Life, Just For Love

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Disclaimer : Naruto milik Kishimoto-sensei seorang

NaruHina milikku *geplaked*

Rated : T

Warning : Typo(mungkin), OOC, Author baru yg nekad,hehe..

.

.

.

Chapter 5 : Selalu Bersama


Ruang Makan...

.

Hinata memang tak menyangka jika kejadian beberapa waktu yang lalu membuatnya kini berada di situasi yang terasa sangat membangkitkan kenangan. Tepat di depannya terdapat sebuah meja makan yang cukup besar, bisa di bilang terlalu luas untuk ukuran meja makan. Meja berbentuk kapsul datar yang cukup untuk di gunakan belasan orang serta terdapat ruang yang cukup lebar untuk memberi jarak antara individu-individu yang menggunakannya bersamaan.

Tapi tidak bagi Hinata karena meja itu terasa sempit baginya. Padahal tak banyak orang disana sekarang, tepatnya hanya ada 2 orang, dia sendiri dan 'pacarnya'. Laki-laki yang sepertinya tak mau sedikit pun memberi jarak itu terlihat begitu bersemangat dengan senyum lebar terus menghiasi wajah tampannya. Hinata yang di perlakukan seperti itu hanya bisa menunduk menyembunyikan semburat merah di pipi manisnya.

"N-Na-Naruto-kun, tolong geser sedikit", pinta Hinata.

Sepertinya Hinata salah bicara, bukannya menggeser tubunya untuk menjauh tapi Naruto malah makin dekat dan makin menempel pada Hinata. "Bukan ini maksudku", jelas Hinata. "Menjauhlah Naruto-kun!".

*JDUARR*

Bagai petir menyambar, perkataan Hinata barusan membuat kesan kalau Naruto adalah pengganggu baginya. Naruto yang terkejut seketika langsung memberi jarak agak jauh seraya menunjukkan ekspresi tak enak.

'Apa dia masih sensitif?', pikir Hinata. Hinata yang menyesal karena merasa salah bicara kini tengah mengintipi wajah Naruto. Yang di lihat kini balik menatap Hinata dengan tatapan 'kasihani aku' seraya berkata,

"Apa kamu masih marah, Hinata-chan?", tanya Naruto dengan nada agak ragu.

Memang bukan perasaan marah yang Hinata rasakan melainkan rasa malu, apalagi jika sampai Kushina tiba-tiba muncul dan memergoki mereka yang terlihat bermesraan.

"Ha-hanya saja, a-aku malu Naruto-kun", jelasnya.

Mendengar bahwa Hinata sama sekali tidak marah dan menurutnya dia tak terlalu keberatan dengan perlakuannya, tanpa mempedulikan keadaan, Naruto kembali menghamburkan dirinya ke sisi Hinata. Dengan tangan kanan yang sedikit memeluk tubuh Hinata, tangan kiri Naruto menggenggam telapak tangan Hinata dengan mengaitkan di antara jemari-jemari mungil itu dan dagu yang ia letakkan di atas pundak kiri Hinata, membuat mereka terlihat begitu mesra bagaikan pasangan yang masih dalam masa 'panas-panasnya'. Tunggu! Mereka memang baru saja menjadi sepasang kekasih, bukan?

.

.

Skip Time (Next Morning)

.

.

Aktifitas normal keseharian dua tokoh utam kita tengah berlangsung, Sekolah. Ya, sekolah yang bernama Konoha High School memang memiliki jumlah murid yang cukup banyak. Terlihat dikala pagi ratusan murid beramai-ramai memasuki gerbang megah yang di atasnya terpampang tulisan 'KHS' dengan ukuran agak besar. Banyak dari murid yang datang berkelompok namun beberapa ada juga yang sendiri, namun untuk Naruto kini ia tak lagi datang sendirian melainkan berdua dengan Hinata. Meskipun Naruto harus bangun lebih pagi dari biasanya dan juga harus mengambil jalan memutar, ia tak merasa keberatan karena Hinata-lah alasan Naruto menghilangkan sifatnya yang agak malas bangun pagi itu. Kemarin Hinata sempat berusaha menolak ajakkan Naruto karena tak ingin merepotkannya. Dengan sedikit dorongan dan wajah memelas saja Hinata sudah tak dapat lagi menolak permintaan Naruto, lagi pula ia sudah berjanji untuk selalu bersama Naruto, bukan?

