I

..:.: Prolog :.:..


Ia adalah Ciel Phantomhive.

Ia adalah Alois Trancy.

Kedua pemuda yang mau menginjak usia dewasa tersebut, dipertemukan di sebuah akademi elit di London. Pertemuan yang tidak di sengaja ketika mereka satu kompartemen di kereta membuat mereka menjadi sahabat yang cocok satu sama lain walaupun dengan kepribadian dan latar keluarga yang bertolak belakang.

Ciel Phantomhive, pemuda dengan tinggi di bawah anak-anak seusianya, berparas imut dengan tingkah egois yang cukup parah masuk ke Akademi Waston demi mencari jejak kenangan sang ayah, Vincent Phantomhive yang merupakan siswa Akademi Waston dan juga Prefek yang bernaung di Asrama Biru. Jangan tertipu dengan wajah manisnya ataupun tujuannya karena di usia semuda itu Ciel berhasil memajukan Phantom Company dengan tangannya sendiri. Tak banyak orang yang tahu jika Ciel adalah Direktur Phantom Company dan perusahaannya berkembang pesat dengan tidak lazim karena trik-trik rahasia yang di keluarkan sang pemilik surai kelabu tersebut.

Lain halnya dengan Trancy, ia masuk ke Akademi Waston karena paksaan orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan sebagai sang "Pewaris" Trancy Company satu-satunya. Pemuda dengan iris ocean blue itu sebenarnya tak berminat dengan dunia bisnis mengingat ia sangat menyadari tentang kapasitas otaknya yang tidak begitu bagus dalam menampung pelajaran. Alois lebih suka bernyanyi, berdansa, dan melukis. Baginya bidang seni lebih menarik dan memberi kebebasan tanpa batas ketika otaknya berharap mendapatkan pencerahan atau hanya sekedar mencari pelampiasan kegundahan. Tapi apa mau dikata, orang tuanya menentang dan ia hanya sanggup menahan diri dan berjalan di jalan yang sudah ditentukan kedua orang tuanya.

Dan keduanya bertemu disini di Akademi Waston! Ciel yang biasanya hanya mau mengucapkan sepatah dua patah kata, kini lebih banyak bicara semenjak bertemu Alois. Dan juga Alois, yang biasanya hanya murung di bawah pohon sembari menatap nilai-nilainya kini sudah bisa tertawa riang sembari bernyanyi atau sedikit menggerakkan tubuhnya semenjak bertemu Ciel.

Keduanya berharap bisa menikmati kehidupan di Akademi Waston. Tapi, entah apa yang ada di depan, menunggu mereka. Akankah ada peristiwa aneh? Mendebarkan? Belahan jiwa? Saingan? Yang mana?


If You Say that Little Think Maybe I Will Say That Something! Belongs to Kaori Suruga

Kuroshitsuji Belongs To Yana Toboso

OOC, Abal, Typo, Warning! Yaoi/So-Ai Inside

SebasCiel & ClaudeAlois

Don't like, don't read!

[K]

Chapter 1 : Nothing Special, Maybe


.

.

.

Sang pemilik surai secerah mentari kini sibuk berdendang sembari memasukkan beberapa buah buku untuk mata pelajaran Mr. Spears ke dalam tasnya. Tak jauh dari si pemuda, lelaki imut dengan iris biru kelabu juga tengah sibuk menyimpan alat-alat tulisnya ke dalam salah satu kantong tasnya.

Ciel dan Alois selain sahabat, kebetulan lainnya yang mereka miliki adalah mereka satu angkatan, satu asrama, dan juga satu kamar. Bahkan kelas mereka juga sama.

Biasanya di pukul 7 seperti pagi ini, Alois masih selonjoran di atas kasur walaupun sudah mengenakan seragam. Tapi semua rutinitas akan berbeda seratus delapan puluh derajat apabila sudah masuk ke dalam jadwal Mr. Spears. Guru paling galak kata senior tingkat tiga, pembunuh berdarah dingin kata senior tingkat dua, terlalu teliti kata teman seangkatan, dan terlalu tepat waktu menurut Ciel dan Alois.

