Beberapa hari yang lalu ada yg yang request via PM ke author dengan pair SasuFemNaru untuk challenge. Well, hanya ini yang bisa author tulis, semoga tidak mengecewakan. Btw, disini diceritakan jika Kurama ulang tahun saat musim semi, itu hanya karangan author saja. Karena author awam mengenai tanggal ultah Kurama, mohon maklum yah! (;

Selamat membaca!

Disclaimer : Naruto belongs to Kishimoto sensei

Pairing : SasuFemNaru

Rated : T

Genre : Romance, Hurt/Comfort

Warning : OOC, gaje, alur cerita cepat, typo(s), gender switch

The One I Love

Chapter 1 : We Meet Again

By : Fuyutsuki Hikari

Pagi ini datang seperti pagi hari lainnya di kehidupan Naruto. Tidak ada yang spesial, dirinya masih berkutat di apartemen sederhana yang sudah selama dua tahun dia tempati. Tiga tahun yang lalu Kushina meninggal dunia karena kecelakaan. Dan setelah diterima di KHS saat berusia lima belas tahun, Naruto pindah dari Suna ke Tokyo dan tinggal seorang diri. Kedua orang tuanya bercerai saat Naruto masih berusia dua tahun. Semenjak itu, Kushina tidak pernah sekalipun membicarakan siapa ayah biologis Naruto. Dia selalu menghindar jika putrinya mulai bertanya akan keberadaan ayahnya yang tidak pernah ditemuinya.

Saat Kushina meninggal, Naruto mulai mencari siapa ayah kandungnya. Dan yang membuat Naruto marah adalah kenyataan yang harus dia terima setelahnya. Naruto memiliki seorang ayah dan kakak perempuan yang saat ini hidup nyaman di Tokyo. Kehidupan mereka berbanding terbalik dengan kehidupan Naruto yang serba kesusahan.

Naruto berdiri di depan pagar rumah mewah sang ayah, dengan sebuah tas punggung berwarna biru dan sebuah travel bag berwarna orange dia pegang erat. Naruto melihat jika ada sebuah pesta besar diadakan di rumah besar bergaya Eropa itu sore ini. Pesta ulang tahun ke tujuh belas kakak perempuannya. Hati kecil Naruto berteriak marah, yah... dia merasa iri. Selama hidupnya, dia harus melihat ibunya bekerja begitu keras untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari mereka berdua. Sementara ayahnya yang kaya raya tidak pernah ada untuk menawarkan bantuan.

Dengan berlinang air mata, dia akhirnya meninggalkan kediaman ayahnya tanpa menemuinya terlebih dahulu. Hatinya terlalu sakit mendapati kenyataan ini. Ayah dan kakaknya seolah tidak peduli akan keberadaannya. "Mungkin aku dan kaa-san memang tidak diinginkan," Naruto terisak kecil dengan air mata yang terus meluncur turun. "Aku pasti bisa merubah hidupku sendiri, dan jika aku harus bekerja keras untuk mencapai itu semua, aku tidak peduli. Suatu hari, aku akan datang dengan kepala terangkat, dan membuktikan pada kalian jika Uzumaki Naruto masih bisa bertahan hidup walau tanpa harta kekayaan keluarga Namikaze."

Sore itu adalah kali terakhir bagi Naruto untuk melihat dari dekat keluarga ayahnya. Sejak hari itu, dia seolah mengubur dalam dan menganggap jika ayah dan kakak perempuannya tidak pernah ada. Naruto masih bersyukur karena Tuhan memberikan IQ diatas rata-rasa pada dirinya. Hingga dia tidak perlu membayar uang sekolah, karena mendapat bea siswa penuh di Konoha High School. Acap kali Naruto berpikir untuk pindah sekolah, karena sekolah itu tidak sesuai untuk dirinya. Sekolah yang dipenuhi para borjuis yang selalu bersaing dalam memperlihatkan kekayaan orang tuanya. Benar-benar membuat Naruto muak, bukan karena benci, hanya iri. Namun, Naruto kembali berpikir ulang, disini dia bisa sekolah dengan gratis, lagipula sekolah ini bisa menjadi referensi bagus di riwayat hidupnya nanti, bagaimana pun dia sudah bertekad untuk merubah kehidupannya. Dia harus lulus dengan nilai baik, mendapat bea siswa untuk kuliah di luar negeri, mendapat pekerjaan yang layak, dan hidup berkecukupan nantinya. Hanya tinggal satu tahun, dan dia bisa terbebas dari KHS. Yah, Naruto hanya tinggal bersabar selama satu tahun lagi.

Berbeda dengan murid lain yang diantar oleh mobil pribadi, Naruto selalu naik kereta bawah tanah dan berjalan sekitar dua blok untuk sampai disana. Sekolah dimulai tepat pada pukul delapan tiga puluh pagi dan berakhir pada pukul empat sore.

Naruto berhenti tepat di depan papan pengumuman, dan menghela napas panjang saat melihat daftar murid yang akan sekelas dengannya di tahun ketiga. Dia hanya bisa menggeleng kecil dan berdecak kesal saat mendapati dirinya satu kelas dengan murid-murid unggulan yang juga merupakan para pangeran sekolah. "Menyebalkan," desis Naruto tidak suka. "Dan kenapa aku masih harus sekelas dengan Gaara juga?" Naruto mendesah dengan napas berat tanpa menyadari jika ada seseorang yang sudah berdiri tepat di samping kanannya.

"Apa yang kamu lihat?"

"Pagi, Gaara?"

Gaara menyeringai kecil dan menatap lurus Naruto yang masih menatap serius papan pengumuman di hadapannya. "Ucapkanlah salam saat kamu bertemu seseorang," tukas Naruto datar tanpa melirik ke arah Gaara.

"Selamat pagi, Naruto," balas Gaara dengan nada sing a song. Naruto melirik sekilas ke arah Gaara dan bergumam pelan, "menyebalkan seperti biasa," katanya seraya membenarkan letak tas punggung dan berjalan meninggalkan Gaara.