"Ngomong-ngomong Hinata-chan, orang yang kemarin itu, um... siapa namanya ya?", Naruto memberi jeda berusaha mengingat, "Oh iya Kiba, kamu ada hubungan apa dengannya?"

Hinata terlihat agak bingung untuk menjawab pertanyaan Naruto barusan. Hinata sendiri tak yakin apa hubungan yang mereka jalin selama ini. Apakah sekedar teman, teman dekat atau mereka sudah bisa di bilang sahabat?. "Te-teman kurasa", jawabnya agak ragu.

"Kurasa?", tanya Naruto yang ikut bingung. "Apa maksudmu 'kurasa', Hinata-chan?", tanya Naruto lagi.

"Entahlah, aku juga kurang mengerti itu", jawab Hinata. "Kenapa tiba-tiba Naruto-kun menanyakan tentang Kiba-kun?", Hinata balik bertanya.

"Hm.. kupikir dia orang yang agak kasar, sebaiknya kau menjaga jarak dengannya, Hinata-chan", pinta Naruto yang malah terkesan posesif terhadap pacar barunya itu. "Kemarin saja dia memukulku tanpa tau permasalahannya dan saat kau pingsan pun kami hampir berkelahi jika kau tak segera sadarkan diri". Tambahan Naruto menangkis kesan posesif pada dirinya karena wajar saja ia khawatir mengingat beberapa kejadian kemarin.

"Be-benarkah?!", ujar Hinata agak terkejut mendengar ucapan Naruto. "Tapi dia selalu baik terhadapku dan kurasa dia memang orang yang sangat baik, mungkin dia punya alasan atas sikapnya itu, Naruto-kun", jelas Hinata.

"Hnn.. begitu ya. Baguslah kalau begitu", ujar Naruto seraya tersenyum lega.

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju kelas dengan diiringi canda tawa yang lebih di dominasi Naruto dan Hinata yang berperan sebagai lawan bicara. Meski ada jarak yang lumayan jauh antara gerbang dengan ruang kelas mereka berdua namun jika berjalan bersama dengan orang yang di sayangi memang selalu terasa cepat, apapun hal itu.

.

.

"Naruto!", panggil seseorang. Naruto dan Hinata yang kini sudah berada di depan kelas harus berhenti karena mendengar suara panggilan dari arah belakang mereka. Mereka pun mengarahkan pandangan ke arah belakang dan menemukan seorang perempuan rambut merah muda sedang melambaikan tangan serta di sampingnya seorang laki-laki berambut hitam raven sedang berjalan sambil menyembunyikan kedua tangannya ke dalam saku celana.

"Ohayou Naruto, Hinata, sepertinya kalian dekat sekali padahal baru kenalan kemarin. Jangan-jangan kalian sudah jadian ya, hahaha", sapa Sakura seraya menggoda diiringi tawa segarnya. Niat Sakura memang hanya bercanda tapi pada kenyataannya memang mereka sudah jadian.

Naruto tersenyum lebar mendengar perkataan Sakura, tapi Hinata merasa malu karna candaan itu memang benar adanya. "Sakura-chan, Teme", senyum Naruto makin melebar, "Kau ini pintar menebak ya Sakura-chan, hahaha", ujarnya diiringi tawa.

"Sudahlah-sudahlah jangan bercanda lagi Naruto, ayo semua masuk kelas", ajak Sakura kepada tiga lainnya.

"Sakura, kau yakin dia bercanda?", tanya Sasuke.

Bingung menanggapi pertanyaan Sasuke barusan, Sakura hanya membalas dengan menaikkan kedua pundaknyan tanda tak mengerti. "Kupikir mereka jadian", tambah Sasuke.

