Fairy

—Apa itu Fairy?

Fairy atau peri sering diidentifikasikan sebagai makhluk-makhluk mitologis yang sering digunakan pada cerita rakyat, dongeng, fiksi, untuk menggambarkan makhluk yang memiliki kekuatan magis, dan terkadang turut ikut campur dalam urusan-urusan manusia.

Wujud dan penampakan mereka pun bervariasi, berkisar antara seukuran serangga hingga lebih besar dari manusia.

Menurut orang-orang awam yang selalu berpikiran mainstream, peri selalu berhubungan dengan kecil, alam, terbang, bersayap, magis, dan sebagainya. Sedangkan menurut cerita rakyat Skotlandia, peri dibagi menjadi Seelie Court, dan Unseelie Court.

Tak usah jauh-jauh untuk kita membayangkan apa itu peri, pasti beberapa orang pernah mendengar dongeng Peter Pan dan peri kecilnya Tinkerbell atau mungkin pernah membaca buku "The World Guide to Gnomes, Fairies, Elves & Other Little People" yang dikarang oleh Nancy Arrowsmith mengenai peri.

Kadang peri diceritakan suka membantu manusia, memberi kebahagiaan, membawa keberuntungan, dan terkadang sebaliknya.

Kepercayaan terhadap sosok peri pun sudah ada sejak ratusan tahun lalu, tetapi seiring perkembangan zaman hal-hal mengenai peri kini hanya menjadi sebuah cerita isapan jempol.

Percaya akan kehadirannya atau tidak, kita juga tidak mengetahuinya

Atau memang tidak ingin mengetahuinya?

Dan kini peri itu akan dihidupkan kembali dengan sebuah kehidupan yang berbeda.

Mengenai seorang Peri bersama seseorang misterius yang tak dikenalnya.


Disclaimer:
Farbe ©Adelia-chan
Shingeki no Kyojin ©Isayama Hajime

Genre: Romance/Fantasy

Pairing: Rivaille/Eren Jaeger

Rated: T+

Summary: Mewarnai sesuatu dengan beragam warna yang indah itu memang mudah, tetapi bagaimana jika mewarnai kehidupan seseorang? Eren Jaeger seorang peri normal ditugaskan untuk membantu menyelesaikan masalah seseorang yang bahkan ia sendiri tak tahu apa itu permasalahannya.

WARNING:

Alternate Universe, Alternate Timeline, Yaoi, Shounen-ai, Boys Love, Bishounen, Fairy!Eren, backsound, Typo, Bahasa tidak baku, Dll.

.

Bold: keterangan penting, dll.

Italic: Tulisan berbahasa asing, ucapan jarak jauh, ucapan dalam batin/pikiran, isi pesan-pesan tertentu, dalam mimpi, Flashback, suara benda/backsound, dll.

Underline: hal-hal penting, dll.

.

A/N: Ide fic ini sudah dari satu tahun yang lalu pada saat saya mendengarkan lagu Kokoro yang dinyanyikan Kagamine Rinyang membuat saya bingung karena cerita sama ide gak ada hubungannya sama sekali. Jangan permasalahkan judul, karena itu saya dapat setelah terbangun dari tidur... Di sini setting-nya zaman modern... saya juga tidak terlalu tahu tentang peri, jadi agak aneh, mungkin? Sekarang saya mencoba-coba merangkai bahasa yang bagus... tapi malah agak aneh dan jadi membosankan ya?

Sebelum membaca, silakan baca perhatiannya dahulu. Jika ada yang tidak disenangi, silakan klik gambar unyu-unyu berbentuk tanda panah di sebelah kiri layar Anda.

Selamat membaca...


Hari Minggu, pukul delapan pagi.

Di pagi hari Elfame dengan langit biru terasa sangat indah saat matahari menunjukan sinarnya, selain itu udaranya juga terasa sangat dingin, cahaya matahari yang tidak terlalu menusuk, aroma titisan embun-embun pagi yang segar, kicauan burung yang merdu, pepohonan yang rindang, tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang menari, hewan-hewan berkeliaran, dan peri-peri berterbangan, menambahkan estetika di seluruh pandang.

Elfame adalah tempat di mana peri-peri tinggal. Tidak sedikit pula peri-peri yang tinggal di sini, sehingga menciptakan sebuah tempat yang ramai dengan mahluk mitologi tersebut. Tempat ini juga memiliki perbatasan dengan dinding tinggi yang diberi nama Maria, Rose, dan Sina. Salah satu kota yang berada di dalamnya adalah kota Shiganshina.

Ya, kota Shiganshina. Kota itu cukup tenang dengan dihiasi beberapa peri yang lewat hanya dapat dihitung dengan jari. Cukup sedikit karena tentu peri-peri yang lain melakukan tugas rutin sehari-harinya; mengatur semua hal tentang musim, memberi kebahagiaan, menjaga hutan, dan hal-hal lainnya. Hari ini entah kenapa terasa lebih sunyi, tenteram, dan—

BRAK!

Di pagi hari Shiganshina memang selalu terasa nyaman dan damai... kecuali tempat tinggal seorang keluarga Jaeger ini.

"AKU TERLAMBAT!" Seorang pemuda brunette yang diketahui memiliki titisan darah dari seorang fairy keluar dari sebuah rumah pohon yang tak cukup besar, dan tak cukup kecil, sedang-sedang saja untuk seorang peri sepertinya.

Selain itu, tidak seperti biasa-biasanya sosok itu terlihat panik, air mukanya yang menujukan. Dan bukti ia sangat terburu-buru hari ini terlihat dari penampilannya yang berantakan, seperti kemeja yang agak kusut dan dikeluarkan, celana panjang berwarna hitam yang sedikit kedodoran, rambutnya yang lupa disisir, dan jubah berwarna hijau tua tersampir di bahunya.

Tak peduli dengan kondisi yang sangat berantakan, pemuda itu terus berlari sampai akhirnya terlihat cahaya terang menyelimuti keberadaannya tersebut, bagai bunga sempurna yang bermekaran dari kuncup, dalam sekejap dari punggung sang Peri muncul sepasang sayap indah yang lapisannya sangat tipissetipis cahaya yang masuk di sela-sela dedaunan tertiup angin. Kemudian peri bersurai brunette itu pun menggunakan sayapnya untuk terbang.

Jika dilihat-lihat ukuran pemuda itu dari peri lainnya sedikit berbeda, ukuran tubuhnya seukuran dengan tubuh manusia sedangkan peri lainnya seukuran dengan serangga, dan oh ya, hampir semua ukuran peri di sana berbeda-beda, sangat bervariasi.

"Mengapa Mikasa tidak membangunkanku?!" jeritnya kesal dan sedikit menggeram, ia melirik ke sekitarnya lalu bergumam, "Aku pasti akan terkena hukuman!"

Di tangan kirinya ia menggenggam secarik kertas dan secara tidak sengaja jika diperdekat lagi akan terlihat sebuah tulisan.


From: Mikasa Ackerman

To: Eren Jaeger

"Eren, The Head Instructor of Trainees Squad memintamu untuk bertemu di ruangnya, sekarang juga. Kau pasti tahukan tempatnya? Aku juga berada di sana."


Pemuda tersebut yang diketahui memiliki nama Eren Jaeger terlihat semakin panik mengingat pesan yang baru saja ditulis oleh temannya, Mikasa Ackerman.

Menghirup gas yang bernama oksigen banyak-banyak, lalu mengepakan sayapnya lebih cepat.

