.

rainy hearT

.

~Proudly present~

.

.

ALL ABOUT ME

Side story dari

All About U

.

.

.

Cast : - Cho Kyuhyun

Lee Sungmin

-Choi Minho (Shinee)

Others Super Junior members

Pairing: KyuMin

Genre : Drama, romance, angst, etc

Length : ?

Rated : T

Disclaimer : KyuMin saling memiliki, Kyu Milik Sungmin, dan Sungmin milik Kyu _bersama dengan saya_ ^

Warning : YAOI / BL, GaJe, Typo(s), etc

.

.

.

Don't Like Don't Read

No Copas No Bash No Flame

.

.

.

Cho Kyuhyun POV

.

.

Dimulai dari saat anak itu datang. Mata besarnya sangat hangat, dan tampan. Dia benar-benar seperti tiruan dari pengusaha muda Choi yang meninggal karena kecelakaan pesawat tahun lalu.

Aku bukan anak kecil lagi, jadi jangan mengira aku tak tahu apapun. Aku tahu, appa menyukai bekas istri tuan Choi itu. Siapa yang tak akan jatuh cinta pada yeoja cantik yang malang?

Menjadi hyung dari seorang Choi Minho pun, bukan hal yang aku sesali. Dia anak yang baik dan hangat, bahkan sesekali aku merasa jika dia benar-benar adikku. Selalu menempel dan manja padaku. Meski tak jarang juga aku mengacuhkannya, tapi dia selalu bersinar. Tersenyum padaku.

Bukan aku tak menyukainya, hanya saja dia seperti kedua sisi tangan bagiku.

Aku adalah bagian putih yang selalu terlindung dari cahaya luar, dan dia adalah bagian hitam yang selalu saja menjadi tameng. Dia anak yang mandiri, dan appa menyukainya.

Aku namja yang bebas, yang melakukan apapun sesuai dengan keinginanku. Aku tak suka terikat.

Aku membiarkan Minho, lebih menguasai appaku. Aku juga tak menyesal karena aku tak dekat dengan Umma baruku. Aku tahu, Heechul... dia Umma yang baik. Hanya saja, aku lebih senang menjadi seorang yang bebas dan memulai semuanya sesuai dengan apa yang aku inginkan.

Aku tak menginginkan secuil pun kekayaan appaku membantuku. Aku bisa mandiri dan menikmati hidupku. Sebagai pemusik jalanan, menyanyi di cafe atau bahkan pelayan di toko. Aku belajar semuanya dari nol. Merasakan sulitnya mencari uang di kota yang padat ini.

Dan saat inilah pertama kali aku melihatnya, dan kurasa ini mungkin alasan terbaik yang aku miliki karena aku masih setia naik kereta meski harus berjalan atau bahkan berlari untuk melalui setiap hari dan pekerjaanku.

Aku melihat namja manis yang tengah duduk di kursi yang sedikit jauh dari platform kereta yang sedang kutunggu, dia mengganggu penglihatanku. Dia terlihat mengantuk. Aku tak yakin jika dia seorang namja sebelum aku melihatnya lebih teliti selama beberapa menit.

Musim dingin memang selalu membuat semua orang terlihat semakin manis, dengan penutup telinga dan juga topi kupluk lucu dengan telinga koala berwarna pink. Kulitnya cantik.

Tapi, seorang namja kurus yang terlalu enerjik itu mengganggu kesenanganku. Dengan seenaknya dia membangunkan namja manis yang sedari tadi menarikku untuk terus menerus menatapnya.

Ah... keretaku sudah datang.

"Kajja, Sungmin hyung. Kereta kita sudah datang. Eum, kuharap hari pertama kita akan menyenangkan. Kudengar, pemilik cafe dimana kita bekerja itu adalah putra keluarga Cho."

"Benarkah?"

Bagaimana aku tak mendengar mereka? Mereka bergosip tepat dibelakangku. Dan aku sangat senang karena kereta penuh sesak. Aku bisa merasakan punggungnya tepat berada di belakangku.

Dia wangi dan... hangat.

"Nde, Hyung. Tapi, dia putra dari pengusaha Choi. Namanya Choi Minho, dia teman Yesung hyung. Dan, dari yang kudengar dia sangat tampan. Mungkin saja dia akan menyukaimu nanti. Huwaaa! Aku tak sabar untuk mengenalkanmu pada..."

