MISS OFFICE GIRL TAJIR

Summary : Itachi marah. Neji marah. Shika marah. Kiba marah. Tenten marah. Temari marah. Hinata marah. Sasuke kesal. Sakura dan Karin tersenyum lega. Gaara bingung sendiri. Semua ini gara-gara Naruto. Dia itu seperti bom, tercipta untuk membuat semua orang kesal. Ganti summary

DISCLAIMER : Naruto Belongs to Masashi Kishimoto

Genre : Family dan Drama

WARNING

Bertebaran typo di sana-sini. FEMNARU, no yaoi, OOC, dan bertebaran kata-kata gombal.

Pair : ItaNaru, NejiTen, SasuSaku, ShikaTema, KibaHina, ShuiKarin

Author Note : Ai bener-bener udah kehilangan feel fic ini, makanya mau Ai tamatin. Ntar kalo feelnya dah dapat mungkin bakal Ai buat sekuelnya. Semakin dipaksain, ceritanya makin loss emotion. Maaf jika ada reader yang kecewa.

Oh ya terima kasih untuk koreksinya. Ai nggak terlalu paham dengan istilah di fanfic. Ai baru tahu kalo cerita tambahan di tiap chapter itu omake. Itu bukan kesengajaan kok, tapi karena ketidak tahuan.

Terima kasih semua yang udah review. Terus dukung fic ini dengan review sebanyak-banyaknya. Chekidot.

Don't Like Don't Read

Chapter 13

Sakura mengajak Sasuke bicara empat mata di kantor Sasuke. Dua cangkir teh jadi teman mereka. Sakura menghirup teh hijau itu pelan-pelan, untuk menenangkan hatinya karena ia tahu sangat tahu pembicaraan mereka berdua nanti akan menguras emosi. Ada luka lama yang harus ia buka untuk membuat hatinya lega dan ia bisa melanjutkan hidupnya lagi.

"Ehem…" Sasuke berdehem. "Jadi ada apa?"

Sakura meletakkan minumannya di atas meja, pura-pura tenang terkendali. "Gue mau tanya soal kasus 5 tahun yang lalu, saat kita putus." Katanya.

Sasuke menarik nafas panjang, sudah menduga itu yang akan ditanyakan Sakura. "Tentang apa? Semua sudah jelas."

"Bagiku tidak." Tukas Sakura.

"Bukankah elo sudah memergoki gue dengan Karin…"

"Jangan bohongi gue. Gue tahu Karin bukan orang seperti itu. Tolong, jujurlah padaku." Potong Sakura cepat. Tangannya mengepal gemetaran menahan segala emosi yang ingin tumpah ruah. 'Jangan bohongi gue lagi, please.' Tambahnya dalam hati.

"Untuk apa mengungkit luka lama? Semua sudah berlalu." Kata Sasuke lirih. Ia tak ingin mengatakan yang lalu, terlalu pahit. Itu moment paling mengerikan yang ingin ia enyahkan dari ingatannya sejak dulu. Sama seperti Sakura, dia pun merasakan rasa sakit itu. Untung Itachi menemaninya, menghiburnya, dan menguatkannya, sehingga dia tidak terjatuh dalam depresi. Ia melampiaskan depresinya dengan meniduri setiap wanita yang lewat di matanya, sampai datang seorang wanita mencuri perhatiannya. Dia mampu membuat ia terbangun dari mimpi panjang dan merasa bisa menghadapi apapun yang akan datang dalam hidupnya.

Ia sadar sekarang, masa lalunya akan terus menghantuinya sampai kapanpun, sebelum ia menyelesaikannya secara tuntas. Inilah moment itu. Pahit memang. Menguras seluruh emosinya memang. Tapi ia harus menghadapinya. Toh bukan hanya dia yang merasakan hal itu, Sakura juga. Ia juga perlu tahu kebenaran 5 tahun yang lalu.

"Terkadang untuk membuat sejarah baru, kita harus menoleh kisah lama, untuk memperbaikinya. Gue tak ingin masa depan gue tersandra masa lalu. Karena itu…"

"Gue ngerti. Apa yang ingin elo tanyakan?" potong Sasuke cepat. Ia ingin segera mengakhiri pembicaraan.

