Sebelumnya Jia minta maaf karena update sequel ini terlalu lama. Jia sedang ada masalah pada mata dan juga mood menulis yang entah mengapa turun drastis. Tapi berkat dukungan dari readers semua, Jia berjuang melanjutkan.

Semoga sequel kali ini bisa menghibur readers yang bersedih di chap sebelumnya.

.

Big Thanks To:

Missjelek | damniloveyunjae | YunHolic | barbie | sarang | AKASIA CHEONSA | guest | manieze83 | Casshipper Jung | Summer Cassie | Clein cassie | ShinnaJaejoong | yoon HyunWoon | Kazuko Dewi Al-Uchiha | Hyewon | bearnya Jung | leny | afniahottestpm | gothiclolita89 | haruko2271 | mita changmin | choichannie | hyukkie-chan | byun liza aurelia | lipminnie | nickeYJcassie | diamond's | Ai | Jung Jaehyun | YukiMiku | ShinJiwoo920202 | Guest | irengiovanny | sirayuki gia | BoBoo | yjnokokoro | hanasukie | PandaPandaTaoris | princesssparkyu | Fha | Fha | Himawari23 | loveyunjae | JiJi boo | changchang | ChiBy JaeJae | Jongin14 | ifa. | Vivi | | PhantoMirotiC | heeli | fani | Minyu407 | quinniee | L28 | qiukey | princess yunjae | devi | nanajunsu | okoyunjae | jaena | Dennis Park | momochan | aiumax | Guest | mi gi cassiopeia ot5 | hanminjie | kucingyunjae | blackwhite28 | YJSFie | Zaico B | Yunjae24 | Jung Jaema | wiendzbica | | kim anna shinotsuke | BooMilikBear | han eunji | Cherry Yunjae | raven | RedXiah | kime simiyuki | meirah.1111 | Chiti | Guest | Mizkirei | park yooki | nanda0404137 | joy1229 | farla 23 | StoryFromClocktower | yhe | ayume | Kimikimjae | Shim Chaeri | kikiyujunmyun | Aaliya Shim | Dhea Kim | eunbin | NaeAizawa | leeChunnie | imelriyanti | Fha | RedBaloons5 | aichi | rizqicassie | Lady Ze | TriaU-KnowHero | YunjaeDDiction | chunsatic729 | Dee chan - tik |margritFlow | ChientzNimea2Wind | Nam Mina | ChwangKyuh EvilBerry | DBSJYJ | paradisaea Rubra | vianashim | holepink | minjaeboo | iasshine | wynneee15 | Jung Jaeseob |

.

apakah ada yang belum kesebut? Jia harap sudah semua. tapi kalau ternyata belum, Jia minta maaf.. Jika ada nama yang terpotong, itu murni dari FFN, karena Jia sudah berusaha menulis sebenar- benarnya dan selengkap lengkapnya.

.

.


BooJaejoongie is Mine Present

NINE DAYS

Disclaimer : Mereka milik Tuhan, keluarga mereka, fans, management masing-masing. Jia hanya pinjam nama mereka dan juga sedikit eksistensi mereka di dunia FF.

Rated: T

Genre: Romance, Drama, Hurt/Comfort

Cast: - Jung Yunho

- Kim Jaejoong

- Kim Junsu

- Park Yoochun

- Shim Changmin

- Boa

Etc

Summary: Sequel and Epilog from Nine Month.

Warning: Yaoi, cerita asli dari pikiran Jia sendiri, Absurd, Typo, OOC, EYD ngawur, etc

NOTE: Tulisan ( Italic ) miring for flashback! Please read it slowly... ^^

.

Happy Reading...

.

.


You wait me for nine month

I'll pick you up in nine days

.

.

18 Desember 20xx

.

.

Sinar matahari senja yang terlihat sudah mulai tenggelam di ufuk barat, hanya menyisakan bias-bias cahaya yang entah mengapa terlihat berpendar dengan pilu. Serasa enggan hanya untuk menyinari tubuh seorang namja bermata musang yang saat ini sedang berdiri mematung di depan sebuah rumah. Perasaan kelam mendominasi hati namja yang ternyata adalah Jung Yunho.

Yunho- namja tampan yang sekarang ini tampak begitu lusuh, sudah berdiri di depan gerbang pintu berwarna hijau botol dengan cat yang sedikit mengelupas itu selama kurang lebih 20 menit. Entah apa yang membuat Yunho belum juga masuk ke dalam. Seakan menyiapkan diri akan apa yang akan dilihatnya nanti.

Sebenarnya ia sudah hafal semua bagian dari rumah itu, hanya saja langkah kakinya terasa berat hanya untuk melangkah. Rumah penuh kenangan antara dirinya dan istri cantiknya – Jaejoong.

Setelah memantapkan hati, Yunho mendorong gerbang itu.

Yunho berjalan dan terus berjalan sampai merasakan sensasi berbeda dari permukaan aspal yang tadi diinjaknya.

Sinar senja menyerbu kornea matanya, menyadarkannya dari kesunyian dan kehampaan yang menyelimuti jiwanya sesaat. Rupanya, tanpa sadar, ia sudah ada di tengah – tengah pekarangan asri rumah mereka! Kicau burung yang bernyanyi bahagia di atas sebatang pohon, menusuk hatinya.

Kenapa burung itu begitu bahagia?

Kenapa dia tidak? Kenapa Jaejoong tidak?

Mengingat Jaejoong lagi, membuat Yunho merasakan tulangnya melemah. Ia jatuh terduduk di atas rumput hijau yang terasa lembut. Air mata mulai menetes satu persatu yang langsung dihapusnya dengan kasar. Dia tidak boleh menangis, Jaejoong pasti akan sedih jika melihatnya terpuruk seperti ini.

Tiba-tiba Yunho bisa merasakan seakan Jaejoong tengah memeluknya dari belakang. Berulang kali membisikkan kata ' maaf' di telinganya. Suara jaejoong yang bergetar membuat Yunho tidak mampu menguasai dirinya lagi. Seketika dia membalikkan tubuhnya, kemudian balas memeluk tubuh mungil Jaejoong. " Jangan minta maaf," jerit Yunho sambil terisak. " Ini bukan salahmu, Boo. Aku..aku yang jahat!" isakannya berubah menjadi lolongan yang memilukan.

.

" Yunnie, ini dimana?"

" Ini dirumah, Boo."

" Dirumah? Rumah siapa, Yun? Kenapa kita kesini?"

" Ini rumah Jung Yunjae, Boo."

" Jung Yunjae? Nugu?"

" Tentu saja Jung Yunho dan Jung Jaejoong. Ini rumah kita, chagy. Milik kita."

" Mwo? Jeongmal? Ta – tapi Yun, ini..."

" Ne, Boo. Seperti janjiku dulu. Aku persembahkan rumah tempat kita pulang. Rumah yang akan menjadi saksi kisah cinta kita berdua. Ini bukti nyata betapa Jung Yunho mencintai gajah centilnya – Jung Jaejoong."

" Yah! Aku bukan gajah centil, Jung Bear."

" Haha..ne, ne, kau adalah istriku yang paling can...ehem..manis..hehe."

" Yunnie menyebalkan."

" Haha..mian, Boo. Sudah jangan marah lagi, Ne. Otthe? Apa Boojae suka rumahnya?"

" Hm! Boojae suka sekali, Yunnie. Gomawo ne. Yunnie suda bekerja keras demi semua ini."

" Gwanchana, chagy. Apapun akan aku lakukan untuk kebahagiaanmu, kebahagiaan kita."

" Yunnie – ah...saranghae..."

" Nado, Boo. Jja..kita masuk ke dalam."

.

Tangan Yunho bergetar hebat saat akan membuka pintu rumah mereka. Bahkan berkali-kali kunci itu terjatuh dari tangan Yunho karena tidak masuk dengan benar. Ini adalah kali kedua dalam hidupnya membuka pintu rumah menggunakan kunci. Pertama saat mengajak Jaejoong melihat rumah ini. Karena sebelumnya, selarut apapun ia pulang, selalu ada Jaejoong yang menyambutnya. Mengingat Jaejoong kembali membuat pertahanan Yunho melemah. Sekuat tenaga dicobanya kembali membuka pintu rumah tersebut.

Cklek!

Yunho bernapas lega setelah berhasil membuka pintu itu. Melangkah perlahan sambil melepas sepatunya. Semuanya masih sama. Tak ada satu barangpun yang berpindah tempat. Tetap persis seperti terakhir kali ia kemari. Hanya saja kesunyian yang mendominasi membuatnya merasa sesak. Udara disekelilingnya seakan menipis dan berusaha menghimpitnya. Sebuah rasa kesepian yang menakutkan muncul.

