Last chapter of Royal Fiance.

Beware of the adult contents. Lemon scenes and so'on. I've warned you before my darlings.

But I hope you enjoyed this story. Happy reading love..

.

.

.

.

"...tidak peduli."

Aku mendongak, menatap si bocah Huang itu yang berbicara tenang meski air matanya mengalir dengan deras sampai membuat pipinya sembab.

Mataku mengerjap pelan. Tak memahami desisan yang tadi dia keluarkan.

"Saya tidak peduli." katanya lagi, penuh penekanan. Bocah itu ikut menengadahkan kepalanya. Menatapku dengan keping hitamnya yang berkilat tajam. Wah, kalau sedang serius seperti itu. Dia terlihat menakutkan juga ya?

"Saya sungguh tidak peduli anda mau berbicara apa soal saya. Perihal masa lalu saya. Status saya. Saya tidak peduli."

Zi Tao menarik napas panjang. Aku kagum dengan pengendalian emosinya yang cukup baik itu. Kebanyakan, jika para rakyat jelata disindir sedemikian rupa oleh kaum bangsawan, mereka hanya diam menerima. Bahkan tak sedikit yang bungkam meski disiksa dengan hukuman fisik. Tapi melihat gelagat Zi Tao barusan...

...dia cukup bernyali juga untuk sekelas kalangan bawah.

"Tapi sudah seharusnya kau sadar akan posisimu, Huang Zi Tao-sshi.." kataku kemudian. Dan tersenyum ramah seperti biasa.

Pemuda itu lalu menunduk. Aku bisa mendengar suara terengah yang keluar dari mulutnya. Demam, huh?

Seharusnya aku berhenti bermain-main kalau kondisinya akan memburuk. Tapi—

"—karena itu saya tidak peduli." Zi Tao memotong kata-kataku dengan cepat. Dia terbatuk kecil sampai harus memegangi dadanya.

Tubuhku refleks hendak menghampirinya. Tapi pikiranku menyuruhku untuk diam di tempat dan menunggunya melanjutkan pembicaraan ini.

"Sebab saya sudah berjanji pada pangeran Kris untuk membuatnya bahagia. Karena itu—"

Terbatuk lagi. Kini Zi Tao sampai jatuh tersungkur masih dengan jemarinya yang mencengkeram erat dadanya.

Namun di tengah kondisinya yang jauh dari kata baik itu. Dia masih saja sempat melirikku. Menghujam tatapanku dengan pandangan tak mau kalah miliknya.

"—biar saya saja yang tahu sebesar apa perasaan yang saya miliki terhadap pangeran Kris."

"..."

"Dan biarkan saya mencintai suami saya dengan cara saya sendiri."

Aku termangu. Lalu menatap Zi Tao yang telah pingsan.

Suara derit pintu yang terbuka membuatku membalikkan badan. Terkejut saat tubuh tinggi Kris telah berdiri begitu angkuhnya di depan sana.

Pangeran bersurai emas itu berjalan pelan mendekati kami—menuju ke arah Zi Tao. Dengan mudah ia mengangkat tubuh istrinya yang lemas itu dengan pose pengantin. Manik auburn-nya menatapku keji. Sementara bibirnya memberengut marah ke arahku.

"Kau sudah puas, Lay?" suara dingin Kris menyapa telingaku. Dari nada bicaranya ketara sekali jika pria yang juga Putera Mahkota ini sedang sebal.

Aku tersenyum kecil. Dan menyeringai. "Huh? Bukankah seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Pangeran?"

Kris diam. Namun sejurus kemudian ia ikut tersenyum.

"Ya.." katanya, dan semakin melebarkan senyumnya. "..aku sudah berhasil mendapatkan jawaban yang aku inginkan." lanjutnya, lalu berjalan pergi.

Meninggalkanku yang hanya bisa tertegun saat mendapati ekspresi wajahnya.

Karena bagiku.

Itu adalah kali pertama aku melihat Kris bisa tersenyum tulus, hanya karena seorang anak manusia yang sekarang tengah meringkuk nyaman dalam gendongannya.

.

adapted from Royal Fiance by Kamon Saeko and Asuma Risai

Kris and Tao ver. by autumnpanda

Boys Love, Romance, Drama

.

"Nah, pasangan bodoh baru kelas kita sudah datang rupanya." celetuk Wendy tiba-tiba. Sewaktu gadis itu mendapati Chanyeol dan Baekhyun yang berjalan beriringan, lengkap dengan tangan mereka yang saling bertaut. Memasuki ruang kelas yang cukup sepi mengingat ini masih terlalu pagi.

Chen bersiul pelan. Menggoda Baekhyun yang cuma bisa tersipu malu. Sementara Chanyeol dengan bangganya malah sibuk melambaikan tangan. Merasa kehadirannya disambut secara besar-besaran.

Wendy tersenyum ramah, dan menyapa Baekhyun dengan senyum lebar di paras cantiknya. "Kau pasti punya baaanyak sekali pertanyaan pada kami, Baekhyun-sshi?" tanya gadis itu. Membuat Baekhyun mengangguk semangat. Dan mempersilahkan Baekhyun untuk duduk di bangkunya.

Wendy bisa menebak jika Chanyeol akan bangun pagi-pagi sekali dan menjemput Baekhyun agar bisa berangkat sekolah bersama-sama. Pasangan bodoh memang selalu begitu kan?

"Nah, erm.."

Baekhyun menggaruk sebelah pipinya, bingung ingin memulai darimana.

"Jadi—sebenarnya kalian hanya berpura-pura menggangguku?" tanya Baekhyun, dan menatap teman-teman barunya dengan mata berkedip-kedip.

Chen mengangguk kecil dan berulang. Lalu menunjuk Chanyeol yang duduk di depannya menggunakan dagunya yang runcing. "Si tiang listrik itu yang menyuruh." Pemuda berwajah kotak itu mencibir saat Chanyeol mendelik ke arahnya.

"Lagipula sebenarnya kami ini baik hati kok." kata Chen lagi, berusaha membela diri dan malah menyalahkan Chanyeol.

"Hei.. aku juga baik hati tahu." protes Chanyeol tak terima.

"Tapi kau usil, Chanyeol-sshi." rutuk Baekhyun gemas, memberi Chanyeol sikutan pelan.

Chanyeol mengaduh, dan terkekeh kecil. "Hanya kepadamu, Baekkie. Begitu juga dengan cintaku ini." ujarnya. Sukses membuat pipi Baekhyun merona. Tapi berbeda dengan ekspresi yang ditampilkan Wendy serta Chen.

"Ugh.. I'm so done with this idiot couple." gerutu Wendy karena merasa terabaikan.

"So do I.." balas Chen yang bersiap-siap menyingkir.

Baekhyun tertawa kecil, dan memasang ekspresi meminta maaf pada teman sekelasnya tersebut. Ia kemudian kembali menatap Chanyeol, yang rupanya juga tengah memandangnya dengan kepala dipangku tangan.