"Kenapa elo ninggalin gue?" tanya Sakura mantap.

Sasuke menghela nafas panjang. "Karena…karena.. karena Sai, manajermu yang memintaku. Ia bilang.. ia bilang kalo gue terus berhubungan dengan elo, karir elo akan …." Sasuke menggerakkan kedua tangannya tak jelas, karena dirundung rasa gelisah tak nyaman. "Karir elo bakal tamat. Dia bilang media sudah mencium, kalo karirku bermasalah. Dia tak ingin elo terlibat. Karena itu.. karena itu.. aku.. Karin.."

"Kalian bersandiwara di depanku?" potong Sakura yang dijawab anggukan kepala Sasuke.

"Ya." Kata Sasuke dengan berat hati. "Karin teman kuliahku dulu. Dia gadis yang baik. Ia setuju membantuku dengan imbalan gue mau membantu karirnya demi keluarganya. Kami sepakat dan itulah yang terjadi yang sebenarnya." Lanjutnya menjelaskan.

Sakura menundukkan kepala. Sudut di ruang hatinya merasa lega, beban pikirannya hilang sudah. Jadi semua ini permainan mantan manajernya dulu yang dipecatnya karena ketahuan menilep uangnya. Dia yang membuat hubungannya kandas. 'Kejam kamu, Sai.' Batinnya miris. Ia tak menyangka begini kejadian yang sebenarnya. Ia menegapkan tubuhnya, menguatkan batinnya. Tangannya menggenggam erat tas mungilnya. Ini pertanyaan paling penting yang menggelayutinya selama ini. "Dan apa.. apa…perasaan itu masih ada untukku?" tanyanya lirih, penuh harap.

Sasuke menatap wajah mantannya, masih cantik seperti dalam ingatannya dulu. Ia menggelengkan kepalanya perlahan. "Maaf. Maaf Sakura." Katanya lirih.

Sakura sudah menguatkan batinnya, berusaha tegar dengan apapun jawaban Sasuke. tapi tetap saja batinnya merasa sakit dan menyesal. Seandainya dulu dia tak gegabah, menuruti rasa amarah, mungkin mereka sudah bersama sekarang. Tapi semua sudah terlambat, nasi sudah jadi bubur. Hati Sasuke sudah bukan miliknya lagi.

"Terima kasih elo sudah jujur sama gue. Gue jadi tenang sekarang. Maaf sudah menyita waktumu. Permisi." Katanya tenang, berpamitan. Ia berusaha tegar, melangkah pergi dengan tenang. Setelah sampai di lift, seorang diri ia menangis pilu, menangisi semua yang pernah terjadi, menumpahkan seluruh emosinya.

Di lain pihak Sasuke pun merasakan emosi yang sama. Ia merasa lega, mengungkapkan hal yang sebenarnya, meski untuk itu ia lagi-lagi menyakiti hati mantan kekasihnya itu. Ia termenung mengingat kebersamaan mereka dulu, masih indah dan segar dalam ingatannya. Kini ia akan menutup lembaran baru dengan kisah yang baru.

Karin yang memang mau ngomong dengan Sasuke, langsung masuk ke dalam kantor karena Sasuke mengacuhkan ketukan di pintu. Kebetulan pintunya terbuka lebar. Secara tidak langsung ia mendengar percakapan SasuSaku. "Jadi elo mengatakan kebenarannya."

"Ya. Untuk apa elo di sini?" katanya gusar dengan kehadiran Karin.

Karin tersenyum. "Sas… Sas, elo itu ganteng, kaya, tapi selalu gagal dalam percintaan. Selalu saja elo jatuh cinta pada wanita terlarang. Hobi ya? Kali ini gue nggak bisa bantuin elo. Gue juga mengejar cinta gue." Kata Karin.

"Terserah." Kata Sasuke cuek. "Semoga elo dapetin yang elo mau. Kali ini jangan menyerah." Nasehat Sasuke yang dibalas tawa kecil Karin.