Badannya yang memang kurang fit, langsung jatuh terduduk di sofa ruang tamu. Tepat di depan sebuah televisi besar dan juga sebuah photo. Photo pernikahannya dengan Jaejoong yang berukuran lumayan besar tepat terpasang apik di dinding sebelah televisi.

Melihat bagaimana bahagianya mereka dalam photo itu, bagai menghantam telak di hati Yunho. Namja cantiknya tengah tersenyum bahagia di sebelahnya. Bahkan ia berani bersumpah bahwa itu adalah senyum termanis dari yang termanis yang pernah ia lihat seumur hidupnya. Hatinya kembali diremas saat menyadari bahwa tidak hanya namja cantiknya yang sedang tersenyum bahagia, tapi juga dirinya.

Dalam photo itu ia terlihat begitu gagah dan tampan, dengan senyum bangga yang tak bisa dilukiskan karena berhasil membuat pujaan hatinya menjadi miliknya seutuhnya. Bahkan saat ini perasaan itu tiba-tiba muncul dan masih bisa ia rasakan.

Masih jelas terbayang, setelan putih bersih yang dikenakan Jaejoong waktu itu. Setelan yang berbeda warna dengan yang Yunho pakai saat itu. Setelan yang membuat Jaejoong tampak berkilau, namun sederhana. Sesederhana sapuan kuas di wajahnya yang membingkai bibirnya yang tersenyum.

Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri, mengapa ia tidak lebih cepat menyadari semuanya? Mengapa ia tidak menyadari kapan terakhir kalinya ia melihat senyum indah istrinya itu? Mengapa semua mimpi buruk ini harus terjadi? Tidak bisakah ia bangun dan mendapati jika semua ini hanyalah mimpi buruk semata dan semua bisa kembali seperti semula?

Aura Jaejoong terasa amat kuat disekitarnya. Seakan ia bisa melihat dan membayangkan apa saja yang biasa dilakukan istrinya itu saat dirumah. Apakah memang seperti ini rasanya saat seseorang meninggalkanmu?

Masa depannya terasa gelap tanpa asa.

Segelap malam yang mulai membentang di atas rumahnya saat ini. Dielusnya cincin emas yang melingkar di jari manisnya. Bibirnya bergetar. Air matanya mengalir. Dikecupnya cincin itu penuh rasa. Cincin yang sempat mengikat dirinya dan Jaejoong dalam waktu yang lebih cepat dari satu tarikan napas.

.

" Boo, kemarilah. Aku merindukanmu chagy..."

" Aissh, Yunnie.. aku sedang memasak makan malam kita. Nanti saja ne.."

" Yaah, Boo.. kalau kau tidak kemari dalam hitungan ketiga, aku akan menyerangmu sekarang juga. Hana...dul..."

" Ne..ne...aish.. aku matikan kompor dulu.."

" Nah, sekarang duduk di pangkuanku.. kajja..jangan cemberut begitu, Boo. Atau jangan-jangan kau sedang menggodaku, eum?"

" Yah! Yunnie nappeun.. Tapi kenapa tumben sekali Yunnie pulang cepat?"

" Itu karena aku sangat merindukan istriku yang cantik ini.."

" Hihi..gelii Yun, jangan mencium leherku..."

" Kau sangat harum dan manis, Boo.."

" Huft.. memangnya aku permen..."

" Haha.. ne..ne.. sebenarnya aku pulang cepat juga karena badanku pegal semua, Boo. Tadi ada rapat dengan tiga klien yang berbeda-beda. Kau tahu, duduk berjam-jam sambil membahas sesuatu yang serius membuat badanku mati rasa."

" Jeongmal? Aigoo... bagaimana kalau kupijat saja..."

" Apa tidak merepotkanmu, Boo?"

" Aish.. tentu saja tidak. Aku tidak mau Yunnie sakit. Kajja.. berbaliklah.. akan kuberikan pijatan terbaik dari Jung Jaejoong..hehe..."

" Haha.. ne..ne.. Gomawo ne sarang."

.

Liquid bening terlihat mengalir dari mata musang Yunho ketika kenangan itu kembali menghampirinya. Menangis dalam diam. Hanya itu yang dapat ia lakukan. Apapun yang ia lakukan, kemanapun ia pergi, kenangan itu seakan selalu menghantuinya. Berteriak sekeras apapun ia memanggil, Jaejoong tak akan kembali.

Matahari berganti rembulan, saatnya bagi semua orang untuk mengistirahatkan tubuh mereka dari rutinitas sedari pagi.

Yunho berjalan perlahan keluar ruang tengah, melintasi ruang demi ruang di dalam rumah mereka. Ia berjalan terus seolah ada suara kecil di dalam kepalanya yang membimbing langkahnya ketika jiwanya tengah menguap. Kemanapun matanya memandang, yang terlihat hanyalah kekosongan dengan akhir yang pasti. Jalan buntu. Sampai ia terhenti di depan pintu kamar mereka.

Kamar dimana ia dan Jaejoong biasa berbagi kasih. Perasaan rindu yang sangat menyesakkan seketika kembali menghimpitnya saat masuk ke dalam kamar itu.

Yunho duduk diatas ranjang dengan spray baby blue dengan gambar gajah-gajah kecil. Spray favorite Jaejoong. Termenung di dalam kamar yang hanya diterangi bias kuning dari lampu tidur yang berpendar redup. Meringkuk semakin dalam sambil memeluk lututny. Salah satu daun jendela itu sengaja dibukanya untuk menghadirkan udara malam yang menyeruak masuk.

Menyedihkan, pikir Yunho, sambil menyandarkan punggungnya yang terasa kaku. Otot di tulang belikatnya berkedut ketika dia merenggangkan tubuhnya, menarik kedua bahunya ke arah belakang. Perlahan direbahkannya tubuhnya yang bagai tak bertulang itu diatas bantal dimana Jaejoong biasa tidur. Entah karena perasaan rindu yang seakan membuatnya gila atau memang benar bahwa ia seakan bisa mencium aroma Jaejoong disitu.

Badannya terasa letih, namun Yunho tidak berniat untuk menidurkannya. Karena setiap matanya terpejam, sebuah kenangan yang tersimpan jauh di dasar kepalanya kembali menyeretnya.

Semakin hari, hati Yunho semakin sakit dan tinggal menunggu kapan hati itu akan mati. Dipeluknya bantal itu, menganggap itu adalah Jaejoongnya. Istrinya yang telah ia sakiti. Istri yang sangat dicintainya sampai kapanpun. Menangis seperti seorang anak kecil yang ditinggal sang ibu sambil terus memanggil nama Jaejoong. Ia tidak perduli apakah seorang namja dewasa sepertinya pantas melakukan itu.


19 Desember 20xx

.

.

" Aaaaaargghhhh..."

Suara teriakan frustasi terdengar dari sebuah kamar di dalam rumah yang begitu sunyi. Sunyi karena jam masih menunjukan jam lima pagi dan juga karena tidak ada penghuni lain lagi di rumah itu selain namja yang berteriak tadi – Yunho.

Selalu seperti ini. Setelah kepergian Jaejoong. Yunho selalu terbangun pagi-pagi buta begini dan menangis frustasi. Diremasnya dada kirinya yang terasa begitu sesak, seakan ada sebuah lubang besar tak kasat mata yang memenuhi dadanya. Seperti ada sesuatu hal yang sangat berharga dan terenggut paksa. Perasaan kosong dan hampa selalu mendominasi. Tapi tak sekalipun Yunho berusaha untuk bangkit, ia merasa dirinya pantas mendapat semua itu. Hanya dengan begini, ia msih bisa merasakan Jaejoong sebagai bagian dari hidupnya meskipun itu hanya akan menyiksa dirinya sendiri.

Entah apa yang dipikirkan namja tampan yang sekarang terlihat berantakan itu, hingga membuatnya berlari keluar dengan terburu-buru. Langkahnya terhenti di dapur. Menatap nanar kearah dapur yang sepi. Tidak ada hidangan yang ditata cantik di atas meja. Tidak ada bunga lily segar di dalam vas. Tidak ada gelak tawa yang biasanya memenuhi udara dalam setiap suasana.

Yunho jatuh terduduk di lantai yang dingin dan mulai menangis frustasi sambil menjabak rambutnya sendiri. Mengapa ia tidak bangun juga dari mimpi buruknya? Keinginan bertemu dengan Jaejoongnya hanya menjadi harapan kosong semata.