"Lalu kenapa kau berbohong kepadaku, Chanyeol-sshi?"

Chanyeol mengangkat satu alisnya mendengar pertanyaan Baekhyun. "Berbohong soal apa?"

Baekhyun mendengus geli, lalu mencubit lengan Chanyeol yang kini melingkari perutnya. "Kau berbohong dengan mengatakan bahwa kau orang jahat. Padahal aku tahu betul kalau kau bukan orang yang seperti itu. Kau belajar akting darimana sehingga bisa sesinis itu, hm?"

Chanyeol tersenyum mendengar pertanyaan Baekhyun. "Aku belajar dari kakakku." katanya, sembari membayangkan sosok Kris sebelum bertemu dengan Zi Tao di kepalanya.

Dan berbicara soal Zi Tao...

"Um, Baek, aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu sebelum semuanya terlambat dan kau jadi salah paham kepadaku." ujar Chanyeol lagi. Kali ini memandang Baekhyun dengan tatapan sungguh-sungguh.

Baekhyun mengerjapkan matanya sejenak. Lalu mengangguk kecil..

"Oh, apa itu?"

Chanyeol berdehem pelan. Sebelah tangannya meraih kesepuluh jemari Baekhyun dan menggenggamnya erat. Berjaga-jaga kalau Baekhyun hendak menamparnya atau bagaimana.

"Ehm, sebenarnya, perihal Zi Tao—"

.

::

.

Zi Tao terbangun dengan rasa pusing yang teramat sangat mendera kepalanya. Dia mengerjapkan matanya sebentar. Lalu menyentuh dahinya yang rupanya sudah tak sepanas sesaat sebelum dia pingsan. Ah, dasar demam sialan.

'Membuatku terlihat lemah saja..' batinnya kesal. Mengingat ia belum menyelesaikan pembicaraannya dengan Lay.

"Huh? Lay-sshi?"

Srakh

"Urgh!"

Zi Tao refleks memekik kecil dan memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri karena dia bangkit dari posisi tidurnya dengan tiba-tiba.

"Oh, kau sudah bangun ternyata.." seru sebuah suara. Membuat Zi Tao mau tak mau menolehkan kepalanya. Lalu mendelik saat mengetahui siapa lawan bicaranya.

Sebab bukan Lay ataupun Kris yang berbicara.

Melainkan Baekhyun. Sahabat karibnya yang ia kenal saat masih berada di Korea.

"Uh.. Baekhyun?" tanya Zi Tao lirih. Sementara pandangannya mulai berkunang-kunang. "Oh, aku pasti sedang bermimpi."

Zi Tao menggedikkan bahunya, dan bersiap kembali tidur dengan menarik selimut. Namun niatnya kemudian batal saat ia merasakan satu cubitan keras yang hadir di sebelah pipinya.

"Ish, panda sialan, seenaknya saja berbicara.."

"A-aww.."

.

Zi Tao mengusap pipinya yang memerah bekas ditarik oleh Baekhyun. Dan memandang pemuda itu yang kini sedang sibuk menyeduh teh. Beberapa saat yang lalu seorang pelayan wanita datang dan menyajikan seteko darjeeling tea serta sepiring kukis buatan Dio.

Baekhyun bilang, dia sudah tertidur sehari semalam suntuk akibat demam yang dideritanya kemarin. Perjalanan kamping mereka terhenti di tengah-tengah karena kondisinya yang malah memburuk. Dan bahkan Sekretaris Suho sampai harus memanggil helikopter kerajaan agar bisa menjemput mereka semua.

"Pangeran Chanyeol sudah menceritakan semuanya kepadaku." kata Baekhyun, dan memberikan satu cangkir teh hangat pada sahabatnya itu. Ia tersenyum ketika Zi Tao melemparinya dengan tatapan tak percaya.

"Kami satu sekolah sekarang. Aku berhasil mendapatkan beasiswa pertukaran pelajar yang pernah kuceritakan padamu, dan voila, aku berada disini. Tapi bukan itu yang ingin kubicarakan loh Zi." lanjut Baekhyun, lalu mendelik saat memandang Zi Tao.

"Kenapa kau tak bilang kalau pekerjaanmu dengan Kris itu, adalah dengan menjadi istrinya?" tanya bocah Byun itu sambil mencondongkan tubuhnya. Kedua matanya bahkan sampai menyipit tajam menatap Zi Tao.

"Apa saja yang sudah kalian berdua lakukan? Kau sudah tidur dengannya selayaknya pasangan yang sudah menikah?"

"Behubungan badan, kalau kau tak paham."

Bruush

Kaget. Zi Tao menyemburkan teh yang baru saja diseruputnya itu dan menatap Baekhyun dengan wajah memerah.

"Uhuk.. Baekkie.. jaga bicaramu." Zi Tao mengalihkan tatapan matanya, menghindari kontak mata dengan Baekhyun. Melihat ekspresi wajahnya yang begitu. Baekhyun tahu bahwa sahabatnya itu pasti sudah melakukannya.

"Nah, aku tak masalah sih sebenarnya, Zi.."

Zi Tao mendongak, dan bernapas lega saat mendapati Baekhyun tengah tersenyum ke arahnya.

"Lagipula kalian berdua telah menikah. Dan—aku tahu bahwa Pangeran Kris orang yang sangat baik, tidak seperti kelihatannya. Dia sangat menyayangimu, you know?" pandangan mata Baekhyun menerawang. Menatap langit-langit kamar Zi Tao dan Kris dengan senyum terkembang.

"Sebelum kemari, aku sudah bertemu dengan suamimu terlebih dulu. Dia bersikeras ingin tetap menungguimu, dan mengabaikan waktu tidurnya sendiri. Channie bahkan menyerah saat dia gagal membujuk kakaknya agar mau keluar dari sini." lanjut Baekhyun.

"Huh?" Zi Tao mengernyit

"Channie? Maksudmu adik ipar?"

Baekhyun tersentak kaget. Sial, dia keceplosan.

"Kenapa kau memanggilnya begitu, Baek? Apa jangan-jangan—"

"Ya!" sentak Baekhyun keras, dan menatap Zi Tao dengan wajah memerah. "Ja-jangan mengalihkan pembicaraan, babo."

Zi Tao tersenyum kecil dan mengangguk. Paham.

Merasa sudah kembali ke dalam mode serius, Baekhyun pun kembali melanjutkan kata-katanya.

"Aku dan Suho-hyung sampai harus memaksanya pergi dan menyuruhnya tidur di kamar lain—karena kami yakin jika Kris tetap di sini bersamamu—yang ada akan tetap terjaga sampai kau membuka mata."

Baekhyun tertawa geli. Merasa lucu kalau mengingat dia dan kakak sepupunya itu menggeret sang Putera Mahkota dan mengurungnya di sebuah kamar, hanya untuk menyuruhnya tidur.

"Kau pasti—" jeda beberapa detik, Baekhyun menghentikan kata-katanya sejenak.

