[ 0. prologue ]
Sempurna merupakan perbendaharaan kata Kise Ryouta sehari-harinya. Selain karena dia dituntut untuk menjadi seperti itu, ia juga memiliki bakat tersebut. Pemuda itu, lain dengan yang lain, tak perlu bersusah payah dalam meraih ambisinya.
Jika semua orang menyebutnya anugerah, Kise menganggap sebaliknya—itu adalah kutukan.
Tentu saja ia tak pernah menyatakannya secara verbal. Kening semua orang akan mengernyit mendengar pernyataan pesimistis dari bibir seorang pemuda yang kelewat ceria bernama Kise Ryouta. Ya, mereka memang baru melihat kulitnya. Kise adalah makhluk yang jauh lebih rumit dari itu.
Kise berkata demikian bukan tanpa alasan. Ia adalah orang yang logis dan rasional, walaupun tak begitu teraplikasikan dalam pendidikannya. Kise amat tahu bahwa keunggulannya tersebut datang bersama dengan kerugian. Dengan kesempurnaan mutlak, tak pelak banyak iri dengki tertuju padanya.
Kise tidak buta; ia dapat melihat bahwa setiap ia berjalan, akan ada beberapa pasang mata menatapnya sengit.
Kise tidak tuli; ia dapat mendengar bahwa setiap ia berlalu, akan ada beberapa mulut yang berbisik tak enak tentangnya.
Kise tidak kebal; ia dapat merasakan bahwa setiap lewat, akan ada beberapa orang nekat yang mencoba mencelakainya.
Kise sadar akan semua itu. Ia hanya mengenakan topengnya terlalu baik. Ia tersenyum saat ia harusnya menangis. Ia tertawa saat ia harusnya menjerit. Ia bersabar saat ia harusnya frustrasi. Kadang Kise sendiri bertanya-tanya berapa banyak topeng yang ia miliki dalam dirinya. Akan tetapi terkadang Kise sendiri lebih tidak peduli dari siapa pun. Ini hidupnya; ia ingin hidup seribu tahun juga pilihannya. Walau tidak—Kise lebih memilih mati dibandingkan hidup seribu tahun dalam penderitaan.
Yah, pikir Kise, asalkan orang-orang itu tidak berniat jahat, sepertinya tak akan terjadi apa-apa.
Sayangnya, dunia tak berotasi senaif yang Kise kira. Ia akan segera mempelajari ini; sayangnya, dengan cara yang kasar.
Fandom: Kuroko no Basuke/Kuroko no Basket
Author: Shana Nakazawa
Chapter: 1/?
Jumlah kata: 2.045 kata
Summary: Kise Ryouta adalah boneka. Ia digerakkan oleh hal yang membesarkan namanya, dan ia juga dijatuhkan karenanya. Di saat dunia tak berpihak padanya dan Kise merasa telah muak, malaikat pun datang menolong. Pertanyaannya: dapatkah?
Warning: (possibly) OOC. AU. Disturbing materials; usage of children, bullying—both cyber and RL, rape/non-con, self-harm. GoM/Kise, dominant AoKise.
Note: Dipersembahkan sebagai karya NaNoWriMo. Dipersembahkan sebagai salah satu entri challenge "Pestisida Untuk Hama: 21 fanfict 21 genre" oleh Hama Hitam; genre hurt/comfort.
Disclaimer: Kuroko no Basuke/Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi. Cover © Zitronenkirsche [zerochan #1292621]. Tidak ada keuntungan materil yang diperoleh dari membuat ataupun mempublikasikan fanfiksi ini. Fanfiksi ini dibuat hanya berdasarkan tujuan kepuasan pribadi.
.
.
.
Winter in Disguise
[ i. beginning ]
"Menghadap ke kamera, Kise-kun. Angkat dagunya lagi sedikit. Senyum, ya," perintah seorang fotografer dengan kamera profesional di tangan. Terdengar bunyi klik-klik khas kamera memotret objek.
