CHAPTER 1

IN THE MORNING : THAT BUTLER, STARTED

The original story of Kuroshitsuji isn't mine.

All about the original are Yana Toboso's

But, this fanfiction is mine!

I warn you, if you don't like it, don't read!


Aku telah mengabdikan diriku seutuhnya pada jalan kesesatan. Melangkahkan diriku pada kegelapan. Menyerahkan tubuhku pada Sang Gagak. Dan merelakan jiwaku untuk Sang Iblis.


TOK... TOK... TOK...

"Nona Sadie, saatnya bangun!"

Seorang pria berpakaian serba hitam membuka pintu besar yang berada di hadapannya. Tangannya mendorong masuk troli makanan ke dalam kamar. Kemudian dengan segera dia membuka gorden dan membiarkan sinar matahari pagi membanjiri ruangan besar tersebut.

"Nona, sudah pukul setengah delapan. Nanti Anda telambat." Celetuknya.

"Hn..." sosok di balik selimut yang dipanggilnya 'Nona' itu bergelung di dalam selimutnya. "Sebentar lagi, Sebastian."

"Nona, saya sudah menyiapkan susu coklat hangat kesukaan Anda."

"..."

"Nona, saya mohon jangan tidur lagi."

"..."

"Jika begini terus, saya menyerah membangunkan Anda." Sebastian berjalan menuju pintu. "Akan saya panggil Mrs. Dude untuk mendisiplinkan Anda."

"Tunggu!" Sadie menyibakkan selimutnya dan bergegas bangun. "Aku sudah bangun, oke? Jangan panggil ibu-ibu pesolek itu, Sebastian."

Sebastian tersenyum dan kembali berjalan menuju troli makanan. "Akan lebih mudah bagi saya jika Anda mau menurut, Nona." Dia menuangkan susu coklat hangat untuk Sadie dan menyodorkannya.

Sadie menerima cangkir berisi susu coklat itu. "Ya, ya, ya. Terserah kau sajalah." Sadie meneguk susu coklatnya hingga habis kemudian melirik pada Sebastian. "Apa jadwalku hari ini?"

"Pukul delapan, seperti biasa, Anda harus bersekolah," jelas Sebastian. "Kemudian pukul empat sampai pukul enam sore ada les piano dengan Madam Fletta. Setelah itu Anda punya waktu luang, tapi jangan lupa mengerjakan tugas sekolah Anda."

Sadie meletakkan cangkirnya di atas troli kemudian bangkit dari ranjangnya. "Aku benci sekolah."


"Hei, kau tahu Sadie Catterfeld yang terkenal itu?"

"Oh, gadis cantik yang rambutnya hitam panjang itu? Siapa yang tidak kenal gadis secantik dan sepintar dia!?"

"Benar, dia memang cantik dan pintar! Si jenius piano itu juga punya bola mata kelabu yang indah."

"Ada apa denganmu, Frank? Kau menyukainya?"

"Tentu! Laki-laki mana yang tidak tertarik pada gadis itu?"

"Jangan salah, Frank! Meski dia cantik dan mempesona tapi gadis itu sangat misterius."

"Apa maksudmu, Mike?"

"Kau tidak ingat peristiwa pembantaian keluarga Catterfeld? Semua tewas dalam tragedi itu. Tapi polisi tidak menemukan mayat dari anak perempuan keluarga Catterfeld. Kemungkinan dia sempat kabur, tapi polisi juga tidak bisa menemukannya di mana pun. Kemudian beberapa bulan kemudian anak perempuan keluarga Catterfeld muncul kembali secara tiba-tiba. Dan yang paling aneh adalah butler berpakaian serba hitam yang selalu mendampinginya kemana-mana."

Sebuah limousine hitam berhenti di depan gerbang sekolah. Semua mata tertuju pada gadis yang turun dari dalam mobil itu. Rambut hitamnya panjang menjuntai hingga menutupi sebagian rok pendeknya, terbelai lembut oleh angin yang bertiup sepoi-sepoi. Kulit putihnya dibalut rapi oleh kemeja putih dan dasi kupu-kupu merah jambu. Bola mata kelabunya memandang lurus lelaki jakung di hadapannya.

"Ada sesuatu yang Anda perlukan, Nona?"

Gadis itu menggeleng, "Terima kasih sudah mengantarku, Sebastian."

Sebastian menyilangkan tangan kanannya di dada dan menunduk penuh hormat. "Semoga hari-hari Anda menyenangkan, My Lady."

Di sudut lain, tak jauh dari gerbang sekolah, Frank tidak berkedip menatap gadis bersurai hitam itu. "Sadie Catterfeld." Gumamnya.

