I'm A Fish

Story by:: An Youngtae

Rate:: T

Genre:: Romance, Angst

Pairing:: KaiTao

Warning(s):: Un-official pairing, Shounen-ai/Boys Love, Alternative Universe, Out of Character, Typo(s).

Disclaimer:: I don't own them, they belong to God, their parents, and themselves

Adopted from:: Boku wa Sakana © Yumeka Sumomo

Dedicated to:: Kopi Luwak-ssi


Ini adalah sebuah rahasia..

Yang akan selalu kusembunyikan..

Bahkan darimu..

Seseorang yang paling berharga..

... Untukku...


Tao's POV::

.

..

Don't forget me..

Don't ever forget me..

..

.

"Kai, kau dulu memelihara ikan kan?"

"Hn... Wae? Kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?"

"Ani... Hanya bertanya saja. Apa yang terjadi pada ikanmu itu?"

"Dia mati."

"Ke-kenapa?"

"Aku yang membunuhnya."

"J-jinjja?!"

Aku menaikkan nada suaraku ketika mendengarkan jawaban langsung dari Kai. Ditambah lagi tatapan tidak percaya milikku. Setega itukah Kai? Aku tidak percaya. Tapi ketika melihat ekspresi datar yang biasa dipakainya di saat dia tengah serius dengan ucapannya, aku percaya begitu saja padanya. Ya, aku selalu percaya dengan apa yang dikatakannya.

Sejak dulu..

Sampai sekarang…


.

..

Let me be the one..

The one that you'll never forget..

..

.

"Bagaimana hal itu bisa terjadi? Kau bukan sengaja membunuhnya kan?" Kutanya Kai sekali lagi. Dia terlihat sedang menerawang, mencoba mengingat masa lalunya.

"Aku meletakkan ikan itu di cangkir teh milik Appa," ujarnya. Yang terdengar seperti tak terlalu peduli dengan nasib ikan yang sudah dipeliharanya semenjak berada di kelas enam Sekolah Dasar itu.

"Dan Appa tidak sengaja menuangkan teh panas ke dalam cangkir itu. Akhirnya.. kau tahu sendirilah. Tapi hal itu adalah hal yang tak bisa kulupakan, meskipun kejadian itu terjadi dua tahun yang lalu."

Aku melirik ke arah Kai, ada setitik kesedihan di matanya. Namun sedetik kemudian menghilang dan dia kembali ke dirinya yang biasa. Kai yang pendiam. Kai yang seakan tak mempedulikan sekitarnya.

'Jadi kejadian itu memang tak bisa dilupakan ya?'

.

..

Like that fish..

From your memory..

..

.


.

..

Eventhough I'm not the one..

That you've chosen..

..

.

"Jonginie!"

Sebuah seruan mengagetkan kami berdua. Spontan saja kami menengok ke arah sumber suara itu. Suara yang berasal dari seorang yeoja cantik berambut panjang yang tengah berjalan ke arah kami berdua.

Tidak. Tepatnya ke arahnya namjachingu-nya. Namja yang duduk di sampingku. Kai. Sahabatku. Namja yang diam-diam kusukai.

Kucintai.

"Oh, ada apa?" tanya Kai pada yeoja itu. Aku bisa melihat seringai tersembunyi yang tertuju padaku di balik senyum "manis" yang terpasang di wajah yeoja itu.

"Ayo kita pulang! Sekarang sudah sore kan?" ajak yeoja itu setengah merengek. Ya, nada itulah yang kudengar saat dia mengajak Kai untuk pulang.

Kulihat tangan yeoja itu mulai meraih lengan Kai. Mengapitnya. Menunjukkan kalau Kai sudah menjadi miliknya. Hanya miliknya.

'Jangan sentuh dia! Jangan sentuh Kai!'

Aku berseru dalam diam. Kediamanku ketika yeoja itu bisa begitu dekat dengan Kai. Seharusnya hanya aku yang bisa dekat dengan Kai. Hanya aku...

"Tao, aku pergi dulu. Sampai jumpa besok."

