Reality Like a Fantasy

a Seirin-centric fanfiction

Kuroko no Basuke (c) Tadatoshi Fujimaki

Tidak ada keuntungan finansial yang diperoleh penulis dari fiksi ini


Setelah Seirin menghilang ke kamar mereka, para siswa dari sekolah berbeda itu pun memutuskan untuk bubar juga, baru sadar bahwa barang-barang mereka belum dirapikan. Asal lempar ke dalam kamar yang sekarang keadaannya mengenaskan karena tampak seperti habis dilanda tornado saking kacaunya. Kecuali kamar tim Rakuzan, karena takut dibunuh sang kapten.

Sebetulnya merapikan kamar itu cuma alasan, sih. Aslinya mereka mencari kegiatan untuk menenangkan diri setelah berkonflik dengan batin sendiri bahwa ada sekumpulan anak perempuan yang lebih jago main basket dari mereka, para lelaki (yang katanya) perkasa. Beberapa ada yang masih tidak mau terima kenyataan dan tampak makin depresi seiring waktu berjalan. Bahkan Akashi, yang meski berwajah datar tanpa emosi, sebenarnya merasa harga dirinya tercabik-cabik dan tengah merutuki dirinya sendiri di dalam hati, kenapa fakta sepenting itu bisa tidak ia sadari padahal ia punya mata sakti.

Jadilah sekumpulan pemuda ngenes itu bubar ke kamar tim masing-masing, sambil mencoba menghilangkan memori kelam mengenai kenyataan pahit yang baru saja mereka dapatkan lima menit lalu itu. Ada yang mencoba mencari topik pembicaraan menyenangkan, ada yang (berusaha keras) membaca buku dan ada pula yang bermain game tentang seekor burung berbibir besar yang melompat-lompat menghindari pipa berwarna hijau yang mencuat dari atas dan bawah. Sayangnya orang yang memainkan game tersebut bukannya bisa rileks, melainkan malah tambah depresi karena nilai tertingginya cuma lima.

.

.

Kise sedang meletakkan barang-barangnya di salah satu sudut ruangan ketika ia mengingat sesuatu hal yang menurutnya amat penting. Ia menoleh ke arah Kasamatsu yang sedang duduk bersila sambil bersandar di dinding, menjadi satu-satunya orang yang santai karena barang-barang miliknya tidak ia lemparkan dengan membabi buta seperti yang lainnya. Maniknya memandang sang kapten dengan sangat intens, sampai membuat orang yang dipandangi merasa ingin lari.

"Senpai?"

Alis sang senior terangkat satu. "Ya, kenapa, Kise?"

"Senpai itu canggung kalau berhadapan dengan perempuan, kan?"

Kasamatsu tersedak udara. Moriyama tertawa nista. Kobori geleng-geleng kepala. Hayakawa menelengkan kepalanya. Nakamura bertampang biasa.

"Me-memangnya kenapa dengan itu, hah?"

Kise, dengan wajah sangat serius, menatap kakak kelasnya dengan penuh konsentrasi. Tidak biasanya Kise menunjukkan wajah seserius itu. Kalau bukan karena kalimat yang ia lontarkan sebelumnya, pastilah Kasamatsu akan berpikir bahwa hal yang hendak dikatakan oleh model berambut pirang itu benar-benar hal yang penting.

Oh, tapi yang akan ia katakan memang amat sangat penting bagi Kise sendiri.

"Maksudku, bagaimana perasaan senpai setelah tahu kalau senpai pernah tanding basket dengan tim yang isinya perempuan semua?"

Kasamatsu terdiam, memucat, kemudian tumbang di tempat. Kise panik. Moriyama guling-guling di lantai sambil memegangi perutnya, sebelum akhirnya Nakamura melempar seniornya itu dengan kotak kacamata.

.

.

"Dai-chan, halooo."

Sudah sepuluh menit lamanya Momoi berusaha menyadarkan teman yang sudah ia kenal sejak zaman megalitikum itu. Yang dipanggil masih melamun dengan pikiran entah di mana, membuat si gadis merah muda frustasi karena belum mendapat respon sedari tadi. Inginnya sih ditampar saja supaya sadar, tapi niat itu dia urungkan.