"Kata-kata yang sama gue balikin ke elo. Gue cabut dulu." Kata Karin, membuat Sasuke kembali termenung seorang diri di kantornya. Matanya menatap bingkai foto dalam dompetnya yang dia ambil diam-diam. Foto seorang gadis berambut pirang panjang dengan senyum lebar, mencerahkan hati siapapun. Gadis inilah yang kali ini mengisi tiap sudut hatinya. Sayang kali ini pun ia pun harus merasakan perihnya patah hati, sebelum berjuang, karena kakaknya pun menginginkan gadis ini.

Terkenang dalam ingatannya pertemuannya untuk pertama kalinya dengan Naruto, beberapa tahun yang lalu. Saat itu ia sedang mencari seorang teman kencan semalam di sebuah bar. Dia melihat gadis itu dengan wajah sendu, duduk di depan bartender. Dia tak banyak bicara, tak mau repot-repot menegur pelanggan yang lain, hanya minum dengan tenang. Wajahnya yang ayu dan sendu sukses menarik perhatian Sasuke.

Berhari-hari kemudian, ia melihat gadis itu masih setia duduk di tempat yang sama, dengan wajah sendu yang sama dan minuman yang sama pula. Ia selalu bertanya-tanya apa yang dicarinya di situ? Kenapa matanya selalu mendung, penuh duka? Melihatnya, seolah melihat dirinya sendiri. Ia pun memberanikan diri mendekatinya, mencoba menyapanya. Eh, yang datang malah gerombolan bencong, menggodanya.

Ia ingat saat itu ia bergidik ngeri, merinding, ingin kabur secepatnya dari tempat itu. hell no. Tahu sendiri kan para bencong itu selalu membuat para cowok straight selalu ketar-ketir, merinding disko. Bukannya takut, tapi jijik. Ia lihat dari sudut matanya, untuk pertama kalinya gadis itu tersenyum simpul dan menolehkan wajah ayunya padanya.

Kau hanya tersenyum, ku terpikat

Kau hanya berkedip, ku terpesona

Seperti sebuah lagu picisan ala band Indonesia, ia langsung jatuh cinta dan terpesona pada senyumnya. Senyum gadis itu mencerahkan hatinya yang hampa. Karena itulah ia bertahan digoda para bencong sialan itu hanya demi melihat senyum yang tersungging di wajah bidadarinya lebih lama. Betapa terkejutnya dia saat melihat gadis itu lagi di kantornya, tepatnya di toiletnya sedang membersihkan toilet kantor. Dia ternyata seorang OB di kantornya sendiri. Naruto itu namanya, terpasang dalam nametagnya.

Seragam cleaning service itu murahan dan sama sekali tak modis, tapi di tubuh gadis itu, ia terlihat pas dan seksi. Hanya dengan melihatnya ia merasa turn on. Sial. Belum pernah ia merasa seperti ini, bahkan saat dengan Sakura pun tak pernah ia demikian. Ia dengan susah payah menahan hasratnya sebelum gadis itu selesai mengerjakan tugasnya. Gadis itu bersikap sopan, seolah tak mengenalnya, meski setelah jauh ia bisa melihatnya sedang tersenyum kecil, menertawakannya. Rupanya ia melihat ada yang menggelembung di bawah sana. 'Sialan.' Makinya dalam hati, malu setengah mati. Mana nggak ada orang yang membantunya menyalurkan hasratnya pula. Jadi tersiksa deh.

Setelah itu ia melihat gadis itu lagi di halte yang sepi. Ingin ia menghampirinya menawarinya tumpangan. Tapi karena malu dan grogi, ia malah menggoda cewek yang ada di sebelahnya. Dia bisa melihat gadis itu mendengus. Entah apa yang ia pikirkan. Bolehkan ia berharap gadis itu mengingatnya?

Setelah itu semua berjalan cepat. Ia jadi lebih akrab dengan Naruto yang mendadak terbuka identitas sebenarnya. Banyak hal mereka lalui bersama untuk menyukseskan film yang akan mereka produksi. Sasuke sudah berniat kembali mendekatinya, tapi Itachi muncul mengkacaukan segalanya. Ia mengklaim Naruto sebagai gebetannya.

