Disclaimer : Shingeki no Kyojin © Hajime Isayama

Title : Toki wo Tomete (Menghentikan Waktu)

Pair : RivaEren

Genre : Romance/Hurt

Warning : Ada spoilernya tentang umur Ymir di manga chapter 47. Emang masih remang-remang, tapi apaah artinya kalau cerita ini adalah panpik? Apapun bisa terjadi pada panpik, kan? WKWK ini hanya panpik ya…

2S, Gaje, BL, diceritanya titan udah musnah semua keculai eren, typo(s), garing, panpik tidak sempurna dan banyak kekurangan dari saya. No bash, oke?

RnR?

Summary : Rivaille mencintai Eren, begitupun sebaliknya. Ia ingin menikahinya, tapi Eren tidak bisa. Eren tidak sanggup jika melihat kekasihnya perlahan menua sementara dirinya abadi.

Gemericik air disebuah kolam ikan serta hembusan angin dan cicit burung menjadi satu. Menjadikan sebuah harmoni ketenangan di sore hari yang cerah.

Seorang titan shifterbernama Eren Jaeger termenung memerhatikan kolam ikan didepan kastil Scouting Legion sembari terduduk di sebuak kursi kayu. Ia menatap kosong kolam ikan tersebut hingga suara panggilan dari seseorang membuat lamunannya buyar.

"Oi, Eren." Panggil Hanji, si Mayor pecinta titan yang berambut coklat kucir kuda dan berkacamata. Di sebelahnya ada Komandan Irvin yang tersenyum lembut. Pria tinggi tegap dengan rambut pirang rapi. Mata birunya menyiratkan kelembutan hati serta kegigihan dirinya sekaligus.

"Oh, Mayor. Komandan." Sahut Eren.

"Sedang apa disitu?" Tanya Hanji sambil tersenyum kuda.

"Sedang bersantai saja." Jawab Eren tersenyum.

Hanji menyikut lengan Irvin pelan. Memberi kode, rupanya.

"Eren, bisa ikut kami? Ada yang ingin kami katakan." Kata Irvin.

Eren mengangguk. Lalu membuntuti Hanji dan Irvin ke ruang kerja Irvin.

"Baiklah. Mungkin aku akan berbasa basi terlebih dahulu." Irvin berdeham sebentar. Setelah ia mencari posisi wenak di singgasananya, ia mulai melanjutkan. " Apa yang akan kau lakukan setelah ini? Kau sudah pergi keluar dinding, lalu kembali lagi. Apa yang akan kau lakukan?"

Eren terdiam duduk di kursi yang tepat di depan Irvin. Disebelahnya Hanji memandang dirinya dengan ekspresi penasaran.

"Aku tidak tahu, Komandan." Hanya itu yang bisa ia katakan. Ia sedang gundah, sulit berbicara rasanya. Lidahnya begitu kelu.

"Lho? Kau mungkin bisa mencari pekerjaan atau kau bisa menemui teman-teman seangkatanmu. Kemarin aku menanyakan hal yang sama pada Kirschtein dan Springer. Dan jawaban mereka sungguh diluar dugaanku."

Eren sedikit tertarik dengan kata-kata Komandan Irvin. Penasaran, ia pun membalas. "memangnya mereka akan melakukan apa, Komandan?"

Irvin tertawa kecil. "mereka ingin menikah."

Mata eren melebar. Jean dan Connie ingin menikah? Oho, dengan siapa?

"apakah kau juga ingin menikah, Eren?" Tanya Hanji tak sabaran. Toh ini point yang sedari tadi ingin ia dan Irvin tanyakan. Hanji tak perlu banyak cingcong seperti Irvin, langsung sikat saja.

Eren menunduk. Gundah hatinya semakin menjadi-jadi mendengar pertanyaan itu. Ia juga ingin menikah. Ingin menikah dengan Heichounya yang selama ini ia cintai. Yang seama ini melindunginya. Yang selama ini membuatnya percaya bahwa ia diptakan untuk bersama Heichounya.

"Aku tidak tahu." Lagi-lagi hanya itu yang bisa Eren ucapkan. Irvin dan Hanji saling tatap.

"Lho kenapa?" Irvin mulai terserang keposomnia rupanya.

Eren menelan ludahnya dengan susah payah. "alasan klasik."

"Apa itu?" Hanji mulai tertular keposomnia dari Irvin.

"Aku ini titan. Aku ini monster. Aku ini manusia setengah titan. Memangnya ada yang mau menikah denganku?"

Rentetan kalimat itu terngiang-ngiang di telinga Irvin dan Hanji. Mereka hanya bisa menunggu kata-kata selanjutnya dari Eren.

"Memangnya ada seseorang yang mau menanggung malu menikah dengan monster seperti diriku? Apakah dia tidak malu? Di dunia ini masih banyak orang yang patut dia nikahi, tidak hanya aku."