Dan selanjutnya pemuda tersebut langsung menghilang entah kemana.

.

Terkadang melawan rasa takut itu penting, dalam momen apa pun harus dilakukan dengan berani dan optimis. Terbukti oleh seorang Eren Jaeger yang bisa menyangkal rasa takut yang melanda setiap saat, tapi entah kenapa pengecualian untuk saat ini.

Menelan ludahnya, menatap takut-takut sebuah pintu kokoh berwarna coklat marun dengan ukiran-ukiran cantik di sana, terdapat pula plat nama terbuat dari kayu yang terpasang di tengah pintu memberi aksen enak dipandang oleh siapapun.

Sesungguhnya tampilan luar dapat menipu mata semua orang baru ataupun lama di sekitar tempat ini, bagi yang tidak mengetahui pemilik sang ruangan lebih baik tidak usahjangan masuk ke ruangan tersebut, karena pemilik itu lebih mengerikan dari iblis manapun.

Pemuda itu terdiam sebentar, menimang-nimang apa ia akan mengetuk pintu tersebut atau akan langsung ia tinggal lari. Jika ia ketuk pintu tersebut maka yang didapatkannya adalah omelan dan cacian kejam dari sang Kepala Instruktur. Tetapi jika ia tinggal lari juga akan membawa hal buruklebih buruk dari yang ia bayangkan, bisa saja ia dibunuh secara perlahan dengan beberapa hukuman-hukuman didapati yang tidak masuk akal dari kewajaran dan transendenwalaupun ia seorang peri sekalipunseperti misalnya menghitung bulu angsa, bulu kucing atau menghitung desir pasir pantai.

Yang lebih parah kalau sampai ada cutterblade—yang terbuat dari bahan material yang dibencinyamenggores urat lehernya.

Temannya Jean Kirschtein pernah merasakan hukuman tersebut.

Karena masih sayang nyawa, ia berpikir lebih baik mengetuk pintu saja.

Tuk, tuk, tuk...

Sebuah ketukan halus yang hampir tidak terdengar sedikitpun memecahkan kesunyian.

Pemuda bersurai brunette itu berharap yang membukakan pintu bukan seseorang yang kejam, laknat dan jahanam seperti The Head Instructor of Trainees Squad yang memiliki ras sebagai elf itu.

Baiklah, Eren sadar jika menghina seseorang di belakang itu tidak baik.

"Ya?" Sebuah suara lembut membuyarkan pandangan pemuda itu. Kini yang ada di hadapannya bukanlah iblis menyeramkan, melainkan bidadari yang jatuh dari negeri kayanganahem, maksudnya temannya yang memiliki wajah oriental, kulit putih halus, dan memiliki ras yang perlu dipertanyakanbukan dari ras fairy maupun ras elf ataupun yang lainnyasekaligus seorang teman yang sangat protektif padanya.

Eren menelengkan kepalanya. "Mikasa?"

"Lama sekali kau datang, Eren." Kemudian gadis itu, Mikasa, membukakan pintu, membiarkan pemuda di hadapannya untuk segera masuk. Sementara yang bersangkutan hanya menunduk takut lalu masuk begitu saja.

Menengok ke arah temannya, Mikasa menunggu Eren di ambang pintu.

Saat pertama memasuki ruangan ini, entah kenapa Eren merasakan adanya hawa-hawa tak enak di sekelilingnya. Dan itu memang benar.

"Kenapa lama sekali, Jaeger?" Sebuah suara menginterupsi langkah Eren. Mendongak ke atas dan menemukan mahluk yang tidak diinginkannya.

Mata hijau itu menjadikan ubin sebagai objek pengelihatannya. "Ma-maaf 'kan saya, Sir."

Terlihat seorang botak licin bersahajaKeith Shadis berdiri dengan angkuhnya di hadapan Eren. Dan ya, dia adalah The Head Instructor of Trainees Squad yang barusan disebut-sebut, dan sesuai dengan namanya dia adalah seseorang yang sangat sadis.

"Baiklah, aku menolerirnya. Lebih baik sekarang kau duduk di sana dan mendengarkan semua ucapan Komandan Stationary Guards," ucapnya sambil menunjuk sebuah bangku yang sudah disiapkan untuk Eren, dan juga ada Komandan yang kini sedang duduk manis di seberang sana.

Eh?

Tidak ada hukuman?

Tidak ada omelan dan cacian?

Tidak ada cutterblade yang menggores leher?

Tetapi kenapa harus ada Komandan Stationary Guards di sini?

Apakah ia akan menandatangani surat pengunduran diri dari headquarter ini?

Eren hanya memiringkan kepalanya. Kemudian ia melirik ke arah sosok yang kini sedang memberinya sebuah senyum ramah, dari senyuman itu bisa terlihat aura berwibawa dari seorang Komandan Stationary Guards—Dot Pixis.

Tadinya Eren ingin bertanya, tetapi ia tidak ingin diomeli oleh seseorang di sampingnya karena terlalu banyak membuang waktu berharga milik sang Kepala Instruktur Trainees Squad, maka dari itu ia langsung berjalan menuju tempatnya.

Di seberang sana, Dot Pixis menatap Eren yang kini berjalan canggung ke arahnya. Surai-surai brunette yang sedikit berantakan tersisir oleh hembusan angin tenang dari jendela yang terbuka, membingkai wajah tampan dan manis pemuda tersebut. Jubah hijau tua polos yang asal-asalan dipakai. Kemeja yang sedikit basah mencetak garis-garis otot tubuh yang tak terlalu timbul. Aroma asam keringat dan harum apel manis seketika menyeruak ke seluruh ruangan. Air muka yang menunjukan tatapan kuat penuh tekad. Iris zamrud yang jernih, seolah-olah alam hijau sendiri meminjamkan warna-warnanya. Tak heran membuat sang Komandan Stationary Guards melayangkan pandangannya dan tersenyum tipis.

"Uhm, mengapa saya dipanggil seperti ini? Tak seperti biasa-biasanya..." Pemuda beriris zamrud membuka suara.

Dot Pixis sedikit mengernyit, membuat banyak kerutan di dahinya. Tetapi anehnya kini garis bibir itu tertarik ke atas. "Hanya ingin memberikanmu beberapa tugas," jawabnya dengan tenang

Eren merasa dirinya sedikit spesial di sini. Sebab di hadapannya ini The Commander of Stationary Guards, seseorang dari ras elf, dan tokoh penting dalam Elfame yang selalu turun ikut serta dalam kegiatan masyarakat, istilahnya merakyat. Sehingga dicap menjadi tokoh idola dari para peri kanak-kanak sampai lansia. Dan Eren mengakui jika ia juga menggemari sang Komandan ini.

Tapi ia juga merasa bingung, biasanya hanya peri-peri yang diakui professional dan terkenal saja yang diberi tugas secara khusus seperti ini, sedangkan ia hanya seorang anggota biasa yang suka membuat masalah.

Mungkin Eren terlalu merendahkan diri, tapi memang ada benarnya juga.

"Ka-kalau boleh saya tahu. Tugas apa yang akan Anda berikan?" Eren mencoba membuat bahasanya sedikit lebih formal dari biasanya di hadapan sang Komandan, agar ia tidak dianggap dan dicap sebagai anggota yang buruk mengingat barusan ia terlambat datang ke sini.

"Ini lihatlah," perintahnya sambil memberikan beberapa lembar kertas kepada Eren, dan tentu Eren sendiri menerimanya dengan senang hati.