Kali ini Sasuke benar-benar galau. Ia tak bisa memilih kemana hati ini akan berlabuh. Ia terlanjur jatuh cinta pada Naruto, amat mencintainya hingga sakit dan perih hatinya. Haruskah ia menyerah kalah dan mundur secara teratur, di saat gadis itu sudah memutuskan menghapus kenangan mantan kekasihnya di hatinya? Ia tak yakin kali ini sanggup mengalah. Tapi ia juga tak berani mengusik kebahagiaan anikinya yang sangat disayanginya. Banyak pengorbanan aniki untuknya selama ini. Tegakah dia merusak segalanya?

'Semua ini terasa berat, Tuhan.' Batinnya galau. Ia kembali jatuh dalam cinta terlarang. Kenapa selalu berakhir begini Tuhan? Apa ini karmanya sehingga ia selalu tak beruntung dalam percintaan? Ia mengusap potret Naruto perlahan dan lembut, menyalurkan rasa cinta yang tak bisa ia ungkapkan. Biarlah waktu yang akan menjawab dan semoga saat itu tiba, semua berakhir happy ending. Tak ada yang terluka dan tersakiti.

SKIP TIME

Naruto menelepon mamanya, Namikaze Anko untuk menanyakan kabar ayahnya, setelah sampai di kantor, menunggu jam kerja di mulai. Ia jadi khawatir dengan ayahnya, setelah mendengar cerita Shion. "Halo, Ma. Gimana kabar Papa?"

"Baik, sayang. Sekarang sudah tidak opname lagi, tapi masih harus banyak istirahat. Naru sendiri bagaimana? Kapan pulang?"

"Baik, Ma. Aku masih ingin di sini. Nantilah Naru pulang."

"Naru masih marah pada Papa, karena melarang hubungan kalian." Kata Anko sukses membuat jantung Naruto berdetak lebih kencang. Ia menggenggam HPnya kuat-kuat hingga jemarinya memutih.

"Aku tak ingin membahasnya lagi." Katanya dingin.

"Sayang, tolong jangan marah pada Papamu. Dia hanya ingin kebahagiaanmu."

"Ka orang baik Ma. Dia mencintai Naru. Kalo papa tak melarang hubungan kami, mungkin…" Naruto langsung membela Kisame, kekasihnya. Meski hubungannya kandas, tapi itu tak berarti Kisame jahat. Hanya saja mereka memang tak jodoh.

"Dan kalian akan berakhir dengan perceraian, kalopun tidak hanya air mata kesedihan yang akan jadi teman hidupmu." Potong Anko, mendengar pembelaan menggebu-gebu anak tirinya ini.

"Ma…!" protes Naruto yang lagi-lagi dipotong Anko.

"Itulah yang akan terjadi, Nak. Aku tahu Kanata orang baik, tapi itu tak cukup, Sayang."

"Maksudmu Mama karena dia miskin?" Kata Naruto dengan nada tinggi kali ini.

"Bukan begitu, Sayang. Itu karena Kaa tak cukup percaya diri menjadi pendampingmu. Ia selalu menganggap dirinya rendah, tak berharga, dan tak layak bersamamu. Itulah yang membuat papamu melarang kalian. Hubungan yang dilandasi rasa tak percaya diri, hanya akan membawa kehancuran di masa yang akan datang. Lebih baik kamu menangis sekarang daripada di masa depan. Cukup Shion dan Kyuubi yang terluka. Papamu tak ingin kamu bernasib sama seperti mereka. Mengertilah itu, Nak."

"Tidak.. Mama bohong. Semua ini bohong… hik hik hik…." Kata Naruto terisak, tubuhnya melemas hingga terduduk di lantai nan dingin. HPnya sudah menggeletak di lantai, tak ia perdulikan. Ini semua tak benar. Kaanya tidak seperti itu. iya, kan? Derai air mata pecah tanpa bisa ia bendung lagi. Beban dan rasa sakit tertumpah ruah.