"Hei, aku kan sudah menyapamu," katanya terkekeh kecil dan berjalan cepat hingga langkahnya menyamai Naruto. "Apa yang membuatmu kesal? Ini masih pagi, Naruto, tapi auramu sudah menghitam. Setidaknya beri aku senyuman, kita sudah dua hari tidak bertemu, ingat?"

Mata Naruto melirik malas dan menjawab dengan berdesis tajam. "Sudah lihat daftar murid di kelas baru kita?"

"Ya, kenapa?"

"Tahun ini kita sekelas dengan Nara Shikamaru, Hyuuga Neji dan Inuzuka Kiba," jawab Naruto datar. "Juga Uchiha Sasuke," tambahnya tajam. "Kenapa dia harus kembali sekolah disini?"

"Lalu apa masalahnya?" tanya Gaara tidak mengerti. "Kecuali, jika kamu masih memiliki perasaan pada Uchiha, itu lain lagi ceritanya." Kedua bola mata Naruto menatap Gaara seksama, dua bola mata saphire yang nampak begitu indah, kini menatapnya tajam. "Itu menjadi masalah untukku," desis Naruto dingin hingga Gaara mengernyit. "Para fans girl's mereka akan terus berdatangan ke kelas dan membuat gaduh, itu bisa mengganggu konsentrasi belajarku. Aku memerlukan kedamaian untuk bisa lulus dengan nilai baik, dan mendapat bea siswa untuk melanjutkan kuliah nanti." Ujarnya cepat. "Lagipula aku sudah tidak memiliki perasaan apapun terhadap Sasuke."

"Yakin?"

"Tentu saja," balas Naruto sengit.

"Lalu untuk apa kamu mengeluh?"

"Aku pantas untuk mengeluh," ujar Naruto membela diri. "Kamu tahu, semasa SMP aku sangat menderita karena harus berhadapan dengan fans girl's mu, satu tahun belakangan ini aku masih harus berhadapan dengan sifat pecemburu kekasih mu. Dan sekarang, aku malah harus sekelas dengan para pangeran sekolah, benar-benar menyebalkan."

"Hei, kurasa tidak akan seburuk itu," Gaara mencoba menenangkan Naruto.

"Mudah untukmu berkata seperti itu," kata Naruto tajam. "Aku hanya memiliki waktu belajar di sekolah, karena selepas sekolah dan hari libur aku harus bekerja part time, ingat?"

"Dan sudah kukatakan berapa kali padamu, kamu tidak perlu bekerja part time sebanyak itu, jika untuk menghidupi kehidupanmu sehari-hari, aku bisa membantumu." Balas Gaara lembut.

"Aku tahu itu," tukas Naruto dan untuk pertama kali di pagi itu, mereka saling berbagi senyuman.

.

.

"Sudah kukatakan, berhenti menggoda kekasihku!" raung Karin saat melihat Naruto dan Gaara memasuki kelas pagi itu. Karin sengaja menunggu Gaara di kelas pemuda itu pagi ini. Beruntung kelas masih sepi, hanya ada beberapa murid, Sasuke, Kiba, Shikamaru dan Neji. "Sial," desis Naruto lirih sementara Gaara hanya berdiri santai di samping Naruto.

Naruto melenggang, mengacuhkan Karin yang berdiri marah menatap Naruto. "Kamu tuli? Sudah berkali-kali aku katakan, jauhi kekasihku!" katanya lagi dengan wajah merah dan melotot geram sedangkan Naruto dengan santainya menyimpan tas di salah satu bangku kosong dan balas menatap Karin dengan tatapan datar. "Apa aku lebih cantik darimu?"

"Apa?" tanya Karin bingung.

"Apa menurutmu aku lebih cantik darimu?" tanya Naruto lebih jelas.

"Tentu saja tidak," jawab Karin cepat dengan kedua tangan bersidekap di dada.

"Kalau begitu berhenti cemburu terhadapku," desah Naruto. "Atau kamu merasa tidak percaya diri? Kamu takut bersaing denganku?"

"Untuk apa aku takut terhadapmu?"

"Jika memang seperti itu, berhentilah mencurigaiku, Nona muda. Aku tidak akan merebut Gaara darimu, aku dan Gaara hanya teman dekat, itu saja, tidak lebih."

"Gaara, kamu tidak boleh dekat-dekat dengan wanita itu!" Karin merajuk manja. Gaara tersenyum kecil dan membalas. "Mengertilah, kami berdua sudah saling mengenal lebih dari setengah hidup kami. Wajar jika kami dekat, dan sudah kukatakan berapa kali padamu, aku dan Naruto hanya teman dekat, tidak lebih," jelas Gaara menatap Karin lembut.

"Kalau begitu, temani aku di kelas-ku hingga bel masuk berbunyi. Aku tidak mau meninggalkan kalian berdua disini," Karin melirik tajam ke arah Naruto yang membalasnya dengan mengangkat kedua bahu acuh. Dengan langkah berat akhirnya Gaara pergi keluar kelas dengan Karin yang menempel erat padanya, meninggalkan Naruto yang memandang kepergian mereka dengan tersenyum simpul dan melambaikan tangan santai.

"Wow, kukira akan ada tontonan gratis pagi ini. Kamu benar-benar tidak seru," tegur Kiba yang dengan seenaknya duduk di bangku yang ada di depan meja Naruto. "Seharusnya kamu balas berteriak, dan berakhir dengan saling menjambak," tambahnya dengan pose berpikir. "Hei, aku sedang bicara denganmu, setidaknya beri aku tanggapan," Kiba mendekatkan wajahnya pada wajah Naruto yang balas menatapnya datar. "Namaku Inuzuka Kiba, siapa namamu? Ah, saat ini kamu pasti merasa tersanjung karena aku ingin berkenalan denganmu, bukan begitu?"

"Jangan dekat-dekat denganku," desis Naruto.

"Hah?"

"Pagiku sudah cukup buruk, aku tidak mau hariku bertambah buruk karena harus berhadapan dengan fans girl's mu," jelas Naruto dingin. "Pergilah!" ucap Naruto dengan gerakan tangan mengusir pergi.

