Last Chapter, Chapter 21 : Nova Sint Omnia (Semoga semua menjadi baru)

Ohayou/Konnichiwa/Konbanwa, Minna-san! Ohisashiburi ne~~
O genki desu ka, Minna

Ini yang terakhir, saya minta maaf, jika ada kesalahan kata, salah kata dalam membalas review, ada kesalahan dalam pengetikan fict yang molor dan kependekan, segala typo dan speako (?), cerita yang sering keluar alur, semuanya deh! Tolong maafkan saya ^^

Dan juga terima kasih untuk yang kesekian kalinya untuk yang membaca fict ini, yang membaca dan mereview, yang sekedar membuka page fict ini, yang melihat nama fict ini di fandom voca, yang udah fav-foll sampai yang masukin fict ini ke komunitas, semunya makasih ya ^^ Saya tahu masih banyak kesalahan, saya masih dalam tahap belajar, dan saya akan terus memperbaiki fict-fict saya.

Berhubung ini chapter terakhir dan saya tidak ada rencana membuat sekuel dalam bentuk apapun maupun spin off, ini juga berarti ini pengantar terakhir saya dalam fict ini, saya akan membuat fict baru minggu depan yang sangat berbeda. ^^

Oke, daripada kepanjangan nantinya, langsung mulai aja ya! Ini dia last chapter!

A Rom-Myst Fict from me

~An Innocent Reality~

Main pair : IA & VY2 Yuuma, maybe a little bit of slight pair and crack pair content

Disclaimer : Vocaloid © Yamaha, and other companies
Story © Me
UTAUloid © Owner creator
Fanloid © Creator

Summary :

"Aku selalu hidup dalam kebiasaan, tak ada yang berarti, selalu pergi tanpa kenangan. Saat kenangan itu terpatri, entah kenapa akhirnya itu selalu terlupakan. Sampai akhirnya dia datang, mengubah hidupku"

Warning : OOC (maybe), typo(s), gaje, pendeskripsian kurang, kesalahan eja 'EYD' dan teman-temannya.

'Abc' (italic): Flashback, kata asing, atau percakapan secara tidak langsung (telepon, email, sms, dll)
"Abc" : Percakapan normal
'Abc' (kutip satu) : Hayalan, angan, atau (monolog) pikiran karakter.
'Abc'/ 'ABC' (bold atau kapital) : Kata atau kalimat yang diberi penekanan, kata atau kalimat penting.

HAPPY READING MINNA

P.S. : Ini memakai normal POV sampai selesai


DRAP! DRAP! DRAP!

Terdengar suara langkah kaki seseorang, kedengaran sangat terburu-buru dan terasa panik. Orang itu berhenti di sebuah rumah besar dengan banyak orang yang berkumpul di depannya, tanpa basa-basi dia lansung berteriak lantang.

"Kaito! Pinjamkan aku mobil!"

"Tapi…"

"Cepat!"

Orang yang dipanggil Kaito dengan gemetar mengambil kunci mobilnya dan melemparnya ke orang yang meminta tadi, Yuuma. Yuuma mengambil kunci itu dan langsung pergi dengan mobil Kaito.

"Pa-padahal… Mo-mobil itu masih baru, aku belum mengasuransikannya, ba-bagaimana jika rusak?" Ujar Kaito dengan wajah yang sulit dideskripsikan.

"Mau kemana dia?" Tanya Len.

"Ja-jangan jangan, dia akan melawan ayahnya seorang diri?" Ujar Dell.

Mizki langsung naik pitam, ia tidak bisa berpikir jernih, sudut matanya menampakan urat-urat kemarahan.

"Apa dia bodoh?! Apa yang dia pikirkan?! Dia nekat sebegitunya?! Apa hanya kematian yang ada dipikirannya?!" Mendengar teriakan Mizki, Ring langsung bersembunyi di belakang Miku, ketakutan.

"A-ayo kita kejar Yuuma!" Usul Rin, tapi semuanya menggeleng, termasuk Mizki.