Gaara POV

Gaara berniat ke pantry, minta dibikinin kopi, tapi yang ia dapati Naruto sedang menangis terisak. Iba rasa hatinya, melihat Naruto seperti akan hancur. Iba rasa di hatinya. Teringat kembali bayangan kekasihnya yang menangis berderai saat ia putuskan. Ia tak ingin Naruto mengalami hal yang sama dengan Martsuri, kekasihnya dulu. Dia pun duduk di sampingnya, tanpa kata meminjamkan pundak untuk Naruto bersandar sejenak.

Naruto mendongakkan kepala, melihat siapa yang datang. Rambut merah, tato Ai, pasti Gaara. Rasa sakit yang membuncah dalam dadanya, membuat air matanya kembali jatuh berderai, tak sanggup ia tahan. Ia menangis di pundak Gaara. Tubuhnya bergetar menyalurkan seluruh rasa sakit, perih dan kesedihan yang ia rasakan selama ini. Tangannya mencengkeram punggung tegap Gaara, hingga si empunya merasa sakit. Tapi Gaara tak mengeluh, anggap saja ini penebusan dosa-dosanya di masa lalu.

"Ada apa? Elo bisa cerita sama gue."

"Gue… gue…" Naruto merasa ragu cerita. Ia mengepalkan tangannya, memberinya kekuatan. "Gaa, menurut elo. Apa gue ini begitu tak berharga, hingga ia menyerah memperjuangkan gue? Kenapa dia berhenti di tengah jalan di saat.. di saat hubungan kami akhirnya direstui. Apa gue.. apa gue begitu murahan mengejar seorang cowok yang tak mau hidup denganku? Kenapa.. kenapaaa… hik hik.. hiks." Katanya masih terisak.

"Gue nggak tahu apa yang dipikirkannya. Hanya saja bagi seorang pria, hubungan yang dilandasi rasa rendah diri tak akan sehat. Pria itu akan selalu dihantui rasa takut elo bakal ninggalin dia."

"Gue nggak gitu. Gue…" potong Naruto.

"Ssstt, gue tahu itu. Dia pun tahu itu. Tapi ketakutan itu selalu ada, lahir dari rasa tak PDnya. Dia akan selalu merasa gagal, dan tak bisa membahagiakanmu. Akhirnya elo ninggalin dia karena lelah menderita. Dia tak mau itu. Dia mencintaimu lebih dari apapun dan dia tahu apa yang membuatmu sangat hidup dan bahagia. Karena itu dia melepaskanmu."

"Gue nggak ngerti."

"Dia mengembalikanmu pada duniamu, yaitu dunia showbiz. Bersamanya karirmu akan mati. Awal pernikahan mungkin elo bisa bersikap tak perduli, tapi saat usia pernikahan kalian menginjak usia 5 tahun, mungkin elo bakal berontak dan ingin kembali ke dunia showbiz. Kenapa? Karena itu hidupmu, passionmu."

"Jadi menurut loe gue hidup dalam mimpi. Gue terbuai dongeng putri dan pangeran?"

"Ya. Kurang lebih. Elo itu idealis dan ingin mewujudkan mimpi loe, mungkin pengaruh kisah dongeng yang sering elo baca. Kisah kalian mirip dengan cerita dongeng, penuh intrik, banyak kesenjangan. Tapi apa kalian pernah berbicara hal real 5 tahun 10 tahun ke depan hubungan kalian? Atau kalian hanya bicara soal hubungan sampai pernikahan? Ingat pernikahan itu sesuatu yang lebih dari cinta. Cinta bisa luntur, tapi komitmen ingin bersama, rasa saling percaya, menghormati, dan saling mendukung satu sama lain akan membuat pernikahan itu berhasil."