Eren mencoba membaca dan mencerna setiap kata-kata dan kalimat yang tertulis pada kertas tersebut tersebut. 'Ah, sebuah biodata?' pekiknya dalam hati.

"Trainee Eren, aku Dot Pixis, The Commander of Stationary Guards memberikanmu tugas untuk membantu seorang anak manusia dari teman lamaku, bernama" menggantung kalimatnya, lalu menghirup napas sebentar dan menatap sekelilingnya untuk menambah kesan dramatis.

"Rivaille."

Hening.

Eren terdiam, Dot Pixis terdiam, Keith Shadis terdiam, Mikasa terdiam.

Dalam sepuluh detik ke depan, sang brunette merasa sedikit canggung. "Emm, kenapa harus saya, kenapa tidak peri yang lebih baik dari saya saja?" Eren membuka suara mencoba untuk memecahkan keheningan yang melanda. Dan tersadar saat mengetahui ucapannya barusan terdengar tidak sopan.

"Inilah permasalahannya, para peri profesional semuanya sedang mendapat tugas, mulai dari Trainee Squad, Military Police, Scouting Legion, Stationary Guards dan lainnya juga sama. Jadi hanya kau saja yang bisa kuharapkan," alasan Komandan Pixis. Eren menunduk sebentar, menimang-nimang apa ia akan menerimanya atau tidak. Sedangkan seorang paruh baya di depannya hanya menatap bingung pemuda berumur lima belas tahun tersebut.

Surai-surai kecoklatan itu seperti tertarik ke bawah saat empunya menaikan sedikit kepalanya, dan menatap ke depan. "Baik, saya akan melakukannya. Tapi saya harus membantu apa?" Kali ini Eren 'lah yang menatap bingung Dot Pixis.

Menghela napas sebentar sebelum berbicara.

"Aku dengar ia memiliki sifat yang sangat dingin, jarang menunjukan emosinya, sedikit kaku dan tidak peka terhadap sekitarnya, kehidupannya bagaikan monochrome tanpa warna lain yang menghiasi," jawab sang Komandan yang masih mempertahankan senyum ramahnya dan aura berwibawa itu. Tepat di bagian warna pada ucapannya, Eren tidak mengerti maksudnya.

Menelengkan kepalanya. "Jadi, tugas saya?" tanya Eren yang sedikit tak sabaran.

Senyuman Dot Pixis semakin terlihat melebarsebuah seringai. "Membuatnya menyelesaikan masalah, itu saja."

Eren kembali terdiam.

'Itu saja?' pikir Eren.

"Tetapi jangan anggap remeh dahulu, ia ini sangat sulit dihadapi." Seolah-olah mahluk di hadapannya bisa membaca pikirannya, Eren langsung mengernyit.

"Ba-baik, saya tidak akan ceroboh dalam mengambil tindakan. Tapi selain itu... sebenarnya permasalah yang ia hadapi seperti apa?" tanya Eren.

Mendengar pertanyaan Eren yang baru saja dilontarkan membuat air muka Dot Pixis berubah. Terlihat seperti seseorang yang sedang bersedih. "Sedikit cerita, dari umur yang masih dibilang belum matang ia harus mengalami peristiwa tak enak, yaitu kehilangan kedua orang tuanya disebuah insiden pembunuhan." Terdiam sebentar, Eren sedikit tertegun.

"ia pun dirawat oleh pamannya, tetapi beberapa hari kemudian pamannya meninggal. Sekarang ia dirawat oleh teman ayahnya. Mulai dari situ ia bertekad untuk hidup mandiri. Ia dari kecil berkembang menjadi anak yang disiplin dan tegas." Menarik napas dalam-dalam, Dot Pixis melanjutkan ceritanya dengan sedikit lebih melodramatis.

"kini, ia selalu dikenal oleh orang-orang sekitar sebagai sosok yang tidak berperasaan, dan memiliki hati sedingin es. Kehidupannya sangat muram, tak ada apapun yang bisa membuat hidupnya berarti. Jadi, aku menyuruhmu melakukan ini untuk mengubah kehidupan monochrome-nya menjadi jauh lebih berwarna," menggantung kalimatnya, Dot Pixis menatap Eren dengan intens.

"bagai mewarnai sebuah sketsa gambar di atas kain kanvas dengan kuas dan beberapa cat warna di atas palette." Seketika Eren langsung tersedak oleh ludahnya sendiri setelah mendengarkan alasan mengapa sang Komandan Pixis memberikan tugas itu kepadanya.

Oh sungguh?

Mengapa ucapan sang Komandan terdengar sedikit puitis?

"Ba-baik, sir. Saya akan melakukannya." Eren mengangguk seolah-olah mengerti, tapi sebenarnya dalam hati ia sangat sulit mencerna maksud dari mewarnai yang diucapkan Komandan Pixis, dan juga ia masih tidak tahu apa tugas yang harus ia kerjakan.

Pandangan Eren pun teralih kembali kepada lembaran kertas yang berisi biodata dari seseorang yang bernama Rivaille. Dahinya sedikit berkedut ketika membaca tulisan itu kembali.

'Kenapa umur dan beberapa keterangan lainnya tidak dijelaskan? Tak adakah foto dari orang ini? Bagaimana caranya aku untuk mengenalinya?' beberapa pertanyaan terlintas di pikiran Eren.

"Umur dan beberapa lainnya masih menjadi rahasia pribadi dirinya sendiri. Untuk mengenalnya cukup gampang, lihat saja wajahnya. Ia memiliki wajah datar yang jarang berekspresi. Lalu rambutnya yang berwarna hitam ebony seperti warna rambut Trainee Mikasa." Yang merasa namanya disebutkan tersentak kaget sebentar dan kemudian kembali dengan ekspresi keep kalemnya.

"potongan rambut mohawk dan poni belah pinggir kanan, tubuh yang kaku dan tegap, cukup mudahkan untuk kau kenali?" Masih dengan senyumnya yang berwibawa, Eren dibuat merinding olehnya. Sejak kapan The Commander of Stationary Guards benar-benar bisa membaca isi pikirannya? Oh, sangat menakutkan.

Merasa lawan bicaranya hanya terdiam, Dot Pixis mencoba memanggilnya, "Trainee Eren?"

Yang dipanggil sedikit tersentak kaget.

"Kau sudah mendengarkan aku, 'kan? Kau bisa memahami ciri-cirinya, 'kan?" tanya sang Komandan, dan Eren pun langsung mengangguk cepat.

Wajah datar, rambut hitam ebony seperti Mikasa, potongan rambut mohawk dan poni belah pinggir kanan, tubuh yang kaku dan tegap. Ok, Eren membayangkan seorang yang tinggi gagah berani di otaknya, dan ia berpikir pasti akan sangat sulit untuk menghadapinya.

"Tetapi ada hal tabu yang tidak boleh kau katakan!" seru Dot Pixis dengan tiba-tiba, membuat Eren maupun seorang Kepala Instruktur Trainees Squad di sampingnya terperanjat kaget.

Kedua pasang manik yang berbeda warna maupun bentuk bulatnya, tetapi yang terlintas di sana samabingung. "H-hah?"

"Kau tidak boleh menyebutnya, menghinanya atau menyamakannya dengan hal-hal yang berbau 'pendek'!" Di bagian terakhir sedikit diberi penekanan. Eren langsung menelan ludahnya.

Gulp...

Ok, pemikirannya yang awal terbang begitu saja.

"Dan kau juga perlu berhati-hati, Jaeger," seseorang di sampingnya menyambung, "Jika ia sudah tertarik pada sesuatu maka ia akan" Sebuah deheman memotong ucapan Keith Shadis.