Maka dari itu, setiap pelajaran Alois akan bangun sangat pagi agar tidak terlambat di kelas sang guru killer —terkecuali Ciel yang memang sudah membiasakan dirinya bangun pagi semenjak berencana memasuki Akademi Waston .

Alois menatap pantulan dirinya di kaca, mengecek siapa tahu ada yang salah dengan seragamnya atau rambutnya atau wajahnya.

"Berhenti mematutkan dirimu di kaca berulang kali, Alois. Kau sudah melakukannya lebih dari lima kali." Gerutu Ciel yang mulai risih melihat kenarsisan sahabatnya itu.

Alois yang walau kena sindiran —yang sebenarnya sudah biasa oleh Ciel, ia tetap memutar-mutar tubuhnya di cermin yang lebih tinggi dari tubuhnya itu sembari bersenandung riang. "Penampilan di pagi hari itu penting, Ciel."

Ciel hanya membalas tingkah Alois dengan pandangan ngeri karena nada bicara Alois yang cukup —terlalu cukup malah membuat bulu tengkuk Ciel berdiri, kucing penjaga asrama kabur, dan Mr. Spears melemparnya dengan kapur. Ok yang terakhir itu hanya candaan, karena kenyataannya adalah Alois memang setidaknya tiga kali dalam sebulan pasti akan terkena serangan kapur Mr. Spears yang melegenda karena tidak bisa menahan kantuknya di mata pelajaran sejarah dunia Mr. Spears.

Ciel mengakui pelajaran sejarah dunia memang butuh konsentrasi tingkat dewa agar tidak menjadi salah satu siswa yang menjadi sasaran layang kapur sang guru. Ia pun harus berkali-kali setidaknya minimal tiga kali dalam satu jam mencubit kakinya, tangannya, menepuk pipi, bahkan nyaris menusuk tangannya dengan pensil —oke yang terakhir memang berlebihan tapi masih diperhitungkan sebagai cara terakhir menghindari hukuman paling berat yaitu tambahan tugas selama liburan.

Lamunan sang surai kelabu sukses menghilang karena Alois sudah berteriak di depan pintu dengan suara yang bahkan tetangga rela kehilangan sebelah sandal mereka demi menghentikan teriakan penghancur kaca milik Alois yang melengking —atau mungkin sengaja dibuat demikian? Tak ada yang tahu kecuali Alois dan God tentunya.

"Hentikan suara itu atau kuhancurkan pita suaramu, Trancy!" Erang Ciel yang melaju kearah Alois kemudian menuju kelas Mr. Spears.


[K]

.

.

"Ciel, kau mau makan apa?" Tanya Alois sambil cengar-cengir di depan stand roti dan gula-gula favoritnya.

"Aku cukup Stew saja dengan Apple Pie."

"Hee? Kau makan sedikit sekali?! Pantas saja tubuhmu tak bertambah tinggi, Ciel sayang." Ledek Alois sambil sibuk mencomot beberapa kue, spaghetti, dan salad ke dalam nampan makan siangnya.

Lagi, Ciel entah sudah keberapa kalinya menghujamkan death glare yang juga untuk kesekian kalinya terpental sia-sia karena tak begitu berpengaruh pada sahabatnya yang sudah mulai kebal tersebut. "Awas, makan sebegitu banyak akan menyebabkan kau mati muda karena kadar gula tinggi, Alois." Balas Ciel.

"Begitukah, Phantomhive muda? Anda sungguh berhati mulia mau menasehatiku. Biarkan aku memberi hormat dengan sepantasnya."

Alois menyilangkan kakinya kemudian melepaskan sebelah tangannya untuk meraih ujung celananya, menariknya sedikit seperti menyibakkan sebuah gaun.

"Oh, maaf Phantomhive, aku tidak bisa membungkuk lebih rendah lagi karena perbedaan tinggi badan kita. Aku mohon maaf." Ucap Alois disusul gelak tawa yang cukup menarik perhatian siswa yang berada di dekat mereka.