Saat berjalan dengan lunglai menuju kamarnya, tidak sengaja Yunho melirik ke arah kebun. Kebun yang ia buat untuk Jaejoong.

Tempat ia selalu memperhatikan Jaejoong yang kadang membuat kotor tubuhnya sendiri. Tapi begitu, raut bahagia selalu terlukis di sana.

Dengan pikiran kosongpun Yunho berjalan ke kebun. Berjongkok tepat di depan sebuah bunga lily yang sedang mekar dengan cantiknya. Lily putih kesukaan Jaejoong. Sinar matahari yang masih malu-malu sama sekali tidak menghangatkan tubuh maupun hati Yunho. Ia bagai mayat hidup.

.

" Boo, istirahatlah.. ini sudah sore.. besok saja dilanjutkan. Nanti kau masuk angin."

" Sebentar Yunnie, masih banyak sekali benalu disini. Kalau tidak dibersihkan sekarang, nanti bunga-bunganya mati."

" Hh.. gurae.. aku bantu ne?"

" Eoh? Tapi nanti Yunnie kotor."

" Gwanchana... bukannya kalau kita berdua kotor, kita bisa mandi bersama. Lalu..."

" Yah! Jung pervert..."

" Haha..."

.

Dan lihatlah sekarang, Yunho sedang mengais-ngais benalu di antara bunga-bunga milik istrinya seperti orang gila. Beruntung kebun itu terletak di belakang rumah, sehingga tidak akan ada yang memandang aneh Yunho. Ini masih pagi hari, tapi Yunho sudah seperti orang yang kurang waras.

Bahkan ada beberapa bunga yang ikut tercabut. Tapi Yunho tetap mengais-ngais tanah dengan gusar. " Boojae..aku akan membersihkan kebunmu ne.. kau tenang saja..semuanya pasti beres." Yunho bermonolog. Sebelum ahirnya kembali menangis sambil bersujud di tanah itu. Tidak perduli apakah semua itu akan membuatnya kotor.


20 Desember 20xx

.

.

Pagi ini, terlihat Yunho sedang duduk di ruang kerjanya. Masih di rumah mereka. Dia tampak serius memilah milah dokumen, entah apa. Berkali-kali sekertarisnya – Boa, menghubungi dan mengirim pesan menanyakan keadaannya. Serta mengabarkan masalah pekerjaan yang sudah terbengkalai akibat Yunho yang sedang dirundung kesedihan. Boa yang sama sekali tidak tahu apa-apa merasa heran atas keadaan Yunho akhir-akhir ini. Tapi Yunho sama sekali tidak ada niatan untuk menjelaskan apapun, bahkan untuk bertemu dengannya.

" Yoboseyo, Yoochun-ah.." terdengar Yunho sedang menghubungi seseorang yang ternyata adalah Park Yoochun, sahabatnya.

" ..."

" Apakah kau ada di rumah? Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu?"

" ..."

" Nan gwanchana.. bagaimana keadaan Changmin?"

" ..."

" Benarkah? Gurae.. aku akan tiba tiga puluh menit lagi."

Yunho mengakhiri pembicaraannya. Menghela napas sejenak sambil menatap walppaper di ponselnya. Photo Jaejoong yang sedang cemberut dengan wajah penuh tepung. Ia mengambil photo itu ketika Jaejoong sedang bereksperimen membuat kue untuk ulang tahunnya. Tapi dia malah mengerjai Jaejoong, hingga namja cantik itu belepotan tepung.

Disentuhnya pelan layar ponselnya, sambil tersenyum lembut namun lebih terkesan miris. Begitu menyakitkan. Ingin sekali rasanya Yunho kembali menangis, tapi ditahannya sekuat tenaga, karena ia sudah membuat keputusan.

Yunho merindukan Jaejoong yang telah mencintainya lebih daripada yang pantas diterimanya. Jaejoong sungguh memahaminya dengan baik. Jaejoong adalah segala yang diinginkannya, dan diharapkannya.

Menghela napas sekali lagi, mengambil beberapa dokumen dan segera berangkat ke rumah Yoosu.


AT YOOCHUN HOUSE

" Dia sedang tidur, Yun. baru saja Junsu selesai memberinya susu. Kau tahu , dia minum banyak sekali sampai aku kira dia akan muntah. Jadi aku hentikan memberinya susu, eh tapi dia malah menangis dan minta minum lagi. ckck.. anakmu benar-benar Jung sejati, Yun."

Yoochun menceritakan hal-hal tentang Changmin pada Yunho, sementara appanya masih betah memandangi buah hatinya yang semakin berisi dan sungguh menggemaskan. Dibelainya pipi montok Changmin. Bayi yang belum genap dua bulan itu sama sekali tidak merasa terganggu.

" Aegya.. nakal sekali ne.. jangan merepotkan Yoosu jushi lagi..appa sangat menyayangimu.. jadilah anak yang membanggakan..sampai suatu hari nanti kita bertiga bisa berkumpul bersama" ujar Yunho lembut sambil mencium kedua pipi gembul dan kepala mungil Changmin.

Yoochun sebenarnya sedikit heran mendengar apa yang Yunho ucapkan. Tapi ia hanya diam. Yoochun berpikir mungkin Yunho masih kacau, melihat dari penampilan Yunho yang sedikit berantakan.

" Eum, Yun.. sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan tadi. Sepertinya sesuatu yang penting." setelah teringat pembicaraan mereka ditelpon tadi.

Yunho menoleh dan bangkit berdiri, " Kita bicara di luar saja."

.

.

" Bisakah kau membantuku untuk merubah semua sahamku di perusahaan dan juga rumah kami menjadi atas nama Changmin?" tanya Yunho to the point, begitu pantat mereka baru saja menyentuh sofa di ruang tamu rumah Yoochun. Sambil menyerahkan beberapa berkas.

Yoochun sedikit kaget begitu melihat berkas-berkas itu. " Mwo? Apa maksudmu, Yun? Bukankah terlalu dini untuk itu. Changmin bahkan masih sangat kecil."

" Ne aku tahu, Yoochun-ah. Tapi keputusanku sudah bulat. Bukankah ayahmu seorang notaris? Kurasa semuanya tidak masalah. Lagipula, Changmin adalah anakku, jadi semuanya terserah padaku." Yunho menjawab dengan wajah datar tanpa emosi sedikitpun.

" Aish.. aku tahu.. hanya saja..hh.. sampai kapan kau akan seperti ini, Yun. Ikhlaskan semuanya. Kau tahu, Changmin membutuhkanmu. Hanya kau yang ia miliki saat ini. Tidakkah kau memikirkannya Yun?" kata Yoochun dengan nada gusar.

Yoochun tidak mengerti!

Yoochun tidak tahu bagaimana susahnya menyatukan serpihan demi serpihan dari hati yang hancur karena kepergian orang yang dicintainya. Mungkin akan lebih mudah bila Jaejoong meninggalkannya dengan cara yang tidak baik, sehingga menyisakan sebuah kemarahan hebat pada diri Yunho yang mampu membantunya bangkit, lantas melupakan Jaejoong. Dan yang tersisa hanya kebencian yang membuatnya tidak ingin mengenal Jaejoong lagi. Tapi bukan itu yang terjadi.

Jaejoong telah pergi dengan cinta yang tidak bercacat untuknya. Ketulusan cinta Jaejoong –lah yang membuat Yunho tidak mampu mengumpulkan setiap kepingan hatinya. Karena seharusnya, Jaejoong bukan menjadi masa lalunya. Tapi masa kini dan juga masa depannya.

" Justru karena aku sangat menyayanginya, aku melakukan ini. Aku ingin memberikan semuanya untuk anakku. Dan bolehkah aku menanyakan satu hal?"

" Apa itu?"

Yunho memandang Yoochun dalam, " Apakah kalian.. kau dan Junsu menyayangi Changmin?"

" Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja kami sangat menyayanginya, bahkan kami sudah menganggapnya sebagai anak kami sendiri. Kau tahu, Junsu bahkan lebih peduli pada anakmu daripada suaminya sendiri." Jawab Yoochun ingin sedikit mencairkan suasana.

Yunho sama sekali tidak menampakan eskpressi apapun. " Aku percaya pada kalian. Dan maukah kalian menjaga Changmin demi aku. Demi Jaejoong." Kali ini nadanya terdengar benar-benar serius.

