.

.

Wah akhirnya sampai juga ke bagian terakhir. Chapter ini lumayan agak panjang, jadi semoga pada gak keburu bosen bacanya.

Oh iya, kalau ada typo, perbaikan atau kritik dan lainnya bisa langsung kasih tau saya dengan bahasa yang baik—tentunya, buat perbaikan diri saya di ke depannya.

.

dan terakhir, terima kasih banyak untuk kalian-kalian semua yang masih menunggu ff ini sampai akhir,

serta menyempatkan diri untuk mereviews,

memfolow serta mengklik 'favs' untuk ff ini.

.

.

Happy Reading!

.

.


Tittle :

FOR HIS PLEASURE

Disclaimer :

Remake from For His Pleasure ©2012, by Kelly Favor

all translate by: minimimin/DearMIN

Genre : Romance

Main Cast :

Lee Sungmin (Y); Cho Kyuhyun (N)

Rate : M

Warning :

OOC, GS, Typo(s)

Don't like, Don't read. NO FLAME. NO BASH!

NO COPY PASTE!

.

.

Chapter 12

.

"Sempurna," kata Kyuhyun.

Mereka tiba di sana tepat pada pukul sepuluh lewat tiga puluh, naik taksi di Siesta Key, sebuah pulau kecil yang hanya Sungmin dengar dan belum pernah sama sekali ia ke sana. Di sana penuh dengan restoran outdoor, bar, dan beberapa tempat dengan penampilan band atau penyanyi untuk menghibur pelanggan yang datang.

Banyak orang berlalu lalang di sana dan mereka tampak bahagia, seolah-olah mereka menjadi bagian kecil dalam film romantis tentang kehidupan Sungmin.

Kyuhyun membawa Sungmin ke perapian yang luar biasa mengejutkan—Club Baja. Mereka duduk di luar, di mana udara malam terasa begitu hangat, harum, dan lembab. Sungmin bisa mencium aroma pantai, udara laut. Rasanya seperti mimpi.

"Tempat ini mempunyai taco ikan terbaik pernah aku rasakan," kata Kyuhyun setelah memesan taco ikan dan bir untuk mereka berdua, tanpa repot-repot untuk menanyakan pada Sungmin apa yang ia sukai.

Sungmin tidak melawan Kyuhyun kali ini, karena sekarang ia mengira kalau Kyuhyun akan mengambil alih semua.

Dan selain mencoba makanan itu, Sungmin percaya pada Kyuhyun tentang taco ikan. Taco itu rasanya luar biasa.

"Ini adalah makanan terbaik yang pernah aku makan," kata Sungmin.

Kyuhyun mengangguk, mengunyah dalam suapan besar dan meneguk bir setelahnya.

Ketika makan selesai, mereka dengan berjalan tangan dan turun ke bawah strip, berbaur dengan wisatawan lain. Mereka berdua seperti pasangan biasa yang sedang berjalan-jalan. Satu-satunya hal yang membuat mereka menonjol dari kebanyak orang di sana adalah pakaian mereka kenakan. Kyuhyun sudah melepas jas, dasi serta menggulung lengan bajunya, tapi ia adalah satu-satunya orang yang mengenakan celana bahan yang mahal seperti itu.

Akhirnya mereka tiba di pantai. Kyuhyun membungkuk dan mulai melepas sepatunya.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Sungmin.

"Kita akan berjalan-jalan di pantai ini," jawab Kyuhyun. "Ayo."

Sungmin melepas sepatunya dan Kyuhyun melepas kaus kakinya.

Kyuhyun akhirnya menjatuhkan jas dan dasi di salah satu kursi penjaga pantai yang kosong serta sepatu di bawahnya. Sungmin menempatkan sepatu hak tingginya di sebelah sepatu Kyuhyun.

Mereka melanjutkan perjalanan mereka, kali ini sampai ke pantainya. Pasirnya terasa sangat dingin di kaki dan di antara jari-jari kaki Sungmin. Ketika air berhasil mencapai kaki mereka, Sungmin menggigil sedikit.

"Bagaimana bisa tiba-tiba kau terlihat begitu normal?" tanya Sungmin. "Apakah ini hanya aktingmu atau apa?"

Kyuhyun mengambil tangannya, membuat Sungmin berhenti berjalan. Ia menatap Sungmin dengan lembut.

"Aku melakukan semua ini karena aku ingin membuatmu bahagia," kata Kyuhyun.

Kemudian Kyuhyun menciumnya.

Aku mencintaimu. Kata Sungmin dalam hati. Ia takut untuk memikirkan hal itu, tapi ia juga merasa senang.

Kyuhyun memeluknya lalu membaringkan tubuh mereka tidak jauh dari air pantai yang gelombang naik dan turun. Air itu tidak mengenai kaki mereka saat mereka sedang berciuman tadi.