Ciel sempat jengkel dan memasang raut kesal dengan telinga sedikit kemerahan menahan amarah. Tapi, karena ia merasa dirinya lebih bisa bersikap dewasa ketimbang Alois. Ciel hanya membalas si Trancy muda dengan jitakan di kepala yang lumayan membuat dunia berputar beberapa detik.

"Terima kasih pujiannya, Trancy muda. Aku kembalikan hormatmu dengan taburan bintang."

Sekarang Alois yang mengirimkan Ciel death glare dari kedua iris ocean blue miliknya. "Kuso! Ini sakit!"

"Jangan merengek hanya karena sebuah ji—"

"—Hei, kalian berdua."

Kalimat Ciel terpotong oleh sebuah suara yang kini mulai mendekat kearah mereka. Dua sosok pria dengan tubuh tinggi dan beruntungnya lagi diberikan wajah rupawan buah karya God Hand sukses mengeliminasi jarak yang kini hanya berkisar 10 centimeter.

Ciel dan Alois sukses terpukau oleh kedua sosok rupawan di depan mereka. Ciel terpana pada iris merah ruby milik pemuda berambut hitam sedangkan Alois nyengir gak jelas menatap iris keemasan pemuda yang satunya.

"Ehm."

Dehaman sang surai kehitamanan sukses menghapus lamunan Ciel dan Alois yang terpana. "Kalian? Anak tahun pertama?"

"Ya." Balas Ciel dan Alois kompak.

"Bisa kita duduk disana?" Tunjuk pemilik iris merah ruby itu pada sebuah meja bermuatan empat orang yang tak jauh dari posisi mereka saat ini.

"Tentu!" Balas Alois langsung, girang dan Ciel hanya melempar pandang asal.


[K]

.

.

" Aku Sebastian Michaelis dan ini temanku Claude Maaf kami memanggil kalian. Tapi, kalian cukup mengganggu antrian tanpa kalian sadari tadi." Ucap Sebastian yang membuka percakapan.

Ciel dan Alois cuma bisa saling pandang kemudian menunduk minta maaf karena menjadi salah satu penyebab macet di cafetaria.

Ciel menatap Sebastian dengan mata biru kelabunya yang lebar, "Maafkan kami, senior. Kami tidak bermaksud."

"—Benar, aku tidak sengaja menjadi sumbu kemacetan, ini semua karena Ciel mengajakku berdebat."

Sontak Ciel melotot marah. Bagaimana bisa? Dasar Trancy muda, tak bisa melihat yang bening sedikit langsung bermain licik.

Dengan tenang Ciel membalas, "Tolong jangan terlalu dipikirkan senior. Dia memang sedikit labil walau usianya mau menginjak 16 tahun."

"Hei! Setidaknya tinggi badanku masih lebih baik darimu!" Gerutu Alois tak mau kalah.

Sebastian sih Cuma senyum-senyum penuh arti melihat pertengkaran Ciel dan Alois sedangkan Claude hanya menatap datar seperti ciri khas karakter pribadinya.

"Kalian lucu sekali." Sebastian angkat bicara. "Menyenangkan melihat anak-anak tahun pertama seperti kalian. Akh, aku lupa. Kalian belum memperkenalkan diri pada kami."

Alois langsung berdiri sambil cengengesan untuk kesekian kalinya, "Gomenasai, senpai! Perkenalkan, aku Alois Trancy dan yang di sebelahku—"

Ciel ikut berdiri kemudian membungkuk. "—Perkenalkan, aku Ciel Phantomhive."

Dan dari sinilah musim semi Phantomhive dan Trancy muda dimulai. Akankah berjalan mulus? Ataukah aka nada bumbu-bumbu suram dalam kisah mereka? Apakah Sebastian dan Claude akan ikut terlibat dalam alur kisah duo remaja tersebut?


[K]

.

.

To be continue

A/N : Yak satu lagi fic di fandom Kuroshitsuji! *Padahal yang lain-lain belum kelar*

Masih pembukaan awal, semoga ide berkembang kearah yang bagus.

Thanks yang udah baca, review please~