"—bahagia sekali dengan pernikahanmu, ya Zi?"

Zi Tao diam. Mulutnya tiba-tiba membisu.

Tapi ia tak berbohong saat merasakan sesuatu di dalam dadanya berdebar pelan.

Detak jantungnya sontak bertalu. Awalnya perlahan. Lalu ganti menggebu-gebu.

Zi Tao tersenyum kemudian. Maniknya memandang Baekhyun dengan tatapan berbinar-binar. Dan kepalanya mengangguk antusias.

"Ya—" katanya, tegas dan mantap. "—aku bahagia sekali, Baekkie."

.

::

.

Zi Tao menurunkan gerakan tangannya saat tubuh Baekhyun sudah menghilang dari pandangan. Berlalu bersama dengan suara deru mesin mobil yang berjalan.

Senyum di wajahnya memudar. Bahunya yang terasa pegal sontak melemas. Jatuh dengan begitu mudahnya disambut oleh gaya gravitasi. Dia berdeham pelan. Rasa gatal tak terelakkan menyerang bagian dalam lehernya dengan ganas. Ahh.. saat sedang sakit seperti ini, biasanya sang bibi Victoria yang sibuk merawatnya.

"Sekali-kali hubungi bibimu, Zi. Beliau menanyakan keberadaanmu selalu.."

Ingatan Zi Tao kemudian melayang. Teringat akan pesan Baekhyun sebelum teman karibnya itu pulang.

Pemuda itu merogoh saku celananya. Mengambil telepon selular miliknya yang usang jika dibandingkan dengan teknologi jaman sekarang.

Ujung jarinya dengan terampil memencet angka yang dihafalnya di luar kepala. Panggilan ke luar negeri, tak membuatnya pusing karena ini demi keluarga yang dicintainya.

Tuut tuut

["Yoboseyo?"]

Keping hitam Zi Tao melebar. Perasaannya campur aduk saat suara lembut Victoria bergaung merdu menyapa pendengarannya.

"Bibi..."

Zi Tao menahan napas. Sementara jemarinya segera menghalau air mata yang nyaris keluar.

"...apa kabar? Ini aku, Zi Tao.."

Zi Tao bisa mendengar Victoria memekin pelan di sambungan telepon mereka. Wanita itu terisak lirih, mengujarkan kata-kata; 'anakku, anakku sayang.' bak merapal mantra.

Mendengarnya. Zi Tao jadi merasa bersalah karena telah meninggalkan wanita yang masih sudi menganggapnya menjadi bagian dari keluarga.

["Kau kemana saja? Bibi rindu ingin bertemu. Kau sudah jarang menemui bibi.."]

Zi Tao melangkahkan kakinya memasuki kastil. Matanya menerawang. Memandangi langit-langit koridor manor yang terang dibiasi cahaya mentari senja.

"Aku—aku sedang berada di Ecuratan.." ujarnya, lalu berhenti melangkah saat tubuhnya mendapti sebuah jendela besar terbuka lebar. "Ke tempat yang sangat jauh."

["Tempat macam apa itu?"] suara Victoria terdengar memprotes perkataan kemenakannya. ["Kenapa kau pergi ke tempat yang sangat jauh?"]

Zi Tao menghela napas pendek. Sementara kepala gagaknya bertumpu pada kusen jendela yang terbuat dari kayu. Ia tersenyum tipis, sedangkan tangannya meremas ujung pakaiannya hingga kusut. Bingung hendak berkilah macam apa lagi.

"Maaf karena sudah meninggalkan bibi."

Victoria mendengus mendengar penuturan pemuda itu. Namun terlepas dari apapun, Zi Tao tahu jika sang bibi sangat bersyukur saat mengetahui bahwa dirinya baik-baik saja.

["Bibi memang marah kau meninggalkan bibi begitu saja.."] kata wanita itu sejurus kemudian, menyebabkan Zi Tao semakin mengeratkan intensitas remasan di tangannya. ["..tapi bibi senang kau nyaman berada disana. Bos-mu sangat baik sekali sudah mau mengurusmu."]

Zi Tao mengernyitkan dahi. Bertanya-tanya kenapa Victoria malah membahas atasan yang sebenarnya hanya bualan Zi Tao semata.

["—oh! Dan tolong sampaikan salam terima kasihku untuk bosmu. Sebenarnya dia tidak perlu repot-repot mengirimi bunga setiap datang menjenguk. Bibi jadi merasa tak enak karena sudah menyusahkannya begitu."]

"Bunga?—tunggu dulu!"

Manik onyx Zi Tao melebar. Memorinya kembali berputar dengan cepat dan kejadian semacam ini sepertinya sudah pernah dia alami sebelumnya.

"Bibi, apakah, orang yang setiap hari mengirim bunga itu—"

"—sama seperti orang yang mengirimi bunga untuk di bibi, saat bibi di rumah sakit dulu?"

Victoria diam.

Dan hening kemudian melanda. Zi Tao bahkan sampai harus menggigit bibir bagian bawahnya saat menanti kelanjutan kata-kata bibinya.

Wanita itu lalu membalas setelah beberapa saat tak bersuara.

["Ya, dia adalah orang yang sama."] seru Victoria.

["Dia bahkan meminta izin kepada bibi agar bisa menjagamu. Baik betul orang itu Zi. Kau beruntung sekali bisa bekerja dengannya.."]

Senyum cerah kemudian terkembang di bibir Zi Tao. Raut senang tercetak begitu jelas di wajah pucatnya saat dia nyaris menemukan siapa sosok yang dulu mengundang tanya di benaknya. Zi Tao kemudian kembali pada ponsel yang masih dipegangnya. Ingin memastikan hal terakhir yang menjadi petunjuk besar untuk jawabannya.

"Bibi—" panggilnya, "—yang mengirimkan bunga untukmu, seperti apa orangnya?"

Diam.

Dan hening kembali menyapa untuk beberapa detik setelahnya.

["Dia seperti pangeran dari negeri dongeng.."] jawab Victoria sembari mengingat-ingat.

Sedangkan Zi Tao mulai membayangkan sosok yang Victoria sebutkan tadi serupa dengan seseorang yang ia kenal.

Hanya saja Zi Tao ragu. Takut tebakannya keliru.

["Sangat tampan, dan tubuhnya juga tinggi. Kelakuannya pun sopan sekali. Sekelas dengan bangsawan kerajaan yang sering bibi lihat di televisi."]

Tapi semakin Zi Tao semakin mengelak. Semakin sama ciri orang yang dikatakan Victoria dengan bayangannya.

["Danoh!"]

["Dia memiliki surai pirang keemasan yang begitu indah.."]

.

::

.

Kris berjalan perlahan menyusuri lorong koridor kastil bagian utara saat ia mendengar suara gemerisik mengganggu gendang telinganya. Tungkai panjangnya itu membawa tubuhnya semakin mendekat dengan sumber suara. Dan betapa terkejutnya lelaki muda yang didaulat sebagai penerus tahta ayahnya itu saat manik auburn-nya mendapati tubuh mungil Zi Tao. Tergeletak lemas di atas lantai. Duduk bersandar di bawah jendela yang terbuka dengan keadaan jauh dari kata baik-baik saja.