" Wae? Memangnya kau mau kemana?" tanya Yoochun was-was. Beberapa pikiran buruk tiba-tiba melintas diotaknya. Seperti, bahwa Yunho akan memulai hidup baru dengan orang lain dan melupakan Changmin. Tapi segera ditepisnya pikiran itu.

" Aku hanya ingin sedikit menenangkan diri."


21 Desember 20xx

.

.

Hari ini untuk pertama kalinya semenjak kepergian Jaejoong, Yunho menginjakkan kakinya di kantor. Ia punya beberapa urusan disini yang menuntut untuk segera diselesaikan. Dan ia tidak ingin menundanya, karena ada alasan yang sangat penting yang menantinya.

Sebuah bingkai photo yang telah lama ada di meja kerjanya, kini dikeluarkan. Photo dirinya dan Jaejoong. Ia menyimpan photo itu di laci saat berhubungan dengan Boa, dan ia benar-benar merasa sangat buruk saat ini.

Hanya karena kesenangan semu akan pendapat orang disekitarnya, ia tega menyakiti belahan hatinya. Hanya karena menginginkan seorang anak, Yunho tega mengkhianati istri cantiknya. Bahkan jika boleh jujur, keberadaan Changminpun tidak mampu menghapus kesedihan Yunho yang sudah mendarah daging itu.

.

" Jja..Yunnie..kita makan dulu.. ini sudah lewat makan siang, nanti kau bisa sakit."

" Sebentar lagi, Boo. Ada beberapa dokumen lagi yang harus aku tanda tangani. Kalau kau sudah lapar makanlah duluan."

" Gurae, kalau Yunnie tidak makan, aku juga tidak."

" Mwo? Aigoo.. jangan ngambek ne.. sekarang kita makan. Kau masak apa, sayang?"

" Aku masak makanan kesukaan, Yunnie. Aku tidak mau kau sakit. Apalagi, Yunnie punya masalah lambung."

" Gomawo ne.. tapi kenapa tumben sekali ingin ke kantor makan siang? Bukannya biasanya kau akan menunggu di restoran?"

" Ani. Aku tidak mau Yunnie capek. Sekali-sekali, aku juga harus mengalah."

" Baiklah.. kalau begitu suapi aku ne.."

" Aye ye kapten."

.

" Yunho-ya... kau datang."

Tiba-tiba sebuah suara membuyarkan lamunan Yunho. Sedikit tersentak saat mengetahui siapa yang memanggilnya tadi. Terlihat seorang yeoja cantik sedang berdiri di depan meja Yunho dengan napas terengah –engah.

Yunho hanya memandang yeoja yang tal lain adalah Boa dengan tatapan datar, sebelum kembali memasukkan beberapa barang-barangnya pada sebuah kardus. " Hmm..." gumamnya.

" Kemana saja kau selama ini? Kenapa tidak memberiku kabar? Aku sangat mengkha...eeh? apa yang sedang kau lakukan? Mengapa memasukkan semua barang?" tanya Boa heran setelah melihat Yunho seperti orang akan pindahan. Perasaan burukpun menghampiri Boa.

" Aku sudah mengundurkan diri dari perusahaan." Jawab Yunho enteng. Sedangkan Boa hanya mampu tercengang. Ada apa dengan Yunho. Berminggu – minggu tidak memberinya kabar, sekarang tiba-tiba muncul dan berkata sudah mengundurkan diri?!

" Kau jangan bercanda, Yun? aku..."

" Aku serius, Boa." Potong Yunho cepat. " Dan..aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Mianhe.."

Mata Boa mulai berkaca-kaca, hatinya sangat sedih saat orang yang begitu didambakannya ternyata sudah tidak menginginkannya lagi. " Tapi kenapa, Yun? Bukankah kau berjanji padaku untuk..."

" Aku mencintai istri dan anakku, Boa."

DEG!

Anak?

Dalam hati Boa bertanya-tanya apa yang ia dengar ini tidak salah? Apakah Yunho sengaja mencari alasan agar ia melepasnya? Boa tau, ia sudah bersalah pada Jaejoong, tapi bukan begini caranya.

" Anak? Anak siapa yang kau maksud, Yun? Jaejoong namja khan? Bagaimana bisa namja punya anak? Alasanmu sungguh tidak masuk akal tuan Jung." Sahut Boa sakratis.

Yunho memandang Boa tajam, hingga Boa merasa ketakutan dan mundur kebelakang.

" Terserah apa katamu nona Kwon. Tapi Jaejoong memang benar melahirkan anakku. Dan aku tidak mungkin bersamamu. Kuharap kau mengerti, kau hanya kesenangan semu bagiku."

Plak!

Dengan air mata meleleh, Boa menampar Yunho. " Jadi hanya itu arti aku bagimu selama ini, Yun? Jika kau memang ingin kembali pada Jaejoong, kembalilah. Aku akan melepasmu. Tapi tidakkah kau bisa untuk tidak menyakiti hatiku?"

Yunho hanya terdiam melihat Boa. Sungguh, ia adalah laki-laki brengsek. Berkali-kali menyakiti hati orang-orang yang mencintainya. Yunho dengan sengaja ingin Boa membencinya, karena ia memang pantas dibenci. Dan agar Boa cepat melupakannya. Ia tidak ingin menyakiti siapapun lagi lebih lama.

" Maafkan aku Boa. Ini semua bukan salahmu. Akulah yang salah. Aku manusia tidak bertanggung jawab dan jahat. Mulai sekarang, aku mohon hiduplah dengan baik. Terima kasih karena bersedia menjadi sahabatku selama ini. Dan sampaikan permintaan maafku pada Kwon Sajangnim." Ungkap Yunho pada Boa sambil memeluknya yang sedang menangis histeris. Bagaimanapun Boa tersakiti karena dia.

" Tapi..huks.. Yun.."

" Aku pergi.. selamat tinggal.." Yunho segera beranjak pergi tanpa menatap Boa lagi. sementara Boa yang ditinggalkan hanya mampu menangis pilu.


22 Desember 20xx

.

.

Yunho sedikit mengernyit bingung saat mendapati rumah orang tua Jaejoong yang telah digembok dari luar. Salahkan dia yang selama ini tidak tahu apa-apa. Benar-benar suami tak berguna. Jika bisa dituliskan, entah berapa lembar kertas sudah ia mengutuk dirinya sendiri.

" Chogiyeo...anda ingin mencari siapa?" Yunho tersentak saat seorang yeoja paruh baya menyapanya yang masih terbengong di depan pintu gerbang rumah Jaejoong.

" Ah..ne.. kegeun.. kalau boleh saya tahu, dimana pemilik rumah ini, ajjuma?"

" Maksudmu keluarga Kim?" tanya ajjuma itu memastikan.

" Ne.." Yunho membenarkan.

Sejenak ajjuma itu menatap pada rumah besar di depannya melalui celah gerbang sambil menghembuskan napasnya.

" Kau tahu anak muda, aku sudah lama bertetangga dengan keluarga Kim. Mereka keluarga yang baik, sayang sekali Tuan Kim sudah meninggal beberapa bulan yang lalu dan Nyonya Kim pergi ke kampung halamannya di Jepang. Nyonya Kim sedang sakit dan membutuhkan seseorang untuk merawatnya, sementara anak semata wayangnya, Kim Jaejoong entah berada dimana sekarang. Hh...bocah cantik itu.. sudah lama aku tidak melihatnya lagi..."

Yunho sama sekali tidak terkejut mendengar penjelasan panjang lebar ajjuma itu. Karena sedikit tidaknya ia sudah tau. Setelah berterima kasih, ajjuma itu melanjutkan perjalanannya yang entah mau kemana.

Yunho menatap rumah itu lagi. Sambil perlahan menundukkan badannya. " Appanim, omonim.. aku memang menantu yang tidak berguna. Tidak bisa menjaga putra yang amat kalian sayangi. Silahkan benci aku. Aku mohon pada kalian, dimanapun kalian berada, jangan pernah maafkan aku. Karena aku tidak pantas untuk itu. Tapi kalian tenang saja, kali ini aku akan bertanggung jawab."


22 Desember 20xx

.

.

" Untuk apa kau datang kemari?" seorang namja yang hampir menginjak umur 50 tahun terdengar berkata dengan sangat ketus pada namja tampan yang mewarisi mata setajam musang miliknya. Namja tua yang tak lain adalah Tuan Jung – ayah Yunho, menatap tajam anaknya yang sedang berlutut di hadapannya.

" Yeobo.. tenanglah.. jangan begini.. biarkan Yunho mengatakan tujuannya kemari." Ujar Nyonya Jung berusaha menenangkan sang suami.

