Summary : Cagalli diselamatkan oleh seorang pilot bernama athrun zala. Cagalli senang bisa membalas kebaikan dari Athrun Zala. Namun haruskah dengan menjadi wanita simpanannya?


'Jika bukan karenanya, aku sudah tidak mungkin berada di sini.'


Desclaimer : GS/ GSD not mine.

Rate : T semi M (?) maybe.

Genre(s) : Drama, Hurt, Family.

Warning : GaJe, Abal-abal, Kuno, typo(s).


Cagalli POV

"Okaeri, Athrun."

Aku menyambut 'kepulangannya', berdiri di depan pintu sampai ia tiba sudah menjadi kebiasaanku saat aku diberi kabar akan kedatangannya.

"Tadaima, Cagalli." Dia berdiri di sana dengan pakaian formal yang biasa ia pakai saat dalam perjalanan jauh seperti hal nya dari PLANTS ke ORB ini. Dia tersenyum dan mengusap puncak kepalaku.

"Maaf membuatmu lama menunggu."

"Daijoubu." Aku tersenyum dan membawa tas kerja miliknya. "Biar aku yang membawanya. Jika kau lelah, kau bisa segera istirahat. Tapi aku sarankan, mandilah terlebih dahulu… aku sudah menyiapkan air hangat berhubung ini sudah pukul 8 malam."

"Seperti biasa, kau sangat perhatian, Cagalli. Arigatou." Dia sedikit menunduk dan mengecup pipi kananku yang berhasil memunculkan sembulat merah di wajahku. Aku menatapnya, dia tetap tersenyum lembut padaku walau nampak dia sangat lelah akan perjalanannya.

Aku bergeser dua langkah untuk mempersilahkannya berjalan terlebih dahulu ke kamar. Ini rumah sederhana, dengan satu kamar, satu dapur, satu kamar mandi, satu ruang tengah dan halaman depan serta belakang yang tak terlalu besar namun cukup nyaman dengan dipenuhi bunga-bunga.

Sementara ia membersihkan badannya, aku mempersiapkan pakaian untuk ia pakai. Tak lama, dia keluar dari kamar mandi dengan sehelai handuk yang melilit di pinggangnya. Aku memerah, melihat dada bidangnya, perut six pack-nya serta rambut night blue yang basah membuat pikiran liarku muncul tak terkontrol.

"Apa yang kau pikirkan? Pipimu memerah." Suaranya yang mengandung nada menggoda membuyarkan lamunanku.

"Bu-bukan apa-apa!" Jawabku dengan tak bisa menyembunyikan rasa gugupku. Aku berbalik, berniat untuk meninggalkan kamar ini.

"Kau mau kemana, Cagalli?"

"Keluar. Bukankah kau akan berpakaian?"

"Lalu? Aku tidak keberatan kau di sini. Lagi pula, bukankah kau sudah sering melihat tubuhku?"

Aku memerah, sangat memerah akan pernyataan yang dengan santai ia ucapkan seolah itu adalah hal yang biasa.

"Ta-tapi…" aku tidak bisa menemukan kata yang tepat. Suasana ini sangat canggung bagiku. Rasanya, ruangan ini menjadi sangat sunyi sampai suara dari 'kegiatan berpakaian'nya pun dapat aku dengar.

"Aku rindu padamu, Cagalli."

Aku mengangkat wajahku, kembali berbalik dan menemukannya yang sedang tersenyum hangat padaku lengkap dengan pakaian yang telah aku siapkan. Kata-katanya, sungguh terasa tulus. Namun… aku merasakan kesedihan lewat nada yang ia pakai. Kenapa aku begitu peduli? Harusnya aku marah karena orang yang aku anggap pahlawan lagi-lagi bertindak seperti hidung belang padaku. Tapi aku senang, aku sangat senang saat ia mengatakannya. Dan tanpa aku sadari, kakiku melangkah maju dan dengan perlahan memeluk tubuhnya.