"Zi Tao-sshi.." Kris berseru dan berlari tergesa. Lelaki itu menjatuhkan tubuhnya di samping tubuh pasangannya.

Zi Tao tersenyum memandangnya dengan mata hitamnya yang basah. Pemuda itu terbatuk pelan. Dan Kris yakin jika istrinya itu memaksakan diri untuk keluar dari dalam kamar, meski kondisinya masih belum sehat betul.

Kris dengan mudah menggotong tubuh Zi Tao yang terasa ringan dalam gendongannya. Sang putera mahkota kemudian membawa Zi Tao kembali ke dalam kamar. Tempat dimana Zi Tao seharusnya menghabiskan waktu untuk memulihkan kesehatannya.

"Apa yang kau lakukan di luar sana? Kondisimu masih belum terlalu baik. Kau harus banyak istirahat..." Kris menasehati saat ia sudah meletakkan tubuh Zi Tao ke atas tempat tidur.

Zi Tao yang lebih memilih untuk duduk dan bersandar di tumpukan bantal hanya bisa memejamkan matanya yang terasa pedas. Terlalu takut untuk mencuri pandang ke arah Kris yang kini sudah berada di hadapannya.

"Hei, ada apa lagi?" Kris bergerak mendekat. Ia ikut duduk tepat di depan wajah Zi Tao. Satu tangannya menggenggam jemari Zi Tao yang terpangku. Sementara yang lain mengusap pelan helaian kelam sang istri.

"Kau masih marah perihal Luhan?" tanyanya was-was. Takut menyakiti hati pemuda itu lebih jauh.

Lalu Zi Tao menggeleng pelan. Menjawab pertanyaan sang suami kemudian.

Zi Tao menjauhkan tangannya yang digenggam Kris. Ia menutup mulut menghalau isakan yang nyaris terlontar. Disambung dengan menyembunyikan wajah—menghalangi Kris menemukan kebodohan yang dibuatnya sendiri.

"Saya sudah membuat anda kecewa.." katanya saat pita suaranya sudah mulai bergetar dengan baik. Zi Tao menunduk. Kepalanya terasa berat tanpa sebab.

"...saya sudah berjanji untuk membahagiakan anda. Tapi saya menghancurkan semuanya dengan tidak mempercayai anda."

Sebulir bening berhasil lolos dan jatuh bergulir membasahi wajah Zi Tao. Meski isakannya tak terdengar, tapi melihat bahu Zi Tao yang gemetar membuat siapapun yang melihatnya bisa menyimpulkan bahwa pemuda itu menangis dalam diam.

"Saya bahkan menuduh anda dan Luhan memiliki hubungan tanpa adanya bukti yang jelas—"

"—merasa marah kepada anda berdasarkan spekulasi yang saya buat sendiri..."

Zi Tao bisa mendengar Kris mendengus kecil di depannya. Ia membiarkan tangan si blonde meraih tangannya kembali. Menyibak telapak tangan yang beberapa saat lalu menutup wajahnya. Kris mengusap pipi merah Zi Tao yang diselubungi perasaan hangat. Sebagian disebabkan karena demam yang belum menghilang, sebagiannya lagi entah karena apa.

"Saya—" jeda, "—bukan istri yang baik untuk anda ya, Kris-sshi?"

Gerakan tangan Kris kemudian terhenti. Pemilik surai pirang itu menajamkan tatapannya. Lalu menarik wajah Zi Tao mendekat, dan menghujani Zi Tao dengan gigitan pelan di hidung mancung si pemuda panda.

"Ack—" Zi Tao memekik kecil, dan tanpa sadar melayangkan satu cubitan di perut Kris. Hal yang acap kali mereka berdua lakukan saat sedang menggoda satu sama lain.

Kris menjauhkan tubuhnya. Ia menangkup wajah Zi Tao dengan kedua tangannya yang besar. Membuat wajah Zi Tao—atau lebih tepatnya pipi pemuda itu—menggembung dan menampilkan mimik lucu akibat ulah tangannya.

"Bicara apa kau ini, huh?"

Kris mendekatkan wajahnya. Mempertemukan dahinya dengan dahi Zi Tao.

"Kau adalah satu-satunya alasan bagiku, demi merasakan kebahagiaan ini, Peach.." desis Kris. lirih, tapi masih bisa didengar.

Ibu jarinya mengusap pelan air mata yang berani lolos membasahi muka istrinya. Belah persik Zi Tao menghembuskan uap hangat. Sedang pandangan mata mereka bertaut menjadi satu.

Kris menggerakkan wajahnya semakin dekat, dan menyentuh bibir merah muda Zi Tao dengan bibirnya sendiri.

Tangisan Zi Tao sontak terhenti waktu Kris mengecupnya penuh dan lembut. Membuat si bocah Huang itu membuka belah bibirnya secara suka rela saat Kris menggigit kecil bibir bawahnya. Sebelum akhirnya memagut halus, dan menyambangi isi mulutnya menggunakan daging tak bertulang milik sang calon raja.

Zi Tao diam dan terbuai menikmati ciuman Kris yang begitu dalam. Erangannya terpenjara di dalam pergumulan lidah mereka. Awalnya ciuman dalam itu terasa kaku. Seolah itu adalah kali pertama bagi mereka merdua. Namun seiring berjalannya waktu—intensitas kecupan itu berubah panas. Lagi menuntut.

.

::

.

Aku menarik tubuh menjauh. Memberinya ruang untuk bernapas barang sejenak.

Pemuda di hadapanku ini mengambil napas dengan tergesa. Dadanya kembang-kempis, sementara mukanya sudah memerah luar biasa.

Jemariku lalu terulur. Menyapa keningnya sebentar, sebelum akhirnya mengusap helaian kelam yang menghalangi pandangannya. "Kau masih demam." kataku, mengingatkan. Membuat ekspresi wajahnya mengeras. Seperti sedang kesal.

"Saya baik-baik saja." dustanya. Sambil terengah.

Aku tersenyum geli, lalu mencubit pipinya yang gembil dengan gemas. "Istirahat saja dulu."

Oh, sekarang dia malah memberengutkan bibirnya. Menarik.

Zi Tao mengalihkan pandangan matanya. Menghindari kontak mata denganku. Dia menjauhkan tanganku yang tadi berada di kepalanya. Bocah Huang ini bahkan menggeser tubuhnya ke arah tepi ranjang yang berada di seberang posisi awal kami. Kelihatan sekali kalau dia sedang berusaha menjauhiku.

Aku tahu kesal karena merasa dipermainkan. Pun aku juga merasa demikian.

Menahan diri disaat sedang ingin bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilakukan. Tapi kalau hal itu berefek buruk pada kesehatannya. Aku tidak mau mengambil resiko yang berbahaya.