"Wow, baru kali ini aku ditolak wanita," ujar Kiba takjub. "Hei, apakah orientasi seksualmu normal?" tanya Kiba mengabaikan delikan tajam Naruto, Neji dan Shikamaru mendengus kecil mendengar pertanyaan Kiba dan tanpa sadar mereka berdua tertarik untuk mendengar jawaban Naruto selanjutnya.

"Anda benar-benar lucu, Inuzuka-san," Naruto tersenyum kering. "Orientasi seksual sepertinya bukan hal yang patut ditanyakan pada seseorang yang baru saja dikenal, bukan begitu? Dan apa jadi masalah bagimu jika orientasiku menyimpang?"

"Sebenarnya tidak masalah," Kiba menjawab polos. "Hanya sedikit aneh saja, karena kamu tidak jatuh pada pesonaku," ujar Kiba memasang pose imut hingga Naruto harus memalingkan wajah dan menghela napas lelah. "Jangan memasang pose seperti itu, kamu membuatku mual," keluh Naruto sebal.

"Jangan mengganggunya, Kiba. Nona sombong tidak suka diganggu bukan begitu, Uzumaki?" sindir Sasuke tajam.

"Senang anda bisa mengerti, Mr. Uchiha," balas Naruto menatap dingin. "Kalian saling mengenal?" tanya Kiba menatap Sasuke dan Naruto secara bergantian.

Naruto memicingkan mata menatap Sasuke dan berdiri angkuh, kakinya melangkah meninggalkan ruang kelas yang terasa panas. Beberapa detik kemudian, Sasuke memutuskan untuk mengikuti gadis itu keluar ruangan. "Mereka kenapa? Mereka bertingkah seperti musuh bebuyutan?"

"Kamu tidak tahu?" tanya Shikamaru menguap lebar.

"Tahu apa?" Kiba mengernyit bingung.

"Wanita itu bernama Uzumaki Naruto," jawab Neji. "Dia mantan kekasih Sasuke," jelasnya tenang.

"Chotto matte," suara Kiba menggantung. "Kenapa aku tidak tahu mengenai hal ini?"

Melihat Shikamaru yang sudah kembali terlelap tidur, membuat Neji akhirnya buka suara untuk menjelaskan. "Naruto tidak suka mendapat banyak perhatian, karena itu hubungan mereka disembunyikan. Lagipula, hubungan mereka hanya bertahan selama tiga bulan, dan tidak," potong Neji cepat saat Kiba hendak bertanya. "Aku tidak tahu alasan mereka putus, Sasuke bungkam mengenai hal itu."

"Apa hal itu yang menyebabkan Sasuke pindah sekolah ke luar negeri satu tahun yang lalu?"

"Mungkin," jawab Neji tidak yakin. "Yang aku tahu, Sasuke pindah ke LA setelah putus dari Naruto. Bisa jadi hanya kebetulan saja," ujar Neji mengangkat bahu. "Entahlah Kiba, hanya Sasuke yang tahu mengenai hal itu."

"Bagaimana bisa aku melewatkan hal penting seperti itu, lagipula, bukankah Sasuke sudah memiliki tunangan?" Kiba kembali bertanya, Neji hanya mengangkat bahu, tidak tahu.

"Kamu juga sudah memiliki tunangan, tapi kamu masih sibuk dengan gadis-gadis berdada besar itu, sampai lupa daratan," ujar Shikamaru malas.

"Tidak ada salahnya untuk bersenang-senang, Shika. Karena pada akhirnya, kita tidak diijinkan untuk memilih sendiri calon pendamping dan masa depan kita. Karena untuk kita, semua sudah diatur untuk kepentingan politik dan kekuasaan keluarga," tukas Kiba datar, meninggalkan keheningan panjang, karena ketiganya jatuh dalam lamunannya masing-masing.

.

.

"Mau sampai kapan kamu menghindariku?" Sasuke mendesis tajam dan menarik tangan Naruto hingga keduanya masuk ke dalam ruang musik. Naruto terpojok karena kedua tangan Sasuke memerangkap tubuh Naruto diantara dirinya dan tembok.

"Anda terlalu percaya diri, tuan Uchiha. Untuk apa aku menghindarimu?" balas Naruto tajam.

"Kamu masih bersama panda itu, hm?"

"Dia memiliki nama," desis Naruto. "Namanya Gaara," katanya dengan suara bergetar menahan marah.

"Bahkan sampai sekarang kamu masih membelanya," Sasuke menggerutu. "Aku tidak membelanya," tukas Naruto cepat. "Sebenarnya apa mau-mu?" tambahnya menghela napas lelah.

"Mudah saja, Naruto. Aku menginginkanmu."

"Jangan bercanda, Uchiha! Hubungan kita sudah berakhir," ujar Naruto tajam. "Untuk apa kamu kembali?"

"Kamu memutuskan hubungan kita secara sepihak," balas Sasuke dingin. "Aku kembali karena merindukanmu, aku kembali untuk mengambil apa yang menjadi milikku," lanjutnya dengan mimik serius.

Naruto menatap lurus Sasuke, sementara kedua tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya. "Apa harus aku ingatkan, jika hubungan kita berakhir karena kamu memiliki tunangan?" desis Naruto dengan wajah mengeras kaku.

"Dan aku sudah katakan padamu, jika aku akan memutuskan pertunangan kami setelah kelulusan SMA, bukankah aku sudah memintamu untuk bersabar selama itu," balas Sasuke menahan emosi yang siap meledak.

Naruto mendengus kecil dan mendorong dada bidang Sasuke yang memerangkap tubuhnya. "Sudahlah Uchiha, saat ini aku tidak memiliki waktu untuk hal-hal yang tidak penting, kumohon jangan ganggu aku!"

"Maksudmu hubungan kita tidak penting? Jadi, hubungan kita hanya menyia-nyiakan waktumu?" seru Sasuke memukul keras tembok di belakang Naruto.

"Aku lelah, Sasuke." Seru Naruto pada akhrinya. "Aku tidak bisa bermimpi tinggi untuk memilikimu, karena itu aku menyerah dan memilih mundur."

"Kamu satu-satunya wanita yang kucintai," Sasuke berkata lirih. "Satu-satunya alasan untukku kembali. Setelah kita lulus, aku akan mengurus semuanya. Aku akan pastikan jika tidak ada seorang pun yang bisa memisahkan kita, hingga saat itu tiba, tolong bersabarlah dan tetaplah disampingku."