"Mana mungkin Sasuke-kun, itu terlalu cepat kan, ya kan Hinata?", tanya Sakura tiba-tiba pada Hinata. Tanggapan yang diberikan Hinata hanya berupa semburat merah yang dia coba sembunyikan dengan menunduk. "Na-naruto, iya kan?", tanya Sakura yang kini menatap wajah Naruto.

"Eto... Bagaimana bilangnya ya, tapi itu benar Sakura-chan. Aku dan Hinata-chan sudah berpacaran sekarang, ya kan Hinata-chan", jawab Naruto seraya memegang sebelah pundak Hinata dan di balas anggukkan singkat.

Tak percaya dengan kenyataan yang mendadak menyebabkan Sakura mengeluarkan nada heran.

"Eeeehhhhh!"

.

.

Beberapa saat yang lalu bel tanda istirahat telah berbunyi. Para murid berhamburan keluar kelas mencari pakan untuk mengisi perut mereka yang mulai keeroncongan. Tak terkecuali Naruto, Hinata, Sakura dan Sasuke. Saat ini mereka tengah duduk di tempat dimana pertama kali Naruto melihat sosok Hinata. Ditengah asiknya waktu makan siang, keceriaan mereka terusik dengan kedatangan seseorang yang terlihat tampak kurang bersahabat.

"Apa yang kau lakukan disini Hinata-chan? Siapa mereka?", tanyanya beruntun.

"Kiba-kun, a-aku sedang makan siang dengan Naruto-kun dan temannya", jawab Hinata gugup.

"Bukan itu maksudku, kenapa kau bersama mereka?", tanya Kiba lagi.

"Kenapa? A-apa maksudnya? Ak-aku tak tau harus menjawab apa, gomen", jawab Hinata yang tambah gugup.

Naruto yang melihat Hinata dipojokkan pun akhirnya angkat bicara. "Hak dia ingin melakukan apapun. Apa hak-mu bertanya seperti itu Kiba-san?"

"Diamlah, urusanku hanya dengan Hinata, jangan ikut campur!", bentaknya membuat suasana agak memanas.

"Urusan Hinata adalah urusanku, kau jangan seenaknya!", ujar Naruto yang tengah berdiri dan mulai meninggikan suaranya.

"Kau yang jangan seenaknya, kau bahkan baru mengenalnya tapi kau sudah berlagak mengerti dirinya", bantah Kiba atas ucapan Naruto.

"Aku memang belum sepenuhnya mengerti Hinata, tapi aku berhak melarang kau mengganggu Hinata". Naruto mendekatkan dirinya pada Hinata, menggenggam tangan kanan mungil Hinata dengan tangan kirinya yang agak besar. "Aku dan Hinata sudah berpacaran!", ujar Naruto tegas.

Kiba tentu saja tak percaya apa yang didengarnya. Berpacaran? Yang benar saja, mereka bahkan baru saling mengenal sedangkan Kiba saja yang sudah cukup lama mengenal Hinata bahkan tak ada perkembangan yang berati dalam hubungan mereka berdua. Dengan perasaan geram, Kiba merebut tangan Hinata yang di genggam oleh Naruto. Menariknya perlahan seraya berkata, "Sudah cukup, ikut aku Hinata-chan", pinta Kiba.

Naruto tak mau melepaskan Hinata begitu saja, tidak dengan orang ini. "Jangan memaksa", ujar Naruto seraya menahan pundak Hinata agar tak tertarik oleh Kiba.

"Tak apa Naruto-kun, biar aku selesaikan dulu masalah ini, tunggu saja aku di kelas", jawab Hinata yang kini telah melepaskan diri dari pegangan Naruto.

"Tapi Hinata-chan-", ujar Naruto masih ragu.

"Tenanglah, ingatlah janjiku Naruto-kun". Ingatan Naruto pun terlempar ke hari sebelumnya.

.