"Kita bahkan tidak tahu, kemana perginya Yuuma."

"Sekarang kita harus memprioritaskan kesembuhan Aria dulu, kita harus terus menjaganya sampai ambulan datang." Tegas Kaito.

Semuanya beranjak pergi dari sana, tapi Dell tetap diam bersandar di pintu depan rumah Kaito.

"Kau mau apa sekarang? Apa kau tidak ikut?"

"Entah… Aku masih ada urusan." Jawab Dell santai.

Mizki yang sempat naik darah, kembali marah. Ia menerjang Dell dan memegang kerahnya erat. Mizki mendorong Dell makin keras ke sudut tembok dengan gigi yang menggeretak.

"Apa maksudmu?! Jangan-jangan kau tahu kemana Yuuma pergi?! Apa kau akan menyusul Yuuma setelah kami pergi?! Dasar penipu!"

Mizki terus mencaci maki Dell, tapi Dell tetap tersenyum, yang terlihat seperti senyum meremehkan di mata Mizki. Kaito langsung memegang Mizki dan menjauhkannya dari Dell, Mizki terus memberontak sambil terus marah yang tetap disikapi tenang oleh Dell.

"Tenang Mizki! Dalam situasi seperti ini kita harus tenang!" Kaito terus memegangi Mizki agar Mizki tidak kembali membuat keributan. Mizki melepas pegangan Kaito dengan kasar sambil berkata pelan dan sinis.

"Aku bisa sendiri."

Ketika Mizki ingin berbalik, ia menabrak tubuh seseorang, dilihatnya wajah orang itu dan terpampang wajah Lui di sana.

"Lu-Lui?! Kemana saja kau di saat genting seperti ini?! Apa kau tidak tahu apa yang kami hadapi?! Yuuma pergi sendiri mencari maut, Aria di racuni dan sekarang kami harus berdebat dengan berandalan berambut putih di sana!" Teriak Mizki sambil menunjuk Dell.

Lui tetap diam dengan segala bentakan Mizki. Mizki terus mengoceh segala macam di hadapan Lui tapi sayangnya tetap di abaikan, hingga akhirnya Mizki menampar Lui.

"Dasar lelaki berhati es!"

Ucap Mizki sebelum lari menjauhi semua orang.

"Darimana saja kau?" Tanya Kaito.

"Waw! Ini dia Lui! Sang detektif kita!"

Semua orang langsung terkejut ketika Dell memanggil nama Lui dengan akrab.

"Apa maksud semua ini, sobat?" Kaito bertanya sambil menatap tajam Lui.

"Ayolah Lui, tidak ada gunanya menyembunyikan ini semua~~" Ujar Dell sambil bersenandung.

"Aku Hibiki Lui, aku detektif kepolisian Okinawa. Aku sudah lama menyamar untuk mengungkap apa saja yang dilakukan Yakuza, termasuk kelompok Yuusei. Kelompok Yuusei sudah di amati sejak dulu oleh berbagai sektor pemerintahan."

Semuanya terlonjak saat mendengar itu.

"Aku bertemu dengan Dell dan bekerja sama dengannya sudah lama. Karena dia adalah salah satu dari segelintir orang yang sudah lama mengenal Yuuma, anak dari pemimpin Yuusei, Yuusei Kageito. Suatu saat aku mendapat laporan ada yang salah dengan aktivitas kelompok Yuusei, biasanya Yakuza hanya mencari wilayah dan saling bertarung dengan sesama untuk mendapatkan wilayah. Tapi Yuusei berbeda, mereka sudah terlalu dominan, secara tidak langsung mereka menambah pemasukan devisa negara karena setiap pengecekan bulanan, kekayaan negara bertambah pesat. Yuusei Kageito menggunakan itu sebagai uang tutup mulut atas perbuatannya, termasuk pelelangan gelap dan pelelangan manusia yang Yuuma dan Aria pernah lihat. Gakupo yang kalian kenal adalah bawahan dari kelompok Yuusei, ketika aku bertanya kepadanya, Gakupo bilang bahwa Kageito punya tangan kanan bernama Hiyama Kiyoteru."