Naruto merenungi semuanya. Benar kata Gaara. Selama ini ia hidup dalam dongeng, tak menjejakkan kakinya ke tanah. Inikah yang disadari oleh Kaa. 'Terima kasih banyak Kaa, untuk rasa cintamu yang begitu mendalam. Kau mau melepaskanku saat aku tak minta, demi kebahagianku di masa depan. Kau orang yang paling mengerti dalam hidupku, melebihi aku. Terima kasih banyak. Aku akan selalu mencintaimu dan mengenangmu hingga akhir hayatku.' Batin Naruto dalam hati. Betapa beruntungnya ia pernah mencintai seorang pria yang begitu luar biasa, begitu besar rasa cintanya padanya. Betapa beruntungnya dia… kakak-kakaknya bahkan tak pernah mengalami hal demikian. Sungguh dia sangat beruntung. Ia menghapus jejak-jejak air mata dan mulai bisa menatap masa depan, setelah beban ini hilang.

End Gaara POV

Neji, Shika, dan Kiba baru juga tiba di kantor. Mereka berwajah murung karena masalah yang sama apalagi kalo bukan masalah cewek. Seperti ada telepati diantara mereka, mereka keluar ruangan bersamaan dan saling berwajah masam. Neji yang pergi duluan. "Elo mo kemana, Ji?" tegur Kiba.

"Ke pantry. Mau nyuruh Temari bikin kopi. Kepalaku sakit."

"Gue ikut." Kata Shika tak ingin Neji berduaan dengan Temari.

"Hei, gue juga ikut." Teriak Kiba karena tak ingin ditinggal kedua sohibnya ini. Ia pun merasa kepalanya sakit dan butuh asupan kaffein. Mereka berdoa dalam hati semoga Naruto tak ada. Mereka masih sebal dengan gadis itu dengan alasan yang hampir sama. Naruto kan sumber kekesalan mereka pagi ini. Secara tak langsung ia yang bikin hubungan mereka dengan ceweknya renggang.

Tak dinyana mereka juga ketemu dengan Tenten, Hinata, dan Ino yang mau ke ruang pantry juga. Mereka baru ingat kalo pagi ini akan diadakan rapat untuk promosi film di beberapa negara lain. Wajar jika mereka pun datang ke kantor. Kilatan kebencian muncul di tiga pasang mata, milik para artis itu, melihat siapa yang berdiri di depan mereka. Maklum diantara mereka lagi ada konflik. Tapi mereka pura-pura acuh dan melenggang pergi tanpa tegur sapa. Hal ini disyukuri oleh trio NejiShikaKiba karena mereka lagi malas berkonflik ria terutama di pagi hari ini. Nanti kalo otak mereka sudah lebih jernih baru mereka mau meladeni para cewek yang kayaknya lagi galau akut itu.

Di belakang dua barisan itu tampak Temari, baru datang. Wajahnya pun kusut dan agak pucat seperti zombie. Mereka semua tiba di pantry, secara tak langsung memberi akses jalan pada Temari. Kan dia yang akan disuruh bikin kopi. Nggak mungkin kan mereka nyuruh Naruto.

Betapa terkejutnya mereka melihat Naruto lagi duduk dalam dekapan Gaara. Jejak-jejak air mata masih nampak jelas di pipinya. Kemeja Gaara tampak basah. Isakan kecil masih terdengar diselingin bunyi nafasnya yang halus. Mereka berdiri mematung melihat adegan mesra GaaNaru. (Di mata mereka GaaNaru tampak mesra berpelukan, padahal tidak.) Mereka tak siap dengan kejutan itu.

"Trims, elo mau dengerin curhat gue." Kata Naruto mulai bisa tersenyum.

"Tak masalah, itulah gunanya teman."

"Elo mau apa ke sini?"

"Err, mau kopi. Tapi gue bisa bikin sendiri kok."

"Ah, tak usah. Gue aja yang bikin. Anggap saja bayar utang." Kata Naruto merendah. Ia berdiri dan mulai membuat kopi. Dia tahu kok selera Gaara dan para direktur lainnya, jadi tak perlu tanya lagi.

"BTW, nanti elo lebih baik menghindari trio galau itu." kata Gaara. Naruto mengangkat alis ke atas, bingung. "NejiShikaKiba. Mereka lagi galau, terutama Neji. Ia tak ingin ketemu elo. Katanya ia kena gampar gara-gara elo."