Bukan hanya sang manajer klub yang setengah mati mencoba menyadarkan sang ace dari dunia miliknya sendiri, demikian pula dengan anggota klub yang lain. Sakurai sampai melakukan dogeza karena gagal mendapatkan perhatian Aomine. Wakamatsu langsung menyerah pada percobaan pertama. Susa bahkan sudah mencoba menyipratkan air ke juniornya itu tetapi masih saja tidak dipedulikan. Imayoshi tidak ikutan karena menurutnya ini adalah tontonan menarik.

Momoi, yang sudah putus asa dan sedang menahan diri untuk tidak menusuk teman sejak kecilnya ini dengan gunting boleh pinjam dari Akashi, akhirnya berteriak asal.

"DAI-CHAN LIHAT ITU ADA KAGAMI GA PAKE BAJU DAN DADANYA F-CUP."

"HAH APA MANA MANA?!"

Bogem mentah melayang ke wajah remang Aomine.

"Satsuki, apa-apaan kau?!"

"Dai-chan mesum! Giliran ngomongin dada baru ada reaksi! Dada F-cupnya Kagami, pula!"

"Heh, dadanya si Bakagami itu nggak sampe F-cup! Palingan D-cup!"

"MESUM!"

"DADA ITU BAGIAN PENTING DARI SEORANG WANITA, SATSUKI! LAGIAN AKU MASIH NGGAK PERCAYA KAGAMI ITU PEREMPUAN DENGAN DADA LUMAYAN BESAR!"

"LUMAYAN MBAHMU, AHOMINE! ITU UDAH GEDE, TAUK!"

Topik pembicaraan berbelok drastis. Wakamatsu ingin gantung diri. Imayoshi menahan tawa dengan setengah hati.

.

.

"...Shin-chan kenapa kamu nggak keliatan kaget?"

"...aku kaget, kok."

"Tampangmu nggak bilang begitu, hei, junior sombong."

"Hush, Miyaji. Barangkali saking shock-nya Midorima sampai tidak bisa berekspresi."

"Memangnya sejak kapan Midorima ekspresif, Kimura?"

"Ah, kau benar, kapten."

"Oi Takao, kok bisa ada celana dalemmu di dalam koperku—KENAPA TAMPANGMU NGENES KAYAK GITU?"

"MIYAJI-SENPAI HARGA DIRIKU SEBAGAI SEORANG LELAKI SUDAH TERNODAI. DAN SKORKU CUMA LIMA."

"YA SEMUA JUGA SAMA. HAHA MAMPUS LO, GUE SEMBILAN DONG."

"Kalian berisik, nanodayo."

"KAPTEN TOLONG PUKPUK-IN AKU."

"Bakao, jangan bermanja pada kapten seperti itu. Menjijikkan, nanodayo."

"Ih Shin-chan cemburu."

"Ap—AKU TIDAK CEMBURU!"

"DIAM ATAU KUSODOK KALIAN BERDUA DENGAN NANAS!"

"Hei, kapten, makan malam hari ini kira-kira apa, ya?"

"Wah, entahlah. Aku agak berharap kare, sih."

.

.

Okamura dan Himuro duduk bersimpuh di hadapan satu sama lain, saling menatap dengan ekspresi yang tidak bisa dibaca.

"...Himuro."

"...ya, kapten?"

"...kamu sudah tahu dari awal kalau Kagami itu perempuan, kan?"

"...iya, begitulah."

"...kenapa kamu nggak ngomong?"

"...buat apa?"

Percakapan tidak jelas itu terus berjalan. Fukui memperhatikan sambil makan keripik (miliknya sendiri karena kalau nyolong keripik punya Murasakibara nanti dia mati). Liu membolak-balik majalah di sudut kamar. Murasakibara asyik bercumbu dengan kue beras.

"Maksudku—" pemuda bertubuh besar laksana gorila itu berdeham, mencomot segenggam keripik milik Fukui, makan, menelan, kemudian menatap Himuro dalam-dalam. Bungkus kripik yang sudah kosong dilemparkan ke kepalanya dengan penuh dendam oleh anggota terpendek mereka, namun tidak ia gubris. "—apa kau juga tahu kalau Seirin itu sekolah khusus putri?"

Si surai hitam berparas cantik itu memijit kepalanya yang mulai pening, sambil bertanya-tanya dalam hati kenapa ia bisa terjebak dalam perbincangan tak tentu arah dengan kaptennya yang nista tiada banding. "Tidak, kapten. Aku tidak tahu."