Semuanya langsung gaduh banyak yang bingung, kenapa mereka semua bisa tidak tahu tentang ini semua?

"Jadi kau memasukan kami ke dalam operasimu sebagai kelinci percobaan?" Tanya Len.

"Aku tidak bisa menyangganya, kalian memang ada untuk mendukung semua ini, untuk membuat tekad Yuuma menjadi kuat."

Len terlanjur marah, ia tidak sabar untuk membuat Lui babak belur, tapi di tahan Kaito. Kaito berkata dengan pelan 'kita dengarkan dulu' Yang dijawab anggukan paksa oleh Len.

"Tapi itu semua diluar dugaan, Yuuma malah bisa berteman dengan kalian dan bergantung pada kalian. Aku mencari beberapa klipping lama dan menemukan rumor tentang pemimpin Yuusei membunuh istrinya sendiri. Aku menggunakan ini untuk meyakinkan Yuuma untuk menghabisi ayahnya sendiri, membuatnya menggantikan posisi ayahnya. Karena aku yakin kalau Yuuma bisa jadi pemimpin yang lebih baik." Lui selesai menjelaskan, tapi langsung di desak Rin dengan perasaan tidak terima.

"Apa kau tidak bisa menghancurkannya saja? Untuk apa membuat Yuuma menggantikan ayahnya?!"

Lui menggeleng pelan.

"Itu tidak mungkin, jika kelompok itu hancur, perekonomian negara akan menjadi tidak stabil, pemerintah malah menjadi tergantung atas pemasukan dari kelompok Yuuma, dan terjadi banyak korupsi di sana-sini. Butuh waktu untuk memulihkannya, jadi kami dari kepolisian tidak bisa melawan keputusan untuk tetap membiarkan kelompok Yuusei ada."

"Oh iya, waktu di Okinawa Yuuma menerima beberapa email dan telepon, Lui lah yang melakukannya, aku sudah tahu tapi berlagak bodoh supaya Yuuma tidak curiga. Dari situlah Yuuma bertekad membunuh ayahnya, email dan telepon yang meyakinkan Yuuma tentang ayahnya yang membunuh ibunya." Tambah Dell.

Rin menggertakan gigi, merasa sangat kesal. Kaito tetap menatap tajam Lui, Len mundur dari samping Kaito dan mendekati Miku yang sedang menatap langit malam, sedangkan Ring masih tetap bersembunyi lantaran ketakutan dan tidak mengerti.

Apa yang akan terjadi selanjutnya?


XOXO


Yuuma berhenti di sebuah rumah, rumah itu sangat megah dan mewah. Sayangnya lampunya gelap, seperti tidak dihuni, terlebih lagi rumah itu ada di tengah hutan.

Yuuma pergi ke sana karena membaca kertas kecil di meja apartemen Aria.

Yuuma memasuki rumah tersebut dengan langkah perlahan, dimulai dari membuka pagarnya yang sudah berkarat. Rumah tersebut agak berdebu, atau mungkin sangat berdebu. Baru Yuuma membuka pintu rumah itu, dua peluru melesat ke arahnya, Yuuma langsung menunduk dan mencari arah peluru. Pasrah karena tidak menemukan pelaku, Yuuma bergegas ke dalam rumah.

"Dimana kau, dasar bajingan…" Yuuma melangkah dalam rumah dengan gema yang memekakan telinga. Ia memegang pedangnya di tangan kanan dan pistol di tangan kiri.

Dorr! Dorr!

Yuuma menembakan pistolnya ke arah atas, membuat suara yang sangat bising dan bergema di dalam rumah tersebut. Tetap tidak ada tanda orang sama sekali di sekitarnya.