"Aku juga merindukanmu, Athrun."

Dia memelukku kembali, menenggelamkan wajahnya di rambut pirang sebahuku. Aku tahu apa yang kami lakukan adalah sebuah kesalahan. Namun, entah kenapa kami seolah tidak peduli dengan hal itu.

Dentang jam dapat aku dengar di malam sunyi ini. Kurasakan nafas teraturnya di leherku. Ah, dia pasti sudah tidur. Syukurlah di samping kanan kami berdiri adalah sebuah kasur queen size dengan sepray putih yang tertata rapi. Karenanya, aku tidak kesusahan saat membaringkannya di atas kasur.

Aku tersenyum, menatapnya yang tertidur lelap.

"Apa kau sangat lelah, Athrun?"

Aku menarik selimut agar membuat ia hangat kemudian ikut masuk ke dalam selimut dan berbaring menyamping di sisinya. Aku memperhatikan wajahnya, ku ulurkan tanganku untuk dapat menyentuh rambut night blue-nya dan memainkannya.

Karena pria berusia 26 tahun ini, aku masih bisa berada di dunia ini sampai sekarang.

Pertama kami bertemu, aku adalah seorang pembunuh bayaran saat itu. Demi mendapatkan uang yang aku butuhkan untuk biaya hidup anak-anak di panti asuhan, aku mengambil sebuah misi dari seseorang yang sungguh baru pertama kalinya aku kenal. Membunuh seorang pilot elit pasukan ZAFT, itu sangat berisiko untuk anak sepertiku yang baru berumur 15 tahun. Namun pesuruh itu bilang, wajah polosku takkan membuat pilot itu curiga.

Berbekal belati tajam di saku celanaku, aku melangkah memasuki gedung tua tempat dimana pilot elit ZAFT itu sedang melakukan survei. Aku menyapanya dengan senyum polosku. Dia kembali tersenyum, begitu ramah padaku. Namun aku, menusuk perutnya saat ia mendekat padaku yang berpura-pura jatuh. Aku gemetar ketakutan saat melihat darah menetes dari perutnya. Tiba-tiba suara tembakan aku dengar dari belakang, peluru mengarah padaku, namun aku sama sekali tidak terluka ketika saat itu seseorang menarikku menjauh. Orang itu, dengan luka yang kubuat tetap saja menolongku.

Flashback On :

"Tuan, kau akan membawaku kemana?" Aku terus berlari menjauh dari gedung tempat tragedy pertama dalam hidupku terjadi dengan terus ditarik oleh pria ini.

"Aku tidak tahu, yang penting untuk saat ini, kita harus menjauh darinya." Ucapnya dengan nafas yang terengal-engal. Apa mungkin itu karena luka yang aku buat? Aku sungguh merasa sangat bersalah.

"Tuan, kesini!" Aku menariknya agar kami dapat berbelok ke tempat yang menurutku aman. Tentu saja aku tahu, ini lingkungan tempatku tinggal.

Tak lama, aku sampai di tempat yang aku maksud, sebuah gua.

"Semoga di sini kita aman." Ucapku dengan nafas tak beratur.

"Terimakasih." Ucapnya dan masuk lebih dalam ke gua di tepi pantai ini. Aku perhatikan langkahnya, sepertinya luka bekas tusukan tadi memberikan efek mengerikan bagi tubuhnya.

"Tuan!" Aku segera menahannya saat aku pikir ia akan terjatuh. Dia menatapku, lalu tersenyum hangat.

"Terimakasih lagi."

Aku menggeleng, "Tidak, justru saya yang harus berterimakasih. Dan… maaf, sayalah penyebab semua ini. Maaf."