Aku terkesiap saat Kai mengucapkan salam perpisahan padaku. Pandanganku segera beralih kepadanya. Aku mengangguk. Dengan ucapan yang sedikit terbata aku menjawabnya.

"Y-ya, sampai jumpa besok..."

Dan aku melihatnya lagi.

Seringaian di bibir yeoja itu seiring Kai dan dia pergi meninggalkanku sendiri.

'Menjengkelkan.'


.

..

But, why?

Why don't you choose me?

..

.

"Jagi? Kau baru pulang?"

"Ne, Eomma."

Pemandangan yang kulihat pertama kali ketika kakiku menapak di ruang keluarga adalah Eomma yang sedang menuangkan teh ke dalam cangkir yang terletak di depan Appa. Sedangkan Appa tengah memusatkan perhatiannya pada koran yang tengah dibacanya.

Aku menggigit bibirku. Agak ragu atas pertanyaan yang akan kulontarkan. Ragu jika Eomma dan Appa akan menganggapku sebagai orang aneh.

"Eomma, Appa..."

Benar saja. Begitu aku memanggil nama mereka, segera saja mereka menghentikan kegiatan mereka. Mengalihkan perhatian mereka kepadaku. Dan aku tak terlalu menyukainya. Walaupun aku sendiri yang membuat mereka memperhatikanku.

"Kenapa... Aku terlahir sebagai namja? Bukan yeoja?" tanyaku dengan menyelipkan nada keraguan di dalamnya.

Mereka berdua terdiam. Eomma menatapku dengan mata sendu. Sedang Appa menajamkan tatapannya padaku, seperti tak mempercayai apa yang baru saja kuucapkan.

"Kenapa kau berpikir seperti itu, jagi? Kami mencintaimu apa adanya. Tidak peduli kau itu namja ataukah yeoja, kau adalah darah daging kami," ujar Eomma dengan suara lembutnya. Ya, ucapan Eomma selalu bisa menenangkanku. Tetapi saat ini bukan jawaban itu yang kuinginkan.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh, Tao. Sudahlah, kau segeralah mandi dan kembalilah ke sini untuk makan malam jika kau sudah selesai."

Aku tak bisa berkata apa-apa untuk membalasnya, kecuali menganggukkan kepalaku untuk segera melakukan perintah yang Appa sampaikan. Melangkahkan kakiku ke tangga yang akan membimbingku ke kamarku. Berpura-pura tak menghiraukan Appa dan Eomma yang mulai membicarakan diriku.

'Mungkin aku akan sedikit tenang setelah mandi.'


.

..

Why?

Why can't it be me?

..

.

'Tapi kenapa rasanya semakin sakit?'

Kududukkan diriku di tepi tempat tidur kecilku. Kemudian menjatuhkan tubuhku sehingga sekarang aku terbaring di sana. Mengangkat tangan kananku ke depan wajahku untuk menutupi mataku dari nyala lampu yang menyilaukan. Yang menjadikan kepalaku semakin sakit.

"Kenapa, Kai? Bukankah aku yang lebih dulu bertemu denganmu? Bukan dia."

Bermonolog ria dengan suara kecil, aku melepaskan beban yang bersarang di hatiku.

"Akulah yang lebih dulu menyukaimu, mencintaimu. Bukan dia..."

Walaupun tujuanku ingin melepaskan beban itu. Tapi... mendengar langsung curahan hati yang kusampaikan lewat mulutku ini membuat air mataku mulai berlinang.

"Aku bahkan memanjangkan rambutku agar kau tertarik padaku. Bukan padanya..."

Ya, aku iri. Aku cemburu. Aku ingin menyalahkan takdirku. Aku yang terlahir sebagai seorang namja. Takdir yang tak akan pernah bisa membuatku bersatu dengan namja yang kucintai. Karena hal tabu yang tak bisa diterima oleh sebagian besar orang di dunia ini. Aku membenci takdirku.

...Tapi aku bisa apa?

Aku hanya bisa menangisinya.

Dan aku mulai terbiasa akan hal itu...

"Terbiasa akan air mata yang mengalir dengan bebasnya..."