Yuuma terus berjalan dengan langkah berat penuh gema, ketika ia sampai di depan sebuah pintu, ia melihat pintu itu berbeda dengan yang lain. Pegangan pintunya masih bersih, beda dengan yang lain yang sudah karatan. Ia menembak gagangnya, membuat kunci pintunya rusak.

BRAK!

Yuuma menendang pintunya paksa, di sana kosong tidak apa-apa.

Prok! Prok!

Terdengar suara tepuk tangan, pintu di samping Yuuma terbuka, memperlihatkan sosok Kageito. Ia berjalan pelan dan duduk di kursi yang jauh ada di depan Yuuma.

"Pintu itu tidak terkunci, kau tahu? Untuk apa terlalu kasar?"

"Persetan! Apa yang kau lakukan pada Aria?! Apa kau tidak menyesal dengan apa yang telah kau lakukan kepada ibu?! Dasar iblis?!"

"Aku bukan iblis, aku baru sekali membunuh dengan tanganku sendiri, kau yang iblis, kau sudah sering membunuh orang tanpa kau sadari."

Mata Yuuma membesar, giginya menggertak, nafasnya makin berat.

"MATI SAJA KAU!"

Dorr!

Yuuma mengarahkan pistolnya ke arah Kageito, Kageito hanya memiringkan kepalanya dan peluru itu melesat keluar jendel di belakangnya.

"Akurasimu buruk." Ejek Kageito.

Yuuma makin kesal, ia tidak bisa berpikir sehat lagi, mana yang benar dan mana yang salah. Ia membuang pistolnya dan menerjang Kageito dengan pedangnya. Kageito langsung menghindar saat Yuuma melompat dan ingin menusuknya dari atas. Kageito mengibaskan jubahnya dan mengeluarkan dua anggar dari dalamnya.

"Mari kita bersenang-senang."

Trang! Trang! Trang! Trang!

Yuuma terus menyerang Kageito dengan ganas dan membabi buta, Kageito terus menghindar dan sesekali menangkisnya dengan anggarnya. Di suatu kesempatan pedang Yuuma tersangkut di antara kedua anggar Kageito. Kageito melemparkannya ke belakang sehingga menancap di meja dekat tempat Kageito duduk tadi.

Yuuma melompat jauh ke belakang saat Kageito mencoba menusuk perutnya.

"Ukh…"

Tanpa di sadari, pinggang Yuuma tergores tusukan cepat Kageito. Yuuma langsung bangkit dan mengambil kembali pedangnya.

"Apa kau tidak punya perasaan?! Kau membunuh banyak orang! Apa kau tidak sadar?! Ibu, Luki ji-san, Gakupo, semuanya!."

"Pfft… Apa kau bercanda? Kita hidup untuk bersenang-senang! Dan itulah caraku mencari kesenangan!"

Pupil Yuuma langsung mengecil ketika mendengarnya, mencari kesenangan dengan membunuh orang, apa dia bercanda?

"Di dunia ini yang penting hanyalah uang dan kesenangan! Jika kau lemah kau akan tersingkir! Yang terkuatlah yang akan berada di puncak!"

"Jangan… Jangan bercanda!"

Yuuma kembali menerjang Kageito dia menyerang dengan ganas dan cepat hingga salah satu senjata Kageito terpental dan menancap di atap. Kageito tetap menyerang dengan posisi anggar. Gerakannya membalas pergerakan Yuuma, ternyata menggunakan satu anggar membuat Kageito lebih cepat bergerak.

Yuuma kelelahan, tubuhnya penuh luka baret. Tidak dia sangka akan sesusah ini.

"Sebenarnya apa tujuanmu melakukan semua ini?"

Tanya Yuuma di tengah-tengah sendat napasnya.

"Hihihi… Hihihi… Hahahahaha! Aku akan mengendalikan seluruh Jepang! Aku akan menjadi orang terkaya dan paling bahagia di Jepang!" Kageito tertawa horror dan berteriak lantang hingga memekakan telinga Yuuma.