Tuan Jung menghela napas dalam. Sebenci apapun dia pada Yunho, itu tetaplah anaknya. Maka untuk kali ini dikesampingkannya semua kekesalannya. " Katakan, apa yang kau inginkan."

Mendengar nada ayahnya yang sudah lebih lembut, meskipun masih tetap ketus, Yunho menengadahkan kepalanya yang sedari tadi menunduk, namun tetap tidak berdiri.

" Appa,, eomma.." ucap Yunho lirih. Sudah lama sekali rasanya ia tidak memanggil nama mereka. Jujur, ia sangat merindukan moment-moment mereka bersama. " Aku kemari tidak ingin meminta apapun. Aku hanya ingin mengatakan pada appa bahwa apa yang appa harapkan selama ini telah terwujud."

" Apa maksudmu?"

Perlahan Yunho berdiri dan menghampiri kedua orang tuanya. Yunho menyodorkan sesuatu pada ibunya, yang ternyata adalah selembar photo. Orang tua Yunho memperhatikan photo seorang bayi mungil yang tengah tersenyum manis. Pipinya gembil dan matanya besar dengan bibir berbentuk hatinya. Sekilas mirip Yunho.

" Apa ini?" tanya appa Jung sambil menunjuk photo itu.

" Itu photo cucu kalian. Jung Changmin. Anakku dan Jaejoong." Jawab Yunho mantap.

" Maksudmu, kalian mengadopsi anak?" tanya eomma Jung yang masih tidak mengerti.

Yunho tersenyum sejenak, sambil menggeleng. " Ani. Jaejoong yang melahirkan Changmin."

Jawaban singkat Yunho kembali membuat amarah appa Jung memuncak. Ia merasa Yunho sedang mempermainkannya. " Cukup! Hentikan lelucon bodoh ini!"

" Tapi ini semua adalah kenyataan appa. Changmin benar-benar anak kandung kami berdua."

Sebelum kemarahan appa Jung kembali, Yunho memilih menceritakan semuanya. Tanpa kecuali.

Bagaimana kehidupannya selam ini. Bagaimana ia menghianati Jaejoong dengan Boa. Bagaimana ia selalu menyakiti Jaejoong. Bagaimana Jaejoong mengorbankan nyawanya demi anak mereka – Jung Changmin. Dan pada saat-saat sulit Jaejoong, Yunho bahkan tidak ada disana.

Plak! Plak!

" Dasar anak kurang ajar. Aku tidak tau jika aku punya anak sebrengsek kau Jung Yunho. Astaga..." berkali kali pukulan dilayangkan appa Jung pada Yunho setelah mendengar semua cerita Yunho. Hingga Nyonya Jung menarik suaminya agar lebih tenang. Yunho sama sekali tidak melawan setiap pukulan appanya.

Sambil menyeka sudut bibirnya yang sedikit robek dan mengeluarkan darah, Yunho menatap pilu kedua orang tuanya.

Bukan.

Appa Jung bukan marah karena merasa jijik dengan Jaejoong yang ternyata dapat melahirkan, meskipun hal itu tidak wajar. Appa Jung marah karena mendengar bagaimana Jaejoong tersakiti oleh anaknya sendiri. Bahkan ia sudah meninggal karena melahirkan cucu mereka. Meskipun Yunho adalah anaknya, namun kali ini Appa Jung merasa begitu membenci anaknya itu.

Memang, awalnya appa Jung sangat marah akan kelainan anaknya. Tetapi tak pernah terbesit sedikitpun keinginan untuk menyakitinya ataupun Jaejoong. Ia hanya ' masih' tidak bisa menerimanya saja. Dan sekarang mendengar sendiri dari bibir anaknya, semua kenyataan pahit ini begitu membuatnya terpukul. Bahkan Nyonya Jung sudah menangis. Bagaimanapun ia tetaplah seorang istri dan bisa merasakan betapa sakit hatinya Jaejoong.

" Ya Tuhan..Yunho-ya.. kau.." Nyonya Jung tak mampu menahan tangisannya lagi. Segera setelah itu Nyonya Jung berlari ke kamarnya. Ia sungguh tidak sanggup. Appa Jung yang hendak mengejar istrinya, seketika menghentikan langkahnya setelah mendengar Yunho bicara.

" Sekarang Changmin diasuh oleh Yoochun dan Junsu. Aku tahu mereka sangat menyayanginya. Dan aku percaya pada mereka. Aku datang kemari bukan untuk meminta maaf pada appa dan eomma, aku hanya ingin memberitahukan jika masih ada keturunan Jung yang lain. Semua asetku sudah kuserahkan atas nama Changmin. Tapi satu yang aku mohon dari appa, walaupun Changmin adalah cucu appa, aku mohon biarkan Yoochun dan Junsu yang merawatnya. Jika kalian ingin menjenguknya, berkunjunglah."

Tuan Jung yang memang masih panas tidak memperdulikan ocehan Yunho. Ia lebih memilih menyusul istrinya karena khawatir jika istrinya kenapa-napa.

Sedangkan Yunho hanya dapat tersenyum miris sambil berlalu pergi setelah membungkuk hormat untuk yang terakhir kalinya, meskipun orang tuanya sudah tak terlihat lagi. " Appa..eomma..aku menyayangi kalian."


23 Desember 20xx

.

.

Sinar mentari sore kali ini terasa begitu hangat dan menenangkan untuk Yunho. Semilir angin disertai dengan daun-daun yang telah gugur senantiasa mengiringi langkah Yunho sampai pada sebuah bangunan megah. Universitas tempat Yunho dan Jaejoong menuntut ilmu.

Tempat pertama kalinya Yunho bertemu malaikat cantiknya. Tempat sebagai saksi bisu perjuangan cinta Yunho demi mendapatkan namja yang sudah sah menjadi istrinya. Tempat dimana segala sesuatunya selalu tampak indah.

Yunho berjalan masuk dengan pasti.

Setiap kenangan seperti sebuah kaset rusak di dalam memorinya, selalu dan selalu mengulang hal yang sama. Memberikan kenangan maupun rasa sakit yang sama.

Seolah ia bisa melihat Jaejoongnya, sedang berjalan di depannya menuju ke sebuah taman. Dengan menggunakan kaus V neck berwarna merah marun, jeans hitam lengkap dengan sepatu boot- nya, sambil membawa ransel Moldir di punggungnya serta sebuah kacamata hitam yang menyembunyikan doe eyes favorite Yunho.

Tidak ada seorangpun yang memperhatikan Yunho. Disamping memang karena keadaan sudah mulai sepi, para siswa juga sepertinya sibuk dengan urusan masing-masing, hingga tak punya waktu hanya untuk memperhatikan namja yang tidak jelas asal usulnya seperti Yunho. Lagipula kampus itu sangat besar, siapa yang tahu jika Yunho bukanlah salah satu dari mereka. Yaa.. meskipun ia pernah menjadi alumni disitu.

Sebuah bangku dengan warna cat yang sudah mengelupas parah menjadi pilihan Yunho. Disamping karena tempatnya yang nyaman, yaitu di taman dan di bawah dua batang pohon mapple yang lumayan besar dengan daun yang berguguran tempat itu juga banyak menyimpan kenangan akan Jaejoong.

Yunho tidak ingin repot-repot membersihkan daun mapple yang berguguran di bangku itu. Dia langsung duduk dengan santainya.

" Boojae... aku benar – benar merindukanmu. Apakah kau tidak merindukanku? Apa kau lihat Boo, bangku ini masih disini, bahkan setelah sekian lama. Tapi warnanya sudah jelek sekali ya.. apakah kau masih akan duduk disini jika melihat betapa menyedihkannya bangku ini sekarang?"

Mungkin begini rasanya menjadi gila, pikir Yunho, seakan bicara dengan bayangan Jaejoong yang duduk di sampingnya sambil membaca sebuah buku yang selalu Jaejoong bawa saat duduk disini. " Sudah satu minggu, Boo. Dan kerjaku hanya bicara dengan bayanganmu."

Hembusan angin, warna jingga sang mentari ditambah suara daun yang berkresekan karena diduduki Yunho maupun yang tertiup angin, menjadi sebuah musik pilu ditelinga Yunho. Diraihnya salah satu daun mapple yang gugur di sebelahnya. Dielusnya perlahan, dengan pasti Yunho mulai mengeluarkan sebuah bolpoin yang tersimpan di saku jaketnya. Sambil menulis sesuatu di atas daun itu, membuatnya mengingat kenangan itu lagi. Saat ia masih mengejar cinta Jaejoong.

