Chapter 01.

"Ahh..rasanya aku tidak ingin pulang, ibu pasti akan marah kalau melihat nilaiku yang seperti ini…" Ujar seorang pemuda berumur 15 tahun berambut coklat dan poninya dibelah dua yang bernama Eren Jaeger sambil berjalan di trotoar.

"Ng? Siapa itu? Kenapa dia memperhatikanku terus?" Batin Eren sambil memperhatikan seorang pria berambut hitam dan memiliki warna mata yang sama dengan rambutnya, dia ce—ehem—tidak terlalu tinggi, wajahnya datar, dan terus memperhatikan Eren dengan seksama.

"Loh? Kenapa rasanya..aku mengantuk sekali—" Batin Eren yang kemudian langsung saja ambruk(baca : ketiduran) di depan pria yang sedari tadi memperhatikannya itu.

.

.

.

"Oi, bocah." Samar-samar, terdengar suara rendah yang memanggil Eren.

"Ngh..i-ini dimana..?" Eren yang masih setengah sadar hanya bisa menyipitkan matanya dan melihat sekitar.

Hening sebentar.

Ini dimana!?

"Akhirnya kau bangun juga, padahal sudah daritadi kupanggil." Ujar lelaki yang tadi memanggil Eren sambil menaruh segelas air di meja yang terletak di samping ranjang yang ditiduri oleh Eren.

"A-ah..maaf, anda siapa, ya?" Tanya Eren sambil mempertegas penglihatannya supaya dia bisa melihat sosok lelaki yang ada di depannya.

Tunggu dulu.

Ini kan pria yang tadi memperhatikanku!?

Hening lagi.

"Aku yang membawamu setelah kau tiba-tiba ambruk di depanku dati siang." Jawab lelaki itu sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ahh…maaf sudah merepotkan.."

"Tidak apa, aku juga sebenarnya ingin bicara denganmu," Lanjut lelaki itu sambil duduk di pinggir kasur "Tapi sepertinya aku tidak perlu membahasnya sekarang."

"Eh? Kenapa tidak?" Eren Jaeger dan kepolosannya.

"Karena ini pembicaraan yang penting, karena kita baru saja bertemu, aku merasa tidak enak kalau langsung berbicara tentang hal itu." Kemudian pria itu bangkit dari pinggir kasur, duduk di depan laptopnya, dan mulai mengetik sesuatu.

"Ka-kalau boleh tahu, nama anda siapa?" Tanya Eren sambil duduk di pinggir kasur.

"Namaku Rivaille." Jawab pria itu singkat.

"Namaku Eren Jaeger, salam kenal." Eren yang memperlihatkan senyumannya yang tingkat ke-unyu-annya melebihi Colossal Titan yang lagi nyengir itu ternyata mampu membuat Rivaille yang wajahnya sedatar tembok baru disemen itu sedikit terkejut.

Keajaiban itu memang nyata.

"Apa Rivaille-san sedang mengerjakan sesuatu dilaptop itu?" Eren mulai kepo.

"Iya, aku sedang membuat sebuah naskah novel."

"Jadi Rivaille-san adalah seorang novelist?" Eren, hilangkanlah sifat kepomu itu.

Disaat Eren dan Rivaille sedang berbincang-bincang, tiba-tiba sebuah badai,angin topan, halilintar, dan cetar membahana badai datang.

BRAAAKK.

Suara pintu kamar yang dibuka secara paksa itu begitu menggelegar dan cukup untuk membuat Eren terkejut setengah hidup.

Tapi itu tidak akan bekerja pada Rivaille yang tetap mengetik di laptopnya.

"Yo Rivaille~~" Ujar seorang wanita berambut coklat kuncir kuda dan berkacamata sambil melambai-lambaikan tangannya dengan semangat.

Hening—lagi.

"Hanji, apa kau tidak bisa masuk dengan lebih tenang?" Ujar Rivaille kepada wanita-yang-disebut-Hanji tersebut sambil terus mengetik.

"Hahahahaa, maaf, maaf. Hm? Siapa ini? Kenapa dia duduk di kasurmu, Rivaille?" Ujar Hanji sambil memasang ekspresi seorang fujoshi hardcore yang berhasil menemukan doujinshi yaoi R18 yang dia mimpikan sedari dulu.

Sekali lagi, Hening.

"Tadi siang, tiba-tiba anak ini ambruk di depanku, jadi kubawa saja kemari." Jawab Rivaille sambil (masih)mengetik.

"Kufufufuu, mengaku saja kau memang ingin membawanya kemari untuk kau—" Hanji yang tadinya tertawa nista, langsung dibuat diam oleh Rivaille yang dengan cepat menjitak Hanji.

"Kau ada perlu apa datang kemari malam-malam begini? Cepat katakan." Ujar Rivaille dengan nada bicara agak marah.