"Bukan kau. Melihat dari wajahmu saja, aku yakin kau hanya dijadikan boneka oleh pihak yang ingin melenyapkan ZAFT. Dan juga, jangan memanggilku tuan, seperti aku sudah tua saja. Hehe"

Aku menatapnya, dia ternyata masihlah muda. Mungkin, hanya berbeda beberapa tahun denganku. Kenapa ada pihak yang ingin orang sebaik dirinya mati?

"Baiklah, aku akan mengobatimu. Tolong lepaskan pakaianmu."

"Heh?"

"Jangan malah heh heh begitu!" Ucapku dengan nada tinggi karena tak bisa bersabar untuk cepat mengobati lukanya agar tak memburuk.

"Kau lucu. Baru saja tadi kau begitu formal padaku. Sekarang? Kau malah menyuruhku begini begitu."

"Bukankah kau yang bilang sendiri untuk tidak bersikap formal?"

"Kapan?"

"Tadi! Saat kau bilang jangan memanggilmu 'tuan'. Lagipula, sepertinya umur kita tidak jauh berbeda."

"Kau benar." Dia kembali tersenyum, untuk sesaat, aku membeku menatapnya. Apa yang istimewa darinya hingga membuat aku terpaku padanya? Hey tuan, apa kau memiliki sihir untuk memikat gadis sepertiku?

Flashback off

Aku pikir, saat kami berpisah saat itu, kami tidak akan bertemu lagi. Namun setengah tahun kemudian, kami bertemu kembali. Tidak kusangka, kau masih mengingatku dan kembali menolongku. Apa magnet yang ada diantara kita? Kita seperti saling menarik hingga tak dapat terpisah walau kondisi serumit apapun.

Pertemuan kedua, di tengah medan perang. Setelah aku bertemu denganmu untuk yang pertama kali, akupun sadar, walau untuk bertahan hidup, walau untuk hidup oranglain, aku tidak boleh menghalalkan segala cara dan melukai orang yang tak bersalah. Maka dari itu, aku masuk sebagai sukarelawan pasukan ORB untuk melindungi orang yang aku kasihi.

Di tengah medan perang, saat aku mencoba melindungi tempat tinggalku, orang-orang yang aku kasihi, aku kehilangan segalanya. Aku yang hanya sebatang kara, kembali lagi menjadi sebatang kara. Panti asuhan tempatku tinggal, hancur berkeping-keping saat sebuah Mobile Suit meluncurkan tembakan ke tempat itu. Sayang aku tak mati bersama mereka. Sayang, aku berada satu kilometer dari panti asuhan. Sayang, tak ada yang dapat aku lakukan saat itu.

Aku berlari, berteriak seperti orang gila saat aku melihat kobaran api terus membesar melahap senyuman keluargaku. Aku ingin bersama mereka, tak ada alasan untukku berjuang tanpa mereka. Namun Mobile Suit berwarna merah tiba-tiba muncul di depanku, mencegahku untuk masuk dalam kobaran api itu. Kau datang, turun dari Mobile Suit untuk mengajakku bertengkar tentang arti nyawaku.

Apa yang saat itu aku katakan? Apa yang saat itu kau katakan? Aku terus menangis berteriak padamu tentang betapa putus asanya diriku. Lalu kau, kau berteriak pula padaku tentang berartinya diriku. Kau bilang kau kagum padaku saat pertama kita bertemu. Aku gadis pemberani, aku gadis tegar, aku gadis ceria. Kau bilang, akulah salah satu alasan mengapa kau bertarung saat ini. Kau bilang, kau ingin melindungi tempat ini karena aku ada di sini.

Tapi aku tetap tak bisa berhenti menangis, aku tetap tak bisa menemukan alasan untukku hidup hingga kau memelukku dan berkata kau membutuhkanku. Hingga kau membisikkan kalimat ajakan untukku pergi bersamamu dan melindungi senyum yang lain. Aku terdiam untuk sementara. Dapatkah aku percaya padamu saat itu? Dapatkah aku berguna di dunia ini? Kau tersenyum meyakinkanku. Akupun pergi bersamamu.