.

" Aku mencarimu kemana-mana Jae. Ternyata kau disini."

" Ah, Yunho-ya.. waegurae?"

" Aniyeo.. tadinya aku ingin mengajakmu ke kantin, tapi tak disangka jika seorang Kim Jaejoong yang sangat narsis bisa memilih tempat seperti ini sebagai tempat persembunyiannya."

" Mwo? Yah! Apa maksudmu tempat persembunyian? Dan apa tadi, kau bilang aku narsis? Rasakan ini Jung Yunho pabbo."

" Yak..aww..aww...yaah Jae.. jangan memukulku lagi. Aku hanya bercanda. Lagipula kau itu memang senang sekali mengambil selca dirimu dimanapun kau berada khan? Hh.. kau ini seperti yeoja saja, cepat sekali marah."

" Mwoya?! Kau sudah bosan hidup Jung."

" Eh? Aniyaa.. aku hanya menggodamu saja,, hehe.. Mianhe.. "

" Huh... dasar...!"

" Eum...tapi kalau kuperhatikan kau sering sekali kemari? Apa kau sangat menyukai tempat ini?"

" Eeeii.. ternyata seorang Jung Yunho sering memperhatikanku ternyata...haha"

" Bu-bukan begitu..maksudku..itu..."

" Apa kau tahu kisah pohon mapple dan saputangan merah?"

" Eh? Ani.. nan mollaseo.. Apakah itu film atau kejadian nyata?"

" Hmm..aku juga tidak begitu yakin. Yang kutahu kejadian itu merupakan sebuah legenda, tapi belakangan ini semakin banyak yang memuatnya dalam sebuah film, hingga tidak ada yang tau pasti bagaimana versi asli dari cerita itu."

" Begitukah? Lalu apa hubungannya?"

" Kau tahu, kisah itu menceritakan sebuah kisah yang memilukan antara sepasang kekasih pada jaman perang dunia. Saat keadaan dunia sangat kacau. Kisah itu menceritakan sepasang kekasih yang saling mencintai tapi tidak mendapat restu dari orang tua perempuan. Karena sang yeoja adalah anak bangsawan satu-satunya, sedangkan sang namja adalah seorang prajurit militer biasa.

Mereka kerap kali bertemu di sebuah bukit dimana banyak terdapat pohon mapple. Disanalah mereka biasa memadu kasih dengan bebas. Hingga pada suatu hari sang orang tua yeoja itu mengetahuinya, mereka mengurung yeoja itu dan berniat menikahkan anaknya dengan seorang pemuda pilihan orang tuanya. Tentunya yang mereka anggap sederajat.

Karena kekuatan cinta mereka, mereka berjanji untuk pergi bersama. Dan lewat seorang yang bisa dipercaya, sang yeoja mengirim sebuah note yang berisi bahwa ia akan menunggu kekasihnya di bawah pohon mapple tempat mereka biasa bertemu dengan tanda saputangan merah tepat tengah malam.

Lewat bantuan orang itu juga, sang yeoja berhasil kabur. Sang yeoja menunggu kekasihnya ditempat yang dijanjikan. Ditengah cuaca dingin disertai salju. Dia yakin jika kekasihnya pasti akan datang. Tapi ternyata terjadi pemberontakan yang mengharuskan sang kekasih berperang. Untungnya kerusuhan bisa dihentikan dengan cepat. Tapi tetap saja, waktu sudah menunjukan pukul tiga pagi.

Sang namja yang teringat akan kekasihnya segera berlari menuju bukit. Melihat begitu banyaknya pohon mapple membuatnya menjadi sulit untuk menemukan kekasihnya. Dia sangat mengkhawatirkan kekasihnya. Hingga setelah berkeliling cukup lama, akhirnya sang namja melihat saputangan merah itu. Dengan sekuat tenaga ia berlari kesana, berharap menemukan kekasihnya, dan ya.. dia memang menemukan kekasihnya..hanya saja.. ia sudah tidak bernapas karena menahan dinginnya malam yang terlalu lama. Keyakinan akan kekasihnya yang akhirnya merenggut nyawanya. Dan meninggalkan sang kekasih dalam kesedihan yang mendalam."

" ..."

" ..."

" Wow.. mungkin lebih tepat disebut mengenaskan daripada menyedihkan. Apa kau menyukai cerita semacam ini?"

" Ani. Aku tidak menyukainya. Maka dari itu aku selalu menggantinya menjadi happy ending. Meskipun di dalam hatiku saja."

" Yah! Tapi kau merusak cerita aslinya, Jae."

" Biar saja, aku tidak perduli. Aku tidak suka cerita cinta yang berakhir menyedihkan."

" Hh.. tapi tidak selamanya hidup hanya untuk tersenyum. Ada kalanya juga hidup bisa membuat kita menangis darah."

" Aku tahu. Makanya aku selalu berdoa semoga kisah cintaku berakhir bahagia."

" Bagaimana jika tidak?"

" ... jika tidak pun, aku akan tetap menangis..tapi setelah itu aku berharap masih bisa tersenyum. Lebih baik pernah merasakan bahagia daripada tidak sama sekali."

" Kau benar.. semoga kisah cintamu berakhir bahagia."

" Haha..kau juga Yun. mari kita mengejar kebahagiaan kita bersama."

" Tapi aku penasaran, bagaimana kisah akhir cerita itu, Jae?"

.

Tiupan angin senja yang semakin keras membuat banyak daun mapple beterbangan. Kecuali satu daun diatas bangku itu.

Daun yang diambil oleh namja tampan bernama Jung Yunho.

Daun yang sudah ditindih dengan sebuah batu sedang agar tidak terbawa terbang.

Daun yang telah dicoret tinta hitam oleh Yunho. ' Jung Jaejoong saranghae'


25 Desember 20xx

.

.

Hari ini Yunho memilih menghabiskan waktunya bersama Changmin. Ia belajar banyak hal merawat anak dari Junsu. Setidaknya ia ingin Changmin merasakan kasih sayangnya, walaupun masih sedikit kaku.

" Junsu-ya.. bolehkan aku menggendongnya?" tatapan mata Yunho penuh harap saat Junsu sedang menggendong Changmin yang lahap menyusu dari botol susu yang berukuran cukup besar. Yunho sedikit takjub dengan nafsu makan anaknya.

Dengan sangat hati – hati, Junsu menyerahkan Changmin pada Yunho. Setelah mendapat posisi yang pas dan nyaman, Yunho mulai menyusui Changmin lagi dengan botol extra besarnya, sementara bayi imut yang merasa terganggu karena berpindah tempat, membuka kedua matanya dan memandang Yunho imut.

Disanalah. Tepat di kedua mata itu, Yunho bisa merasakan seakan Jaejoong sedang memandangnya. Mata polos yang menatapnya teduh. Seakan menarik Yunho hingga kedasar terdalam. Seakan menghakimi atas semua kesalahan yang pernah ia lakukan.

" Junsu-ya.. tolong ambilkan photo kami ne.." pinta Yunho pada Junsu. " Pakai ponselku saja."

Junsu menerima ponsel Yunho dan mulai mengambil sebanyak mungkin photo ayah dan anak itu. Senyum yang telah lama hilang, mulai menghiasi wajah Yunho.

Walaupun sejujurnya, Junsu masih sangat marah pada Yunho karena Jaejoong. Tapi ia sadar, jika ia tidak punya hak apa – apa atas itu. Lagipula semua telah terjadi. Dan yang ia lihat, sepertinya Yunho sudah cukup menderita oleh rasa bersalahnya sendiri.

" Yunho-ya.. apakah kau akan membawa Changmin pergi dalam waktu dekat ini?" tanya Junsu tiba-tiba. Terselip nada sedih di dalam suaranya.

Yunho meletakan botol susu Changmin yang sudah kosong di meja sebelahnya. " Mengapa kau bertanya begitu? Apa kau sudah lelah mengurusnya?"

" Ah..aniyeo.. aku bahkan sangat menyayanginya. Aku merasa tidak siap jika kau membawanya pergi dalam waktu dekat ini. Maafkan aku, aku tahu dia adalah anakmu, tapi aku merasa tidak bisa hidup tanpa Changmin." Lirih Junsu. Sungguh, Junsu sangat menyayangi Changmin. Ia ingin sekali punya anak dan melakukan percobaan rahim seperti Jaejoong. Hanya saja Yoochun menentang keras kemauannya. Ia tidak ingin kehilangan Junsu yang sudah resmi menjadi istrinya sejak satu tahun yang lalu. Karena sedikit banyak Yoochun merasa sangat bersalah sebab tidak mampu mencegah Jaejoong melakukannya dulu.