Lensa kamera itu berubah-ubah mencari fokus yang tepat. Di saat layarnya menangkap senyum sejuta yen milik Kise terpampang tanpa keraguan, fotografer itu langsung mengabadikannya.
"Ya, dengan begitu pemotretan ini selesai. Kerja yang bagus, semuanya!" seru sang fotografer. Ia bangkit dan memeriksa hasil jepretannya.
"Aaah, lelahnya," keluh Kise sambil meregangkan otot-otot tubuhnya. Ia meringis saat mendengar kertak tulangnya sendiri.
"Kerja bagus, Ryou-chan. Mau minum?"
Kise menoleh dan mendapati sebotol cairan isotonik disodorkan padanya oleh tak lain manajer sekaligus kakaknya sendiri. Wanita itu tersenyum padanya, tampak puas dengan kinerjanya di sesi pemotretan dan Kise amat bersyukur karenanya. Ia selalu mendapat perasaan tidak enak jika mengecewakan siapa pun.
"Baiklah, Ryou-chan, minum yang banyak. Jangan sampai kelelahan. Besok jadwalmu ketat. Ada pemotretan dan wawancara untuk Zunon dan pemotretan untuk katalog musim panas Suzuki-san, lalu akan ada makan malam dengan direktur Blanc Inc. Siap?" jelas kakaknya sambil memegangi map jadwal Kise.
Pemuda berambut pirang itu mengesah sebelum meneguk minuman isotonik itu lagi. Ia lelah sekali, jujur saja, namun ia tak dapat mengatakan itu pada kakaknya. Kise mengakui bahwa ia menjadi pilar keluarganya. Kebutuhan hidupnya memang tak berubah hedonistis, namun dia tak dapat mengelak bahwa kebutuhannya semakin bertambah kualitasnya setelah ia didaulat menjadi model terkenal.
Kadang Kise berharap ia tak pernah bertabrakan dengan dunia modeling. Menjadi pemuda biasa terdengar menggiurkan setelah Kise merasakan asam garam dunia berjuta gemerlap ini.
"Ryou-chan, hari ini mau pulang atau istirahat di apartemen?" tanya kakaknya lagi.
Kise menoleh dan memberikan senyum klasiknya. "Di apartemen saja, Nee-chan. Aku pulang dulu, ya. Selamat malam," katanya.
"Baiklah, hati-hati di jalan, Ryou-chan!" ujar kakaknya sambil menatap kepergian adiknya tersayang. Senyumnya memudar saat sosok adiknya telah hilang seutuhnya. Ia juga lelah sekali, karena itu ia menolak dengan halus tawaran minum di bar sebelah dan bergegas pulang untuk merebahkan diri di kasurnya.
Kise berjalan sendirian di jalanan yang agak sepi. Pemuda berambut pirang itu memang sengaja memilih jalan pintas yang tak banyak dilalui orang. Ia tak mau mengambil risiko bertemu penggemar dan perjalanannya terhambat. Ia juga memiliki hasrat kuat untuk segera beristirahat malam ini.
Suara orkestra malam memainkan rapsodi, membuai telinga Kise. Matanya mengerjap sayu. Belaian angin malam menggodanya untuk segera tidur tanpa peduli tempat, namun akal sehat menamparnya kembali ke kesadaran. Kise menggeleng dan mempercepat langkahnya.
Suara kersak di belakangnya membuat Kise menoleh dengan cepat. Ia tak ingin berprasangka yang tidak-tidak, namun pikiran-pikiran buruk melintas silih berganti dengan cepat di kepalanya. Mulai dari pikiran mengenai makhluk-makhluk dari alam astral hingga mengenai penguntit gila yang sering mengincar idola-idola muda; Kise merinding karenanya.
Matanya memancarkan kewaspadaan yang berusaha melindungi ketakutannya. Akhirnya tubuhnya merileks setelah menyadari bahwa yang menimbulkan bunyi tadi hanyalah kucing yang menatapnya tajam sebelum melesat pergi.
"Membuat paranoid saja …," gumam Kise dalam kelegaan yang tak dapat terelakkan. Matanya lalu mengikuti arah sang kucing pergi dan menemukan dirinya menatap sebuah lapangan yang diterangi lampu jalanan yang berkedip-kedip sekarat.