"Oh peristiwa kemarin toh." Kata Naruto ngerti. "Ntar gue jelasin deh ama Tenten Jadi nggak enak hati. Itu kan hanya salah paham dan bercanda doang. Habisnya Neji kalo denger pekerjaan langsung kabur, jadi gue ajak kencan aja biar mau." Lanjutnya.

'Jadi itu hanya pekerjaan, bukan kencan duluan. Gue jadi merasa bersalah.' Batin Tenten tak enak hati, sambil melirik wajah Neji yang tak terbaca.

"Nggak usah, biarin aja. Itu nggak akan membunuhnya kok. Hi hi hi, tapi lucu juga sih lihat muka bonyoknya."

'Sialan Gaara. Dasar teman raja tega. Masa ia ngebiarin gue galau. Dasar teman nggak setia kawan.' Batin Neji kesal.

"Jangan gitu. Nggak baik lho. Dia kan teman kita juga. Nih kopinya."

"OK, trims. Gue balik ke ruanganku dulu. Ingat pesanku tadim, hati-hati ama trio itu." kata Gaara sebelum pergi.

Mereka yang tadi berdiri mematung segera sembunyi, takut dikira nguping. Banyak ekspresi diantara mereka. Ada yang merasa lega karena salah paham mereka terselesaikan secara langsung (untuk pasangan NejiTenten). Ada yang malu-malu kucing (pasangan KibaHina), ada yang saling acuh dan buang muka (Threesome ShikaTemaIno). Satu hal yang mereka pelajari hari ini, bahwa cinta itu butuh pengorbanan, cinta itu untuk membahagiakan pasangan dan bukan ajang melampiaskan nafsu. Dengan cinta kita merasa lebih nyaman dan lebih hidup karena merasa sudah menemukan susunan puzzle yang lengkap.

SKIP TIME

Itachi murung di ruangannya. Ia sudah mendengar kabar adegan cukup mesra antara GaaNaru. Ada kekhawatiran dalam hatinya, Naruto akan terpikat oleh Gaara. Pekerjaannya jadi terabaikan. Saat itulah Naruto masuk ke dalam kantor, memberikan cangkir kopi. Memang Itachi tak minta, hanya saja dia tahu kebiasaan Itachi. Dia belum bisa bekerja full kalo belum minum secangkir kopi.

'Tuk tuk tuk', jemari tangan Naruto mengetuk permukaan meja, untuk menyadarkan Itachi yang masih termenung, dan itu cukup berhasil. Buktinya Itachi mendongakkan kepalanya.

"Elo kenapa? Kayaknya elo tegang dan galau gitu." Tanya Naruto dengan bahasa tak resmi. Ia memang sering bergue elo sama Itachi, semenjak Itachi nolongin dia selama ia sakit dulu. "Ah gue tahu, elo tegang karena mau ketemu mantan atasan elo kan?" lanjutnya sok tahu.

Itachi tak menjawab, hanya merengut kesal. Naruto tampak ceria. Bukannya ia tak suka Naruto bahagia hanya saja ia tak senang karena bukan dia yang membuat Naruto ceria.

"Kalo elo nerveous, gue bisa nemenin elo. Tenang aja gue nggak akan ninggalin elo gitu aja kok." Katanya masih bermonolog sendiri, tapi Itachi masih tak merespon. Ia mulai menduga kalo Itachi bener-bener lagi nerveous akut. Ia jadi tak tega. Semua ini kan salahnya. Dia yang tak bertanggung jawab dan eror, eh Itachi yang kena getahnya. Ia lalu ingat kebiasaan Ka Sannya saat menyemangati Minato yang lagi down.

Dia melangkah, mendekati Itachi, lalu menariknya berdiri. Ia membetulkan jasnya dan dasinya. Setelah rapi ia menepuk pundaknya. "Gue yakin elo bisa. Gue tahu Uchiha sulung itu terkenal kejam dalam bisnis, tapi gue yakin elo bisa mengatasinya." Katanya lirih. Awalnya niatnya baik hanya ingin membangkitkan semangat Itachi, tapi kenapa dia merasa canggung sendiri dengan kedekatan mereka. Dia baru nyadar jarak mereka terlalu intim, dari sini mereka terlihat pasangan romantic. Ini membuatnya salah tingkah sendiri. Dengan Kaa saja ia tak pernah sedekat ini. Wajahnya langsung merah padam.