Sungmin dapat merasakan pasir di seluruh tubuhnya, dan ia tidak peduli sama sekali. Ia melepaskan blusnya. Dan kemudian menurunkan celana jeans-nya dengan perlahan. Sungmin telanjang.

Mereka cukup jauh dari pantai, dan di sini cukup gelap jadi Sungmin tidak terlalu takut akan terlihat oleh orang lain. Selain itu, ini rasanya menyenangkan. Kyuhyun membelai wajahnya, mengatakan ia menginginkan Sungmin. Mengatakan bahwa Sungmin adalah segalanya baginya. "Aku sangat rindu padamu. Aku tidak ingin berpisah lagi dengamu."

"Aku mencintaimu, Sungmin," kata Kyuhyun.

Kemudian Kyuhyun membelai payudaranya lalu beranjak ke nipple-nya. Udara terasa sangat dingin pada kulitnya yang telanjang. Kyuhyun menciumi bagian bawah perutnya ke bagian diri Sungmin yang paling Kyuhyun inginkan. Di antara kedua kakinya. Sungmin mengerang dan menjerit saat Kyuhyun menciumnya di bagian itu juga.

"Bercintalah denganku," kata Kyuhyun.

Ketika Kyuhyun memasukinya kali ini, itu terasa sangat berbeda. Sungmin sudah tau ukuran milik Kyuhyun, yang masih terasa menakjubkan baginya. Dan Sungmin merasa begitu terhubung dengan Kyuhyun sekarang, jadi ia percaya dengan tindakan Kyuhyun.

Kyuhyun melakukannya dengan lembut. Sungmin tau kalau Kyuhyun telah membuat segalanya menjadi lebih mudah untuknya.

Sungmin merasakan klimaks lebih dari sekali dan ia tidak bisa menghitungnya.

Ia menggigit bahu Kyuhyun agar tidak menjerit. Menggaruk punggung Kyuhyun sambil menyodorkan dirinya ke arah Kyuhyun, mendorong begitu dalam. Matanya terpejam kembali, kepalanya dan pinggulnya bergerak berlawanan dengan ritme Kyuhyun. Sungmin mencengkeram pantat Kyuhyun dengan tangannya saat ia mendorong lagi.

"Aku datang," Kyuhyun berbisik di telinganya.

Dan Sungmin bisa merasakan itu juga.

.

minimiMIN

.

Sungmin kembali ke apartemennya setelah jam lima di keesokan harinya. Ia tidur sebagian besar saat pesawat itu naik kembali, tapi tidak benar-benar tidur nyenyak. Matanya terbakar, betis dan lutut sakit, dan yang ia ingin tidak lebih dari merangkak ke tempat tidur lalu tidur selama tujuh jam berikutnya.

Membayangkan dirinya tidur di kasurnya yang hangat, selimut lembutnya dan bantal yang empuk, hampir membuatnya tidak dapat menahan diri. Dan hal terakhir yang diinginkannya adalah menulangi waktu bersama dengan Kyuhyun. Jadi ia melompat dari tempat tidurnya menuju ke kamar mandi, menganti pakaian tidurnya denga pakaian kerjanya, memakai make-up tipis, dan menyeduh secangkir kopi ekstra kuat sebelum dia berangkat ke kantor.

Sungmin tiba di tempat kerja pada jam tujuh tepat. Sebenarnya ia belum benar-benar terjaga, tapi ia bisa membuat dirinya terlihat baik sekarang.

Sungmin bekerja dengan brutal. Sooyoung memberinya lebih banyak pekerjaan, yang sangat baik, tapi menuntut. Sungmin menyelsaikan semuanya sekitar jam tujuh malam dan langsung pulang ke apartemen setelahnya.

Sepanjang hari, ia mendapat empat atau lima pesan singkat dari Kyuhyun. Pesan-pesan itu adalah pengingat kecil yang manis bahwa Kyuhyun memikirkan dirinya. Sungmin tersenyum setiap kali ia mendapatkan satu pesan baru dari Kyuhyun.

Semua ia yang ia pikirkan saat berada di dalam kereta di perjalanan pulangnya adalah betapa inginnya ia tidur.

Tempat tidurnya seperti memanggilnya, seperti mercusuar memanggil kapal pada malam yang berkabut. Sungmin berjalan dengan susah payah menaiki tangga masuk ke apartemennya, ia membuka kuncinya, dan saat itulah ia mendengar suara—suara di dalam apartemennya. Suara itu—ia tau siapa mereka.

"Oh my god," bisiknya.

Itu orang tuanya, dari Siracusa*.

Untuk beberapa saat, Sungmin ingin melarikan diri—sungguh. Meninggalkan semuanya dan pergi ke suatu tempat untuk menghindari orang tuanya.