"Maafkan aku, Sasuke," ujar Naruto. "Aku lelah, benar-benar lelah dengan semua ini, hidupku sudah terlampau berat saat ini... Tolong beri aku ruang untuk bernapas, tolong biarkan aku sendiri," tambahnya dengan nada memohon dan wajah menunduk dalam. "Saat ini aku tidak bisa menjalin hubungan denganmu."

"Kau berkencan dengan pria lain?" Sasuke bertanya dengan nada datar dipaksakan. Naruto menggelengkan kepala dan menjawab lemah. "Untuk saat ini, aku tidak bisa berkencan dengan siapa pun."

"Termasuk aku?"

"Ya, termasuk dirimu," jawab Naruto yakin.

"Aku akan mengubah pikiranmu," ujar Sasuke penuh tekad hingga Naruto tersenyum kering dibuatnya. "Jangan keras kepala Sasuke, semua itu percuma. Pikiranku tidak akan berubah, lebih baik kamu fokus sekolah, kita sudah kelas tiga, saatnya menapaki jalan untuk masa depan kita."

"Kehidupanku dan masa depanku sudah diatur," balas Sasuke menyentuh pipi Naruto ringan. "Karena itulah, aku berusaha berontak dan mengatur masa depanku sendiri." Sasuke menangkup wajah Naruto dan menatap lurus iris saphire itu lembut. "Di jalan hidupku yang baru, kamu adalah masa depanku."

Sasuke terus berusaha meyakinkan Naruto akan hubungan mereka, namun, saat melihat wajah tertekan itu mencoba untuk terlihat tegar, entah kenapa membuat hati Sasuke terasa nyeri. Ingin rasanya Sasuke mengatakan jika semuanya akan baik-baik saja. Dia ingin memeluk, memberi rasa nyaman pada satu-satunya wanita yang dicintainya. Tapi, benteng yang dibuat Naruto nampak begitu tinggi, begitu dingin dan sulit untuk dijangkau. "Aku mencintaimu," bisik Sasuke lirih, namun Naruto tetap bergeming, diam membisu tanpa mampu menatap balik iris sekelam malam pria dihadapannya.

.

.

.

"Kuantar pulang," tawar Gaara sore ini.

"Tidak perlu," Naruto tersenyum lembut. "Aku akan langsung ke cafe, aku harus kerja, ingat?"

Gaara menghela napas pendek dan menyerahkan sebuah payung pada Naruto. "Untuk apa?" Naruto mengernyit bingung.

"Menurut ramalan cuaca, hari ini akan turun hujan," jelas Gaara datar. Naruto terkekeh kecil dan mencibir ke arah Gaara. "Kamu percaya ramalan cuaca?"

Gaara mengangkat bahu tidak peduli dan menjawab malas. "Tidak ada salahnya kan?"

"Ha'i, wakatta. Terima kasih untuk payungnya, Gaara-kun," goda Naruto dengan suara manja. Gaara mengacak rambut Naruto dan pamit pergi untuk menjemput Karin di kelas sebelah. Naruto menatap kepergian Gaara dengan senyum lembut, tangannya sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, hingga tidak sadar jika saat ini hanya tinggal dirinya dan Sasuke yang ada di dalam kelas.

"Jadi benar, kamu menolakku karena Gaara?" desis Sasuke marah. "Kita sudah membahas ini, Sasuke." Jawab Naruto cuek, dia mengambil tas, memakainya dan berdiri menghadap Sasuke. "Aku dan Gaara hanya teman, tidak berubah hingga saat ini. Jangan salahkan orang lain lagi, mengerti?"

Sasuke menahan pergelangan tangan Naruto yang hendak beranjak pergi, menangkup wajah gadis itu dan mencium bibirnya kasar. Naruto memberontak, memukul dada Sasuke keras, namun usahanya gagal. Tenaga Sasuke jauh lebih besar dari tenaganya. Sasuke terus menggoda, menjilat dan memagut bibir Naruto, memaksanya untuk terbuka. Kesal karena tidak mendapat apa yang diinginkannya membuat Sasuke menggigit bibir bawah Naruto hingga membuat gadis itu membuka mulutnya karena kaget. Sasuke menyeringai senang, tanpa melewatkan kesempatan dia segera memasukkan lidahnya ke dalam mulut Naruto dan mengobrak-abrik pertahanan gadis itu.

"Kau benar-benar brengsek!" umpat Naruto mendaratkan satu tamparan keras pada pipi putih pria itu, sesaat setelah Sasuke mengakhiri ciuman panjang mereka. "Aku tahu," ujar Sasuke menjilat saliva yang tersisa di sudut kanan bawah mulut Naruto, tidak menggubris pipinya yang berdenyut sakit. "Aku akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkanmu," katanya datar. "Aku merindukanmu, aku rindu segala hal tentangmu," ujar Sasuke dengan nada getir.

"Itu masa lalu," balas Naruto tajam. "Lupakan semua itu, Uchiha. Dan kembalilah pada tunanganmu," tambahnya cepat sebelum akhirnya melarikan diri, meninggalkan Sasuke yang masih berdiri di dalam kelas hingga beberapa saat kemudian.

.

.

.

Sasuke menatap nyalang langit-langit kamarnya malam ini, matanya masih tidak mau dipejamkan, padahal jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Sasuke menyentuh bibirnya lembut dan tersenyum kecil, masih dia ingat dengan jelas rasa dari wanita yang dicintainya itu. Pertemuannya dengan Naruto membuat pikirannya kembali ke masa dua tahun silam, hari dimana dia pertama kali bertemu dengan Naruto.