Kise menelusuri pagar kawat yang ditumbuhi belukar di sana-sini dengan jarinya yang halus. Tangannya menggenggam kawat dengan erat saat melihat ring yang menjulang tinggi bagai singgasana raja dan bola basket yang tergeletak damai di sisinya.
"Basket … ya?"
Kise menahan napas. Sudah berapa lama ia tidak bercengkerama dengan olahraga itu? Rasanya bagaikan sudah ratusan tahun. Dulu ia adalah penggemar permainan itu, juga beberapa permainan olahraga lain yang wajar digemari anak-anak seusianya.
Walau begitu, Kise adalah anak yang spesial. Ia memiliki kemampuan untuk meniru dengan persis permainan yang baru ia saksikan. Ini menjadikannya seorang atlet yang andal. Bahkan sebenarnya Kise sudah merencanakan untuk menekuni bidang olahraga, jika saja hidup tak menuntutnya untuk menentukan prioritas.
Pikiran Kise lepas ke masa di mana ia adalah seorang anak polos yang menggemari basket. Ia adalah pemain yang hebat, dan ada beberapa anak yang tak suka dengannya. Lingkaran kebencian terhadapnya menyebar dan membesar, menyisakan Kise seorang diri. Sendirian, kebingungan dan dikhianati, Kise kecil dipaksa untuk bersikap dewasa sebelum waktunya.
Seiring waktu berjalan, modeling menyita waktunya dan memaksanya untuk menjadi atensi utama. Segalanya ia tinggalkan. Kise menciptakan topeng-topengnya sendiri yang ia pasang tergantung keadaan.
Terkadang Kise ingin bertanya; apakah menyenangkan menjadi orang yang memanipulasi diri sendiri?
Kise memalingkan wajah dengan berat hati dan melanjutkan perjalanannya. Ia menatap langit yang gelap. Desah lolos dari bibirnya. "Dasar orang kota. Jika tak ada polusi, bintang di Tokyo pasti indah sekali," gumamnya.
Ia mengalihkan perhatiannya dari langit ke arah jalan. Tangannya bergerak menyampirkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga karena dianggapnya mengganggu penglihatannya. Tubuh Kise menjadi santai setelah menyadari bahwa apartemennya hanya berjarak beberapa blok lagi, cukup dekat.
Untungnya selama perjalanan Kise tak mengalami gangguan berarti. Model itu memang tak berharap yang aneh-aneh, dan mungkin takdir bergulir sesuai ekspektasi sang pemilik.
Kise membuka pintu apartemennya dan menguncinya kembali. Lampu ia nyalakan sejenak untuk meletakkan barang-barangnya dengan teratur—kakaknya akan berkunjung besok dan jika apartemennya berantakan maka kepala taruhannya—sebelum ia matikan kembali. Setelah berganti pakaian dan memastikan bahwa segalanya ada dalam tempatnya, Kise melangkah ke kamarnya.
Derit pintu disertai bunyi debam pelan mewarnai kamar yang sepi. Kise terlalu lelah untuk peduli. Ia berguling dan menarik selimut, menunggu mimpi menariknya lembut. Tak lama, sang pemuda tampan sudah terbuai dalam bunga tidur.
"Kise Ryouta-kun?" tanya seorang gadis yang berdiri di belakang Kise. Kise menghentikan kegiatannya melipat jasnya dan menoleh.
"Ya? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Kise. Ia meletakkan jas di sofa beludru dan menghadap sang penanya.
"Ah, namaku Karasawa Mayumi. Salam kenal!" seru sang gadis dengan gugup. Ia membungkuk dalam dengan wajah yang merona, membuat Kise salah tingkah.
"A-ah, salam kenal juga. Eh, kau adalah … Mayuyu dari Loli Machine itu 'kan?" tanya Kise setelah otaknya menemukan koneksi antara wajah gadis di hadapannya dengan memorinya.