"Jangan lupakan aku. Waktu mungkin akan memisahkan kita suatu hari nanti. Tapi, walaupun begitu, sampai hari itu datang, mari tetap bersama. Mulai saat ini dan seterusnya aku ingin tetap bersamamu",

"Ya, Naruto-kun".

.

Naruto kembali mengingat janji Hinata. Ia pun tersenyum lembut. "Hmm, baiklah Hinata-chan", ujarnya.

"Apa tidak masalah, Dobe?", tanya Sasuke yang melihat Hinata semakin menjauh.

"Dia akan baik-baik saja, ayo kembali ke kelas Teme, Sakura-chan", ajak Naruto pada dua sahabatnya.

.

.

Sementara itu di belakang kantin...

"Bukankah kau tak suka berhubungan dengan orang lain, Hinata?", tanya Kiba dengan nada yang tidak seperti biasanya. Tak biasanya seorang Kiba menghilangkan embel-embel –chan pada saat dia bicara dengan Hinata secara langsung, dia merasa frustasi atas sikap Hinata.

"Hubungan kita bahkan tak pernah berkembang lebih dari status pertemanan dan kau malah berhubungan dengan orang asing, apa yang sebenarnya ada dipikiranmu Hinata?". Hinata tak menjawab. "Sebenarnya aku ini siapa bagimu Hinata?", tanya Kiba melembutkan nada bicaranya.

"Tak biasanya juga kemarin kau pulang cepat, apa kau pergi dengan si Naruto itu?", Hinata mulai di hujani pertanyaan. "Jangan diam saja Hinata, aku ingin mengerti apa yang sebenarnya kau pikirkan", ujar Kiba.

"Aku hanya di ajak pulang bareng, lalu karena beberapa alasan aku mampir ke rumahnya". Hinata menjawab sebagian pertanyaan membiarkan Kiba merasa kekurangan penjelasan.

"Ke rumahnya? Kau bahkan tak pernah mau ku ajak mampir ke rumahku, apa kau menolak karna tak suka rumah yang kecil, Hinata?", tanya Kiba.

"Gomen Kiba-kun, tapi tolong jangan menganggapku orang yang serendah itu karna memilih-milih dengan cara seperti itu", ucap Hinata yang merasa tak suka dengan anggapan Kiba atas dirinya.

"Lalu kenapa kau lebih memilih dia? Kita sudah saling mengenal jauh lebih lama sedangkan dia baru saja kemarin mengenalmu, lalu kenapa Hinata?", tanya Kiba heran.

"Tidak ada alasan khusus, tapi mungkin karena aku merasa mirip dengan Naruto-kun, kami sama-sama kehilangan orang yang kami sayangi, mungkin karena itu aku merasa lebih nyaman di dekatnya", ujar Hinata mengakui perasaannya.

"Tapi itu tak menjawab kenapa kau bisa pergi dengannya bahkan pergi ke rumahnya, Hinata", tanya Kiba masih tak terima.

Pipi Hinata sedikit merona. "Apa salahnya mengunjungi rumah pacarmu?", ujar Hinata sedikit berbisik.

"Ja-jadi dia tidak bercanda, aku sama sekali tak mengerti jalan pikiranmu Hinata, aku tak percaya ini, aku tak bisa terima". Kiba mengepalkan kedua tangannya kuat menandakan ia geram.

Tak lama Kiba kembali tenang dan dia mengangkat kedua tangannya, memegang kedua pundak Hinata dengan lembut.

"Aku mencintaimu Hinata-chan, jadilah pacarku?", ujar Kiba tiba-tiba yang membuat Hinata kaget karena pengakuannya.

Hinata memalingkan wajahnya ke arah lain, "Ma-maaf Kiba-kun, a-ak-aku tak bisa. Bi-bisakah kita tetap ber-te-teman saja?".

Seketika Kiba melepaskan kedua pundak Hinata, mengepalkan kembali tangan kanannya.