Flashback On :

Siang ini seperti biasa, kedua orang tua Sasuke memerintahkannya untuk datang ke pesta ulang tahun putri salah satu kolega kerja Uchiha Fugaku. Seharusnya Itachi-lah yang datang ke pesta itu, namun karena Itachi saat ini berada di luar kota, jadi Sasuke bertugas untuk menggantikannya. Usia Sasuke masih lima belas tahun kala itu. Sasuke hanya menatap dingin kedua orang tuanya yang tengah bersiap pergi karena ada pekerjaan di luar kota. Dia mengangguk kecil, memberi hormat dan berlalu pergi menuju kamarnya untuk bersiap-siap. Segala sesuatunya sudah disiapkan oleh Mikoto, yang perlu Sasuke lakukan hanya memasang badan dan menjalankan tugas.

Sasuke segera pergi diantar oleh supir pribadi keluarga. Pesta yang dihadirinya saat ini begitu mewah untuk ukuran pesta ulang tahun ke tujuh belas. Pesta dengan konsep garden party, bernuansa putih, hijau dengan sentuhan emas nampak elegan dan feminim. Sasuke mengambil minumannya, setelah berbasa-basi dengan si punya pesta, Sasuke pun memutuskan untuk berjalan menjauh dari keramaian itu. Kakinya terus melangkah menghindari kebisingan pesta, hingga kedua bola matanya menangkap sosok remaja putri yang berdiri kaku di depan pintu gerbang masuk dan menatap ke arah pesta itu dengan tatapan sedih.

Pemuda itu memperhatikan dengan seksama, remaja putri itu berpenampilan sederhana, usianya mungkin sama dengan Sasuke. Celana jeans pensil semata kaki berwarna dark blue dipadankan dengan sebuah kemeja berwarna biru langit, bagian tangannya di gulung hingga siku. Kakinya memakai sepatu sneakers wanita berwarna merah. Rambut pirang sepinggangnya dibiarkan tergerai sempurna, nampak bersinar saat terkena sinar mentari sore, menimbulkan efek halo di kepalanya, benar-benar terlihat sangat cantik, walau penampilannya berkesan tomboy. Gadis itu juga membawa tas punggung dan travel bag besar berwarna orange di tangan kanannya.

Sasuke mengernyit saat mendapati gadis itu mulai terisak dan menangis. 'Dia kenapa?' pikir Sasuke bingung namun dirinya masih tidak memiliki keberanian untuk mendekat. Sekitar lima menit setelahnya, remaja putri itu dengan tangan bergetar menarik travel bag yang dibawanya dan berjalan pergi. Sasuke menghela napas panjang, baru kali ini dia merasa tertarik pada sesuatu. Pemuda itu mengerang frustasi, karena sampai tiga puluh menit setelahnya, bayangan sang gadis tidak bisa hilang dari ingatannya.

"Pasti ada yang salah denganku," ujar Sasuke lirih dan memutuskan untuk pulang lebih awal. Lagipula, kedua orang tuanya pasti sudah pergi saat ini, jadi Sasuke tidak perlu mendengar omelan panjang karena meninggalkan pesta lebih awal.

Sasuke terdiam selama perjalanan pulang, kendaraan yang dinaikinya berhenti saat terkena lampu merah. Pemuda itu menatap keluar jendela dan kedua matanya membulat sempurna saat lagi-lagi dia menangkap sosok gadis itu sedang berjongkok di sisi jalan, kedua bahunya bergetar, kepalanya menunduk menatap sesuatu yang nampak hancur di tangannya.

Tanpa pikir panjang, Sasuke segera keluar dari dalam mobil, mengabaikan panggilan supirnya dan berjalan menghampiri sosok Naruto yang masih terisak sedih. "Kenapa denganmu?" tanya Sasuke terdengar ketus. "Kamu menangis?"

Naruto mendongak dan menghapus air mata dengan punggung tangannya. "Aku juga tidak mau menangis," ujar Naruto sedikit bergetar. "Tapi, semua yang terjadi hari ini membuat air mataku tidak sanggup untuk kutahan keluar," katanya seraya memperlihatkan telpon genggamnya yang hancur karena jatuh dan tergilas kendaraan yang melintas.

"Dimana rumahmu?"

"Suna," jawab Naruto pendek.

"Itu sangat jauh," kata Sasuke datar. "Kamu punya saudara di kota ini?" Naruto menggelengkan kepala pelan. "Mau menginap di rumahku?" tawar Sasuke yang merasa kaget setelahnya, bagaimana mungkin dia menawarkan tempat tinggal pada seseorang yang bahkan tidak dikenalnya, bahkan baru kali pertama dijumpainya. Naruto hanya bisa menatap Sasuke heran, tanpa mengatakan sepatah katapun. "Rumahku jauh lebih aman, kamu bisa menghubungi saudaramu, dan menjemputmu besok, malam sudah hampir tiba, berbahaya untuk perempuan berkeliaran di luar pada malam hari."

Naruto nampak ragu, dia begitu bingung saat ini. Uang yang dia punya harus digunakan sebaik mungkin untuk kebutuhan hidup sebelum dia mendapat pekerjaan part time nanti. Dia harus merogoh dompet dalam jika menginap di Hotel. Jika dia menerima tawaran pemuda di depannya, setidaknya dia hanya perlu membayar untuk makanan dan telpon yang akan dia pinjam nanti. "Aku bukan orang jahat," tukas Sasuke meyakinkan saat melihat raut gelisah pada wajah Naruto. Tanpa basa-basi, Sasuke merebut travel bag milik Naruto, menariknya dan memasukkannya ke dalam bagasi mobil. Sasuke memberi gerakan perintah agar Naruto segera masuk ke dalam mobil bersamanya. Naruto menggigit bibir bawahnya, dan akhirnya dia menuruti kata hati untuk mengikuti pemuda asing di hadapannya.

Tidak ada satu pun yang bicara di dalam mobil kala itu, semua terdiam selama sisa perjalanan menuju kediaman Sasuke. Naruto hanya bisa melotot tidak percaya, mulutnya terbuka karena takjub. 'Apa ini benar-benar sebuah rumah? Besar sekali,' batinnya kagum. "Masuklah!" kata Sasuke memutus lamunan Naruto. Dengan langkah perlahan Naruto mulai memasuki kediaman Sasuke.

"Jangan berekspresi seperti itu, kamu terlihat seperti orang bodoh!" ejek Sasuke menyeringai kecil. Naruto berdecak dan mendelik tajam ke arah pemuda raven yang berdiri di sebelahnya. "Apa keluargamu Yakuza?"