Mata gadis itu bercahaya—metaforis, tentu saja. Ia tersenyum lebar. "Ya! Wah, ternyata Kise-kun mengenaliku, aku senang sekali! Kise-kun adalah idolaku!"
Kise menggaruk kepalanya dengan canggung. Ia memang memiliki banyak penggemar, namun termasuk ke lingkup sesama artis? Pemuda itu tak pernah bermimpi.
"Eh, terima kasih banyak. Aku tersanjung. Aku juga sangat suka Loli Machine. Mayuyu-san sangat menarik dan energik," puji Kise sambil tersenyum.
"Ah, Kise-kun ini bisa saja," gumamnya sambil tersipu-sipu.
Mereka berdua terlibat konversasi yang cukup menarik minat hingga tiga orang gadis datang mendekat.
"Mayuyu, kau bicara dengan sia—eh, ini Kise Ryouta yang model itu!?"
Kise menatap gadis di hadapannya yang mengenakan kacamata. Ia mengenalinya sebagai anggota Loli Machine, idol group baru garapan Blanc Inc.
"Salam kenal," sapa Kise sambil membungkuk.
"Ah, salam kenal juga," balas gadis tadi.
Kise pun berbicara dengan keempat gadis yang baru ditemuinya. Mereka tampaknya cukup tertarik dengan seluk beluk hidupnya. Kise ingin memutar mata; hidupnya tidak semenakjubkan itu. Ia bangun, pergi ke sekolah, bekerja, dan kembali tidur. Keempat gadis itu juga melakukan aktivitas yang sama sebagai artis. Namun sepertinya para anggota Loli Machine tersebut tak setuju.
"Wah, pasti berat ya, jadi Kise-kun. Kami saja yang idol group, jadwalnya tidak segila milik Kise-kun," komentar gadis dengan rambut hitam—Kou Mizumi.
"Kou-san ini berlebihan. Aku yakin Loli Machine pasti lebih sibuk. Kalian 'kan sedang naik daun," komentar Kise, mengundang tawa dari gadis-gadis di hadapannya.
"Tidak juga, Kise-kun. Kami ini idol group baru, jadi tawaran masih belum mengalir. Apalagi saingan kami banyak. Idol group dan girlband 'kan sedang marak sekali," kata gadis berkacamata—Koizumi Haruka.
"Benar sekali. Kami ini masih sangat pemula dibandingkan yang lain. Oh ya, omong-omong, Kise-kun sejak usia berapa menekuni karier modeling?" Ryuzaki Rin, pemimpin Loli Machine, menimpali.
"Um, aku kenal modeling sejak umur tiga tahun karena sering ikut beberapa lomba dan pernah muncul di beberapa majalah, lalu setelah masuk SD aku berhenti. Namun setelah SMP aku kembali ke dunia modeling karena ajakan keluarga," jawab Kise sambil mengingat-ingat.
"Eh!? Tiga tahun!? Wah, Kise-kun pasti profesional sekali!" sahut para gadis itu. Mereka terlihat terkejut, dan tak dapat dipungkiri bahwa kekaguman mereka pada sosok Kise semakin berlipat ganda.
Kise hanya tersenyum. "Tidak juga. Aku masih harus belajar banyak. Kemampuanku ini sangat rendah dibandingkan model-model senior lain," katanya lalu tertawa.
"Eh, apa Kise-kun tidak bosan atau lelah? Aku saja yang baru bergabung tiga bulan bersama Loli Machine kadang kelelahan karena pertunjukan. Sedangkan Kise-kun lebih sibuk daripada Loli Machine," ucap Kou Mizumi.
Ah, pertanyaan ini, Kise membatin demikian.
"Yah, aku tidak mungkin bohong, pasti ada saatnya aku jenuh. Lagipula menjadi model itu tidak selamanya menyenangkan, kalian juga pasti pernah merasakannya. Kalau saat seperti itu, aku biasanya pulang dan istirahat. Setelahnya perasaanku menjadi lebih baik," jawab Kise. Ia tidak sepenuhnya berkata jujur, sebenarnya. Biasanya perasaannya memang membaik, namun juga memberi efek sakit hati berkepanjangan yang ia telantarkan begitu saja.