"Luhan sudah mau pulang." kataku kemudian, membuatnya melirik sekilas, memberiku tatapan tajam. "Dia ingin berpamitan." lanjutku menjelaskan.

Zi Tao menghela napas pendek. Lalu beranjak turun dari tempat tidur dan mendekatiku yang masih duduk. Aku terperanjat, lalu menarik tubuhnya, namun pendiriannya lumayan kuat.

"Kau istirahat saja. Aku hanya ingin menyampaikan pesannya untukmu."

Pemuda itu berdecak pelan, dan ganti menarik lenganku. Memaksaku berdiri. "Dan membiarkan suamiku bermain mata dengan mantan tunangannya?" serunya tak terima, dan melayangkan satu cubitan gemas di perutku.

"Yang benar saja.."

Aku tersenyum tipis. Dan merengkuh kepalanya, lalu memberi kecupan singkat di keningnya. "Kau lucu saat sedang cemburu."

Satu cubitan kuterima lagi di pinggangku. Tak sakit, hanya saja aku tak tahan geli sebenarnya.

"Kalau begitu jangan memaksakan diri." lanjutku, membawanya berlalu.

.

::

.

"Terima kasih sudah berkunjung.." ujar Kris pelan. Dan menyalami Luhan secara formalitas.

Lelaki bermarga Xi itu memamerkan senyum terbaik yang ia miliki, dan membalas tautan tangan Kris lebih erat. Mengerling sejenak ke arah Zi Tao yang sejak tadi diam. Memberi istri pangeran itu dengan tatapan menggoda.

"Yah, senang bisa bertemu dengan kalian." katanya. Luhan menutup separuh mukanya menggunakan tangan. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, memandang Zi Tao yang tetap tak bergeming di sisi tubuh sang suami. "Cepat sembuh Wu Zi Tao.. Layani suamimu dengan baik." bisiknya.

Sukses membuat wajah Zi Tao merona kala Luhan menyematkan nama keluarga Kris di depan nama kecilnya.

"Kalau kau lemah begitu, bisa-bisa aku merebut suamimu, lho."

Oh. Tapi ingatkan Zi Tao betapa menyebalkannya Luhan kalau sudah menyangkut perihal Kris.

"Tentu.." Zi Tao melingkarkan satu tangannya di perut Kris. Memeluk lelaki pirang itu sedikit posesif. "Akan saya jaga suami saya sebaik mungkin." katanya tak mau kalah.

Luhan tersenyum—ah, tidak! Lebih tepatnya dia menyeringai. Dan lelaki itu kemudian membalikkan badan. Berlalu menyusul Lay yang sudah pergi terlebih dahulu sembari melambaikan satu tangan.

Zi Tao menggigit bibirnya gemas. Sementara tangannya masih memegangi pinggang Kris. Ia harus memastikan bahwa Luhan sudah benar-benar pergi dari hadapannya kalau ingin melepaskan pelukannya pada tubuh suaminya tersebut.

"Aku akan mengunjungi kalian lagi kapan-kapan!" teriak Luhan saat ia sudah tiba di dekat mobil yang menjemputnya. Zi Tao sampai terperanjat kaget mendapati suara Luhan yang melengking tadi.

"Fan Fan, jangan lupa datang. Awas kalau tidak." katanya lagi. Kali ini ditemani senyum tulus yang terpatri di wajah cantiknya.

Luhan kemudian berbalik. Berjalan menuju seorang pemuda yang sudah menunggunya bersama dengan Lay di samping mobil. Awalnya Zi Tao mengira itu adalah supir yang menjemput Lay dan Luhan, tapi melihat Luhan menghambur untuk memeluk dan mengecup sebelah pipi lelaki itu. Sudah bisa dipastikan kalau lelaki tersebut bukan sekedar supir biasa.

Zi Tao menahan diri untuk tidak bertanya, sesaat setelah mobil Luhan tadi sudah berjalan menjauh.

"Datang kemana?" tanya Zi Tao kemudian, sembari memandang Kris yang masih melambaikan tangan.

"Ke pernikahannya."

Pangeran bersurai pirang itu menurunkan tangannya. Dan ganti menatap Zi Tao yang menanti kelanjutan kata-katanya dengan alis bertaut. "Luhan akan menikah. Sebulan lagi—kurasa. Dia bilang dia harus mempersiapkan pernikahannya mulai dari sekarang."

Mata hitam Zi Tao melotot, dan menatap sang suami dengan pandangan tak percaya.

"Dan yang menjemputnya tadi calon suaminya. Shi Xun." lanjut Kris.

Ia memandang ke arah jalanan tempat mobil Luhan tadi berlalu. Nihil, tak ada bekas mobil yang terlihat karena transportasi roda empat itu sudah menghilang di balik tikungan.

Zi Tao menggigit bibirnya resah. Merasa amat bersalah. Ia melepaskan pelukannya pada pinggang Kris, dan ganti meremas ujung pakaiannya sendiri.

"Apa yang sudah saya lakukan?" gumam Zi Tao risau. Bola matanya bergulir gelisah. Sementara bibir bawahnya ia gigiti pelan.

"Saya sudah bersikap buruk terhadap Luhan-sshi. Bagaimana kalau dia membenci saya?" tanyanya. Dan memandang sang pangeran tertua dengan mata berkaca-kaca.

Kris mengangkat bahu dan menjatuhkannya secara bergantian. Bibirnya mengulas senyum simpul, sementara tangannya mengacak tatanan rambut hitam Zi Tao pelan. Membuatnya berantakan.

"Biar saja—" katanya jahil. "—anggap itu hadiah untuknya karena sudah seenaknya menggodamu."

Zi Tao sedikit tenang. Namun tetap saja kata-kata Kris barusan tak membantu apa-apa.

"Tapi, tapi—"

Kris mendengus. Dan meraup Zi Tao masuk dalam pelukannya. "Tidak apa-apa peach.. Daripada mencemaskan rusa sialan itu, lebih baik kau pikirkan naga yang sedang lapar ini." ujar Kris kemudian. Berbisik lirih di cuping telinga Zi Tao.

"Eh?"

Zi Tao menelengkan kepalanya. Berjengit saat bibir tebal Kris menggores permukaan lehernya dengan kecupan lembut.

"Me. You. Bed. Now.."

Zi Tao memerah. Dan pasrah begitu saja saat Kris sudah membopongnya masuk kembali ke dalam rumah.

.

::

.

Zi Tao berjengit saat punggungnya sudah terjatuh ke atas tempat tidur yang dialasi sprei berbahan sutra kualitas terbaik. Dan menahan napas sewaktu Kris sudah menghadiahinya dengan ciuman panas sampai membuatnya mabuk. Bibir mereka berdua saling bertaut, melumat basah, lalu sama-sama memagut.