Eren hanya bisa sweatdrop.

"Aku hanya ingin mengingatkanmu kalau deadline untuk bulan ini sudah dekat, makanya aku sengaja datang kemari."

"Deadline? Maksudnya batas waktu untuk memberikan naskah novel?" Ujar Eren dengan suara agak pelan.

"Tepat sekali~"

"Kalaupun kau tidak memperingatkanku, aku pasti akan memberikan naskah ini tepat waktu. Pulang sana."

"Haahhh kau ini, aku masih ingin berbicara dengan anak ini. Hei, siapa namamu?" Tanya Hanji kepada Eren yang masih duduk di pinggir ranjang.

"Namaku Eren Jaeger.."

"Heemmm…Eren-kun, ya? Salah kenal~ namaku Hanji Zoe, editor di Scouting Publishing." Ujar Hanji sambil mengambil tangan Eren dan bersalaman dengan sangat bersemangat.

"Editor?"

"Iya, aku bertugas mengambil naskah, mengingatkan sang penulis tentang deadline dan semacamnya."

"Hee..hebat sekali."

"Terima kasih~ ah, sepertinya aku harus pulang sekarang, sudah jam 11 malam. Sampai jumpa, Eren-kun~" Kemudian Hanji langsung saja ngacir keluar.

Dan untuk kesekian kalinya, hening.

"APA!? JAM 11 MALAM!?" Eren panik sendiri.

"Tenanglah, besok pagi aku akan mengantarmu pulang, besok kau libur, bukan? Sekarang kau tidurlah." Ujar Rivaille yang kemudian melanjutkan pekerjaannya.

Sedangkan Eren hanya menuruti perintah Rivaille.

"Baiklah, selamat malam, Rivaille-san."

.

.

.

"Eren, kemana saja kamu kemarin!? Walau ibu sudah berkali-kali menelponmu, kau tidak angkat!" Ujar Carla begitu melihat anaknya memasuki rumah.

"Maaf, kemarin anak ini ambruk di depan saya, jadi saya membawanya ke apartemen tempat saya tinggal. Maaf saya tidak menghubungi anda." Ujar Rivaille yang entah kenapa mengeluarkan efek sparkle di sekitarnya dan membuat Carla terpesona walaupun Rivaille tidak tersenyum sedikitpun.

"A-ah iya, maaf Eren sudah merepotkan. Eren, kenapa kamu bisa sampai ambruk begitu? Kamu sakit?"

"Entahlah, begitu aku sadar, aku sudah ada di apartemen Rivaille-san."

"Mungkin kamu perlu istirahat."

"Ah…iya.."

"Kalau begitu, saya permisi dulu," Rivaille yang tadinya hendak pergi, mendadak berhenti dan berkata "Eren, kalau kau ada masalah, kau bisa datang ke rumahku lagi."

"A-ah, terima kasih, Rivaille-san." Ujar Eren yang kemudian langsung pergi menuju kamarnya yang terletak di lantai dua.

.

.

.

Drrrt drrrt.

"Halo?" Ujar Eren setelah dia mengambil dan menaruh handphonenya yang tadi bergetar bertanda ada yang menelpon, di samping telinganya.

"Yo~ Eren~"

Eren kaget pangkat Colossal.

"Ha-Hanji..san?" Jawab Eren sambil memasang ekspresi 'dia-tau-nomor-hape-gue-darimana'.

"Hahaha~ kau pasti bingung kenapa aku bisa tahu nomor teleponmu, bukan?"

Déjà vu.

"Sudahlah. Ngomong-ngomong, apa kau bisa datang ke apartemen Rivaille sekarang?" Lanjut Hanji yang tadinya bersikap mistis dengan membaca pikiran Eren.

"Eh? Bisa, memangnya ada apa?"

"Yah, Rivaille sepertinya kangen padam—" Satu detik setelah Hanji berkata tidak benar, terdengar suara 'ADUUHH! UWAAA! GUBRAKKK!'.

Walau author udah capek ngomong ini, tapi tidak apa-apa, lah : hening.

Lalu beberapa detik kemudian, suara rusuh itu digantikan oleh suara Rivaille.

"Halo? Kau masih disana, Eren?"

"I-iya masih.." Eren hanya bisa menebak-nebak apa yang barusan terjadi.

Tapi mungkin lebih baik kalau Eren tidak tahu.

"Jadi bagaimana? Apa kau bisa datang sekarang?"

"Bisa, aku akan segera kesana sekarang."

"Baiklah, terima kasih." Kemudian Rivaille menutup teleponnya.

"Rumah Rivaille-san agak jauh, sih…tapi tidak apa-apa,lah." Batin Eren sambil bersiap pergi.

.

.

.

Ting Tong.

