emang kadang nyasar di fic saya. Namanya juga author labil—huahaha! #ketawagataumalu Makasih! Semoga saya bisa bikin actionnya tetap seru ya... ^^ kalau update setahun sekali gak masalah juga kan? #plak
Momo Katsuhira-Chan: THANKS! HAHAHA! Ending 15? Kok bisa keingat dengan ending itu pas baca fic ini? XD
Fi-chan Nalupi: Sting menderita, gue gak relaaaaa! Dia my ex-husband! #udahmantanwoi Lisanna ya? Entah? Mungkin dia masih hidup? Atau emang udah mati? Haha!
Shiro Rukami: Ruka ya? Pasti sekarang udah lupa secara keseluruhan nih ama nih cerita! Haha! Entahlah. Coba tanya Happy. Happy, kenapa kamu ngikut Malaikat? Happy Cuma diem. Dia masih murung, coba lemparin ikan biar dia jawab—#plak Juvia datang kok. Masih lama tapinya. Hahaha!
Beikkuma-99: yah, begitulah. Yah seru dong! Siapa dulu authornya! #naikturuninalis #geplak Aww! Disamain ama bang Hiro mah, saya merasa bersalah. Karena masa bang Hiro disamain sama author labil dan gak jelas gaya bahasanya ini! Hahaha!
Lheartfilia: aku udah gak pernah liat Shouta-san review lagi di ficku yang lain. Haha! Syukurlah ceritanya bisa dinikmatin, jangan sampai dimakan ya! Entar keselek lho! #bukangitu
Just a Reader Addict: yup! Anda betul sekali! Saya gak kebayang bakal berapa chapter... #lirikNotesYangBerisiDaftarArc Wah, kalau Anda muji fic ini terus seperti itu, saya bakal jatuh dari kursi nih! #apa Aamiin! Haha! Saya bisa membayangkannya dengan sangat jelas! Hahahaha! #ditabokLucy
aitara f: syukurlah kalau begitu. kesan pertama di FFTI kamu bagus! Haha! Entah chapter kali ini mengecewakan atau gak! XD salam kenal juga! Lucy gak bisa buka juga. Haha! Lha? Lalu siapa yang bisa? Entahlah. Mungkin tidak ada siapapun yang bisa membukanya? O,O #plak entahlah Gray antagonis atau bukan, yang jelas dia adalah saingan cinta~
Riku Mashiro: sekarang dia gak bilang mati-mati lagi, tapi jadilah-soulmate-ku terus! haha! Aww! Teruslah merasa penasaran dan ikuti terus cerita ini! XD #alapromotor
tamu numpang lewat: jangan benci Lisanna. Dia imut dan juga gak bersalah... bencilah orang yang membuatnya ada—#digorokOmHiro Lisanna udah mati, gimana cara kamu ngebunuhnya? XD
Kuuhaku: Emaaaang, nak! Kan saya sudah sebutin itu di warning paling atas kalau arc ini terinspirasi dari pertarungan Inuyasha dan Sesshoumaru... #nangis Makasih! Haha! Entah fic itu saya hapus aja yah gak sanggup lanjutin soalnya... :'D #oi aww! Makasih lagi!
Hayati JeWon: Makasih! Haha! Iya! Gapapa! :) setahun kurang kurang dua bulan bisa disebut lama gak ya? #banget! Haha! Thanks udah review!
Lunakirana: Makasih! Ini udah lanjut.. :)
Fynnaa-chan: Ya kali! Haha! Ini udah lanjut! Makasih udah review! :)
Alsa-chan: wah! Makasih! Haha, ini udah dilanjut. ^^ Natsu gak bakal mau kamu suruh karena dia Cuma nurut sama sutradaranya doang~ #dudukdikursisutradara #plak
Yuki'NF Miharu: Biasa... Natsu bilang gak suka tapi kerjaannya nyosorin Lucy doang.. #plak wah? Entahlah? Mungkin bukan keduanya? XD aku juga penasaran sama Gray soalnya dia gak jelas banget ya? #diciumGray #eh Iya, ini updatenya udah kilat banget! #darihongkong #jduk
Mkhotim1: Ini udah lanjut. Makasih reveiwnya! :) dan nama saya Minako, bukan Miyako... #nangis
Aiko da Roselvelt: Wah, saya benar-benar beruntung. Semoga Anda masih berbaik hati mereview fic ini! Haha! Ya kali Natsu smart, gedek and labil kek gitu. Agresif sih iya! Haha! Dulunya sih mau dijadiin cerita vampire, tapi aku ngerasa itu udah mainstream banget di FFTI. Dan jadilah belok haluan ke cerita Iblis! XD Entahlah. Tapi menurutku gak karena aku gak ada niat bukan bikin pertemuan yang tragis kayak Kikyo dan Inuyasha. Haha! Serius! Ngakak baca reviewmu! Iya! Kamvuredo banget ya! Natsu sering cium-cium Lisanna gitu :"
Haha... tebakan yang bagus! Antimainstream banget! Anda gak tau saya ngos-ngosan bikin plot nih fic... #yha Sting udah kissu Lucy kok #nunjukAtas Haha... Alur di chapter ini langsung berubah jadi roket. Cepet banget! Tapi saya gak tahan juga sih kalau terus menetap di arc ini.. makanya pengen cepet2 kelar... :) gapapa! Saya suka review yang panjang2! XD
Ndul-chan Namikaze: Ini udah lanjut. Makasih reviewnya! :)
Guest: haha! Iya! Ini udah lanjut! Doakan chapter berikutnya gak lanjut di tahun 2016 nanti ya!
Haru. C. 23: ini udah lama banget. Masih inget gak sama saya juga? sama fic ini juga? haha! Iya! Inget kok! :)
.
Fyuh... capek juga. tapi saya seneng reader ngerespon positif action di fic ini. Semoga saya masih bisa bikin action yang seru ya. Soalnya sekarang saya bergelung di genre romance comedy—#nooo
Kalau gak mau lama updatenya tahun 2016 nanti, kalian para silent reader muncullah dan beri sesajen berupa review di fic ini! Natsu dan Lucy butuh nutrisi! #yakali
Udah, ya!
Salam manis,
Minako-chan Namikaze