Suara ranjang yang berderit tak mereka gubris barang sedetikpun. Kris mengerang, ia kemudian menarik diri. Menghempaskan tubuh Zi Tao hingga memantul di atas kasur. Dan mengoyak pakaiannya sendiri.

Napas Zi Tao menghilang saat keping hitamnya bersibobrok dengan pemandangan Kris yang bertelanjang dada di depannya. Tubuh Kris bak pahatan patung dewa Yunani yang kerap Zi Tao lihat di buku ensikopledia. Terukir rapi, dengan cekukan indah buatan sang maestro sejati. Mendapati sang istri terpana, Kris tersenyum miring. Merasa usahanya dalam mengelola bentuk tubuh tak sia-sia.

"Suka?" Kris bertanya—sekedar iseng sebenarnya. Tapi entah kenapa justru pertanyaan itu membuat kedua pipi Zi Tao merona sampai ke telinga.

Zi Tao mengangguk kecil. Sambil menutup mukanya menggunakan tangannya yang terkepal. Memasang ekspresi malu-malu.

Kris mendorong tubuhnya mendekati Zi Tao yang masih berbaring. Kedua tangannya berada di sisi kanan-kiri tubuh Zi Tao. Posisinya seperti ia hendak melakukan push-up. Tapi tentu saja kegiatan mereka selanjutnya akan lebih dari sekedar push-up biasa bukan?

Satu tangan Kris kemudian terulur maju, menyentuh dagu Zi Tao—menariknya pelan. Menyebabkan belah persik milik istrinya itu terbuka separuh.

Zi Tao belum sempat mengeluarkan kata-kata apapun karena Kris sudah terlebih dahulu membungkam bibirnya dengan kecupan hangat. Zi Tao mendesah tertahan, sementara tangannya tanpa sadar sudah merayap ke atas bahu Kris yang telanjang. Meremas kulit langsat pemilik rambut pirang itu. Bahkan tak segan untuk mencakarnya sewaktu lidah Kris mendobrak masuk ke dalam mulutnya.

Kris memejamkan mata. Ia ikut meremas kain beludru berwarna ungu gelap itu kuat—membuatnya tak berbentuk. Ciuman Zi Tao menjadi hal yang disukainya sekarang ini. Rasa bibir itu semanis madu. Dan kalau sehari saja Kris tak merasakannya, mungkin Kris akan sekarat. Layu, bak bunga yang tak pernah terkena siraman air dalam sewindu. Wajar saja, sebab, baginya bibir Zi Tao sudah seperti candu.

"Hhh—cheona.."

Kris mendengar Zi Tao bergumam pelan saat ciuman mereka terlepas. Lelaki itu mengelus pipi Zi Tao yang sewarna dengan tomat. Ia tersenyum ketika mendapati manik hitam si pemuda raven itu setengah terpejam. "Yes, my lord?"

Zi Tao tersenyum manis, lalu mengalungkan kedua tangannya melingkari leher jenjang Kris. Menarik tubuh suaminya. Kemudian berbisik lirih.

"Do me, again." ujar Zi Tao, mengundang Kris untuk mendekap tubuhnya sampai fajar menjelang.

Kris terkesiap. Iris auburn-nya melebar. Bisikan Zi Tao barusan membuat jantungnya berdegup tak teratur. Dan darahnya sontak berdesir tak karuan.

"Kau yakin?" Kris bertanya retoris. Membuat Zi Tao yang berada di bawah tubuhnya memutar bola mata bosan. Ia nyaris mencubit perut Kris, namun batal karena Kris sudah mengetahui pergerakan tangannya yang hendak berpindah. Dan membuatnya tetap berada di tempat.

Zi Tao mendengus, dan memberanikan diri untuk menggigit dagu lancip Kris lembut. "Kalau anda tidak mau. Biar saya yang melakukannya sendiri." ancamnya. Dan melotot saat memandang suaminya.

Kris menyeringai. Bukannya merasa takut. Wajahnya justru berbinar senang. Ia lalu memajukan wajahnya, menghampiri cuping telinga Zi Tao yang berkedut.

"Ide bagus." bisiknya maut. Sukses menyebabkan Zi Tao meneguk ludah. Menyesali kata-katanya sendiri.

"Kalau begitu kau yang di atas, my sweet Peach."

.

::

.

Ketika Kris mengatakan bahwa Zi Tao boleh berada di atas. Ia tidak menyangka jika keadaannya akan seperti ini; Zi Tao duduk di pangkuan Kris dengan kondisi mata tertutup—sebab Kris menutupnya menggunakan selembar dasi. Tangan kirinya dicengkeram kuat oleh Kris. Terpenjara. Sementara tangan kanannya sedang mempersiapkan diri di belakang sana. Memberi lubrikasi ala kadarnya.

"Ahh.." Zi Tao nyaris limbung—menghantam dada bidang Kris. Tepat saat telunjuknya melesak masuk. Melebarkan lubang sempit yang berada di tengah-tengah pantat sintalnya.

"Kris—ahh.." Zi Tao mengerang. Cukup keras. Tanda jika jari kedua sudah menyusul.

Kris tersenyum. Tubuh Zi Tao yang menggeliat di depannya sangat menggoda. Tangannya yang bebas bergerak maju. Merayap pelan. Hingga akhirnya meraih kesejatian Zi Tao yang menjulang.

Tubuh Zi Tao tersentak. Bibirnya sampai mengeluarkan suara seperti sedang tersedak. Zi Tao melolong panjang. Bersamaan dengan jemari dingin Kris yang memberi pijatan pelan pada vitalnya. Napas pemuda berambut gagak itu terengah—awalnya pendek-pendek, lalu ganti menderu. Sementara wajahnya sudah pasti sangat merah.

Keringat datang membanjiri di tubuh keduanya meski suasana petang itu amatlah dingin. Kris mengeratkan genggamannya pada jemari Zi Tao ketika pemuda pemilik kantung mata bak panda itu mengejang kuat di atas tubuhnya. Zi Tao terlonjak beberapa kali. Kesejatiannya meledak. Memunculkan buih putih yang mengalir keluar. Membasahi tubuh Kris.

Zi Tao membuang napas lega. Ia lalu jatuh bersandar ke atas dada Kris. Melepaskan tangannya yang digenggam pria itu, dan mengeluarkan yang satunya dari bawah sana. Zi Tao menarik penutup mata yang dipakainya, dan mulai membiasakan diri dengan cahaya di sekitarnya.

"Capek.." desahnya kelelahan. Ia tak mengira jika melakukan sendiri letihnya luar biasa.

Kris mengoyak surai hitam Zi Tao yang mencuat-cuat. Dan terkekeh kecil mendengar penuturan istrinya itu. "You've done good.. Aku akan senang kalau kau mau diajak bereksperimen terus seperti ini." katanya, membuat Zi Tao berdecak sebal.

"Dan aku heran kenapa kau selalu memintanya saat sedang sakit seperti ini. Terakhir kali kau memintanya usai kepalamu ditendang oleh Snow White. Apa kau seorang masokis?"