"Hah?"

"Rumahmu sangat besar, dan terlihat kosong," Naruto melangkah mundur mengambil jarak dari Sasuke. "Jangan-jangan kamu anggota mafia," Naruto berbisik takut. "Jangan jual aku, aku tidak akan laku untuk dijual," tambahnya dengan raut wajah takut yang nyata.

Sasuke tergelak dan memijat tengkuknya, matanya menatap Naruto geli. 'Gadis ini benar-benar aneh,' benaknya heran. "Benar, keluargaku memang mafia, pekerjaan kami menjual narkoba, dan menjual gadis-gadis di bawah umur sepertimu," katanya dengan nada serak, terus melangkah maju hingga membuat Naruto terus bergerak mundur ketakutan. "Ini kamarmu," lanjut Sasuke membuka pintu di belakang punggung Naruto, gadis itu menengok ke belakang dan kembali menatap Sasuke dengan bingung.

"Pikiranmu terlalu jauh, Nona." Sindir Sasuke masih dengan nada geli. "Kedua orang tuaku baru saja pergi untuk urusan bisnis, mereka hanya pengusaha biasa. Kakakku juga di luar kota, jadi rumah ini terlihat sepi," jelas Sasuke panjang lebar. "Istirahatlah, aku akan membawakanmu makan malam nanti," tambahnya lagi seraya meninggalkan Naruto yang masih diam mematung, mencoba mencerna informasi yang baru saja masuk.

Beberapa detik kemudian otak Naruto kembali berfungsi dengan normal, dengan cepat dia menyambar travel bag miliknya dan masuk ke dalam kamar. "Benar-benar membuatku takut," katanya seraya memegang dada kirinya, jantungnya berdetak dengan cepat saat ini. Naruto melihat ruangan yang ditempatinya kini, dia hanya bisa menghela napas panjang. 'Kamar ini bahkan lebih besar dari ruang tamu dan ruang keluarga kami,' pikir Naruto miris.

Perlahan Naruto mengambil dompet berwarna kuning miliknya dari dalam tas punggung, membukanya dan menatap foto Kushina yang terdapat di dalam sana dengan wajah nanar. "Aku sudah melihat kediaman mereka dari jauh, Kaasan," dirinya mulai terisak kecil. "Mungkin ini adalah hukuman untukku karena tidak mengidahkan permintaanmu, mereka bersenang-senang tanpa memikirkan perasaanku, apa mereka tidak ingin mencari tahu bagaimana nasib kita?" Naruto mulai menangis tersedu. "Kaa-san, aku merindukanmu."

Setelah lelah menangis, Naruto melirik ke arah telpon rumah yang terdapat di dalam kamarnya. Dia menarik selembar uang dari dalam dompet dan disimpan di samping tempat telpon berada. Naruto segera menekan nomor telpon genggam milik Gaara, duduk di atas lantai dan menunggu beberapa saat hingga sambungan telpon terhubung dan diangkat oleh sang pemilik.

"Moshi-moshi?" terdengar sebuah suara menjawab panggilan telpon Naruto.

"Gaara?"

"Naruto? Ini kamu? Kamu ada dimana? Tadi siang aku ke rumahmu, namun kata tetangga kamu sudah pergi dari tadi pagi, dimana kamu sekarang? Telpon genggam-mu juga tidak bisa aku hubungi. Kamu benar-benar membuatku cemas!"

"Maaf Gaara, aku pergi tanpa memberitahumu. Telpon genggamku rusak," Naruto berusaha untuk menahan isak tangis yang keluar dari tenggorokannya.

"Naruto kamu baik-baik saja? Suaramu terdengar aneh," kata Gaara dengan nada khawatir.

"Ehm, aku baik-baik saja," jawab Naruto berbohong.

Gaara menghela napas dan berbicara dengan nada lembut. "Kamu dimana sekarang?"

"Tokyo," jawab Naruto pendek.

"Tokyo?" Gaara tersentak kaget. "Sedang apa kamu disana? Bukankah aku sudah bilang untuk pergi bersama?"

"Aku tidak pergi ke KHS, aku kesini untuk mencari mereka Gaara," kata Naruto dengan nada suara bergetar, membuat Gaara terdiam seribu bahasa, mengerti akan apa yang dimaksud oleh Naruto. "Kamu menginap dimana sekarang?" tanya Gaara.

"Di rumah seseorang," jawab Naruto.

"Kamu tidak memiliki kenalan lain disana, kamu tinggal bersama ayahmu?"

"Tidak," jawab Naruto pendek.

"Lalu dimana?" Gaara kembali khawatir akan keselamatan Naruto.

"Jangan cemas Gaara, aku baik-baik saja. Aku menelepon karena takut kamu akan cemas," katanya lagi.

"Aku memang cemas, Naruto. Katakan dimana alamatmu sekarang, aku akan menjemputmu kesana."

"Tidak perlu, Gaara. Aku baik-baik saja, lagipula ini sudah malam, besok aku akan kembali meneleponmu, oyasuminasai, Gaara," kata Naruto lirih dan menutup sambungan telpon. Wajahnya menunduk dalam, menyentuh lutut yang dia angkat naik untuk menyembunyikan wajahnya yang kembali menangis.

"Kamu menangis lagi?"

Naruto tersentak kaget mendengar suara Sasuke. Pemuda itu berdiri di depan pintu kamarnya yang terbuka dengan sebuah nampan di tangan. "Bisakah kamu mengetuk pintu sebelum masuk?" raung Naruto mendelik marah, dengan cepat dia menghapus air matanya. Dengan wajah datar, Sasuke mngetuk pintu dan masuk ke dalam kamar, hingga Naruto mendelik tajam.

"Kamu sudah menelepon keluargamu?"

"Kamu menguping pembicaraanku?" Naruto balik bertanya dengan nada satu oktaf lebih tinggi.

"Ini rumahku," elak Sasuke. "Aku bebas melakukan apa pun," katanya ringan. "Apa itu?" tanya Sasuke saat melihat selembar uang tergeletak di samping tempat menyimpan telpon. "Fee," jawab Naruto pendek. Sasuke mengangkat sebelah alisnya tidak mengerti dan menyerahkan nampan makanan kepada Naruto. "Fee?" beo Sasuke.