" Tanang saja, Junsu-ya.. Changmin akan tetap tinggal denganmu. Kau tahu sendiri khan, aku tidak tahu apa – apa soal mengurus anak, bahkan aku tidak bisa mengurus diriku sendiri." Sahut Yunho sambil menciumi wajah Changmin, hingga bayi mungil itu tertawa nyaring sambil menggapai wajah Yunho dengan tangan mungilnya.

Mendengar itu, Junsu dapat bernapas lega. " Gomawo, Yunho-ya.. kau boleh mengambil Changmin saat aku sudah siap. Sekali lagi terima kasih."

Yunho hanya tersenyum kecil dan mengangguk.

Hari itu banyak hal yang dilakukan Yunho untuk Changmin, membuatkannya susu, memandikannya, menggantikan popok, bahkan menemaninya tidur. Satu hari yang sangat berarti untuk Yunho.


26 Desember 20xx

.

.

Langit biru membentang, memayungi tubuh Yunho yang duduk di atas hamparan rumput menghijau.

Makam Jaejoong.

Tanah yang menyimpan jasad Jaejoong yang sangat dicintainya. Dan disanalah Yunho terduduk, tepat pada hari ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga, mengenakan setelan jas yang dipakainya saat pengucapan janji suci, sambil membawa sebuket bunga lily putih dan juga beberapa botol soju dan juga wine.

Suasana begitu hening, hingga dia bisa mendengar suara hatinya bicara, selain bunyi kepakan sayap burung yang hendak terbang dari cabang pepohonan tinggi dan dedaunan yang bergesek tertiup angin.

Sepi

Sesepi hatinya.

Yunho bertanya tanya dalam hati, apakah Jaejoong juga merasakan kesepian yang sama di atas sana? Apakah di surga juga ada padang rumput, suara kepakan sayap burung dan daun yang bergesek? Yunho tidak tahu apakah Jaejoong dapat mendengar kata – katanya itu, sering terpikir, kalau suara dari neraka dapat terdengar di surga, mungkin suara dari dunia terdengar juga?

Yang Yunho tahu dia begitu sangat merindukan Jaejoong-nya. Dan mungkin ia akan merindukan Jaejoongnya seumur hidupnya. Berbicara kepadanya adalah salah satu cara untuk melepas rindu. Dan ini adalah pertama kalinya Yunho berkunjung ke makam Jaejoong.

" Jae," desah Yunho lirih. Dikeluarkannya buku merah pemberian Jaejoong. Beserta sebuah photo dimana terlihat seorang namja dewasa dengan seorang bayi mungil yang lucu sedang tertawa bersama.

" Kau lihat? Ini anak kita, Boo. Dia sangat menggemaskan khan? Aku ingin kau melihatnya."

Bibir Yunho bergetar menahan tangis sambil mengusap sayang photo Changmin.

Saat ini Yunho sudah kehabisan air mata untuk menangis. Yunho sudah kehabisan suara untuk bisa meratap. Yunho sudah kehabisan kata – kata untuk mempertanyakan nasib. Yunho berusaha menguatkan hati, mengambil sebuah keputusan untuk hidupnya di tengah cerita tanpa asa. Yunho mendekap erat buku pemberian Jaejoong di dadanya.

" Hari ini hari ulang tahun pernikahan kita." Ujar Yunho pelan sambil meletakkan buket bunga lily itu diatas makam Jaejoong. Membuka dua botol soju, satu untuk Jaejoong dan satu lagi untuk dirinya sendiri. " Boojae..." Yunho menarik napas dalam – dalam , " ... happy aniversary... aku selalu mencintaimu."

.

.

Malam pekat sudah menyelimuti pemakaman yang sunyi. Pepohonan yang terlihat indah di siang hari berubah menjadi bayang yang menyeramkan. Ilalang berdiri bagai hantu. Pohon mati yang terbaring mengering di atas tanah terlihat seperti makhluk menyeramkan yang merangkak di atas rumput. Buku pemberian Jaejoong tergeletak di atas rumput tipis menghijau yang menutupi jasad pemilik goresan tangan dalam buku itu.

Dan Yunho masih bertahan disitu. Di tengah kegelapan malam yang seolah ingin memangsanya. Dengan berbotol – botol minuman keras yang sudah berhasil ditenggaknya. Tak diperdulikannya rasa sakit yang mulai menyerang lambungnya karena belum berisi apapun sejak pagi tadi.

Yunho terlihat seperti orang yang sedang melakukan ritual upacara pemanggilan setan. Di sanalah Yunho duduk, meringkuk dan menggigil dengan kepala pening luar biasa. Tanah dibawahnya menjadi dingin, sedingin udara malam, sedingin hatinya.

Tapi entah apa yang telah menguatkan hatinya, memberanikan diri dan memaksakan berkeras untuk tetap tinggal disitu. Sekan menunggu Jaejoong.

Seperti selama ini Jaejoong yang menunggunya, seperti itu pula ia akan menunggu Jaejoong.

.

Suara jangkrik kembali terdengar, memainkan elegi untuknya yang sedang menjerit kesakitan, berusaha memenuhi relung jiwanya agar mau memantapkan hatinya. "Jaejoong...Boojae..." jeritnya pilu.

" Maafkan aku karena sempat melupakanmu. Maafkan aku karena sempat mengalihkan cintaku. Maafkan aku yang telah menyakitimu begitu banyak."

Belum pernah Yunho merasakan begitu menginginkan pergi dari dunia ini. Semua doa yang diucapkan demi kesehatan dan panjang umur, lenyap dari jiwanya. Yang sekarang diinginkannya justru, agar Tuhan berkenan mempercepat waktunya agar dia tidak perlu tersiksa oleh perasaan yang menderanya seperti penyakit ganas yang menggerogotinya secara perlahan.

.

.

Sementara itu dirumah Yoosu.

.

Yoochun yang sedang mengecek beberapa dokumen, terkejut saat dering ponselnya berbunyi.

Sebuah pesan dari Yunho.

Yoochun-ah.. gomawo karena kalian bersedia merawat Changmin. Aku mohon suatu hari nanti, katakan padanya bahwa kami, eomma dan appanya sangat menyayanginya.

Dengan cepat Yoochun membalas.

Apa maksudmu, Yun? Kau dimana sekarang?

Balasan dari Yunho selanjutnya membuat Yoochun tidak habis pikir dan tercengang. Kepalanya serasa akan meledak. Kembali Yoocun membalas dengan gusar.

Jangan macam – macam Jung. Katakan kau dimana? Aku akan menjemputmu. Kita bisa bicarakan masalah ini baik – baik.

Lima menit berlalu, namun kali ini Yunho tidak membalas pesannya lagi. Saat dihubungipun, ponsel Yunho tidak aktif. Yoochun menggeram dan melempar ponselnya ke meja. Ia kemudian mengacak rambutnya frustasi. Berlari keluar mencari istrinya – Junsu.

.

.

Di pemakaman Jaejoong

.

" Ah.. minumannya habis, Boo. Aku akan membelinya lagi..dan kita bisa minum sampai pagi.." ujar Yunho lirih.

Dan memang itu yang dia lakukan sekarang. Melangkah perlahan dengan sempoyongan, menggelengkan kepalanya sejenak untuk memfokuskan pandangannya yang sudah mulai buram akibat pengaruh alkohol.

Ia berjalan dengan kesunyian di hatinya, berjalan dengan jiwanya yang meronta, berjalan dan berjalan. Tanpa tau bahwa dirinya sudah berada di tengah jalan raya, dengan sebuah mobil yang melaju kencang kearahnya.

CKIIIIIIIITTT...BRAK.!

Semua terjadi begitu cepat, hanya sepersekian detik.

Yunho memejamkan matanya, membiarkan mimpi membawanya pergi ke tempat di mana tidak ada rasa sakit. Ke tempat di mana tidak ada kesunyian dan rasa sepi. Ke tempat di mana cinta bisa hidup abadi. Ke tempat dimana kekasih hatinya menunggunya.

.

Sinar yang menyilaukan memaksa Yunho membuka matanya.