Zi Tao mendongak, lalu mendelik dan mengerucutkan bibir.

"Mesum!" pekiknya tak terima, sambil mencubit pinggang Kris kuat-kuat. Namun setelahnya ia merangkak sedikit. Memposisikan wajahnya tepat di depan wajah Kris. "Salah anda karena sudah membuat saya gila." lalu mencium lembut bibir tebal lelaki pirang tersebut.

"Biarkan saya yang bekerja." kata Zi Tao lagi. Mendesis seperti ular.

Sementara tangannya diam-diam bergerak pelan. Meraih kejantanan Kris yang setengah tegang. Dan menghujamkannya tepat ke dalam anusnya sendiri.

.

::

.

Kris membuka matanya secara perlahan—beradaptasi dengan sinar mentari yang menerobos masuk melalui celah jendela. Menandakan sang raja siang sudah terbit sejak tadi. Dan kini tengah menduduki singgasana di atas cakrawala. Menyerukan perintah kepada seluruh penduduk bumi untuk segera bangun dan menikmati pagi.

Kris mengerang. Menggeliatkan tubuhnya. Ia lalu bangkit duduk, dan memijat lehernya yang terasa pegal. Pemuda pirang itu menggerak-gerakkan tangannya yang kebas. Efek karena dijadikan bantal semalaman.

Sang pangeran tertua sontak membalikkan tubuhnya. Mendapati seorang pemuda bersurai hitam masih tertidur pulas di balik selimutnya. Mendengkur halus. Masih terbuai di dalam mimpi.

"Saya mencintai anda.. melebihi apapun di dunia ini." Kris tersenyum kecil kala mengingat kata-kata yang diucapkan pemuda yang menemani tidurnya semalam, sesaat sebelum pemuda itu tenggelam oleh rasa kantuk yang teramat sangat.

Kris menyorongkan wajahnya. Bibirnya merangsek tanpa suara. Dan dikecupnya lengkung kembar orang terkasihnya secara lembut dan lama.

Remaja laki-laki itu menggumam pelan, tapi tak segera membuka mata. Ia kembali bernapas dengan teratur dan jatuh tertidur. Sepertinya ia benar-benar kelelahan karena semalam sudah bekerja lembur.

Kris tersenyum lagi.

Melihat pemuda pemilik manik obsidian yang bisa tidur dengan nyenyak pada akhirnya itu. Rasa lelahnya menguap. Hilang dan tak terasa.

Dia cintanya. Huang Zi Tao. Yang telah Kris sunting untuk menjadi istrinya.

.

::

THE END

::

.

(A/N):

Hello, it's me. I was wondering if after all these year—akhirnya aku bisa menyelesaikan fanfic multichapter pertama aku. Yey! *berhenti nyanyi karena udah ga hafal liriknya lagi—hihihi*

Akhirnya, setelah tiga tahun punya utang, bisa dilunasin juga meskipun nyicilnya lama banget. Huhu *cries*. Btw aku bikinnya abis nonton MV terbaru EXO yang 'Lotto'. Hayoo, udah pada lihat belum? Goyangannya Sehun maut abezz. Mau dong ikut goyang. Di atas ranjang juga boleh~ *hush* *mba tobat plis* *dirajam*

Aku ga bisa bilang apa-apa lagi nih buat kalian. Intinya aku sih bahagia banget—obviously. Bisa ngelarin Royal Fiance versi KrisTao ini. Huhuhu *cries again*. Terima kasih buat semua pihak yang mendukung saya selama ini. Buat temen-temen se-geng, se-grup, yang masih bertahan sampai sekarang biar kapal kesayang sudah karam. Dan terus berimajinasi meskipun tiada asupan. Thankies berat gays. Muah!

Dan ngeliat hubungan KrisTao selama ini tuh bikin aku mikir gini: "True love never exist my dear, I knew it, but please don't stop dreaming. Keep calm. Stay fabulous. And love KrisTao with your own style."—BAHASAKU UDAH KEREN BANGET GA SIH!?

And good news for you gays. Aku mutusin buat ga bakal hiatus di FFn loh—which mean is, aku masih bakal ngaplod cerita di sini biarpun idenya suka ngadat, ilang, dan buyar. Soalnya, kalo dipikir-pikir, FFn ini tuh kaya semacam jembatan pertama aku buat berkarya dalam dunia tulis menulis. Kesannya aku tuh kaya jahat banget kalo ninggalin dia buat stay di situs lain. Aku berasa oom-oom jahat yang ninggalin selingkuhannya demi untuk menginap di rumah istri simpenannya (T_T) *apasih*. Jadi yah, tolong jangan bosen ya sama kehadiran gue disini *melas*

Oke! Sesuai janji aku di chapter sebelumnya, aku bakal jawab semua pertanyaan kalian buat aku ya. Itung-itung buat bales review juga, kay~ Cekidot.

.

.

.

[Nagi – kamu apanya peliharaan Voldemort, mba?] LuLay ngebit-piip-chy banget disini? Hahahaha, biar ada sensasinya.

[Maple Fujoshi] Ada HunHan ga? Kok lebih suka SuDO ketimbang SuLay? Kenapa ChanBaek berhenti sampe sini nyeseknya? Ada, nyempil doang tapi. Ah, itu cuma masalah selera. ChanBaek, biarkan mereka bahagia juga *senyum takzim*.

[Skylar Otsu – yang ga mau dikatain cebol biar kenyataannya begitu] Chapter 13 tamat? Sebel sama LuLayKris. Sakit hati! Ya tamat dong. Kan udah END. Kecuali kalau mau ada Spin-OFF, review harus lebih dari seribu. Hahaha~ Sakit hati? Aku obatin mau?

[ajib4ff – terima kasih kembali, sehat terus buat kamu juga, i love you (btw dia reviewer dan readers paling baik buat gue karena selalu mendoakan authornya, muah buat kamu say)] LayHan akting doang kan? Kris pengen tau seberapa besar berartinya dia buat Tao kan? Saya sudah menjawabnya di cerita sayaang.

[nik4nik, ziyyantsa00] Thankies

[xxdraak] Kak, Dio sebenernya mihak siapa? CaBe kapan nyusul nikah? Dio mihak yang benar dong dek. Kapan? Mungkin nanti setelah aku nikah dulu *woiy*

[celindazifan] Saking sebelnya sama Lay sampe pengen nenggelim dia di sungai buaya tadi! LALU BAGAIMANA DENGAN NASIB BAYI YANG AKU KANDUNG NAK!?

[Aiko Vallery] Thankies

[dillahKTS90] Lay pengen nyatuin Kris sama Luhan? Terus Tao gimana? Engga dong. Dia kan cuma iseng aja ama Tao. Tao-nya sekarang hidup bahagia selama-lamanya.