*DUAGG*

Bunyi benturan benda tumpul itu menyebabkan suara yang agak keras. Hinata membelalakkan mata melihat Kiba yang memukul dinding di sebelahnya menyebabkan sedikit retakkan disana. Hinata yang merasa ketakutan hanya bisa menunduk tak sanggup melihat tatapan Kiba yang penuh emosi.

"Teman? Tidak bisa. Jadilah pacarku!", pintanya kembali.

"Ma-ma-maaf, A-aku dan Naruto-kun su-sudah-"

"Jangan sebut-sebut namanya", bentak Kiba.

"Ti-tidak, Kiba-kun", sesaat Hinata hampir meneteskan air matanya menahan ketakutannya. Pasrah apabila pukulan tadi tiba-tiba melayang padanya.

.

Kiba berhenti bicara beberapa saat, sepertinya emosinya sudah mereda. Lalu dia melihat Hinata yang tengah menangis. Ia tau betul jika dirinyalah penyebab Hinata menangis. 'Cih, aku memang tak berguna', ujarnya dalam hati.

"Kalau itu mau-mu, kau Hinata dan pacarmu itu, jangan pernah muncul di hadapanku lagi", ujarnya seraya meninggalkan Hinata yang tengah menangis.

Hinata begitu sok mendengar ucapan 'selamat tinggal' tak langsung dari Kiba itu. Kini tangisnya di iringi isakkan yang agak keras. Hingga Hinata terduduk seraya memegangi dadanya yang terasa sangat sesak. Lagi-lagi dia kehilangan orang-orang dalam hidupnya. Setelah orang tua-nya, Hanabi dan kini sahabatnya ikut meninggalkan Hinata dalam perasaan sakit, sakit yang tak tertahan.

'Kau sama saja Kiba-kun, kau meninggalkan aku, membuatku merasakan kembali rasanya kehilangan orang yang di sayangi, kenapa harus seperti ini? Kukira kita bisa terus berteman? Bahkan kukira kita sudah menjadi sahabat'.

'Ya tuhan, kenapa kau memberikan rasa sakit dan penderitaan yang begitu besar untukku. Tidak cukupkah rasa sakit yang kurasakan karna kehilangan ikatan dengan keluargaku? Apa aku harus terus merasakan sakit seperti ini seumur hidupku? Sebenarnya apa salahku? Hingga kau memberiku ribuan rasa sakit hanya untuk menggapai kebahagiaanku'.

"*hiks*hiks*..Kiba-kun..*hiks", tangis Hinata merasakan dadanya yang makin terasa sesak.

.

.

Sampai beberapa saat sebelum bel akhir sekolah berbunyi, Hinata masih belum tampak di kelas. Naruto tak bisa tenang mengkhawatirkan pacarnya itu, sama sekali tak bisa fokus dengan pelajaran.

Bel tanda berakhirnya pelajaran terakhir akhirnya berbunyi. Sekejap Naruto langsung berlari keluar kelas tanpa mempedulikan tas-nya yang tertinggal di kelas. 'Kau baik-baik saja kan, Hinata-chan?', tanyanya dalam hati.

Naruto berlari menuju kantin, tempat terakhir kali ia melihat Hinata. Tak melihat Hinata di sekitar itu membuatnya kembali berlalri menuju tempat yang sebelumnya di tuju Hinata dan Kiba, belakang kantin. Perasaan cemas menyelubungi hatinya, membuatnya berlari semakin cepat.

Benar saja, Naruto menemukan Hinata dalam keadaan tak baik. Terduduk dan menyembunyikan wajahnya yang tengah menghadap kebawah serta memeluk kaki dengan kedua lengannya. Melihat keadaan Hinata membuat siapapun ingin memeluk dirinya dengan lembut, menjadikan diri mereka sebagai perisai pelindung untuk tubuh lemah sang wanita.

"Hinata-chan ada apa?", tanya Naruto panik. Hinata tak merespon dan tetap dalam keadaan yang sama. "Apa yang dia lakukan padamu Hinata-chan?", tanyanya lagi.

Siapa yang tak geram jika melihat seorang yang di cintai mengalami hal yang menyedihkan akibat perbuatan dan lagi kau tau siapa penyebabnya.