'Ada apa?' Eren langsung diam karena bingung.

Dot Pixis tersenyum penuh arti.

Mikasa masih keep kalem.

Dan sang botak licin bersahajaahem, Keith Shadis langsung kicep.

"Jadi, mulai kapan saya bisa melaksanakan tugas saya?" Lagi-lagi Eren 'lah yang memecahkan keheningan itu.

"Mulai besok," jawab Dot Pixis dan Keith Shadis bersamaan.

Eren langsung melongo. "Ba-baik, saya mengerti." Eren pun beranjak dari tempat duduknya. Sehingga menciptakan sebuah suara derit dari kursi kayu yang ia duduki barusan.

Bocah brunette yang berdiri membuat Dot Pixis menaikan sedikit kepalanya. "Oh ya, aku lupa sesuatu, selama kau menjalankan tugasmu. Jangan sampai seseorang pun mengetahui identitasmu termasuk dia, mengerti?" ucap sang Komandan membuat Eren terdiam sebentar.

"—Dan juga jangan menggunakan sihir," sambung Keith Shadis sembari berjalan beberapa langkah sampai kini sudah berada di samping Dot Pixis.

Kembali pada wajah bodohnya, Eren dipenuhi dengan pertanyaan. "Eh?"

"Kau akan dikirimkan ke dunia manusia."

Eren kembali terdiam.

"Masalah tentang tempat tinggal atau apapun itu sudah diatur, kau akan dimasukan ke sekolah yang sama dengannya. Masalah tidur dan lainnya kau tinggal memilih; ingin tinggal di rumahnya atau di asrama. Kebetulan sekolah itu berbentuk asrama," lanjut Dot Pixis.

"Eh, kalau dia di sekolah asrama, berarti otomatis dia tinggal di asrama 'kan, bukan di rumahnya?" Eren terbingung-bingung.

"Yah, itu karena dia spesial. Bukan hanya tempat tinggal, dia juga bisa melakukan apa saja sesuka hatinya di sekolah tersebut, semuanya tunduk terhadapnyabahkan guru-guru dan direktur di sana juga tunduk terhadapnya!" Tersentak kaget, Eren tidak menyangka bahwa orang yang akan ia hadapi nanti memiliki kedudukan yang setinggi itu, atau kasarnya orang tersebut menjadi posisi teratas pada rantai makanan di antara semua warga sekolah.

"E-eh, kok bisa?" tanya Eren bingung.

"Yah, ringkasnya sih, dia anak dari pembangun sekolah tersebut... jadi semua warga sekolah di sana jelas patuh terhadapnya."

'Oh, pantas...'

"Ngo-ngomong-ngomong nama sekolahnya itu apa?" Pertanyaan yang masih mengelilingi benak Eren.

Bola mata Pixis menatap ke arah tumpukan buku di atas mejanya. Mengambil beberapa buku di sana lalu membukanya sebentar. Dengan ketajaman pengelihatan yang sudah mulai mengurang, ia membaca beberapa kata-kata di atas kertas. "Sina Art High School. Sekolah di bidang kesenian."

"Sina? Itu 'kan nama" Sebelum melanjutkan kata-katanya, Dot Pixis langsung memotong ucapaan Eren.

"Iya, saya tahu. Ini adalah rahasia. Kau akan tahu nanti." Dengan bunyi dua permukaan tebal yang saling bertemu sehingga menggencet udara di dalamnya, sang Komandan sudah menutup bukunya dan kembali melipat kedua tangan sembari menatap Eren di hadapannya.

Eren bergeming.

"Ok, cukup sekian pertemuannya, mohon kau melaksanakan tugasmu dengan benar ya, Trainee Eren." Menghela napas sebentar lalu memberikan senyum ramah itu lagi.

Loh, Jadi sang Komandan skeptis meyakinkan dirinya?

"Uh, ba-baik," dan itu adalah jawaban yang terlontar dari bibir manis sang Eren Jaeger.

Dengan gerakan yang tiba-tiba. "Oh iya!" Lagi-lagi Dot Pixis membuat Eren maupun orang di sampingnya tersentak kaget.

Mata sosok yang lebih tua itu mengarah pada gadis ebony yang sedang menundukan kepalanya di dapan pintu. "Aku juga membutuhkanmu, Trainee Mikasa." Refleks Mikasa langsung mendongakan wajahnya menghadap sang Dot Pixis.

"Aku?" Jari telunjuk mengarah pada wajahnya, Mikasa meyakinkan jika barusan namanya disebut.

Dot Pixis berdiri dari tempatnya. "Ya. Tolong kau awasi perkerjaan saudara angkatmu ini," ucapnya sambil menepuk pelan pundak Eren. Dan ya, Mikasa bukan hanya sekedar teman, tapi juga saudara angkat Eren. Menghela napas sebentar lalu melanjutkan, "Kalau tak berhasil, mau tak mau kau yang akan mengerjakannya."

Ah, emansipasi.

Eren merasa bahwa sang Komandan tidak bisa meyakinkan tugasnya seratus persen sukses. Ah, ia jadi galau.

"Baik," jawab Mikasa tenang.

"Dan tolong jaga baik-baik Trainee Eren, ya? Jangan sampai saat ia kembali ke sini dia sudah" Sebuah deheman dari seseorang di samping Eren memotong ucapan sang Komandan, terdengar tidak sopan sih.

'Satu sama.' Abaikan.

Keith Shadis hanya memberi isyarat agar pembicaraannya jangan dilanjutkan dan cukup diselesaikan sampai di sini saja, sedangkan Dot Pixis hanya tersenyum berwibawa dan memakluminya.

'Jangan menakutinya.' Keith Shadis menaruh jari telunjuknya di bibir untuk mengisyaratkan kepada sosok yang lebih tinggi jabatan darinya untuk diam.

Sedangkan Eren sendiri hanya terdiam bingung dan sedikit merinding.

Oh, apakah yang akan dia hadapi nanti semengerikan demikian? Apa saat ia bertemu dengan manusia itu ia akan langsung diam membatu seperti terkena serangan dari Medusa? Apa yang ia hadapi adalah monster besar yang mengerikan seperti Titan yang siap melahapnya kapan saja? Apakah manusia itu akan menarik perhatiannya yang pada akhirnya membuatnya mati tenggelam di lautan seperti bertemu dengan Siren, Murdhuacha atau Merrows? Apa saat pertama bertemu ia serasa tercekik kuat dan dimakan lahap-lahap seperti dimakan oleh monster Kraken? Ok, jangan terlalu hiperbola.

Tapi yang jelas, apa manusia yang akan di hadapinya nanti sangat mengerikan?

Entahlah, hanya Kepala Instruktur Trainees Squad, Komandan Stationary Guards, dia, dan Tuhan yang tahu.

"Apa manusia itu baik?" tanya Eren dengan wajah setengah takut.

"Trainee Eren," panggil Komandan Pixis. Menatap lekat-lekat pemuda yang kini masih dalam masa pertumbuhan tersebut. "Kita ikuti saja teori Tabula rasa. Setiap individu dilahirkan dengan jiwa yang putih bersih dan suci, jadi yang akan menjadikan anak itu baik atau buruk adalah lingkungannya."

Mendengar jawaban Komandan Pixis, Eren hanya mengangguk mantap. Tapi saat ia mengingat bagaimana keadaan dunia manusia entah kenapa malah membuat ia semakin ketakutan.