Kenapa orang tuanya mendadak kesini ke sini? Sungmin bingung. Apapun itu, ia harus ia lakukan sekarang adalah menemui mereka. Ia tidak punya pilihan. Ia tidak bisa lari dari semua ini.

Sungmin memasuki apartemennya dengan tersenyum. Semua orang menatapnya. Jaejoong, ibu dan ayahnya. Tak satu pun dari mereka yang membalas senyumannya. Dan saat itulah perutnya terasa bergejolak.

"Sungmin," kata Ibunya, "Kita perlu bicara."

"Tidak bisakah setidaknya Ibu memberiku sebuah pelukan terlebih dahulu?" tanya Sungmin sambil mengulurkan tangannya.

Ibu dan Ayahnya masing-masing memeluknya, tapi ia bisa tau kalau mereka nempunyai sebuah masalah yang cukup serius. Mereka terlihat kesal dengan dirinya.

Sungmin melirik Jaejoong, tetapi Jaejoong malah membuang muka. Pasti Jaejoong telah melakukan sesuatu hingga orang tuanya datang ke sini—itu terlihat dengan yang jelas.

"Apa hal yang tidak aku ketahui di sini? Kenapa Ayah dan Ibu tidak memberiku kabar kalau kalian akan kemari?" kata Sungmin. Ia mencoba tersenyum untuk menyembunyikan kemarahannya.

"Kami mengahwatirkan dirimu, Sayang," kata Ayahnya.

Sungmin memandangi Ayahnya. Ayahnya berpakaian seperti biasa, celana jeans biru dan kemeja kerja linen yang berwana serupa dengan jeans birunya. Lengan kemejanya digulung hingga ke sikunya. Ayahnya adalah seorang kepala mekanik di Auto Repair. Ibunya adalah seorang asisten administrasi di sebuah toko peralatan kantor. Ia selalu memakai hiasanan berbentuk hati pada lengan bajunya, dan begitupun dengan malam ini—tidak jauh berbeda.

Rasa sesak di bibir dan rahang adalah tanda-tanda bahwa ia sangat bingung.

"Apa yang membuat Ayah dan Ibu begitu khawatir?" Sungmin bertanya kembali. "Aku tidak tau berita apa yang telah Ayah dan Ibu dengar," ia berkata sambil melirik ke arah Jaejoong—untuk penekanan, "Tapi aku baik-baik saja. Benar-benar baik. Sangat. "

"Tidur dengan atasanmu itu berarti kau tidak baik-baik saja, Sayang," kata Ibunya mencoba berbicara dengan lembut tapi tetap serius.

Ayahnya mendengus seperti menyetujui ucapan Ibunya.

"Siapa yang bilang pada Ayah dan Ibu kalau aku itu tidur dengan bosku?"

Jaejoong mendesah.

"Dengar, Sungmin, aku minta maaf karena telah menelepon orang tuamu. Tapi aku tidak tau apa lagi yang harus dilakukan. Kau pergi diam-diam dan berbohong kepadaku."

Sungmin tertawa.

"I wonder why."

"Intinya adalah," sela Ibu Sungmin, "Kau itu sedang dimanfaatkan oleh seorang predator. Kau itu gadis yang sangat muda. Kau baru lulus dari universitas—"

"Tapi, Ibu, Aku ini bukan anak kecil lagi. Aku sudah dua puluh dua dan menurutku aku cukup umur untuk mengambil sebuah keputusan sendiri."

Ayahnya mengulurkan tangan. "Tolong semuanya tenang. Kita bisa bicarakan semuanya tanpa pakai urat." Tapi seperti biasa, tidak ada yang mendengarkan permintaannya untuk tenang.

"Kau mungkin dua puluh dua, tapi kau masih menggunakan uang orang tuamu untuk membayar apartemenmu," Ibunya membalas.

Sungmin mengerucutkan bibirnya. Ia menduga kalau ia akan menyesal bila menerima bantuan dari orang tuanya yang menginginkan untuk membayarkan sewa apartemennya. Sungmin telah mencoba untuk menolak uang dari orang tuanya sebelum pindah ke sini, walaupun ia tahu bahwa memulai kehidupan di kota akan terlalu sulit tanpa bantuan keuangan dari kedua orang tuanya pada awalnya.

"Sekarang dengarkan, Sungminie," kata Ayahnya sambil berjalan ke arahnya. "Kami tidak marah padamu. Yang ingin kami bicarakan denganmu itu adalah karakter Kuyun."

Ya Tuhan. Karakter Kuyun.

"Namanya Kyuhyun, Cho Kyuhyun," kata Sungmin. "Ayah dan Ibu setidaknya tau namanya sebelum kalian menghakimi dirinya."

Ibunya menggeleng.

"Kami tidak semata-mata ingin menghakiminya."