"Kalau dia memang mencintaimu, mestinya dia sudah tahu resiko itu, Eren." Ujar Irvin.

"Hm. Aku tahu, komandan. Tapi ada satu hal lagi yang menjadikan aku enggan menikah." Eren menunduk. Bibir dan bahunya bergetar. Ia berusaha mati-matian untuk tidak menangis meski matanya berkaca-kaca. Satu kedipan saja dan air mata itu akan lolos dari mata Eren.

"Ingat pada Ymir? Usianya sudah lebih dari 60 tahun saat itu, tetapi wajahnya tetap seperti itu. Tubuhnya, wajahnya, apa yang ada dalam dirinya tetap. Dan akupun akan seperti itu. Jika aku menikah, aku tak sanggup melihat pasanganku menua sementara aku tetap pada posisiku. Ia berlari menjauh, sementara aku diam pada tempatku. Aku abadi. Aku akan mati jika pedang menusuk jantungku atau ada seseorang yang menebas pundakku ketika aku berubah menjadi titan. Aku tidak sanggup melihat pasanganku perlahan menua, dan meninggal didepanku yang masih seperti anak kecil ini. Aku… Aku… Tidak bisa…"

Akhirnya air mata itu lolos juga. Eren menangis sesegukan karenanya.

Irvin hanya bisa terdiam tak percaya. Sementara Hanji sudah mengusap-usap punggung Eren. Akhirnya ia dan Irvin tahu alasannya.

"Tapi setidaknya kau bisa menikmati hidupmu bersama orang yang kau cintai dan mencintaimu. Kau akan bahagia, Eren"

"Komandan…" Eren menghapus air matanya. "menjadi prajuritmu, menjadi kaki tangan Mayor Hanji, menjadi anak buah… anak buah… Rivaille Heichou, dan bersatu dengan temanku di Pasukan pengintai, itu sudah cukup membuatku bahagia."

Irvin dan Hanji tahu lidah Eren kelu saat menyebut nama Rivaille. Mereka tahu hubungan Eren dan Rivaille seperti apa.

"Itulah mengapa aku menolak…" lirih eren. Hanji tersenyum sambil tetap mengelus punggung eren. Irvin hanya bisa diam. Ia tak tahu lagi harus berkata apa.

Sementara itu di luar ruangan Irvin berdiri seorang pria –pendek- bersurai hitam yang sedang menunduk mendengar ucapan si bocah titan. Ia mendengar semuanya. Alasannya. Tangisannya.

Perlahan ia meremas sebuah kotak beludru berwarna merah hati. Ia remas dengan kuat. Lalu ia berjalan menjauhi ruangan itu dengan kepala yang tetap menunduk.

Eren menyadari ada seseorang yang mendengarkan dari luar meskipun pintu ruangan Irvin tertutup. Eren tahu.

"Aku tahu apa maksud Komandan dan Mayor menanyakan ini padaku. Tetapi dia sudah mendengarnya sendiri."

"Eh?"

"Apa maksudmu?"

"Dia sedari tadi berada di luar menengarkan pembicaraan kita. Dia mendengar semuanya. Sekarang dia tahu, dan dia sudah pergi. Hiks."

Tangisan Eren menjadi-jadi. Irvin beranjak dari kursinya melihat ke luar ruangan. Namun ia tak menemukan siapa-siapa disana.

"Dia sudah pergi, Komandan." Lirih Eren ditengah-tengah tangisannya. Eren menangis dengan sangat pilu, membuat Hanji yang disebelahnya tak kuasa ikut menjatuhkan airmatanya.

"Maafkan aku, Heichou. Maaf…" gumam Eren yang terdengar oleh Hanji. Hanji memeluk Eren, mencoba memberi perhatiannya.

Eren ingat, tiga hari yang lalu Rivaille melamar dirinya. Tapi alasannya itu yang tidak bisa membuatnya berkata Ya. Ia rahasiakan alasan itu sampai hari ini. Eren pikir Rivaille harus tahu agar Rivaille mengerti dan mundur. Meskipun itu harus membunuh perasaan dan cintanya sendiri.

Keesokan harinya Irvin, Hanji dan Rivaille sedang duduk di ruang makan. Mereka sedikit berbincang mengenai kelanjutan pasukan mereka. Tak ada yang berani membicarakan kejadian kemarin. Tak ada.

Suara langkah kaki terdengar mendekati mereka bertiga. Terlihatlah Eren dengan membawa dua buah tas besar masing-masing di punggung dan tangannya.

Irvin dan Hanji memasang tampang bingung. Sementara Rivaille mengernyit, ia sipitkan dengan tajam tatapannya pada Eren. Eren yang menyadari tatapan itu tidak berani memandang Rivaille. Ia hanya memandang ujung sepatunya.