"Eh, simpel sekali. Kalau aku biasanya cerita ke keluarga atau Loli Machine, atau belanja bersama," sahut Ryuzaki Rin yang diikuti anggukan setuju dari teman-temannya.
"Ahaha, kalian beruntung. Aku tidak bisa cerita dengan bebas ke teman, karena … di sekolah aku jarang bersosialisasi," Kise berbohong dengan amat halus. Ia memang jarang bersosialisasi, terutama karena banyak laki-laki yang menganggapnya musuh. Mereka hanya orang-orang yang iri, semua berkata, namun Kise tetap tak dapat merasa lebih baik.
"Oh, sayang sekali …. Ah, Kise-kun, kau tahu WeTalk tidak?" tanya Koizumi Haruka.
"WeTalk? Rasanya aku pernah dengar …," gumam Kise sambil mencoba mengingat-ingat.
"WeTalk itu situs jejaring sosial baru. Kita bisa berkenalan dengan orang, membuat status, berkonversasi, mengunggah foto dan video, dan lain-lain. Ini sebenarnya baru, jadi belum terlalu banyak yang pakai, namun sebenarnya ini sangat terkenal di kalangan remaja," jelas Koizumi Haruka, "jadi Kise-kun bisa berkenalan dengan banyak teman. Kami berempat sudah punya."
Kise termangu. Sepertinya cukup menarik. Ia bisa saja menyamar dan tak akan dihakimi. Akhirnya ada kesempatan untuk dirinya menjalani kehidupan layaknya remaja biasa.
"Sepertinya menarik. Nanti aku akan buat akunku," jawab Kise. Ia tersenyum lagi, membuat wajah gadis-gadis Loli Machine memerah.
"Kalau begitu, add punyaku! MayuyuLMKawaii!"
"Aku juga! LMKocchan95!"
"Kalau aku LMnoRinny!"
"Aku, aku! Add HaruruMajiLM!"
Kise mencatat dalam pikiran sambil meyakinkan para gadis bahwa ia akan menambahkan mereka sebagai temannya segera setelah ia memuat akun WeTalk-nya.
Kise tak membual. Begitu sampai di apartemen, ia segera mengakses internet dari laptopnya dan membuka laman situs WeTalk. Pemuda itu tak menghabiskan banyak waktu untuk mendaftar dan mengaktifkan akunnya.
"Terakhir, Ryuzaki-san … selesai!" gumam Kise setelah selesai menambahkan para anggota Loli Machine sebagai temannya.
Ia menatap nama akunnya. Ryoucchi97, semoga tidak berlebihan, batinnya sambil meringis. Kise baru saja berniat mengisi foto profilnya dengan desain pakaian katalog Suzuki ketika ia mendapat pesan privat.
"Hai, Ryoucchi."
Kise menatap tulisan itu lamat-lamat. Ia mengecek profil pengirim pesan dan memutuskan untuk mempercayai orang asing itu. Jari-jemarinya bergerak mengetik balasan pesan.
"Hai juga, Takkun."
Saat itu, Kise takkan pernah mengira bahwa sebaris pesan itu akan menjadi awal dari nerakanya di dunia.
—To Be Continued.
A/N:
Jadi saya officially stres gegara ikutan NaNoWriMo. Siapa pun yang bisa ngetik lima puluh ribu kata dalam sebulan, you're amazing as fuck.
Jadi, Hama-san, another entri buat challenge Anda, maaf kalau abal banget orz Oh, plus, saya nyiksa Kise lagi lho di sini! orzzz
Genre utamanya h/c mostly karena bakal muncul sang malaikat yang menenangkan Kise. Siapa? Baca dong~ /dor /gausahpromosi Prompt-nya memang Use of Children, namun di sini baru diimplikasikan. Sebenarnya penggunaan anak kecilnya bakal lebih jelas lagi di chapter-chapter depan. Mari berharap saya gak terlalu males buat lanjutin.
Last, reviews are greatly appreciated. Jaa~