"Aku akan membuatnya memohon maaf padamu, jadi tunggulah disini", ujar Naruto kesal. Belum juga melangkah, Hinata sudah memegang sebelah tangan Naruto.

"Naruto-kun, tolong jangan tinggalkan aku sendirian lagi", ucap Hinata memperlihatkan wajahnya yang terhiasi mata sembab akibat menangis. "Jangan tinggalkan aku, tetaplah bersamaku, Naruto-kun", ujar Hinata seraya memeluk erat Naruto.

"Tak akan pernah Hinata-chan. Tak akan terjadi.", jawabnya seraya membalas pelukkan erat Hinata.

"Aku tak mau lagi merasakan sakit ini, aku tak mau kehilangan siapapun lagi, tetaplah bersamaku selamanya". Tangis Hinata meledak, melepaskan segala hal yang ingin ia katakan pada orang terakhir yang ada dalam pikirannya itu. Pelukkan mereka yang begitu erat menandakan tak ada satu pun dari mereka yang ingin kehilangan satu sama lain.

"Aku juga tak ingin kehilangan siapapun lagi Hinata-chan, aku berjanji tak akan pernah meninggalkanmu, aku ingin bersamamu selamanya", ucap Naruto yang kini mulai meneteskan air mata.

Mengikat janji di antara kedua insan membuat sebuah hubungan menjadi erat. Kesamaan penderitaan di masa lalu dapat juga mempererat hubungan itu sendiri. Sama-sama merasa kehilangan membuat mereka tak ingin lagi kehilangan siapa pun lagi, tidak bagi Hinata juga tidak bagi Naruto.

Penderitaan yang di alami Hinata selama ini, sejatinya dapat membuat orang lain merasa putus asa bahkan mengambil keputusan bodoh seperti mengakhiri hidup. Tapi syukurlah jika ia telah di selamatkan sebelum pikiran negatif itu merasukinya. Begitu pun Naruto yang telah menemukan orang yang begitu berarti baginya serta mengobati luka lamanya, kehilangan orang yang di sayangi.

Kehidupan memang terkadang kejam. Mencintai seseorang dapat menyelamatkanmu dari terjerumus ke banyak hal negatif. Perasaan tak memiliki alasan hidup dapat membuatmu kehilangan arah tujuan. Maka...

Hiduplah, hanya untuk mencintai

Dan

Mencintailah, hanya untuk hidup.

.

.

Life, Just for Love

.

.

-TAMAT-FIN-END-


Akhirnya fict pertama dan multichap pertama ku selesai... Yatta! #loncatkegirangan

Maaf ya klo ending-nya gaje, hehehe...

Updatenya kelamaan ya?.. gomen-gomen, abis nyari waktu-nya susah sih, hihihi.. Salahkan dosen yg ngasih saya tugas bnyak", :P

Saya minta pndapat minna-san utk kseluruhan fict saya, jadi di mohon review-nya

Balesan review :

Diane Ungu : Iya nih Hinata, pdahal naru udah keren-keren yah, tau-nya cuma ke toilet, huhuhu. makasih koreksi-nya. maaf ya update-nya klamaan , Arigatou reviewnya, semoga puas dengan chap akhirnya.. :D

Saranize Uteza : Sudah di lanjut, smoga ngga ngegantung y kali ini, Arigatou review-nya :D

Hn hn : Sudah lanjut, dozo..

Guest : Huhu, saya juga ikut senang :D, dozo..

Soputan : Yey, sepertinya langgeng, harus! karna saya yg bikin cerita, hehe

Inoue Kazeka : Hinata nya keren ya? 'saya harus bikin sering" Hinata nampar Naruto klo gitu', hehee :P, yey keep semangat, dozo..

dan yg login di balas via PM..

Bagi yg suka fict saya, silahkan baca fict saya yg berjudul The Only One Regret, #malah iklan

akhir kata RnR please.. :D

.

Nue Uzumaki *pofft*