Menghela napas panjang, Okamura menatap langit-langit kamar mereka dengan pandangan lesu. "Aku masih nggak terima kita kalah dari mereka yang mungil dan imut..."

Murasakibara batuk.

"Oi gorila, menurutku Kagami dan Kiyoshi itu tidak mungil."

"Ya tapi kan mereka manis."

Mendadak hawa gelap menjalar dari tubuh Himuro. Matanya berkilat berbahaya, tampang kalemnya berubah ganas dan ia menatap kapten Yosen itu dengan penuh hawa membunuh. Fukui kabur ke pojokan kamar untuk bersembunyi di belakang Liu yang memasang tampang kurang senang, sementara titan ungu kebanggaan mereka melanjutkan makan dengan khidmat.

"Oh, jadi menurutmu Taiga itu manis, ya...? Hmm...?"

Sebuah senyum sadis terpampang di wajahnya. Okamura tiba-tiba merasa hidupnya tidak akan lama lagi.

"I-iya, tapi sumpah aku tidak ada niat apa-apa, kok! Suer!"

"Yakin...?"

"Yakin!"

Kapten paling ter-bully seantero jagad itu menyembah minta ampun di hadapan pemuda yang lebih pendek tujuhbelas senti darinya. Liu sebenarnya ingin membiarkan, tapi karena kapten Yosen untuk periode berikutnya belum ditunjuk dan mereka masih butuh makhluk besar itu untuk memimpin mereka, maka ia berbaik hati untuk melerai.

"Himuro, daripada engkau emosi terhadap kapten, bagaimana jikalau engkau awasi saja anak yang kurang terang dari Touou itu? Tadi saya melihat sepertinya ia lama sekali memperhatikan dada Kagami-san."

Mungkin lebih tepat disebut mengompori daripada melerai.

Hawa gelap dari tubuh Himuro kini bercampur dengan api dendam yang membara. Matanya berkilat berbahaya dan senyum sadis menghilang dari wajahnya, berganti dengan tampang datar yang malah tampak tiga kali lebih mengerikan. Tiga meter dari Himuro tampak Murasakibara yang tengah mendoakan keselamatan mantan rekan setimnya.

Aomine, di sela acara tonjok-tonjokannya dengan Momoi, tiba-tiba merasa bahwa ia akan mati sebentar lagi.

.

.

Sunyi, begitulah kondisi kamar tim Rakuzan.

Mayuzumi tengah membaca salah satu light novel miliknya sambil bersandar di dinding. Mibuchi tampak sedang mengisi teka-teki silang dengan sampul bergambar artis ibukota yang ia temukan terkapar di bawah meja. Nebuya kayang di depan pintu. Hayama asyik mengutak-atik handphone-nya, sementara Akashi bersemedi di bawah lampu.

Lima menit berlalu dan seorang pemuda kelebihan semangat tiba-tiba berdiri.

"Aku bosan, nih!" ujarnya dengan nada yang kelewat riang. "Kenapa kalian semua diem?"

"Bagaimana kalau kau bantu aku isi TTS ini? Entah kenapa pertanyaannya banyak yang mengandung makna ganda, siapa sih yang ninggalin barang ginian di bawah meja?"

"Apa-apaan, Hayama? Kau tidak lihat kalau aku lagi kayang?"

"Kotarou, aku sedang memikirkan strategi baru, jangan berisik."

"Aku sedang membayangkan seorang gadis berambut hitam sepunggung dengan mata elang dan hobi ngegaring tengah berada dalam pelukanku."

Empat kepala menoleh cepat ke arah Mayuzumi.

"Tapi bohong."

"Demi apapun tampangmu nggak bilang gitu. Aku yakin yang barusan itu bukan bohong."

Hayama bersiul panjang. "Seleramu boleh juga, senpai. Tapi anak-anak Seirin cantik-cantik, sih. Aku sendiri lebih tertarik dengan Kiyoshi."

Nebuya jatuh. Pensil yang digenggam Mibuchi terbelah dua. Akashi memutuskan untuk pergi ke kamar mandi.

"Hayama, kau gila?!"

"Ah, jangan-jangan kau juga suka pada Kiyoshi, ya?"