.

Bughh!

.

"Awwhhh!"

Sungguh aku tak sengaja. Aku hanya tak menyukai apa yang mereka bicarakan, aku hanya_

"Mianhe." Sial! Kenapa suaraku bisa sedingin ini? Aku tak bisa mengatur ekspresi wajahku sendiri.

Ingin sekali aku keluar dari kereta ini dan bersembunyi dimanapun tempat yang tak terlihat manusia. Aku tak sengaja memukulnya.

"Yah! Bisa tidak kau meletakkan kotak bodoh itu. Kau tahu, kereta ini sesak dan kau berhasil memukul kepala Hyungku dengan kotak biola bodohmu. Itu keras tahu!"

"Wookie-ah, sudahlah."

Aku hanya diam.

Akhirnya aku memutar posisi berdiriku hingga aku bertemu dengan kedua matanya. Entahlah, mungkin tanpa sadar aku tersenyum. Meski sahabatnya itu terus mengoceh memarahiku, tapi aku tak mendengarkan apapun.

"Sungmin Hyung! Kajja!"

Rasanya sangat berat saat dia harus segera keluar dari keretaku. Entahlah, aku tak tahu dan tak sadar. Aku mengikutinya.

"Cho Kyuhyun."

"Nde..."

Dia menatapku. Aku tahu aku lebih tinggi darinya dan itu malah membuatnya terlihat semakin manis saat ia mencoba melihat kearahku.

"Namaku Cho Kyuhyun."

Dia tersenyum.

"Kajja Hyung, kau mengganggu antrian."

"Ak-aku Sungmin. Lee Sungmin."

Aku melihat punggungnya. Semakin menjauh.

Aku tak tahu kenapa aku berdiri didepan gate seperti ini. Haruskah aku mengejarnya?

.

.

.

Dan aku baru sadar, jika aku mengikuti mereka. Terdampar didepan cafe yang aku tahu benar, ini memang milik Minho. Appa pernah mengajakku kesini saat dia membangunnya. Sejujurnya aku merasa menyesal, dan juga sedikit canggung.

Harusnya aku berada di gedung pertunjukkan seperti biasanya. Dan dengan bodohnya aku malah berdiri didepan cafe ini. Aku tak yakin jika aku ingin masuk kesana. Seharusnya aku berada di gedung pertunjukkan, dan bukan disini. Tapi, ugh... Minho. Kenapa dia harus menemukanku?

"Hyung, aku senang kau datang."

"Nde."

Aku tak bisa seperti Minho yang selalu tersenyum. Rasanya kaku sekali.

"Kukira kau akan melihat anak-anak itu malam ini, bukankah ini pertunjukkan pertama mereka?"

"Aku tahu."

Meski sedikit gelap, tapi aku bisa melihat perubahan wajah Minho. Aku tahu aku bersalah sekarang. Dia sudah berusaha menjadi orang baik dan selalu mendekatiku. Entahlah, sangat sulit untuk merubah wajahku agar tersenyum.

"Hyung, aku harap kau bisa disini. Kau tahu, yeah... bermain biola untukku. Aku sangat mengagumimu."

Minho menunjukkan senyumannya lagi. Dia benar-benar anak yang baik. "Hyung, kau tahu bukan_ aku sangat menyayangimu."

Hening.

Aku tahu, aku juga sangat menyayanginya. Menjadi anak tunggal bukanlah hal yang mudah. Terlebih saat kau menyadari jika alasan kau tak memiliki Umma adalah salahmu sendiri. Umma meninggal saat melahirkan aku.

Umma memaksakan kehamilannya dan lebih memilihku dari pada dirinya sendiri.

Dan aku sungguh tak bisa memberikan ekspresi apapun.

Aku melihat wajah Minho, dia sedikit seperti... terluka.

Huh... aku benci perasaan seperti ini. Sangat bersalah.

"Kajja..."

Entah sadar atau tidak, aku meraih tangannya dan menyeretnya masuk. Aku tak tahu apa yang aku lakukan. Hanya saja, aku ingin menurutinya. Aku ingin membahagiakannya.

"Gomawo, Hyungie...!"

Ugh... aku benci saat dia memelukku seperti ini.

Membuatku jadi ingin menangis.

'Mianhe, Minho-yah... '

.

.

.

.

"Selamat datang!"

