Chapter 1

Ku tatap pantulan diriku di cermin. Aku ragu, akan melanjutkan ini semua, atau menghentikan semuanya karena belum terlanjur. Ku pandang sekali lagi pantulan diriku di cermin, refleksi diriku tersenyum miris. 'Apakah benar yang aku lakukan ini?'. Apabila aku ingin mundur, masih ada waktu dan aku tak akan menyesal telah melakukan ini. Tapi jika aku tak melakukannya, aku akan melukai perasaan kedua orang tuaku bahkan kakak kembarku.

Flashback

"Sakura!", teriak Gaara, kakak kembarku di kamarku.

"Apaan sih, Kak? Teriaknya keras amat", balasku.

"Hehehe, maaf ya. Aku lagi seneng nih", ucapnya ceria sembari menyengir.

"Kenapa nih? Tumben seneng. Habis dapet cewek?", tanyaku penasaran apa yang membuat kakak kembarku ini gembira.

"Hei hei, seneng tu gak mesti karena cewek lagi",ucapnya penuh keyakinan.

"Heleh.. emang kenapa sih? Seneng banget bikin adeknya kepo. Hahahah", ucapku yang lagi-lagi penasaran karena Gaara tak menjawab secara langsung.

"Hmm.. Kau tahu kau adalah orang pertama yang kuberi tahu tentang ini", ungkapnya.

Aku hanya mengangguk sebagai tanda agar ia melanjutkan ceritanya.

"Aku masuk di SMA Konoha, Sakura", ucapnya.

Aku melihatnya, dan di matanya pun tak terlihat kebohongan sedikit pun. Lalu, aku memeluknya dan mengucapkan kata selamat berkali-kali. Gaara sangat berambisi agar bisa masuk di SMA Konoha, salah satu SMA terbaik di dunia. Banyak anak dari luar negeri, seperti Inggris, Amerika Serikat dan lainnya mendaftar di SMA ini. Setelah itu, aku pun melepaskan pelukanku dan ku tatap ia lagi.

"Gaara, Janji ya, kau tidak akan pernah melewatkan satu hari pun tanda memberi email kepadaku. Janji ya", ucapku.

"Tentu tuan putriku yang cantik. Lalu, kau tetap akan melanjutkan home schooling lagi?", ia bertanya padaku.

Aku menunduk, memikirkan pertanyaan yang dilontarkan Gaara. Sebenarnya, aku ingin sekali sekolah di luar seperti Gaara, tetapi memang keadaan yang tidak memungkinkan. Bukan, ini bukan karena nilaiku yang jelek. Tapi dari kecil memang tubuhku lemah, padahal aku memiliki tinggi di atas rata-rata wanita, 173 cm. Bayangkan saja, itu sudah cukup untuk menjadikanku seorang model. Tapi memang seperti itu, Ayah maupun Ibu tidak pernah mengizinkanku sekolah di luar dan hanya home schooling. Jujur, aku bosan. Penyakitku juga tidak terlalu parah, hanya saja aku lemah. Tapi mereka selalu mengabaikanku jikalau aku ingin bersekolah di luar seperti Gaara.

"-ra, Sakura, hei, kau mendengarku tidak?", tanya Gaara sembari menggoyang-goyangkan bahuku.

Aku tersadar dari lamunan, entah sudah berapa lama aku melamun.

"Yah, biasalah. Mau bagaimana lagi? Ayah dan Ibu tak mengizinkanku sekolah di luar", jawabku berusaha terlihat tidak peduli.

"Sabar yah, kau tahu ini tidak akan lama. Saat kuliah kau pasti diizikan keluar. Aku akan membantumu bilang ke Ayah dan Ibu saat waktu itu tiba.", ucapnya.

"Benarkah, Gaara? Terima kasih ya.", ucapku sambil tersenyum tulus.

Lima hari berlalu sejak percakapan kami.

"Gaara, kau mau kemana?", tanya Ibu saat melihat Gaara dengan jaketnya hendak keluar rumah.

"Membeli buku, Bu. Agar tidak bosan saat di perjalanan besok.", ucapnya.

"Gaara, sebaiknya kamu di rumah dan beristirahat karena besok kan kamu berangkat. Kau sudah menyiapkan barang-barangmu belum?", tanya Ibu dengan lembut.

"Sudah Bu, aku sudah menyiapkannya dari tiga hari yang lalu. Tenang saja Bu, aku hanya sebentar kok.", ucap Gaara meyakinkan Ibu.

"Yasudah kalau begitu. Hati-hati di jalan, Gaara.", ucap Ibu menasihati Gaara.

"Iya, Bu. Aku pergi dulu."

Lima jam setelah Gaara pergi

"Sakura, kenapa Gaara lama sekali, ya? Coba kamu telpon Hpnya.", ucap Ibu dengan nada khawatir.

"Mungkin Gaara sedang asyik dengan buku-buku yang dibelinya.", ungkapku.

Walaupun aku berkata begitu, tetapi hatiku tidak. Aku khawatir, aku cemas jka ada sesuat terjadi kepada Gaara. Ku tekan nomor kontak Gaara, dan nada tunggu pun muncul, lama sekali, aku gelisah, keringat sebesar biji jangung pun lolos satu per satu dari pori-pori kulitku. Tak ada jawaban, berkali-kali aku menelpon tapi hasilnya nihil, tak ada yang menjawab.

TOK TOK TOK

Ada yang mengetuk pintu rumah, entah mengapa aku merasakan firasat buruk. Ibu membuka pintu dan tiba-tiba berteriak histeris. Aku keluar menuju ke suara Ibu, dan di sana ku lihat dua orang polisi sedang menahan posisi Ibuku agar tetap berdiri. Aku bertanya pada mereka ada apa dan mereka menjawab..

"Keluarga anda, Sabaku no Gaara, mengalami kecelakaan. Ia ditabrak trailer yang melaju dengan kencang. Sekarang ia sedang berada di ICU Oto Hospital, harap keluarga segera ke Oto Hospital agar penanganan saudara Sabaku no Gaara bisa dilanjutkan."

Seketika duniaku berputar, tapi aku tak boleh jatuh sekarang. Gaara sedang membutuhkan kami. Aku langsung menelpon Ayah dan kami pun langsung melaju ke Oto Hospital.

End of Flashback

"Sakura, apa kau sudah siap?", tanya Ibuku, Beliau terlihat sedih.

"Sudah, Ibu. Apa aku harus berangkat hari ini?"

"Tentu saja, kau tak akan mengecewakan Gaara, kan. Lakukan yang terbaik, Sakura.", ucap Ibu sambil menangis.

Aku sudah membulatkan tekadku. Hari ini aku akan berangkat ke Konoha untuk menggantikan Gaara bersekolah di SMA Konoha. Penampilanku sudah dirombak oleh kedua orang tuaku. Nyaris sama seperti Gaara, tetapi aku lebih pendek sedikit. lagipula, ini juga kesempatanku satu-satunya untuk bersekolah di luar.

Aku pun melangkahkan kakiku keluar rumah dan dengan segenap kekuatan aku meyakinkan diriku sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Tuhan, lindungi aku. Ayah, Ibu, doakan aku. Gaara, segeralah bangun."