Kata-kata tersebut membuat power forward Rakuzan memerah, terbata, lalu diam. Mibuchi mengikuti Akashi ke kamar mandi karena ia mulai pusing, hanya untuk ditendang keluar oleh yang bersangkutan tiga detik kemudian.

.

.

Nun jauh (nggak jauh-jauh amat sih) di kamar tim Seirin, Kagami, Izuki dan Kiyoshi merinding mendadak. Tapi karena malam itu adalah malam yang dingin, ketiganya tidak mempedulikan hal tersebut dan hanya menganggapnya angin lalu.

"Kalian buruan ganti baju, setelah ini kita mulai latihan."

"HAH?!"

Jeritan penuh derita mememenuhi ruangan. Baru juga sampai, sudah dipaksa bertemu neraka lagi? Mending mati deh.

"Ri... Riko, tolong banget hari ini jangan ada latihan dulu, badanku pegel semua gara-gara duduk di bus selama enam jam," ujar Hyuuga memelas. Yang lain mengangguk, sepenuhnya setuju dengan pendapat kapten mereka. Riko terdiam, mengerjap, kemudian tertawa.

"Ya ampun aku cuma bercanda. Masa kalian anggap yang tadi itu serius?"

'Sayangnya iya,' batin semua yang ada di ruangan tersebut kecuali pelatih mereka berbarengan.

"Hari ini masih bebas, latihan baru akan dimulai besok. Sepertinya sekolah lain juga begitu."

Kalau bukan karena takut dimutilasi, beberapa dari mereka sudah akan melakukan selebrasi. Mereka kemudian memutuskan untuk menyusun barang-barang mereka. Barang-barang di sini tentulah tidak seperti milik anak gadis pada umumnya seperti bedak, foundation, lip gloss dan lain sebagainya, namun hal-hal yang berhubungan dengan basket, barang-barang pribadi, perlengkapan mandi serta pakaian yang menurut mereka nyaman dipakai. Koganei berani bertaruh bahwa Kagami tidak membawa sisir apalagi cologne.

Beberapa menit berlalu dalam diam, diselingi dengan suara krasak-krusuk mereka yang sedang menyusun barang bawaan. Ketika Fukuda menghela napas panjang, yang lain menatapnya heran.

"Ada apa?"

"Kayaknya kita harus siap-siap dipandangi, diperlakukan berbeda dan mungkin digombali."

Sebetulnya beberapa anak Seirin ada yang ingin tertawa mendengar kalimat itu, namun setelah dipikir lagi, betul juga. Apalagi mengingat bahwa Kaijou memang memiliki satu playboy yang sudah bisa dipastikan akan menggombali tiap perempuan yang ditemuinya, tidak peduli shota, remaja maupun manula. Membayangkannya saja sudah malas.

Kiyoshi berdiri di hadapan teman setimnya dan menatap mereka dengan penuh determinasi. "Kalau ada yang berani menggoda kalian, laporkan saja padaku, oke? Nanti biar aku yang menggilas mereka."

Tidak disangka ternyata Kiyoshi bisa jadi sadis kalau sudah menyangkut 'anak-anak'nya.

"Kalau Kiyoshi-senpai yang digodain gimana dong?"

Pertanyaan Kagami membuat sang hati besi terdiam.

"Kalau itu terjadi, maka kita yang akan menggilas orang yang menggoda Kiyoshi-senpai, Kagami-kun," Kuroko menyahut, wajahnya datar seperti biasa.

"Oh, oke."

Tsuchida tersenyum dan mengangguk, rambutnya yang diikat ekor kuda melayang lembut. "Intinya jaga diri masing-masing, ya. Dan kalau ada apa-apa, langsung panggil yang lain."

"Benar! Lagipula kita punya bodyguard handal, kan?"

Semua menoleh ke arah Kawahara dengan wajah bingung. Tepat pada saat itu, terdengar suara anjing menyalak dari dalam tas Kuroko yang terbuka sebagian. Kagami langsung melompat ketika Kuroko mengeluarkan Nigou dari dalam tasnya.

"Uwaa! Makhluk jahanam itu juga dibawa?!"

"Tentu saja, Kagami-kun. Dia bagian dari kita juga."