Aku mendengar suara itu, teriakan cempreng dan ah... benar. Namja menyebalkan yang suka marah-marah. Dia benar-benar bekerja ditempat Minho.

Tapi, ada suara yang menggangguku. Suara lembut dan petikan gitar yang sangat hangat. Sangat pas dan romantis.

Aku terus menatapnya, menunggu mata kami bertemu. Cukup lama, sampai dia hampir menyelesaikan lagunya. Dia menatapku. Meski dia terus bernyanyi, tapi aku tahu wajahnya tersenyum.

"Kau memang hyung yang terbaik untukku. Kita bahkan memiliki ikatan, ya 'kan Hyung?"

Aku menoleh pada Minho yang entah sejak kapan berdiri disisiku.

"Aku menyukainya, bahkan sejak pertama aku melihatnya. Mungkin hanya tinggal pendekatan sedikit dan aku akan menyatakan perasaanku padanya."

.

.

.

Aku tak tahu harus bersikap seperti apa. Atau mungkin aku sudah terlalu terbiasa bersikap dingin dan acuh, jadi semuanya terasa mudah. Aku tak mau dia selalu mengatakan dia menyukaiku, yang mungkin kenyataannya dia hanya menyukai permainan musikku.

Aku juga terkadang membenci saat ia memuji kopi buatanku yang memang sengaja aku buatkan untuknya. Mungkin saja, dia hanya merasa tak enak padaku saat tahu aku dan Minho bersaudara.

Dan aku menyayangi Minho. Dia salah satu bagian terbaik dari hidupku. Jika dia tak ada, aku mungkin tak akan sebebas ini menjalani hidupku. Aku menyesal, saat usia mudanya dia harus sudah mengurus perusahaan appa dan dengan senang hati menggantikan aku. Melupakan impiannya sendiri untuk bisa membawa Korea menjadi juara dunia.

Aku tertawa pedih dalam hatiku.

Aku tak bisa menggenggamnya meski dia sudah berada di tanganku.

"Terima kasih Kyu, kau pasti menyanyikan lagu itu untukku. Iya 'kan?"

"Huh... tidak penting."

"Yah! Setidaknya kau memang tersenyum padaku. Ayo, mengakulah kalau kau menyukaiku."

Aku mengacuhkannya, padakal dia tepat berada disisiku dan terus menggangguku.

"Kyu, bukankah kau tahu perasaanku? Ayolah, mungkin kau hanya malu. Eh, atau karena aku bukan orang kaya jadi kau tak mau..."

"Bukan karena uang, Sungmin. Aku tak pernah mempermasalahkan itu."

"Eh, jadi benar kau juga menyukaiku. Ah... akhirnya." Dia tersenyum seperti orang bodoh. Aku tak tahu, harus memukulnya atau menciumnya.

"Terserah kau saja."

"Kalau begitu, aku milikmu dan kau milikku. Iya 'kan? Begitu bukan maksudmu? Ah... senangnya."

Aku hanya bisa menghela nafasku. Untung saja hari ini Minho tak sedang main ke cafe. Aku menghentikan langkahku dan memegang kedua sisi bahunya. Menatap ke kedua matanya.

Tuhan,

Neomu yeppeo...

"Sungmin..."

"Nde."

"Aku tid_"

"Sungmin hyung!"

.
Sial!

.

Setan kecil itu datang lagi dan langsung menyeret Sungmin. Namja itu, seharusnya ikut terbang ditelan salju kemarin malam. Menyebalkan sekali.

.

.

.

Entah mengapa, dia terus melakukannya. Ada atau tidak ada Minho. Aku tak enak.

Aku bisa melihat perasaan Minho, aku tahu dia sakit hati. Dasar bodoh!

Aku mendekati Sungmin, ini sudah cukup dan dia tak akan melakukan ini lagi. Padaku ataupun Minho. Mungkin ini saatnya, aku harus berhenti memberikan harapan padanya.

"Berikan padaku."

"Tapi_"

"Kau tak punya hak untuk merekamnya. Jangan membuatku marah."

Aku mengambil kamera miliknya dan mengeluarkan memori didalamnya. Mengambil memori itu dan memberikan kembali kamera ke pemiliknya.

Aku menutup mataku, aku tak melihatnya. Aku tak ingin melihat kesedihan Sungmin. Ini sudah cukup. "Berhenti menguntitku dan merekap pertinjukanku. Kau tak berhak melakukannya, Lee Sungmin-ssi!"