[winter park chanchan] Tao ngenes amat, udah dibikin cemburu Luhan, dilabrak sama Lay. Apdetnya lama banget sih thor—nda? Ibarat pepatah, berakit rakit ke hulu, berenang renang ke tepian. Bersakit sakit dahulu, berena ena di ranjang kemudian—engga. Saya apdet lama karena baru saja pulang bersemedi di puncak kilimanjaro terus kebablasan hibernasi. Mohon maaf.

[lanarava6223] Ngeselin Lay-nya, mungkin dia pikir Kris harus sama Luhan. Kris juga kenapa begitu? Ha-ha-ha-ha, gemes kan? Gemes kan? Maaf karena sudah mematahkan deduksi anda.

[taolinna6824] Thankies

[LVenge] Kok jadi ngeraguin cintanya Kris ya? Bener bukan karena terpaksa sama perjodohan? Engga. Dia cinta Tao kok nak. We knew it rite? *delusi*

[Houran Wu] Kenapa Luhan jahat? Kenapa Lay jahat? Kenapa aku jahat? Kalo ini tamat masih bikin FF KrisTao ga thor—nda? Takdir. Takdir. Tak—nasib. Bikin dong. Kalo ada ide tapi. Hihihihi.

[LRS34] Si Tao bisa hamil? Bisa, nanti aku yang ngehamilin. Si Lay cemburu apa gimana? Dia cuma iseng kok. Udah mau END? Yup, udah. Authornya cowok ya? Aku cewek kok. Tapi aku ganteng banget. Ukeku banyak. Posisi seme sejati. Dan aku lebih suka dipanggil oom. Gender is doesn't matter ma darling~

[beautyq] Thankies. Btw namaku bukan 'Armin'. Armin itu waifu aku. Kamu panggil aja aku Nda. Atau, oom juga boleh. Muah.

[BabyMingA – salah satu kandidat uke terkuat buat gue *smirk*] Deduksimu udah ngalahin tebakannya Sherlock Holmes aja mik. Udah boboan sana.. *masuk kamar*

[via dwi ayuni] Thankies

[Yasota] Pengen ada flashback soal KrisTao kenapa kok bisa gitu. Kaya Kris yang dingin ke Tao gitu.. Cuss, buka chapter 1-5 ya cintaa. Hihihi~

[munakyumin137] Thor—nda, anime apa yang cocok di bulang puasa? Shokugeki no Souma. Atau, Prison School.. *saran sesat* Lay sama Dio boleh digorok? Boleh, mumpung sebentar lagi Idul Adha. Kris bener sayang Tao ga? Sayang. Pake banget.

[maiolinel] Bisa jelaskan karakter Lay? Lay di fanfiksi ini tuh sahabatnya Luhan dari kecil. Dia udah kaya diadopsi gitu sama keluarganya Luhan. Berhubung dari kecil udah deket banget, dia nganggep Luhan kaya sodara sendiri. Dia sayang sama Luhan dan ga pengen ada yang ngejahatin Luhan. Jadi waktu dia tahu pertunangan Kris sama Luhan dibatalkan, dia kaya ga terima gitu. Tapi aslinya dia baik kok. Dia cuma brocon gitu sama Luhan.

[baeluv] Sekuel plis! Review sampe seribu plis *ngelunjak* *ditampar*

[EXO12LOVE] Thankies

[TKsit – salah satu pihak yang membuat saya berpikir ulang saat ingin berhenti berkarya, thanks] Jangan pernah berhenti untuk menulis. Nope. And never darl. Muah.

[AYP] Emang Tao belum pernah ngomong cinta Kris? Cinta itu yang penting tindakan dan bukti nyata sayang. Bukan lewat kata-kata dan gombal rayuan semata.. *ea*

[guest] Jangan END dong.. Jujur rasanya pengen teriak, MBAHMU GA END? MBOK PIKIR DRIJIKU IKI OPO? tapi saya usahakan ada sekuel kalo review sampe seribu. Hihi..

[BaeXiBee, Zitao Jiejie, Guest, zizi] Thankies a lot lot lot

[denisarjuniawa] Kapan KT punya anak? Bisa MPREG? Bisa-bisa-bisa.. Seribu dulu.. hehe

[TaoZiFanfanFujo, rizkyyulian, sehunboo17, shintaelf, Ayumichi Aoi] Thankies semuanyaaa

[danactebh] Ada kopel selain KrisTao? Ada.. ChanBaek. SuhoDo, SiBum, HunHan. Biar cuma sekedar wacana doang.

[MyNameIsHuang – and I'm not a terrorist *beda woiy*] Saranghae nda~ Nado saranghae. Jadi uke-ku ya?

[kirukie, Leethakim, BangMinKi] Thankies. Kalo udah balik bikin ff baru lagi? Diusahakan.. Lay iseng? Yapp.

[Huang Zi Layla] Sumpahnya serem dari disuruh tidur di luar sampe didoain mati.. Uke kalo cemburu kan gitu ayy. Horornya ngalahin Valak..

[whitechrysan] Luhan kasih pengganti lah~ Udah kok *lempar Sehun*

[Guest, Ill xxx, pranawuland, ayp, MinJ7, Niel, kiranylcy, Retnofujoshi] Thankies semuanya. Ini udah apdet chapter terakhirnya. Berhubung ini cerita boyslove jadi Taonya cowok. Ini cowoknya homo kabeh. Tenang aja. Sekali lagi thankies..

[chuacu, Uzumaki juju, airinrins, guest, Dewi YJKTS] Tolong buat yang mau nabok Lay ditunda dulu. Sayang pancinya btw—kompornya juga. Thankies sudah membaca dan memberi feedback. Semoga enjoy yaa. Calanghae calangtawon. Thankies muah.

[ZiziMRA28] Kok ga aplod di FB kalo udah lanjut? Biar surprise dong~ Hehe..

[Guest] MPREG kan? Kok banyak yang minta MPREG sih? Aku kan jadi gelisah gini.. huhuhu..

[dongjae970509, LRS34, gg, Dio's smile, RainbowSpringKT, saktwu] Thankies udah baca. Semoga suka. Tolong dukung saya terus yaa. Suara kalian suntikan semangat buat saya. Muah muah muah.

.

::

.

Terakhir.

Semisal kalian ada kesan dan pesan atau kritikan untuk chapter ini. Monggo, tuangkan di kotak review. Hujat saya. Puji saya. Hina saya. Elu-elu kan saya. Dipersilahkan.

Terus kalau ada yang protes kenapa lemonnya nanggung—plis mamen, gue dalam proses tobat menulis enceh. Hahahaha. Kalo baca manga yaoi mature R18 sih lanjut yaa. Tapi kalo nulis gue ga ada feel blas. So, sori sumimasen josonghamnida ya teman.. *ojigi*

Nah.

Oke.

Jadi.

Byeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee~~~

.

.

.

Sampai jumpa di sekuel Royal Fiance (kalau review nyampe seribu) yaa. Dadah! Muaaaaaaaaaaaaaaaah!

*kode keras minta direview banyak-banyak*

.

.

.

salam sayang dari oom paling ganteng sejagat.

autumnpanda