Sementara Mike, hanya bisa menatapnya heran dan geleng-geleng kepala. "Terserah kau sajalah, Frank." Celetuk Mike yang membuat Frank akhirnya berkedip juga. "Catterfeld memang mempesona, tapi aku sudah memberitahumu."

"Aku tahu. Hanya saja kita tidak akan tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum mencari tahu, bukan?" Frank tersenyum kepada sahabatnyan dan berlari mendekati Sadie.

"Hei, Catterfeld!"

Sadie menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Frank yang berlari ke arahnya disusul Mike di belakangnya. Dia tersenyum hangat dan menyapa.

"Selamat pagi, Johnson."

Semburat merah muncul di kedua pipi Frank. "Selamat pagi. Bagaimana kalau ke kelas bersama-sama?"

"Kenapa tidak? Kelas kita berseblahan, kan?"

Dengan hati berbunga-bunga, Frank menemani Sadie berjalan menuju kelas. Sedangkan Mike berjalan di samping Frank, menemani sahabatnya yang sedang kasmaran itu. Di tengah perjalanan mereka bertiga bertemu dengan seorang gadis berambut coklat kemerahan yang terjatuh di tangga. Sadie mengenali gadis itu, Maylene, teman sekelasnya.

Sadie berjalan mendekati Maylene dan mengulurkan tangan, "Kau baik-baik saja, Maylene?"

Maylene membetulkan letak kacamatanya dan menerima uluran tangan Sadie. "Terima kasih, Sadie."

"Lain kali kau harus lebih hati-hati, Maylene." Sadie tersenyum pada Maylene. Dia mencondongkan tubuhnya dan berbisik, "Jangan lama-lama menatapnya ketika berjalan."

Sontak wajah Maylene memerah. Dia terkejut bagaimana bisa Sadie tahu jika dia memandangi Frank sedari tadi. "A─aku... Ba─bagaimana kau bisa tahu?"

Sekali lagi Sadie hanya tersenyum dan menarik Maylene agar bergabung dengan Frank dan Mike.


Sebastian mengamati nona mudanya melalui kaca spion. Sejak dia menjemput Sadie, nona mudanya itu terus-terusan tersenyum. Sepertinya Sadie sedang dalam mood yang baik.

"Sepertinya Anda terlihat senang sekali, Nona." Sapa Sebastian dan berhasil membuat Sadie menatapnya. "Anda menemukan sesuatu yang menarik?"

"Aku hanya memikirkan betapa lucunya Maylene." Tukas Sadie.

"Begitukah?" Sebastian tersenyum pada Sadie melalui kaca spion. "Bagaimana dengan Frank Johnson? Dia cukup tampan."

Sadie membuang muka, kembali menatap ke luar mobil. "Aku tidak punya waktu mengurusi hal-hal seperti itu. Terlalu merepotkan."

"Tapi sepertinya Anda selalu memberikan respon yang baik pada Tuan Johnson."

Sadie mendengus, "Aku hanya menganggapnya sebagai teman, Sebastian. Tidak lebih."

"Tapi menurut saya sikap Anda malah akan membuatnya seperti memiliki harapan."

"Diam dan menyetir saja, Sebastian!"

"Pardon me, My Lady."

Sadie menyilangkan tangannya di depan dada. Dia kesal atas perkataan Sebastian barusan. Sadie tahu jika dia tidak boleh membangun hubungan terlalu jauh dengan orang lain. Jika hanya sekedar teman itu tak masalah. Tapi jika kata 'teman' itu berubah menjadi 'sahabat'? Atau yang lebih buruk lagi 'kekasih'?

Dia tidak boleh membiarkan seseorang tahu tentang rahasianya dan butler-nya.


"Sayangku, Sadie. Kau selalu tampak cantik!"

Sadie menjabat tangan Madam Fletta. Tiba-tiba saja, saat tangannya bersentuhan dengan tangan Madam Fletta, Sadie merasakan suhu udara di sekitarnya turun dengan tiba-tiba. Jantungnya berdegup keras.

Sadie tersenyum, "Anda bisa bersiap-siap dulu di ruang musik, Madam. Saya ingin berbicara sebentar dengan butler saya."

"Kutunggu di sana, sayangku."

Sadie terdiam dan menatap punggung Madam Fletta hingga menjauh. Kemudian berbalik pada Sebastian yang berdiri di belakangnya.

Sebastian yang merasa aneh dengan sikap nonanya pun bertanya, "Ada apa, Nona?"

"Aku punya firasat buruk tentang Madam Fletta."

Sebastian menaikkan sebelah alisnya, "Maksud Anda?"

"Dia ingin membunuhku."

-tsuzuku-


Ehm... Yo! Minna! Bagaimana FF pertama saya? Hohoho...

Karena ini FF pertama jadi saya mohon maaf atas segala kekurangannya ^^

Mohon reviewnya ya?

Thanks for read it!