Itachi memperhatikan setiap mimic wajah Naruto. Wajahnya yang memerah padam karena malu, membuatnya tambah manis. Ia tak tahan lagi. Ia merundukkan kepalanya, hingga matanya berhadapan langsung dengan iris biru safir nan jernih milik Naruto. Jantung keduanya berdegup kencang. Naruto mengerjapkan matanya bingung apa yang mau dilakukan Itachi.

Deg deg deg.. suara detak jantung Naruto berbunyi nyaring di telinga. Ia sendiri tak mengerti kenapa. Terkadang ia merasa aman di sisi Itachi, seolah ia terlindungi. Ia merasa bisa bersandar di bahunya sejenak melepas rasa lelah dan beban. Tapi terkadang ia merasa takut. Cara Itachi menatapnya membuatnya ngeri, seolah dia ini binatang buruan dan Itachi predatornya karena itu ia merasa canggung saat mereka hanya berdua. Ini belum pernah dialaminya. Ia meneguk ludahnya susah payah dan mengerjapkan bulu matanya masih bingung.

Brakkk "Itachi, elo udah siap kan? Hari ini kita ketemu… oh, sorry mengganggu. Permisi." Kata Sasuke kaget. Ia buru-buru menutup pintu. Ia mengira mereka lagi ciuman. Sudah sedekat itukah hubungan mereka. Dadanya seperti diremas, merasa cemburu.

Itachi dan Naruto langsung menoleh ke pintu, melihat Sasuke yang buru-buru menutup pintu. Naruto salting karena Sasuke salah paham sekaligus lega, untung ada gangguan jadi ia bisa punya alasan memperlebar jarak diantara dia dan Itachi. Ia merasa terlalu dekat dengan Itachi akan membuat cepat mati, tak baik untuk kesehatan jantungnya. Ia buru-buru pergi, minta ijin dengan alasan masih banyak pekerjaan.

Lain halnya dengan Itachi yang merasa senang sekaligus sebal. Gara-gara Sasuke moment romantisnya jadi hilang. Ia bisa merasakan tujuan sebentar lagi akan terwujud. Naruto memiliki perasaan padanya, dia yakin itu. Ia hanya perlu sedikit bersabar, dan tak terburu-buru agar buruannya tak lepas.

SKIP TIME

Inilah kisah cinta nan rumit yang terlahir di gedung Uchiha Company. Mereka menemukan cinta mereka di sini. Ada banyak air mata dan tawa yang tercipta memang, tapi mereka yakin mereka bisa mengatasinya. Tali kekeluargaan diantara mereka semakin terbentuk hingga akhirnya film-film berkualitas berhasil lahir dari perusahaan ini. Yah meski pasangan yang baru lahir itu belum berpasangan secara resmi dan berakhir bahagia di altar pernikahan, tapi mereka berencana membuat hubungan mereka berhasil.

Bagaimanakah kisah cinta segitiga ItaSasuNaru? Akankan berakhir happy ending atau membuat luka baru? Berhasilkah Shika meyakinkan Temari bahwa perbedaan status merreka tak jadi penghalang kisah mereka? Bagaimana cara Neji dan Kiba meyakinkan Tenten dan Hinata, bahwa merreka sudah tobat jadi bajingan dan ingin jadi pria setia? Bagaimana pula dengan Sasori dan Deidara dalam mengatasi masalah percintaan mereka yang lumayan rumit gara-gara para paparazzi itu? Bisakah Karin dan Shui bersatu? Ikuti kisahnya dalam sekuel Miss Office Girl II selanjutnya.

End

Sekali lagi maaf Ai nanggung bikinnya. Jadi fic ini hanya berkisah tentang suka duka kerja di kantor berikut kisah cinta yang tercipta di sana.