Naruto mengangguk dan kembali menyerahkan dua lembar uang ke tangan Sasuke. "Dan untuk apa ini?" wajah Sasuke kembali ditekuk dalam.

"Yang itu fee karena aku menggunakan telpon rumahmu," jelas Naruto. "Dan ini fee untuk makan malam, besok aku akan membayar untuk makan pagi," tambahnya lagi.

"Kamu mengeluarkan uang seperti air," Sasuke menggelengkan kepala dan menyerahkan kembali lembar uang itu pada Naruto. "Simpan saja, kamu lebih membutuhkannya."

"Tapi, aku tidak biasa menerima sesuatu secara gratis," kata Naruto keras kepala. "Aku memang miskin, tapi aku memiliki harga diri," katanya lagi.

"Anggap saja aku sedang berbaik hati," ujar Sasuke menyandarkan tubuhnya ke tembok dengan santai. "Jadi, kamu sudah menelepon keluargamu," katanya mengalihkan pembicaraan.

"Dia temanku," kata Naruto memasukkan kembali dua lembar uang yang dikembalikan Sasuke ke dalam dompet dan duduk di tepian tempat tidur.

"Laki-laki?" selidik Sasuke dengan kedua tangan bersidekap di depan dada.

"Ya," kata Naruto pendek.

"Kekasihmu?"

"Bukan," jawab Naruto cepat. "Dia teman baikku," jelas Naruto.

Sasuke memicingkan mata dan menatap Naruto dengan tatapan geli. "Laki-laki dan wanita tidak bisa menjadi teman baik, pasti ada perasaan khusus diantaranya, atau salah satunya."

"Tapi kami tidak seperti itu," ujar Naruto dalam satu helaan napas. "Kami sudah saling mengenal lama, dan hubungan kami hanya sebatas teman," katanya lagi.

"Terserah," balas Sasuke datar nampak tidak percaya. "Ngomong-ngomong, siapa namamu?"

"Naruto," jawab gadis itu.

"Nama yang aneh," Sasuke kembali terkekeh geli, sesuatu yang benar-benar jarang dilakukannya. Sasuke berdeham saat melihat tatapan tajam Naruto dan kembali berdiri tegak, dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. "Namaku Sasuke," ujarnya. "Habiskan makan malammu dan istirahatlah. Besok, sarapan akan siap jam tujuh pagi, oyasuminasai."

"Oyasuminasai," balas Naruto serak. Selepas kepergian Sasuke, dia melirik ke arah nampan makanan di atas tempat tidur. "Baik sekali," gumam Naruto lirih. "Apa jangan-jangan dia memasukkan sesuatu ke dalamnya?" Naruto memicingkan mata curiga. "Aku harus melindungi diri," katanya lagi seraya mengangkut beberapa kursi dan menggeser meja untuk menghalangi pintu masuk. "Kalau begini aman," lanjut Naruto menyimpan kedua tangannya diatas dada dan tersenyum lega sebelum akhirnya melahap habis makanan yang ada diatas nampan.

.

.

.

"Ohayou, tidurmu nyenyak?"

Naruto duduk di depan Sasuke dan tersenyum lembut. "Ohayou," jawab Naruto. "Tidurku sangat nyenyak, terima kasih."

"Syukurlah," balas Sasuke tersenyum kecil.

"Kamu akan pergi sekolah?" tanya Naruto sambil mengunyah sandwich miliknya.

"Hn."

"Kamu sekolah di Konoha Junior High School?" tanya Naruto lagi saat melihat logo sekolah yang terdapat di saku sebelah kanan jas sekolah milik pemuda itu.

"Ya," jawab Sasuke pendek.

"Kelas berapa?"

"Tiga."

"Benarkah? Aku akan mulai sekolah di KHS tahun ajaran ini," seru Naruto senang. "Apa kamu akan melanjutkan disana?"

"Kamu akan sekolah di KHS?" Sasuke balik bertanya tanpa menjawab pertanyaan Naruto.

"Begitulah," jawab Naruto dengan senyum lebar. "Aku mendapat bea siswa penuh, jadi aku bisa sekolah gratis disana," ujarnya bangga.

"Hm, souka?" ujar Sasuke dengan senyum misterius.

"Ah, karena kamu akan pergi, lebih baik aku berkemas dan segera pergi dari sini."

"Tidak perlu, tunggu saja disini, aku hanya pergi sebentar. Ada berkas sekolah yang harus kuambil untuk melengkapi persyaratan sekolah baru. Karena itu, lebih baik kamu tunggu disini. Lagi pula, bagaimana jika temanmu mencarimu kesini?"

Naruto menggelengkan kepala dan menjawab. "Aku belum memberitahu alamat rumahmu, rencananya aku akan memintanya untuk menjemputku di taman kota selepas makan siang nanti, atau sore jika dia telat," jelas Naruto. "Lagi pula, tidak mungkin aku diam disini sementara sang tuan rumah pergi keluar rumah."

"Jangan keras kepala," ujar Sasuke datar. "Lebih baik kamu ikut denganku, aku bisa mengantarmu keliling KHS nanti. Sekolahku dan KHS masih di komplek yang sama," jelas Sasuke setengah memaksa.

"Tapi..." Naruto tampak ragu.

"Tidak ada tapi, cepat selesaikan sarapanmu. Kita segera pergi," ujar Sasuke lagi hingga Naruto merenggut kesal.

Tiga puluh menit kemudian mereka berdua sampai di sekolah Sasuke. "Tunggu disini!" ujar Sasuke sementara Naruto duduk di bangku taman sekolah dengan fountain besar di hadapannya. "Aku segera kembali," katanya lagi.

Naruto mengangguk kecil dan menatap punggung Sasuke yang segera menghilang ke dalam sebuah bangunan utama sekolah. Naruto menghela napas panjang, udara musim semi masih sedikit dingin, namun mentari yang bersinar pagi ini membantu menghangatkan dunia, mengiringi indahnya musim semi.