Aku bisa melihat wajah terkejut Minho, tapi aku ingin menjadi buta. Aku tak ingin melihatnya menangis. Aku tahu dia menangis, dan aku tahu mulai saat ini aku hanya akan menjadi kesedihan untuknya dan Minho adalah kebahagiaannya.

.

.

.

Apa yang terjadi sama sekali tak sama dengan apa yang kuharapkan.

Aku tak bisa menjauhkannya dariku, dan aku tak ingin menjauh. Aku juga tak ingin dia pergi dan memperhatikan Minho. Aku tahu, ini adalah hal bodoh seperti memperebutkan seboah kotak kosong tanpa isi apapun itu.

Kami semua, sama-sama sakit.

Dan aku tak ingin terlihat terluka. Hanya diam dan mengacuhkannya. Tapi, sama sekali aku tak berharap dia menjauh dan bahkan bersama dengan Minho. Aku tak ingin mengalah pada Minho, aku hanya tak ingin seperti ini.

Lelah...

.

.

.

"Sungmin hyung..."

Aku sungguh tak ingin tahu, apa yang akan ia katakan. Aku sudah cukup menutup diri dan kurasa aku sudah lelah. Aku akan menyerah, aku harus memaksakannya. Tapi saat aku melihat Minho, dengan senyuman bodohnya dan tangannya tengah menarik Sungmin dalam pelukannya_

Aku membenci keduanya, aku membenci Sungmin. Aku membenci diriku sendiri, kenapa seperti ini?

.

.

Dan saat aku tahu jika mereka tak bersama, entahlah aku tak tahu harus bersikap apa. Mungkin aku orang yang jahat karena aku tersenyum saat menepuk bahu Minho dan menenangkannya. Dia tak pernah sesedih ini saat dia tak diterima. Aku tahu, Sungmin akan terus melihatku. Itu sudah dituliskan dalam takdir, dan meski aku tak tahu entah sampai kapan aku akan siap tapi satu saat nanti aku akan menciumnya dan memintanya menjadi milikku.

.

.

Aku melihatnya di kejauhan.

Dia keluar dari tempat Minho, mencoba melarikan diri. Aku benar-benar benci saat makhluk kecil kurus itu terus saja mendikte apa yang harus dilakukan Sungmin. Dia pula yang membujuk Sungmin untuk pergi dan akhirnya aku harus bersusah payah melamar kerja sebagai pelayan di cake shop yang sama sekali tak ada dalam daftar pekerjaanku.

Meski aku senang, karena Lee Ahjumma sangat ramah dan baik padaku. Bahkan membiarkan aku tinggal dirumahnya , karena memang jarak cake shop ini dari apartemenku cukup jauh.

Aku melihat Sungmin dari kejauhan.

Aku senang bisa melihatnya tersenyum lagi.

"Kyu..."

"Ah..."Aku melamun. "Mianhe, aku..."

"Sudahlah."

Lee Ahjumma tersenyum. "Mungkin kita bisa minta bantuan Sungmin untuk hari ini. Sesekali kau harus mengajaknya bicara. Tak baik menyimpan perasaan terlalu lama."

"Aku tidak menyukainya."

"Eum, benarkah?"

Ahjumma itu terkadang bersikap genit. Bahkan dia mengedipkan matanya padaku. Benar-benar konyol.

Aku kembali melihat keluar. Mungkin hari ini.

Tidak, harus hari ini.

"Kyu, aku sudah menyuruhnya kesini. Kurasa kalian bisa memiliki waktu sebentar. Sebaiknya kau berusaha mengajaknya bicara."

"Ahjumma,kau terlalu berlebihan."

"Aku tahu, dan apa kau lupa aku juga pernah muda."

Lagi-lagi dia mengedipkan matanya padaku. Aku melihat Sungmin berjalan ke arahku. Dia terlihat cantik dengan bungan yang memenuhi kedua tangannya.

Satu hari nanti, kau akan datang padaku dengan pakaian putih dan juga bunga mawar yang cantik. Dan aku, akan mengulurkan tanganku dan menyambutmu.

.

.

END

.

.

Aku tahu, bahasaku aneh...

Ga tahu kenapa, mungkin gegara kebanyakan belajar. Ah... buat yang nunggu NSFC, mianhe masih buntu nih...

Love you...

Chu 3