.

..

If I can return at that time..

Can I say it?

..

.

Kim Jongin, atau Kai.

Aku bertemu dengannya ketika kami berada di kelas yang sama di Sekolah Menengah Pertama. Dan di saat itulah aku baru menyadari bahwa kami juga bersekolah di Sekolah Dasar yang sama. Aku tak tahu itu. Fakta bahwa selama ini kami selalu bersama-sama dan diriku yang tak memperhatikan sekelilingku. Aku yang tenggelam di dalam duniaku sendiri.

Tanpa menyadari keberadaannya.

Tetapi dia membuatku menyadari keberadaannya. Mendekatiku ketika tak ada yang mau berteman denganku. Dia satu-satunya yang ingin berteman denganku. Aku yang tak bisa dibandingkan dengannya yang merupakan siswa terpintar di sekolah.

Aku pernah mendengar kabar bahwa Kai yang seharusnya bisa masuk ke Sekolah Menengah Pertama terbaik di kotaku, tidak bisa mengikuti ujian masuk di sana. Dia sakit flu di saat ujian itu diadakan, dan otomatis kesempatannya untuk masuk ke sekolah itu tertutup. Mengharuskannya untuk melanjutkan studinya di sekolah yang sama denganku.

Meskipun aku tak tahu apakah itu sebuah keberuntungan bagiku ataukah kesialan baginya.

Dan hal itu terjadi lagi ketika kami akan masuk Sekolah Menengah Atas. Dia–sialnya–terserang flu lagi saat akan mengikuti ujian masuk di Sekolah Menengah Atas pilihan orang tuanya, yang tentunya juga sekolah terbaik di sini. Memaksanya untuk kembali bersekolah di sekolah yang sama denganku. Denganku yang tak terlalu bagus di bidang akademik ini.

Ya, tentunya hal itu–banyak yang menyebutnya kesialan beruntun–tak lepas dari komentar-komentar orang di sekitar Kai. Mereka mengatakan betapa tidak beruntungnya nasib Kai yang harus mengalami sakit yang sama pada kejadian yang sama. Tetapi aku...

"Jangan khawatir, Kai. Paling tidak kita bisa bersama-sama lagi. Dan aku... senang bisa bersama denganmu lagi."

...Malah mengatakan hal itu.

Dan di saat itulah aku melihat Kai yang tersenyum dengan wajah yang sedikit memerah.

"Terima kasih, Tao. Aku juga senang bisa bersama denganmu lagi."

Aku menyadarinya...

.

..

Can I say..

"I love you"?

..

.


.

..

But..

I think it's okay now..

..

.

"Jagi, ada telepon dari Kai! Cepatlah turun!"

Aku mendengar Eomma memanggilku dari lantai bawah. Aah... Aku baru sadar kalau baterai handphone-ku habis. Mungkin Kai memutuskan untuk menghubungi telepon rumahku ketika aku tak segera menjawab panggilannya. Salahku juga tidak men-charge handphone-ku sesaat setelah aku sampai di kamar.

"Jagi, Kai menunggumu! Ayo turun!"

"Ne, Eomma!"

Segera aku bergegas menuju lantai bawah di mana Eomma tengah memegang gagang telepon dengan sabar. Entah karena aku tak ingin membuat Eomma dan Kai menunggu lama, ataukah aku yang ingin segera mendengar suara Kai, kupercepat langkahku hingga hampir membuatku terpeleset ketika menuruni tangga. Beruntungnya, aku tak kehilangan keseimbangan dan jatuh. Kelakuanku yang terkesan terburu-buru itu menyebabkan Eomma menggeleng-geleng ke arahku dengan tatapan khawatir sebelum menyerahkan gagang telepon itu padaku.

Sepertinya aku akan mendengar beberapa nasihat dari Eomma setelah berbicara dengan Kai.

"Yeoboseyo? Kai? Kenapa kau meneleponku?"

"Mian, apa aku mengganggumu?"

"Ani, tidak sama sekali. Ada apa, Kai?"