"Aku akan membunuh semua orang yang menghalangi jalanku! Sekalipun itu keluargaku sendiri!"

Yuuma menggertakan giginya, ia menggesekan giginya beberapa kali.

"Kau gila! Tidak ada yang lebih penting di dunia ini kecuali keluarga! Kau bajingan! Kau orang paling brengsek dari yang pernah ku temui! Kau tidak ada bedanya dengan jelmaan Satan!"

Kageito terus tertawa tanpa henti sambil menyerang Yuuma, ia tertawa seakan itu memang kebiasaannya selain bernafas.

"Kau lah yang lebih tidak berperasaan! Mau-maunya diperbudak oleh ku saat kau sedang putus asa! Hahahahahaha!"

Yuuma kewalahan menghalau serangan dari ayahnya, hingga pada akhirnya ia terhempas ke tembok karena kewalahan.

BRUAK!

"Walau matipun… A-aku tidak akan be-berhenti, a-aku akan te-terus mengutukmu.." Yuuma berkata demikian dengna senyum sinis di hadapan Kageito. Kageito terdiam, menampakan wajah datar. Ia mengambil pistol Yuuma dan menembak kepala Yuuma.

"Selamat tinggal… Yuuma…"

DORR!

.

.

.

.

.

.

'Apa aku sudah mati?'

'Yuuma nii-chan!'

'Aria? Kau masih hidup?! Kau sudah tidak keracunan?!'

'Bicara apa sih kamu?'

'Jadi itu semua hanya mimpi? Selama ini itu semua hanya mimpi?'

'Kamu ngomong apa sih? Ayo kita pergi bertemu ibu dan Mizki nee-chan!'

Yuuma berlari, berlari mengejar Aria, tapi semuanya menjadi gelap, ia sendirian…

'Kau tidak boleh mati! Kau haru menjaga adik dan kakakmu!'

Yuuma mendengar suara seseorang.

'Kau tidak boleh mati!'

'KAU SUDAH BERJANJI AKAN MELINDUNGI SEMUANYA!'

.

.

.

Kageito pergi dari ruangan itu, tepat ketika ia ada di mulut pintu sebuah pedang menancap di tubuhnya dan menembus perutnya.

Kageito menatap ke belakang, melihat Yuuma melempar pedang tersebut dengan satu mata yang sebagian putih. Mulutnya mengatup-atup tidak jelas, seperti sedang membaca mantra.

"Kau… Ka-kau pasti memper… hitungkan ke-kecepatan peluru… Kau.. Kau me-memang sepintar saudaramu…"

Yuuma berdiri dengan langkah sempoyongan, kepalanya penuh darah, dan jelas di bagian kiri dahinya ada lubang peluru. Yuuma menarik pedang itu dan menancapkannya di kepala Kageito.

CRASH!

Kageito terjatuh setelahnya, sebelum matanya menutup ia sempat melihat bayangan Luka di samping tubuh Yuuma. Kageito tersenyum sinis sambil berteriak kencang hingga akhirnya mati. Mata Kageito terbuka, mulutnya menganga lebar dengan sudut mengerikan, setelahnya Yuuma juga ambruk dengan banyak darah bercucuran dari kepalanya.

Tap! Tap! Tap!

Terdengar suara langkah kaki, langkah kaki itu semakin terdengar banyak seiring mendekati ruangan tempat Kageito dan Yuuma berada.

Hiyama Kiyoteru dan Hibiki Lui ada di sana, di mulut pintu melihat kedua tubuh tak bergerak yang tergeletak di sana.

"Jika begini, kita tidak bisa membuat Yuuma menjadi penerus.." Ujar Kiyoteru.

"Aku punya kenalan, aku yakin ia bisa mengobati Yuuma selama nadinya belum berhenti. Untuk itu, Kiyoteru, aku memintamu untuk memimpin kelompok Yuusei untuk sementara."

Kiyoteru menghadap Lui dan membungkuk rendah sambil menarik tangannya ke arah dada.