Beberapa bulan kau mengajarkanku teknik bertarung secara pribadi, lalu kau mengajakku menjalankan misi bersamamu. Sekitar dua tahun, aku menjadi tangan kananmu. Aku tinggal sendiri di sebuah apartement yang sengaja kau sewa. Kau datang padaku di akhir pekan, memberikan aku berbagai kebutuhanku dan bersantai di apartement kecil itu.

Sebuah tragedy terjadi kembali, aku tertembak hingga koma saat menjalankan misi untuk menyelidiki seorang politikus. Kau marah, kau melarangku untuk terjun dalam perang lagi. Akupun menurut, aku diam di apartement dan bekerja pada sebuah toko. Namun beberapa minggu berlalu, kau tidak pernah mendatangiku lagi. Hingga kau datang kembali dan hanya berkata maaf padaku tanpa menjelaskan apapun.

Aku tidak tahu tentang dirimu, aku tahu tentang dirimu, kau telah menikah sebulan setelah menyelamatkanku. Itu pernikahan politik, namun kau menghormati itu dan menyayangi istrimu. Aku tidak banyak tahu tentangmu kecuali tentang karirmu. Kau bungkam soal istrimu. Kau sama sekali tidak mengabariku saat istrimu mengandung hingga melahirkan. Kau juga tidak pernah mengenalkanku pada istrimu.

Aku tidak pernah berkata bahwa aku keberatan tentang apa yang kau putuskan. Bagiku, kau masih mau melirik padakupun sudah menjadi hal yang aku syukuri. Walau kau, seperti memisahkan aku dengan dunia pribadimu. Aku tidak pernah kau ajak berkenalan dengan temanmu atau keluargamu. Aku kenal pada temanmu yang bernama dearka, kira, yzak, dan nicol, namun itu tidak secara khusus kau kenalkan. Aku mengenal mereka selama misi berlangsung.

Bulan-bulan berlalu, perdamaian dikabarkan di penjuru dunia ini. Aku melihatmu di televisi, berpidato dengan istrimu sebagai perwakilan dari PLANTS. Kau bukan lagi seorang pilot, kau kini menjadi Duta besar perwakilan PLANTS yang akan mengurusi segala hal tentang PLANTS dengan ORB.

Kau bilang, kau berusaha untuk duduk di jabatan itu agar aku bisa tinggal di ORB kembali, tanah airku. Sejak saat itu, di sinilah aku berada. Di sebuah rumah sederhana yang kau beli untuk kita. Kau ingin kehidupan sederhana, tempat dimana kau benar-benar bisa beristirahat. Seminggu kau di sini, seminggu kau di PLANTS.

Terkadang, aku merasa hidup dalam bayanganmu. Tapi lagi, tak ada yang bisa kulakukan. Aku tidak memiliki hak untuk menuntut suatu hal padamu. Dan aku, tidak bisa melarikan diri darimu. Bukan tak bisa, aku hanya tak ingin.

XXXXX

Aku memejamkan mataku, membiarkan air mata jatuh saat aku merasa posisiku ini sangat menyakitkan bagiku.

"Nee… Athrun… apakah akan ada hari dimana kau mengenalkanku pada duniamu? Kenapa aku merasa bahwa aku…

.

.

.

Wanita simpanan-mu?"

XXXXX

Nah, sekian ffc baru dari ren. Hehe… jelek sih, kuno sih, tapi senang kalian dapat membacanya ;) ngomong-ngomong, dijadiin ONE-SHOT aja apa lanjutin?

ffc dengan judul I don't know akan coba ren update pada hari rabu or kamis :) semoga wi-fi aktif. hehe

Makasih buat nee-chan (pandamwuchan), wolfy-senpai (cyaaz), nel-san yang g jadi mulu ke tasik nya (?) n poppy ({}) makasih atas dukungan yang selalu mengalir dari kalian semua.