"Baik, sekarang kalian boleh pulang." Sosok yang memiliki tingkat tertinggi itu kembali menebarkan senyumannya.

"Eh?" Eren terbengong-bengong.

Pulang?

Padahal hari ini ia sama sekali belum melakukan apa pun di headquarter, hanya melakukan pertemuan saja. Dan sekarang ia diperbolehkan pulang?

Dalam hati Eren menjerit kesenangan. Akhirnya ia bisa memiliki banyak waktu luang di rumah untuk tidur-tiduran sambil membaca kumpulan komik-komiknyayang pernah sempat ia beli saat berjalan-jalan ke dunia manusiayang sudah lama belum pernah ia jamah. Sudah lama sekali ia tidak membaca komik-komik itu, ia selalu tidak memiliki waktu untuk membacanya karena terlalu sibuk.

Eren yang tadinya masih asik berdelusi dengan komik-komiknya kini langsung terdiam membeku setelah Komandan Pixis mengatakan sesuatu dengan sangat pelan, tetapi masih bisa terdengar.

"Untuk menyiapkan fisik dan psikis kalian. Terutama kau, Trainee Eren." Seketika terpaan angin sepoi-sepoi dari luar jendela menyisir surai-surai brunette itu, suara jangkrik mengerik yang menggema di seluruh ruangan dan suasana yang seketika mencengkam membuat semuanya berkesan dramatis.

"Baiklah, kita akan bertemu lagi di lain waktu."

"Eh?"

Dan selanjutnya seorang Eren Jaeger diketahui mengidap penyakit kepo atau knowing every particular object stadium akut sebelum meninggalkan ruangan dengan wajah penuh tanya.

.

Sedangkan itu, di tempat barusan.

"Saya sendiri bahkan tidak tahu akan kebenaran yang Anda ucapkan." Menarik napas sebentar. "Baiklah, saya Keith Shadis, The Head Instructor of Trainees Squad harap undur diri." Sedikit membungkukkan badannya sebelum kemudian langkah kaki membawa sosok itu pergi entah kemana.

Blam. Pintu tertutup.

Setelah meyakinkan Kepala Instruktur tersebut pergi dan pintu tertutup rapat. Di seberang sana ia mendengus pelan.

"Untuk apa kau bersembunyi?" Pandangannya pun dialihkan ke sebuah lemari besar. Matanya memberi tahu keberadaan seseorang.

Dan memang benar.

"Anda sangat cerdikdan juga licik." Seseorang keluar dari balik lemari yang dimaksud dan kemudian melihat keluar jendela untuk menemukan sosok anak berumur lima belas tahun yang kini sedang berceloteh riang dengan temannya.

Jari terlunjuk Dot Pixis mengetuk-ngetuk kepalanya. "Kepala kita bukan hanya digunakan sebagai hiasan di mana rambut indah terrawat baik dengan penuh kasih sayang, tetapi kepala kita juga digunakan untuk menyimpan otak agar bisa berpikir dengan cermat. Percuma saja memiliki kepala dengan rambut indah kalau otak sama sekali tidak pernah berkerja dengan baik," jawabnya sambil tersenyum berwibawa, sedangkan orang lain di sana hanya bisa menghela napas berat sebentar lalu tersenyum tipis.

"Ada beberapa yang ingin aku bicarakan."

"Tentang apa?"

"Yang barusan."


.

Tepat pada pukul sembilan malam.

Seorang Eren Jaeger sedang asik di ranjangnya dengan berbagai macam komik mengelilinginya.

Wajahnya yang kelewatan ceria sambil memegang sebuah komik membuatnya berkesan kekanak-kanakanralat, tapi ia memang sangat kekanak-kanakan, seolah-olah ia adalah anak berumur lima tahun yang terperangkap dalam tubuh lima belas tahun. Dari perumpamaannya saja sudah memberi kesan yang sangat bocah.

Tuk, tuk, tuk...

Ketukan halus pintu berharap sang pemilik ruangan membalas ketukannya.

Tetapi sang pemilik ruangan acuh tak acuh dengan seseorang di balik pintu tersebut, dan kembali terlarut dengan komik-komik yang berceceran di ranjang, lantai, meja dan seluruh ruangannya. Sebenarnya berapa banyak komik yang ia miliki? Sepertinya seorang Eren Jaeger adalah penggemar anime/manga atau bisa disebut juga dengan otaku.

Sekali ketukan, diabaikan.

Dua kali ketukan, tidak direspon.

Tiga kali ketukan, pemilik ruangan masih asik dengan komik-komiknya.

Dan pada ketukan keempat kalinya masih acuh tak acuh. Seseorang dibalik pintu berpikir kalau sang pemilik ruangan memiliki sifat apatis yang menyebalkan.

Habis akan kesabarannya kemudian memutar knop pintu tersebut yang rupanya tidak dikunci.

"Eren..." Sebuah suara tenang dan halus menginterupsi kegiatan pemuda brunette tersebut.

"Ya, Mikasa?" Eren menjawab, tetapi matanya tetap tertuju pada gambar-gambar di komik.

"Sudah malam, seharusnya kau tidur. Besok kita akan bertugas."

Eren bergeming.

"Baiklah..." Walau sedikit tidak rela tapi Eren tahu kalau yang diucapkan saudara angkatnya itu benar, jadi ia langsung merapikan kembali komik-komik miliknya yang berceceran di seluruh ruangan.

"Kau juga istirahat, Mikasa. Aku lihat kau latihan terus di headquarter, pasti kau kelelahan, 'kan?" Menengok sebentar ke arah pintu untuk menemukan gadis bersurai ebony yang kini terlihat sedikit terkejut.

Memang benar yang dikatakan Eren. Setelah mendengar tugas-tugas yang diberikan oleh Komandan Pixis, Mikasa langsung berlatih dengan serius di headquarter, dan merasa tak tenang saat dirinya bermalas-malasan. Alasannya hanya untuk menyegarkan fisik, tetapi yang sebenarnya adalah untuk melatih kekuatan tubuh jikalau saat di dunia manusia ada yang melukai Eren, dan ia bersumpah akan melindungi pemuda beriris zamrud itu walau nyawa taruhannya. Apalagi barusan ia mendengar kalau saudara angkatnya itu harus menyiapkan fisik maupun psikis.

Mikasa tersenyum dan kemudian mengangguk sebagai jawaban, kemudian ia menutup setengah wajahnya dari dagu hingga hidung dengan sehelai syal merah yang melilit di lehernya. Samar-samar terlihat semburat merah di pipinya.

Menutup pintu sehingga membuat suara debuman kecil, gadis ebony tersebut kembali ke kamarnya.

Setelah pintu tertutup sepenuhnya, Eren mematikan lampu lentera yang meneranginya saat membaca. Niatnya ia ingin tidur sekarang juga, terbukti dari selimut hangat yang sudah berada di tangannya, dan tubuh yang dibuat senyaman mungkin. Tapi saat melihat cahaya yang masuk, kini pandangannya pun teralih ke arah jendela yang tertutup dengan tidak terlalu rapat.

Cahaya bulan yang terang masuk melewati celah-celah kecil di balik jendela melukiskan pola-pola di kulitnya. Rasa penasaran yang menyergap dirinya membuat ia berkeinginan untuk melihat sesuatu di luar sana.