Sasuke terus berjalan menuju ruang kepala sekolah. Diketuknya pintu ruang kepala sekolah, dan setelah dipersilahkan masuk, Sasuke segera membuka pintu ruang kerja Tsunade Senju dan menutupnya perlahan. Sasuke membungkuk hormat, sementara Tsunade mempersilahkannya untuk duduk.

"Ini berkas yang kamu perlukan untuk sekolah di LA nanti," Tsunade menyerahkan amplop coklat besar kepada Sasuke.

Sasuke menghela napas dan meraih amplop coklat itu, sebelum melayangkan tatapan datar pada Tsunade. "Ada apa, Uchiha?" tanya Tsunade menopangkan dagu di atas punggung tangannya.

"Senju-sama, apa mungkin jika saya meneruskan SMA ke KHS?"

Tsunade menaikkan sebelah alisnya dan menghempaskan punggungnya ke punggung kursinya yang nyaman. "Maksudmu, kamu berencana untuk meneruskan di KHS?" Sasuke mengangguk. "Lalu, apa kedua orang tuamu tahu?" Sasuke menggeleng. "Sebenarnya dengan prestasimu, tentu tidak akan sulit untuk masuk di KHS, walaupun ujian masuk sudah ditutup dan murid yang diterima sudah diumumkan. Aku bisa meminta Jiraiya untuk memberimu jalur khusus." Tsunade mengambil napas dalam sebelum meneruskan. "Tapi, bagaimana dengan orang tuamu. Apa mereka akan setuju? Lagipula kamu sudah diterima di sekolah internasional di LA, bukan begitu?"

"Benar, tapi pagi ini saya mengurungkan niat. Saya berencana mengatakan semua ini pada kedua orang tuaku setelah mereka kembali," kata Sasuke tenang.

"Aku akan mengantarkan semua berkasmu pada kepala sekolah KHS, tapi aku tetap memerlukan persetujuan kedua orang tuamu, mengerti?"

"Saya mengerti, kalau begitu saya pamit," ujar Sasuke membungkuk hormat dan melangkah keluar dari ruang kerja Tsunade dengan wajah lega. 'Tunggu saja Naruto, aku akan terus menempel padamu,' ujar Sasuke dalam hati menyeringai senang.

Selepas keluar dari ruangan Tsunade, dengan langkah cepat Sasuke menuju ke arah taman tempat dia meninggalkan Naruto tadi. "Kamu masih disini?"

Naruto mendongak melihat sosok Sasuke yang menjulang di hadapannya. "Bukankah kamu yang memintaku untuk menunggu disini," balas Naruto. "Urusanmu sudah selesai?"

"Hn."

"Jadi, apa kamu akan mengantarku ke KHS?"

"Ya," jawab Sasuke pendek. Naruto baru saja hendak bertanya pada Sasuke saat telinganya mendengar teriakan beberapa murid perempuan yang memanggil nama Sasuke dengan histeris. "Sasuke-sama?" teriak mereka memekakan telinga.

"Damn," umpat Sasuke menarik pergelangan tangan Naruto dan mengajaknya untuk berlari, melarikan diri dari kejaran para fans girl's yang mulai menggila. "Kau punya fans girl's?" napas Naruto terputus-putus setelah mereka berlari jauh dan bersembunyi di ruang musik KHS. Sasuke mengangguk kecil dan Naruto bergumam. "Merepotkan," katanya sambil menyeka keringat yang timbul di keningnya. "Kita ada dimana?" tanya Naruto sambil melihat ke sekeliling ruangan.

"Kita sudah berada di KHS," jelas Sasuke. "Ini ruang musik," tambahnya tenang dan mendudukkan diri di kursi terdekat.

"Sampai kapan kita harus berada disini?" tanya Naruto. "Sampai mereka berhenti mencari kita," jawab Sasuke kering.

"Maksudmu, mencarimu?" ralat Naruto datar. "Hn," balas Sasuke tidak jelas. "Sasuke, boleh aku meminjam telpon genggammu?" Naruto memasang wajah memelas. "Untuk apa?"

"Untuk menghubungi temanku," jawab Naruto ketus. "Ayolah, Sasuke... pinjami aku telpon genggammu," tambahnya dengan nada merayu. Dengan berat hati Sasuke menyerahkan telpon genggam miliknya pada Naruto dan diterima gadis itu dengan suka cita.

"Moshi-moshi?"

"Naruto?"

"Hai," jawab Naruto cepat.

"Kamu pakai nomor siapa?"

"Tidak penting," jawab Naruto. "Gaara sekarang kamu ada dimana?"

"Di jalan menuju Tokyo, dimana alamatmu?"

"3-2-8 Highashi-Gotanda, Shinagawa-ku, Tokyo," jawab Naruto menatap Sasuke seolah meminta tanggapan. Sasuke mengangguk membenarkan jawaban Naruto hingga gadis itu kembali fokus pada telponnya. "Jadi kamu akan sampai sekitar pukul dua siang?" tanya Naruto lagi. "Baiklah, aku mengerti. Jangan khawatir Gaara. Aku akan menunggumu disini, jaa..."

"Dia akan menjemputmu jam dua siang?" tanya Sasuke saat menerima telpon genggamnya kembali. Naruto mengangguk, membenarkan. "Kalau begitu, kita masih memiliki waktu empat jam untuk berkeliling Tokyo, mau?" tawar Sasuke datar.

"Kamu mau mengajakku jalan-jalan?" Naruto menatap curiga. "Kenapa kamu baik sekali padaku?"

"Anggap saja kamu sedang beruntung," ujar Sasuke ringan. Sepanjang siang itu, Sasuke mengajak Naruto berkeliling. Menikmati indahnya pohon sakura yang berbunga dengan sangat cantik.

Flashback End

Sasuke melihat ke meja nakast di sampingnya, waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, namun matanya masih belum mau dipejamkan. "Kenapa aku harus mengingat masa lalu?" bisik Sasuke lirih. "Kamu membuatku gila, Naruto!" ujarnya lagi. Ia mencoba untuk memejamkan mata walau sejenak, dan berharap pagi akan segera datang. Agar dia bisa bertemu dengan Naruto secepatnya.

.

.

.

TBC