"Komandan, Mayor, Heichou…" eren menghela nafasnya yang berat. Terasa sesak di rongga dadanya. Seakan ada sesuatu yang menyumbat dan membuatnya terasa sakit. "sudah aku putuskan. Aku akan pindah ke rumah Mikasa. Dan menjalani hidup sebagaimana mestinya. Sekarang aku akan pergi."

"Oi-Oi! Kenapa mendadak sekali?" Hanji tidak terima. Ia melirik Rivaille yang masih terkaget-kaget meski wajahnya tetap datar.

"Tidak kok. Aku sudah memikirkannya sejak kemarin. Kalau begitu aku pamit." Eren ingin segera pergi dari sana. Secepatnya. Ia membungkuk, lalu pergi dengan tergesa.

"Eren! Tunggu!" Hanji meneriaki mencoba membuat Eren kembali. Sementara Irvin tengah mengejar Rivaille yang pergi ke ruangannya.

Hanji mengacak rambutnya. 'Dasar aneh! Bersatu saja susah!' pekiknya dalam hati.

"Rivaille!" seru Irvin di tengah aktifitasnya mengejar Heichou chibi yang lagi pundung.

BLAM

Terlambat. Pintu ruangan Rivaille tertutup. Meninggalkan Irvin yang terbengong-bengong didepan pintu.

"kalian seperti anak kecil saja." Gumamnya.

Sementara itu Rivaille mengacak rambutnya di dalam ruangan miliknya. Ia marah, kesal, kecewa. Ia pikir ia bisa meyakinkan eren. Tapi…

"SIAL!" teriak Rivaille yang lalu menendang kursi di depannya sampai patah.

Ia mendekati jendelanya. Terlihat Eren sedang mengelus kuda dan lalu menaikinya. Eren terdiam sebentar, lalu memandang ke arah pintu markas Scouting Legion. Hanya ada Hanji dan Irvin. Tidak ada Rivaille. Eren memasang raut wajah sedih dan kecewa luar biasa, dan itu terbaca oleh Rivaille. Akhirnya ia memacu kudanya untuk berlari, meninggalkan semuanya tentang Rivaille.

"Kenapa kau pergi, bocah? Jelas-jelas kau masih mencintaiku." Ucap Rivaille dengan nada tajam.

Eren sudah menghilang dari pandangannya. Dan sekarang yang menjadi perhatian Rivaille adalah sebuah kotak beludru berwarna merah hati di atas meja.

"Aku ingin memakaikannya dijarimu. Aku ingin kau selamanya memakai itu. Apakah kau tidak mengerti?"

Sudah dua bulan Eren pergi dari markas Scouting Legion. Rasanya seperti ada yang kurang. Bocah itu memberi kesan unik di markas. Kecerobohannya, teriakannya, kepatuhannya, kepolosannya. Semua orang tahu Eren seperti apa.

Rivaille sangat merindukan bocah itu. Ia menatap nanar kotak beludru merah hati di depannya.

Tok tok

"Masuk!"

Terilhat Irvin dan Hanji masuk beriringan. Ditangan Irvin ada secarik kertas. Tapi Rivaille tidak peduli.

"Kau merindukan bocah itu?" kata Irvin to the point.

Rivaille hanya diam.

Irvin lalu menyodorkan kertas yang tadi berada di tangannya pada Rivaille.

"Apa ini?" Tanya Rivaille.

"Itu denah rumah Mikasa." Kata Hanji.

Rivaille masih so' tsundere. Padahal ia sedang berjuang mati-matian menahan hasratnya untuk tidak melihat denah itu.

"Aku tahu kau ingin menemuinya, tapi kau tak tahu dimana rumah Mikasa. Jadi Hanji mencarinya. Dan akhirnya ia menemukannya."

Kata-kata Irvin sukses membuat cengiran bangga tapi bodoh di bibir Hanji.

"Kau tidak perlu sungkan. Itu untukmu. Pergilah. Temui Eren. Atau kalau tidak, kau akan menyesal seumur hidup."

Rivaille menatap kedua rekannya dengan sungguh-sungguh. Menanti persetujuan mereka. Irvin dan Hanji mengangguk mantap, mempersilakan Rivaille menemui Eren.

"Kalu begitu aku pergi." Rivaille melangkahkan kakinya tergesa, namun dicegah Hanji.

"Ini, kau lupa." Irvin melempar kotak beludru merah hati. Lalu ia tersenyum.

"Terima kasih." Dan Rivaille melesat pergi dari sana.

'Eren, tunggu aku…'

TBC~

A/N : ahooy! disini author baruu! salam kenal semuanya! namaku Mayumi.. ini ff SnK pertama yang aku publish, maaf kalau kurang greget. ^_^ mind to review?