Menyingkirkan selimut, lalu berdiri, dan berjalan mendekati sesuatu yang menjadi tujuannya sekarang. Eren membuka jendela kayu rumahnya, dan hal yang menyambutnya pertama kali adalah angin malam yang berhembus dengan tenang menggelitik indra perabanya. Lalu diikuti dengan sambutan gemerlap kunang-kunang menjadi penerangan malam diiringi dengan suara jangkrik mengerik. Saat melihat ke arah samping, ia menemukan sekumpulan cahaya Will-o'-the-wisp melayang-layang di atas kolam. Dan terlihat beberapa peri Asrais dekat dengan kolam lainnya.

Ia menyadari sesuatu.

Elfame pada malam hari sangat indah. Kemana saja ia sampai tidak menyadari pemandangan indah seperti ini?

Tepat saat ia baru saja mencondongkan wajahnya ingin melihat-lihat lebih dekat dan lebih lama lagi, observasinya pun terhenti ketika merasakan matanya sedikit sayup-sayup dan mengantuk. Kepalanya sedikit sakit. Eren mundur beberapa langkah dengan gontai. Pusing, kepalanya pusing. Dan tak lama kemudian, kesadarannya pun menghilang.

Bruk...

Tanpa sadar, dirinya sudah tergeletak lemah di atas lantai kayu. Entah ini tertidur atau pingsan.

.


.

Gelap.

Pemilik iris hijau zamrud itu mengobservasi sekelilingnya.

Kemanapun ia mengedarkan pandangannya, yang ia lihat hanyalah kegelapan.

Iris zamrud itu masih menatap sekelilingnya, sampai ia menangkap sesuatu.

Dirinya melihat seseorang yang seluruh tubuhnya tertutupi oleh bayangan, tapi tidak dengan kedua bola matanya yang dapat dilihat.

Keabuan, tajam, hampa, tetapi juga terang, memberi aksen indah dalam sekali lihat.

Warna itu...

—Keabuan.

Milik siapa?

Mata indah keabuan yang sangat indah, seolah-olah gelapnya malam tertumpah di sana.

—Tajam.

Sepasang iris yang sangat tajam bagai pisau yang baru diasah dan tatapan mengintimidasi siapa saja yang menatapnya secara langsung.

Pemilik iris zamrud itu—Eren Jaeger hanya terdiam menatap seseorang di hadapannya.

—Hampa.

Mata itu menatap kosong ke arah Eren, hampa tak terisi dengan warna selain keabuan yang gelap, membuat Eren sangat berkeinginan menambahkan warna ke sana.

—Terang.

Walau warnanya keabuaan yang gelap, tetapi serasa bisa memancarkan cahaya. Seperti memiliki lapisan Tapetum lucidum yang terdapat pada bola mata, mirip seperti mata seekor kucing di malam hari.

—Indah.

Jika dilihat-lihat memang indah, warna steel terlihat komplementer dengan suasananya yang gelap.

"Kau..." Terdengar suara dingin dari sana.

"Siapa?" tanya Eren.

"Kau... Siapa?" Eren mengulangi perkataannya lalu memiringkan kepalanya, pertanda ia bingung.

Kembali menatap iris keabuan itu. Indah sekali, serasa dihisap Black Hole dengan sekali tatapan.

"Kau..."

Ucapan itu terulang di telinga Eren.

"Kau..."

Suaranya terasa semakin dekat.

"Siapa?"

.


.

Sebuah tangan mengusap permukaan gumpalan kenyal di wajah pemuda brunette tersebut dengan lembut.

"Nghh..." Masih ingin melanjutkan tidurnya, pemuda brunette mengubah posisi senyaman mungkin.

Tangan itu pun lama-lama tak terasa lagi di permukaan kulitnya.

"Kau."

Sebuah suara menginterupsi kegiatan tidur pemuda berambut brunette tersebut. Yang merasa dipanggil pun langsung tersentak kaget dan terbangun dari tidur indahnya.

'Yang tadi itu mimpi?' Mengubah posisi menjadi duduk, Eren menatap ke samping dan menemukan seseorang yang bertelanjang dadasehingga terlihat garis-garis otot yang terlatih dengan baikdan hanya menggunakan celana panjang berwarna hitam kini sedang menatapnya tajam ke arahnya.

Seakan dimensi waktu berjalan mundur, memory ingatan lama pemuda beriris zamrud tersebut terputar kembali, Eren mengingat kejadian yang pernah dahulu ia alami saat berjalan-jalan ke dalam hutan. Di sana secara tidak sengaja pemuda itu bertemu dengan jenis peri lainnya yang berwujud aneh dan berukuran kecil tetapi bersahabat, kalau tidak salah nama jenis dari peri tersebut adalah HobGoblins atau bisa kita sebut kurcaci. Entah kenapa melihat orang di hadapannya mirip dengan peri yang ia temui dahulu.

Andai orang di hadapannya tahu apa yang dipikirkan oleh Eren, kira-kira apa reaksinya?

Takut dengan tatapan tajam yang seakan ingin menerkam mangsa kapan saja seperti itu, Eren langsung menunduk dan beringsut mundur sampai punggungnya bertemu dengan sesuatu yang dingin.

Dingin?

Eren langsung tersentak kaget setelah mengetahui bahwa ia bersender pada sesuatu benda dingin. Bisa ia lihat itu adalah benda yang terbuat dari bahan material yang ia bencibesi.

Tunggu.

Besi?

Ia ingat bahwa tidak memiliki apa pun peralatan rumah yang terbuat dari besi dan semua peri lainnya juga sama sepertinya. Peri cendrung konservatif dan tidak menyukai besi, baja, dan industrialisasi, menjadikan alasan mereka sebagai sebab pemisah antara dunia peri dengan dunia manusia. Mereka membenci sifat materialistis.

"Kau siapa?" Suara alto itu terdengar menggema di seluruh ruangan.

Suara itu sekilas membuat Eren deja vu.

'Kalau tidak salah suara itu... mirip dengan suara seseorang di dalam mimpiku tadi?' tanya benak Eren

Eren pun mendongakan kepalanya ke atas lalu menatap seseorang di hadapannya untuk mengetahui lebih jelas seseorang yang ia hadapi.

Seketika ia langsung tersentak kaget.

Wajah datar, rambut hitam ebony seperti Mikasa, potongan rambut mohawk dan belah pinggir kanan, tubuh yang kaku dan tegap. Ah, diakan

"Apa anda?"

"Rivaille," memotong ucapan pemuda brunette tersebut, membuat mata Eren terbelalak kaget.

"A-Anda?"

"Ya."

Mereka berdua terdiam.

Eren sedikit heran, mengapa ia bisa berada di sini? Kalau tidak salah ia masih ada di kamarnya menatap keindahan Elfame dan kemudian tertidurentah masih bisa disebut tidur atau tidakdengan pulas, lalu memimpikan seseorang. Dan sebelumnya juga ia sempat mengobrol sebentar bersama Mikasatunggu, ngomong-ngomong di mana Mikasa? Melirik ke kanan dan ke kiri, menyapu pengelihatan ke seluruh penjuru ruangan tetapi yang ia temui hanya beberapa barang yang bukan miliknya tetapi milik orang di hadapannya.

"Di mana Mikasa?" Menatap datar, orang asing di hadapannya juga sama-sama tidak tahu.

"Kau siapa?" ulang manusia tersebutRivaille.

"Ah, saya Eren Jaeger. Saya dari kota Shiganshina. Saya adalah seorang" Eren langsung terdiam saat mengingat sesuatu.

'Selama kau menjalankan tugasmu. Jangan sampai seseorang pun mengetahui identitasmu termasuk dia, mengerti?'