"Aku... Kupikir aku harus minta maaf atas kejadian tadi sore. Maaf sudah meninggalkanmu begitu saja."

Aah... Masalah itu ya?

"Tao?"

"Ah, tidak apa-apa. Kau tidak perlu minta maaf soal itu. Aku tidak mempermasalahkannya kok."

Ya, kupikir tidak masalah bagiku.

"Gomawo, Tao. Kurasa aku hanya ingin menyampaikan hal itu saja. Sampai jum–"

Tidak! Jangan tutup teleponnya! A-aku masih...

"Tu-tunggu, Kai!"

...Ingin mendengar suaramu, Kai.

"Ada apa?"

"A-ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."

"Apa itu?"

"Be-begini... Dari semua namja di sekolah, siapa yang paling kau sukai?"

Sial, aku sudah terlanjur bertanya padanya.

"Ka-kalau kau tidak ingin menjawabnya tidak apa–"

"Kau."

Eh? Apa yang baru saja kudengar? Apa benar Kai yang menjawabnya? Kai... menyukaiku?

"Yeoboseyo? Tao? Kau masih di sana kan?"

"A-ah... Ya. Gomawo, Kai."

Jantungku. Kenapa jantungku menjadi semakin berdebar-debar? Kenapa? Kenapa kau menjawabnya, Kai?

"Hanya itu saja kan? Selamat malam, Tao."

"Selamat malam–"

Tuut… Tuut… Tuut…

"–Kai."

.

..

It's okay..

I think..

..

.


.

..

So please..

I beg you..

..

.

Aah... Rasanya semua ototku menjadi lemas sekarang. Aku ingin menangis. Menangisi kebahagiaan semu yang baru saja kuterima.

Aku tak peduli bagaimana Kai mengartikan pertanyaanku tadi. Tetapi kebahagiaan ini... aku sangat menikmatinya. Sehingga aku tak akan terlalu memikirkannya. Memikirkan bagaimana Kai "melihat"ku.

Dan jika suatu saat Kai menikah dengan yeoja yang dia cintai. Yeoja dengan wajah cantik dan rambut yang panjang. Aku akan tersenyum untuknya. Berbahagia untuk Kai.

Karena jika amarah di dalam diriku berhasil menguasaiku. Mungkin saja aku bisa membunuh yeoja itu dan membuatku berakhir di penjara.

Tetapi aku tak mau itu semua terjadi.

Karena jika aku melakukannya. Aku tak akan bisa bertemu lagi dengan Kai. Jadi, aku tidak akan pernah melakukan hal-hal bodoh yang bisa membuatku terpisah dengan Kai. Tidak akan.

Tapi...

Aku hanya ingin mengatakan satu hal saja. Menyampaikan satu hal.

Bahwa orang yang benar-benar memikirkanmu. Orang yang benar-benar peduli padamu. Orang yang akan menangis untukmu karena memikirkanmu...

Adalah Aku, Kai...

.

..

Don't forget me..

Don't ever forget me..

..

.

... FIN ...


Author's Note:

Fanfict ini saya dedikasikan untuk Kopi Luwak-ssi yang sudah memesan Fanfict ini sekitar empat bulan yang lalu. Jeongmal mianhae, karena saya baru sempat menyelesaikannya sekarang. Kegiatan ospek saya benar-benar menyita waktu saya untuk mengetik cerita, karena saya adalah MaBa. Jadi saya minta maaf yang sebesar-besarnya untuk Kopi Luwak-ssi... m(_ _)m

Ah, dan rencananya saya juga akan membuat chapter kedua yang mengambil sudut pandang Kai. Meskipun saya tidak menjanjikan bahwa saya akan membuatnya, tapi akan saya usahakan... :)

Dan terima kasih banyak bagi readers yang sudah menyempatkan waktu luang untuk membaca Fanfict ini sampai akhir. :)

Sekian dan terima kasih. Bila ada kritik ataupun saran, bisa readers sekalian sampaikan pada bagian review. :D

So, mind to give me a review?

And thank you so much, guys~ See you next time~! ^w^/

Sign,

An Youngtae