Melihat sekelilingnya dan untuk sesaat serasa nyawanya tercabut, seolah dirinya diambil paksa oleh sebuah kekuatan tak berbentuk yang membawanya ke suatu tempat yang sunyi. Sesunyi suara yang menghilang dari pendengarannya, sesunyi suara di dalam kepalanya, sesunyi suara di dalam hatinya. Tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali hanya terpaku menatap sosok cantik berkilauan bagai malaikat di depannya. Sosok yang amat sangat dirindukannya. Sosok yang sudah membuatnya gila.

Hanya ada satu deret huruf di dalam kepalanya saat sosok itu tersenyum begitu manis sambil mengulurkan tangannya. –

Jaejoong.

Dan tanpa ragu lagi ia pun menerima uluran tangan itu.

.

" Tapi aku penasaran, bagaimana kisah akhir cerita itu, Jae?"

" Kau benar ingin tau?"

" Tentu saja.."

" Setelah sang yeoja meninggalkannya untuk selamanya, sang namja yang tenggelam dalam kesedihan tak berdasar selalu menyalahkan dirinya sendiri. Seandainya ia tidak membiarkan kekasihnya menunggu terlalu lama, semua ini pasti tidak akan terjadi,,, seandainya juga ia lebih cepat datang... semua itu begitu menyiksanya.. hingga..."

" Hingga...?"

" Hingga ia pun memilih mengakhiri hidupnya tepat di bawah pohon mapple dengan membawa saputangan merah milik kekasihnya. Tertidur dengan damai persis sama seperti bagaimana kekasihnya meninggalkannya dengan damai. Memilih menyusul kekasihnya di tempatnya yang lain. Tempat yang akan selalu menyatukan cinta mereka. Bahkan kematianpun tak dapat memisahkan cinta mereka. "

.

Datanglah ke makam Jaejoong. Aku meletakkan buku merah pemberian Jaejoong disana. Dan bisakah aku minta pertolongan terakhir darimu, Yoochun –ah... tolong kuburkan buku itu di sebelah makam Jaejoong beserta dengan jasadku. Terima kasih atas semua pertolonganmu selama ini. Aku menyayangi kalian semua. Selamat tinggal.

.

.


EPILOG

4 years later

.

.

" Nah, sekarang letakkan bunga lilynya disana dan disana."

Seorang bocah gembul berusia sekitar empat tahun, menuruti apapun yang eomma nya perintahkan. Dengan perlahan kaki mungilnya menapak tanah yang sedikit lembab itu dan meletakkan dua buket bunga lily putih yang cantik di depan dua buah makam.

Jung Jaejoong – Jung Yunho.

" Cudah eomma.." lapornya tersenyum manis.

" Bagus.. Minnie memang pintar ne... kalau begitu nanti eomma belikan es krim, otthe?" tanya namja imut yang ternyata adalah Junsu itu sambil membelai pipi Minnie – Jung Changmin.

" Jincca? Uwaah... Min..mau... yang banyaaakk nee?" sahutnya girang sambil membuat lingkaran yang besar dengan tangannya yang mungil.

Sang appa – Yoochun.. mengacak gemas rambut ' anaknya' itu.. " Apa Minnie tidak ingin mengatakan sesuatu, eum?"

Seperti tahun lalu, bocah polos itu perlahan berbalik arah dan berlutut tepat di tengah antara makam Yunho dan Jaejoong. Mata teduhnya yang diwarisi dari sang eomma, mengerjap imut ketika bibir hati turunan sang appa mulai mengeluarkan suaranya.

" Jae eomma, Yuno appa,, apa kabal? Minnie cekalang datang agi.. tapi Minni cudah tidak bawa cnack agi cepelti kemalen. Kata eomma nanti buat kotol caja. Eum... cebental lagi Minnie macuk cekolah.. Minnie cenang akan punya banyak teman. Minnie janji, nanti Minnie akan celitakan tentang Jae eomma dan Yuno appa. Cekalang Minnie puyang duyu ne.. coalnya Minne mau beyi ec clim.. hehe.. Minnie cayang kayian..."

Junsu berusaha untuk tidak menitikkan airmatanya dan memilih memeluk suaminya – Yoochun. Sementara Yoochun hanya membelai punggung istrinya.

Junsu segera dihapusnya air matanya saat melihat Changmin berlari menuju kearahnya. " Eomma, kajja..kita beyi ec clim..pallii..." rengeknya sambil memeluk kaki eommanya.

" Ne, chagy.. sekarang kita lakukan penghormatan terakhir dulu. Setelah itu kita langsung beli es krim." Ujar Yoochun sambil membelai rambut halus Changmin.

Changmin mengangguk semangat. Dan segera ketiga orang itupun membungkuk sebagai penghormatan terakhir meraka.

' Yun, apakah sekarang kau sudah tenang disana? Kau lihat, Changmin sekarang sudah tumbuh menjadi bocah yang ceria, dan aku pastikan akan selalu menjaga keceriaan itu. Sudah kuputuskan untuk menyimpan semua kenangan pahit itu. Aku hanya ingin Changmin tau betapa kalian menyayanginya. Kejadian yang berlalu, biarlah berlalu. Yang pasti aku ingin Changmin menapaki kehidupan yang bahagia kedepannya. Tentunya tanpa melupakan orang tua kandungnya.' Ucap Yoochun dalam hati.

' Jae..terima kasih sudah mempercayakan Changmin untuk kami, dan semoga disana kau masih dapat melihat Changmin. Aku berharap bisa menjadi eomma yang baik menggantikanmu untuk Changmin. Lindungi kami selalu ne..' kali ini Junsu yang berkata.

" Jja.. appa, eomma.. palii..." suara cempreng bocah itu kembali terdengar. Pasangan Yoosu pun hanya mampu geleng-geleng kepala melihat betapa semangatnya anaknya itu jika sudah menyangkut makanan.

Dan terlihatlah pemandangan yang indah dimana seorang bocah manis sedang menggandeng tangan 'orang tuanya' di sisi kiri dan kanannya. Sebuah keluarga yang bahagia. Dan semoga kebahagiaan itu akan bertahan selamanya.

" Hari minggu nanti kita berkunjung ke Gwangju ne, menjenguk nenek dan kakek Jung. Otthe?"

" Ne.. Min mau kecana... mau beltemu halaboji dan halmonim...Min juga mau minta cnack yang banyaaaakkk...hihi."

" Haha... arra.. kau memang tukang makan Minnie."

.

.

" Yun, kau lihat.. uri Minnie sangat mirip denganmu."

" Ne, Boo. Dia juga mirip denganmu. Uri aegya memang tampan."

" Minnie terlihat sangat bahagia."

" Aku senang Junsu dan Yoochun bisa menjaga Minnie dengan baik. Aku tidak akan bisa membalas jasa mereka."

" Ne, Yun.. sejujurnya aku ingin sekali memeluknya. Aku bahkan tidak pernah menyentuhnya sama sekali..aku ini ibunya, yang mengandung dan melahirkannya..tapi kenapa... hiks.."

" Ujima, Boo.. maafkan aku.. ini semua karena aku..seandainya saja aku tidak..."

" Ani,, Yunnie tidak salah. Jangan bicarakan itu lagi. jebal.. aku sudah memaafkan Yunnie. Aku ingin melupakan semua itu, Yun. Anggap saja semua itu hanya menjadi kenangan kelam dalam kisah kita. Biarkan semuanya berlalu. Yang terpenting kau sudah disini denganku."

" Gomawo, Boo... aku sangat mencintaimu.. kau tahu bukan, aku tidak bisa hidup tanpamu.. dan percayalah suatu hari nanti kita pasti akan bertemu kembali dengan uri Minnie.. Percayai apa yang ingin kau percayai. Always keep the faith. "

" Nado saranghae Yunnie... ne Yun, Always keep the faith. Sekarang kita sudah cukup bahagia melihat kebahagiaan Changmin. Sampai kapanpun aku akan tetap mencintai kalian berdua."

" Aku juga sangat mencintai kalian berdua, Boo... selalu dan selamanya."

" YunJae forever?"

" Hm! Yunjae forever!"

" Ah Yun, kita melupakan uri Minnie..."

" Haha.. kau ini, Boo... Gurae.. bagaimana kalau YunJae – Min...? "

.

.

NINE ( NINE MONTH – NINE DAYS )

Status : Complete!

.

.


Mian karena end dengan sangat tidak elitnya... tapi hanya segini kemampuan Jia dalam menulis. Semoga berkenan di hati kalian semua. Dan Jia tunggu kesan dan pesannya. Kemungkinan epep Jia yang lain akan mulai update.. tapi Jia tidak janji bisa update cepet, dimohon pengertiannya. Gomawo... Hug & Kiss...!