"Ah Eren-kun, ayo masuk~" Saat pintu apartemen dibuka, Eren melihat sosok Hanji dengan kepala bagian belakangnya terdapat benjolan besar, namun Hanji masih memasang senyuman bahagia di wajahnya.

"Ah, iya.."

"Akhirnya kau datang juga, Eren." Ujar Rivaille yang sedang duduk di depan laptopnya seperti biasa.

"Ma-maaf aku lama.."

"Tidak apa. Salahkan Hanji yang terlalu bersemangat menelpon dan menyuruhmu datang kemari."

Hanji langsung pasang senyuman Colossal Titan diwajahnya.

"Memangnya kenapa Rivaille-san memanggilku kemari?"

"Aku ingin minta bantuanmu." Jawab Rivaille singkat.

"Bantuan?"

"Sebenarnya Rivaille sedang membuat sebuah novel yang menceritakan kehidupan seorang anak sekolahan, dan karena Rivaille tidak punya kenalan anak sekolahan, jadi dia ingin meminta bantuanmu." Jelas Hanji sambil memperlihatkan cover dari novel yang akan Rivaille buat.

"Begitukah..aku sih tidak keberatan." Jawab Eren sambil sedikit tersenyum.

"Kalau begitu, aku akan di luar membuatkan kalian teh dan kopi. Kalian berdiskusi saja dulu di sini, fufufu~" Kemudian Hanji langsung saja keluar sambil memasang senyuman ala fujoshi miliknya.

Bener loh, author capek ngomong ini : hening.

.

.

.

"Rivaille, bagaimana? Kau sudah dapat refrensi untuk novel barumu?" Ujar Hanji sambil memasuki kamar Rivaille yang juga berfungsi sebagai ruang kerja.

"Sudah, berkat bocah ini." Rivaille menunjuk Eren yang sedang tertidur pulas di atas ranjang seperti sebelumnya.

"Loh? Kenapa dia tidur di ranjangmu lagi, Rivaille?" Tanya Hanji sambil memasang senyuman fujoshi miliknya—lagi.

"Entahlah, begitu aku selesai mencatat semua refrensi, dia malah ambruk lagi. Dan hentikan senyuman anehmu atau kau akan berakhir jatuh dari lantai 15 apartemen ini." Rivaille death glare kearah Hanji yang langsung poker face ditempat.

"Oh iya, kau bilang dia juga ambruk saat kau pertama kali bertemu dengannya, apa dia punya menyakit anemia atau semacamnya?"

"Entahlah…bagiku dia tidak terlihat seperti penderita anemia." Ujar Rivaille sambil mengelus dahi Eren dengan lembut.

"Begitukah? Kalau begitu aku kembali dulu ke kantor, masih ada yang harus kukerjakan. Oh iya, kalau aku pergi, kau jangan berbuat macam-macam kepada Eren-kun, ya—" Hanji mendapatkan lemparan bantal tepat diwajahnya.

Head shot.

"Sudah, kau pergi, sana."

"Iya iyaaa aku pergiiii." Kemudian Hanji langsung pergi meninggalkan Rivaille dan Eren yang masih tertidur.

.

.

.

"Mmh…ini jam berapa..?" Eren yang baru sadar, langsung saja mengambil posisi duduk dan melihat sekeliling.

"Kau sudah bangun, Eren?" Terdengar suara Rivaille dari arah pintu.

"A-aahhh! A-apa aku tertidur lagi!?" Eren langsung panik seketika.

"Iya, kau tertidur begitu aku selesai mengumpulkan bahan refrensi." Ujar Rivaille sambil duduk di pinggir ranjang.

"Aaahhh….lagi-lagi aku sudah merepotkan Rivaille-san—"

"Aku tidak keberatan," Lanjut Rivaille sambil mengelus pipi Eren dengan lembut "Karena kau bisa tinggal di sini lebih lama."

"E-eh.." Eren nge-blush seketika.

"Tidak, lupakan saja. Lebih baik sekarang kau kembali ke rumahmu, sekarang sudah jam 4 sore."

"A-ah..ka-kalau begitu, a-aku permisi dulu!" Ujar Eren yang kemudian langsung berlari keluar dari apartemen Rivaille sambil berusaha menghilangkan semua merah yang menutupi kedua sisi pipinya.

"Apa maksud dari kata-kata Rivaille-san tadi? Kenapa wajahku memerah, dan jantungku berdetak kencang sekali!?"

.

.
.

"Apakah iniyang disebutcinta?"

-TO BE CONTINUED-

Yo minna~ Alice desu~

Ini dia fic yang berjudul 'Is This What Is Called Love?' by Alice~ /krik.

Di chapter satu ini, Alice belum(belum berarti akan *ketawa nista*) memasukkan adegan sho-ai, yaoi, or something, tapi mungkin(mungkin) akan ada di chapter dua~

Jadi, silahkan ditunggu chapter duanya, ya~

Kurosawa Alice.