Kagami bersembunyi di belakang Furihata dengan wajah kecewa, tapi tidak berani berkomentar lebih lanjut karena apapun yang ia katakan, si gadis berambut merah kehitaman tidak mungkin menang. Lagipula mereka sudah berada jauh di penginapan dalam hutan yang terpencil, tidak mungkin ia memaksa untuk mengembalikan Nigou ke Tokyo. Kagami tidak sejahat itu meski ia benci lahir batin pada anjing. Kini anjing yang dimaksud tengah bergelut manja di pangkuan Mitobe.

.

.

Kumpulan remaja dari sekolah berbeda itu tidak berpapasan satu sama lain sampai keesokan harinya, karena mereka semua memilih untuk mengendap di kamar akibat rasa lelah yang mendera. Barulah ketika waktu sarapan tiba semua berkumpul menjadi satu, seperti kemarin di ruangan yang tidak jelas apa fungsinya itu.

Tentu saja semua berkumpul dalam kondisi belum mandi dan masih memakai pakaian tidur masing-masing.

"Aominecchi, sepertinya kamu tambah redup kalau belum mandi."

"Kise, kamu ngajak berantem?"

Momoi awalnya ingin sarapan tanpa mengganti pakaiannya seperti teman-teman lelakinya alias hanya memakai piyama, namun Aomine memaksa gadis tersebut untuk minimal menutupi bagian atas tubuhnya dengan jaket hijau yang selalu ia kenakan ke mana-mana. Kata Aomine, supaya tidak ada pandangan mesum yang ditujukan ke arahnya. Momoi berpikir, meskipun sikap Aomine yang melindunginya dari pandangan tidak senonoh itu manis sekali, Aomine sendiri mesum tak terbanding. Agak ironis gimana gitu.

Suasana sarapan yang (lumayan) damai tiba-tiba kacau ketika Hyuuga dan Izuki melangkah masuk ke ruang makan sembari mengobrol santai, dengan piyama masing-masing masih membalut tubuh mereka.

Sepenuh jiwa dan raga Moriyama menahan diri untuk tidak berteriak penuh kebahagiaan.

Mayuzumi berusaha menghilangkan segala imaji kotor yang muncul di dalam otaknya.

Okamura mimisan, kemudian pingsan kehabisan darah ketika anak-anak Seirin lainnya datang menyusul dan semuanya masih mengenakan pakaian tidur mereka. Fukui menolak untuk menolongnya dan membiarkan kaptennya tergolek di lantai, karena ia sedang sibuk memandangi sekumpulan anak perempuan dengan lekuk tubuh indah dan postur atletis karena mereka semua adalah olahragawan. Semua hal itu, ditambah wajah mereka yang manis dan kenyataan bahwa mereka mengenakan piyama berbagai motif yang mengekspos sebagian paha, betis dan lengan mereka yang tampak halus...

Hari kedua training camp dimulai dengan para lelaki yang berusaha menghentikan imajinasi mereka yang menjalar kemana-mana, dan para wanita (kecuali Momoi dan mungkin Riko) yang berusaha untuk tidak mempedulikan semua tatapan yang ditujukan kepada mereka.


see you next chapter!


HAH APA INI. INI CHAPTER PALING GARING.

Ada yang sadar kalo semua pembatas di dalem fic kecuali untuk tulisan judul dan bersambung saya ganti? Iya jadi titik dua biji gitu. Keren aja sih, di chapter belakang juga saya edit. /krik

Makasih buanyak buat yui . yutikaisy, IoDwi, Shaun the Rabbit, Unknownwers, VilettaOnyxLX, may-meuza, elfarizy, Calico Neko, Seijuuro Eisha, BakaFujo, Akihisa Funabashi, Seithr-Kairy, Guest, UseMyImagination, ShiroNeko, Freir, Usagi Yumi, tsunayoshi yuzuru dan Kirana Agi Qiao yang udah menyempatkan untuk review dan juga semua yang udah fav dan follow, saya terharu QwQ yang nanyain pairing, itu saya tebarin hints ga jelas wahaha. Maunya saya semua Uncrowned Generals (kecuali Reo karena ~suatu alasan~) naksir Kiyoshi tapi masih bingung gimana cara nyempilin Hanamiya di situ.

Oh iya, ada yang tau game apa yang dimainin Takao? Itu loh Flappy Bird, game terjahanam yang pernah ada tapi sialnya adiktif. Skor saya cuma 11 :'D /nangisgelindingan

Sampai jumpa di chapter 4 owo)/