Ah iya, dia tidak boleh mengumbarkan identitasnya pada siapapun termasuk orang di hadapannya. Eren merutuki kebodohan dirinya sendiri karena bisa-bisanya ia mengucapkan itu tanpa melihat-lihat siapa di depannya, dan dengan siapa ia berbicara.

"Eren?" Tatapan manusia bersurai ebony tersebut sedikit melembut tetapi seketika kembali menajam, dan kini ia mendekati Eren.

"I-iya!" Eren mengangguk antusias.

Tersentak kaget, Eren merasa seketika tubuhnya didorong begitu saja, sehingga ia jatuh terhempas di ranjang dengan posisi telentang. Tentu pelakunya adalah manusia beriris keabuan itu.

Eren memiringkan kepalanya, ia bingung. Kenapa tiba-tiba orang yang baru ia kenal itu barusan mendorongnya ke samping, lalu kini orang itu sudah menindih tubuhnya dan juga mengunci pergerakan kedua tangannya di atas kepala.

Ia jadi teringat. Dulu ia pernah meminjam komik milik Jean yang katanya baru dibeli dari dunia manusia dan sedang populer di sana, niatnya ia akan membaca komik itu di rumah, tapi karena ia dalam masa perkembangan remaja menyalahkannya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, membuat ia berkeingin membaca komik itu sekarang juga di tempatnya yang terbilang cukup ramai.

Saat ia buka halaman pertama menampilkan character yang memiliki paras imut. Lalu seiring waktu berlalu, Eren membuka halamannya terus-menerus dan terlihatlah adegan yang membuatnya sedikit bingung. Sebelum otaknya terkontaminasi duluan, komik tersebut terlanjur direbut oleh Mikasa dengan alasan, 'Ini pencemaran otak!' Eren sendiri tidak suka Mikasa mengambil komik itu secara tiba-tiba, tapi mau bagaimana lagi, ia tidak mungkin bisa merebut komik itu dari tangan saudari angkatnya yang menyandang marga Ackerman itu, dan sampai sekarang otak Eren masih dicap polos. Lalu esoknya diberitahukan kalau Jean tidak masuk headquarter karena sakit.

Sudah lama sekali...

Ah, Eren jadi bernostalgia.

"Kau... dari kota Shiganshina? Aku tidak pernah mendengarnya." Karena terlalu asik mengingat peristiwa-peristiwa manis yang pernah dialami pada masa lalu, Eren jadi lupa dengan orang di atasnya.

"Eh? E-entahlah, aku saja tidak tahu kalau ada kota seperti itu, ba-barusan aku cuma asal ceplos, ahahaha," jawab Eren bohong dengan sedikit tergagap dan diiringi dengan tawa canggung.

"Lalu, Anda sendiri mau apa?" lanjut pemuda brunette tersebut sambil memiringkan kepalanya.

Masih menatap Eren. Rivaille membalas, "Untuk menginterogasi dirimu."

"O-oh..." Kebingungan? Tentu itu yang mengukir ekspresi Eren sekarang.

"Kenapa kau bisa ada disini?" tanya Rivaille dengan nada menuntut sambil mendekatkan wajahnya ke pemuda di bawahnya.

"Sa-saya juga tidak tau..." Menatap kearah lain, Eren merasa sedikit takut pada kedua mata Rivaille.

Jujur saja Eren bingung, ia tidak diberi pemberitahuan sebelumnya oleh Mikasa, Kepala Instruktur Keith Shadis maupun Komandan Pixis mengenai hal ini. Ia tidak tahu akan langsung dikirim ke dunia manusia pada saat ia tertidur dan yang lebih parahnya langsung dikirim ke rumah orang yang akan ia hadapilebih tepatnya, di kamar orang tersebut sendiri.

Ah... ini pasti ulah Komandan Pixis yang telah memberikannya surprise seperti ini... si botak licin berwibawa itu sangat menggemaskan, rasanya ingin ia jambak jika bertemu. Ok, barusan Eren lupa akan statusnya sebagai anggota biasa, dan yang terpenting ia melupakan kalau Komandan Pixis tidak memiliki rambutlupakan.

"Tujuanmu ke sini?" tanyanya lagi tepat di telinga Eren.

Bergidik geli, Eren bisa merasakan hembusan napas Rivaille menyentuh organ sensitifnya.

"Euuh... tidak tahu... a-aw." Seketika Eren bisa merasakah sesuatu bergerak mengigit cupingnya.

"Bagaimana kau bisa tidak tahu?" Masih dengan suara yang dingin.

"Saah! Saya ti-tidak tahu." Lama-lama Eren bisa merasakan bahwa sesuatu yang basah menerpa permukaan lehernya. Orang di atasnya kini sedang membasahi bagian itu dengan lidah sendiri.

"Anda melakukan apa?" Seketika rona wajah Eren berubah menjadi merah.

"Ada yang menyuruhmu ke sini?" Tidak menggubris pertanyaan Eren. Orang ituRivaille terus memberikan pertanyaan dengan gelagat yang aneh membuat Eren benar-benar dibuat ketakutan olehnya

"Tidak ta-aah! Sa-sakit, Anda melakukan apa?" Merasa sakit, Eren bisa merasakan bahwa sekarang lehernya digigit dengan keras. Membuat sebuah tanda kemerah-merahan di sana.

Berhenti dengan aktivitasnya, Rivaille menatap datar wajah Eren yang merona hebat.

"Menginterogasimu."

Itukah yang disebut interogasi?

"Ta-tapi, saya tidak tahu apa-apa"

"Bohong jika kau tidak tahu apa-apa," lagi-lagi Rivaille memotong ucapan Eren.

Terdiam, Eren tidak berbicara apapun.

Merasa pemuda brunette tersebut tidak mau menjawab pertanyaannya, Rivaille menghela napas berat. Ia raih dagu Eren dan menatap iris zamrud itu dalam-dalam.

Eren sendiri sedikit ketakutan saat menatap iris steel tajam itu dari dekat.

"Kau tidak mau jujur?" tuntut Rivaille dengan nada intimidasi. Yang bersangkutan langsung merinding.

Takut akan ditatap seperti itu, Eren memejamkan matanya rapat. Perkataannya, suaranya, tatapannya jauh lebih mengerikan dibandingkan harus bertatapan muka dan menerima hukuman dari Kepala Instruktur Trainee Squad.

Hembusan napas hangat bisa ia rasakan menerpa permukaan wajahnya, semakin lama hembusan itu semakin mendekat.

Ah, rasa kopi pahit.

Minuman yang terbuat dari biji kopi pilihan yangmemiliki proses rumit dalam pembuatannyadiseduh dengan air panas sebelum akhirnya dihidangkan dengan cangkir cantik. Terbayang olehnya aroma khas kopi yang menggugah selera, cairan berwarna hitam kental dan rasanya yang asam gurih dan juga pahitwalau ada juga yang manisEren tak terlalu suka kopi dan ia bersumpah tak akan meminum kopi lagi karena alasan tertentu.

Tapi sekarang rasa pahit itu mulai terasa di indra pengecapnya.

Tunggu?

Di indra pengecapnya?

Eren membelalakan matanya. Kaget.

Orang didepannya

"Mmmh..."

Menciumnya.

Tunggu.

Menciumnya?

Eren masih sadar betul, ia masih dalam posisi umat yang lurus dan belum menyimpang. Setidaknya ia masih menyukai wanita. Tapi sekarang, seseorang di atasnya telah berbelok dan mengambil first kiss-nya.

'Padahal aku menginginkan mendapat first kiss seperti di shoujo manga...' Eren masih bisa sempat-sempatnya kecewa.