"Baiklah."


XOXOX


Chapter ini selesai!

Gak disangka setelah sekian lama, akhirnya fict ini selesai, saya terharu ~_~

Oh iya jangan berhenti baca dulu ya, di bawah masih ada omake, kebiasaan saya kalau sebuah fict sudah selesai, hehehe

Check this out!


"Aria!"

"Ah Rin!"

"Aria, kau melihat Miku?"

"Tidak, sepertinya ia masih di sekolah…"

"Mizki?"

"Nee-chan ada urusan."

"Kalau Len?"

"Dia sudah berangkat duluan."

"Oh… Ayo kita juga berangkat!"

Sekarang sudah akhir musim gugur setelah kematian Kageito. Aria telah kembali bangun dan menjalani kehidupannya sebagai orang normal, tidak lagi sebagai NEET detective, mereka ingin pergi ke rumah sakit… Menjenguk seseorang.

"Ah, permisi, apa tadi sudah ada orang yang pergi ke kamar 101?" Tanya Aria kepada si resepsionist.

"Ah iya, tadi sudah ada seorang lelaki dengan kunciran rambut mengisi daftar jenguk."

"Terima kasih." Aria membungkukan kepalanya, si resepsionist melemparkan senyuman kepada Aria.

Cklek!

"Len, apa hari ini dia sudah bangun?" Tanya Rin

"Belum sih… Tapi tidak ada salahnya kita menunggu."

Ckiit! Brak!

"Apa aku terlambat?! Dia belum bangun kan untuk hari ini?!" Miku tiba-tiba berlari dan menyusul Aria dan Rin ke dalam ruang 101, entah darimana ia datang sebelumnya

"Belum Miku, tenang saja." Jawab Aria.

Di ranjang itu, tergeletak tubuh seseorang dengan berbagai selang menempel di tubuhnya, serta kepala dengan perban besar. Dialah Yuuma, sudah 3 bulan berlalu, tapi Yuuma tetap tergeletak di sana.

"Sepertinya dia tidak bangun hari ini, Aria." Ucap Rin.

"Mungkin, kalian boleh pulang jika mau…" Aria nampak sedih, ia menundukan kepalanya.

"Ka-kami akan mencari makanan, kau di-disini dulu ya!" Miku langsung menarik Rin dan Len keluar ruangan dan menutup pintunya, Aria yang melihat mereka tertawa kecil.

Aria mengelus kepala Yuuma, Yuuma mengalami kerusakan pada bagian memori episodik dan sedikit pada bagian semantik. Biasanya Yuuma terbangun tapi dia tidak mengingat apa yang terjadi sebelumnya setelah tertidur dan esoknya kembali bangun, hal yang sama akan terulang, dan kadang jika dia ingat sedikit tentang ingatannya, dia tidak bisa menggunakan kemampuan bicaranya.

Aria percaya kepada dokter kenalan Lui, dokter berambut pink itu berkata bahwa ia akan menyembuhkan Yuuma bagaimanapun caranya dan Aria yakin bahwa penyakit ini bisa sembuh.

Sekarang Aria terus berdoa, agar Yuuma kembali dari mimpinya, karena Aria tahu, Yuuma pasti sudah lelah hidup di dunia mimpi. Aria mencium bibir Yuuma dengan lembut, berharap semuanya kembali dengan normal.

Ia berharap takdir menuntunnya pada kebahagiaan, dan satu-satunya kebahagiaan itu hanyalah dengan bersama Yuuma kembali…


Tamat!

Saya mengucapkan terimakasih kepada semua orang yang telah mendukung jalannya fict ini T_T Terima kasih banyak ya!

Akhir kata, maaf jika ada kata yang kurang berkenan, saya mau tahu komentar kalian soal chapter terakhir ini, apapun itu, karena bentuk apresiasi dari kalian adalah kebahagiaan untuk saya

Jaa~~ Matta ne~~ Sampai ketemu di lain waktu ^^

Best Regards,

Aprian