Mengigit kecil bibir bawah pemuda brunette membuat empunya mengaduh dan membuka mulutnya karena kesakitan. Tapi pemuda beriris zamrud itu telah salah mengambil tindakan. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan, Rivaille langsung memasukan lidahnya kedalam mulut lawan mainnya, menjelajahi setiap rongga mulut mulai dari gigi sampai ke langit-langit. Merasa tidak puas, manusia bersurai ebony tersebut mendorong wajahnya untuk memperdalam ciuman.

"Mmmh!" Eren hanya bisa menggeliat tak nyaman. Tetapi semakin ia bergerak-gerak dan memberontak, maka semakin pula Rivaille memperdalam ciumannya.

Setelah beberapa menit kemudan, Rivaille berhenti sebentar lalu menatap pemuda di bawahnya.

"Sekarang kau akan jujur?" tanya Rivaille setelah melepas ciuman itu, dilihatnya wajah Eren yang sangat memerah dengan beberapa benang saliva di antara bibirnya dengan bibir Eren.

Eren sendiri sibuk menghirup cepat-cepat oksigen, untuk menyuplai kembali pasokan udaranya di paru-paru. Merasa pertanyaannya tidak dijawab, membuat Rivaille menajamkan tatapan matanya.

"Mmmh!"

Rivaille kembali menautkan bibirnya dengan bibir Eren, kali ini terlihat sangat kasar.

"Aw!" rintih pemuda di bawah dominasinya kesakitan sehinga membuat setitik air mata di sudut matanya. Orang yang mendominasiRivaille menggigit bibir bawah Eren dengan sangat kuat, sehingga membuat sebuah luka di sana.

Darah segar mengalir dari bibir Eren, dihisapnya darah itu oleh Rivaille dengan nafsu, bagai seorang maniak, membuat Eren mengerang kesakitan.

Eren yang merasa sesak, mencoba-coba untuk mendorong tubuh maskulin itu untuk membebaskan diri.

Sesuai keinginan Eren, akhirnya Rivaille pun menghentikan kegiatannya, lalu menarik tangan kembali dan melepaskan Eren. Pandangannya beralih pada sebuah jam weker di atas meja. Sedari tadi ia tidak tau jika sudah banyak waktu yang terbuang. Mengambil benda itu lalu mengeceknya.

"Sudah jam tiga pagi, harus cepat-cepat."

Apa katanya?

Jam tiga pagi?

Eren langsung cengok. Ini masih terlalu pagi untuk melakukan aktivitas.

Iris steel tajam itu kemudian menatap iris zamrud.

"Yang tadi itu hukuman karena kau tak mau jujur," ucap Rivaille sambil menatap datar Eren.

"E-eh?" Eren terkesiap.

"Aku benci orang yang berbohong sepertimu tadi." Rivaille melangkah jauh dari tempat awalnya, kemudian menghela napas berat. "Kejujuran adalah harta yang paling sulit dicari untuk orang sepertimu." Tatapan tajam itu pun dilayangkan untuk Eren.

Menunduk sebentar, Eren menjawab, "Ma-maaf..."

Mendapat hukuman atau dikeluarkan dari headquarter, keduanya bukanlah pilihan yang bagus. Tetapi jika ditanya, Eren akan lebih memilih berbohong dan mendapat hukuman daripada harus menjadi orang tak berguna.

"Jika kau berbohong lagi, maka aku tidak akan segan-segan."

Seketika rasa takut mencekik jantung Eren.

Sekarang Eren mengerti, mengapa Ketua Instruktur Keith Shadis maupun Komandan Pixis menyuruhnya menyiapkan fisik maupun psikis dan mengapa mereka menyuruhnya berhati-hati. Eren merutuki dirinya sendiri, sebaiknya saat pagi itu ia lebih baik tidak usah mengetuk pintu ruangan Keith Shadis dan lebih baik ia tinggal lari saja, walaupun pada akhirnya mendapat hukuman, tapi ia lebih memilih mendapat hukuman yang tak masuk akal dan transenden daripada harus berhadapan dengan seorang manusia mengerikan.

"Kau sudah mandi?" tanya Rivaille dengan sebuah handuk putih tersampir di bahunya. Pria itu mencoba mencairkan suasana yang sangat awkward.

"Su-sudah," jawab Eren gugup.

"Kapan?"

Bola mata hijau menatap ke atas, kepalanya dimiringkan, bibir berdarah yang sedikit terbuka, dan satu jari telunjuk berada di dagupose mencoba mengingat yang lucu. "Kemarin..." Eren bisa melihat bahwa Rivaille semakin menatapnya dengan sangat tajam.

"Mandi sana..." perintah manusia bersurai ebony tersebut dengan nada dibuat setenang-tenang mungkin, tetapi memiliki kesan intimidasi yang mengerikan di dalam gelombang suaranya.

"E-eh?"

Terdengar sebuah dengusan lelah. "Kau pilih mandi sendiri atau... aku mandikan?" Rivaille memberikan pilihan yang aneh.

"E-eh, di mana kamar mandinya? Saya mandi sendiri!"

Setelah mendengar pilihan yang Rivaille berikan, tentu membuat Eren langsung panik belingsatan.

.

Di awal pertemuan saja sudah seperti ini, Eren berharap selanjutnya tidak lebih parah dari yang sekarang.

"Eren. Waktuku tidak banyak, bagaimana jika kita mandi bersama?"

Tetapi sepertinya itu hanya sebuah harapan...

.

.

.

To Be Continued...


A/N: Rivaille yang kejam dan sadis or mesum? Why not both?

Sungguh nista diriku yang telah membuat fic nista ini, dan jangan salahkan saya mengapa awal pertemuan Eren dengan Rivaille seperti itu, salahkan otak saya dan mimpi nista yang meneror saya beberapa hari lalu... /sama aja.

Entah ide dari mana, saya bikin Eren menjadi otaku di sini.

Sebenarnya ini sudah lama saya ketik, sekarang baru saya rombak, dan saya awalnya ragu untuk mem-publish-kannya karena agak mirip dengan karya seseorangyang tak mau saya beritahu namanyatapi ini benar-benar dari ide saya dan tidak menjiplak... lalu berkat seseorang saya jadi berani mem-publish fic ini... /celingak-celinguk.

Saya terlalu nafsu ngetik... sampai 7000 words lebih... semoga Anda tidak kelelahan atau kebosanan saat membaca... /pundung.

Apa fic ini membosankan? Aneh? Mainstream?

Saya menerima apapun kritik dan saran... /nyodorin kotak complain.

Oh iya, ngomong-ngomong di sini peri-peri bisa mengeluarkan dan menyimpan kembali sayapnya. Agar mudah berkamuflase di dunia manusia (sekalian agar mudah bagi saya mendeskripsikannya nanti). /niat terselubung.

Nanti di chapter selanjutnya, fic ini akan memakai Alternate Universe - High School. Terlalu Mainstream ya?

Sebelumnya saya berterimakasih kepada reviewer dari fic nista saya yang berjudul "Vampire dan Gombalan Maut": Ferishia09, elfri, garekinclong, BlueBubbleBoom, Azure'czar, Kim arlein 17, sessho ryu, Magazen Kalashnikova, Harukaze Sora.

Terima kasih untuk kalian yang sudah membuat saya bersemangat untuk nulis fic selama ini. /sungkem satu-satu.

Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca fic saya, wahai reader, author, silent reader, dan semua yang ada di depan layar sana. /peluk.

Mind to review?

Sungkem,

Adelia-chan