"Kita akan bertemu dengan orang baru saaat bekerja," kata Sungmin. "Ini terjadi sepanjang waktu."

"Tapi bukan yang seperti ini," kata Ibunya.

"Bagaimana Ibu tau?" tanya Sungmin mencoba mempertahankan kesabaran yang ia punya. "Dari semua pengalaman Ibu yang telah bekerja selama bertahun-tahun? Bekerja dengan dua belas karyawan yang berbeda?"

Mata Ibunya berkilat marah.

"Jangan bicara padaku seperti itu. Aku Ibumu!"

"Ibu tidak berhak menerobos masuk ke apartemenku—"

"Yang kami bayar," Ibunya menyela ucapan Sungmin.

"—Dan memberitahuku bagaimana seharusnya aku menjalani hidupku. Ibu bahkan tidak pernah repot-repot untuk bertanya apa yang sedang terjadi. Ibu hanya mendengarkan semuanya dari teman sekamarku yang menjengkelkan."

"Screw you," kata Jaejoong dan berbalik masuk ke kamarnya. Ia membanting pintu dengan keras.

Semua orang terdiam sesaat.

Sungmin menghela napas.

"Aku tau kau kalian sangat mengkhawatirkan diriku, tapi aku bersumpah aku baik-baik saja."

Ibunya terlihat masih marah padanya.

"Apakah kau benar-benar berpikir orang ini akan serius berkomitmen denganmu? Dia serigala berbulu domba. Ibu pernah membaca berita tentang dia. Berita dia dengan selebriti muda yang berbeda."

"Tapi setengah dari semua berita itu adalah hal-hal yang dibuat," gumam Sungmin.

"Dan kau percaya kau itu berbeda dari gadis-gadisnya yang lain?" Ibunya tertawa meremehkan. "Setelah dia bosan padamu dia akan mencampakkan dirimu seperti yang lainnya. Kemudian kau mungkin akan diberentikan dari pekerjaan, dan reputasimu akan hancur. "

"Ibu berbicara seperti Ibu tau hal yang akan terjadi nanti," kata Sungmin. Ia sudah kelelahan berdebat dengan Ibunya. Ibunya terkenal tak kenal lelah ketika menyangkut hal-hal seperti ini. Ia tidak akan pernah menyerah untuk apapun. Ayahnya yang selalu penjaga perdamaian tersebut, akhirnya melangkah masuk.

"Kami hanya ingin kau mempertimbangkan kembali masalah ini."

"Aku mencintainya, Ayah."

Kedua orangtuanya saling bertukar pandang, terlihat sangat khawatir dengan ucapan yang baru saja Sungmin ucapkan itu.

"Ayah tau, kau akan berpikir seperti itu, bahwa kau mencintainya," Ayahnya memulai.

"Tapi kau itu terlalu muda dan belum berpengalaman untuk bahkan tau apa artinya kata cinta itu," Ibunya menyelesaikan ucapan Ayahnya Sungmin.

"Aku tidak akan berhenti menemuinya," kata Sungmin.

"Jika kau akan terus bertahan dengan kegilaanmu ini," kata Ibunya. "Ibu akan mengambil semuannya dari rekeningmu. Ibu serius."

"Di sana ada uang pribadiku juga!" kata Sungmin.

Sangat banyak. Lebih dari dua ribu dolar yang telah ia tabung sejak ia masih di perguruan tinggi dulu.

Ibunya mengangkat bahu. Tidak peduli.

"Apa maksud Ibu? Apa Ibu mencoba mencuri dari putrinya sendiri? Apakah itu adalah contoh yang baik dari etika berbisnis?"

"Jangan konyol."

"Baik. Lakukan apa saja apa yang Ibu inginkan," kata Sungmin pada Ibunya. "Tapi aku tetap tidak berubah pikiran. Dan aku ingin Ibu dan Ayah pulang sekarang. Silakan."

"Minie," panggil Ayahnya. Suaranya terdengar sangat sedih.

"Tidak, Ayah. Aku lelah. Aku tidak ingin bicara lagi."

Mereka tidak memberikan pelukan selamat tinggal pada Sungmin. Ibunyalah yang pertama keluar dan meninggalkan apartemen Sungmin. Sedangkan Ayahnya kembali lagi dan meraih tangan Sungmin.

"Kami hanya menginginkan yang terbaik untukmu," kata Ayahnya. "Jangan terlalu keras pada Ibumu."

"Tapi Ibu selalu berpikir Ibu selalu bisa mengabaikan perasaan orang lain."

"Ayah tau Ibu tidak selalu lembut, tapi Ibumu sangat mencintaimu, Sayang."

"Aku tau itu, Ayah."

"Jaga dirimu. Ayah mencintaimu." kata Ayahnya sambil tersenyum.

.

minimiMIN

.

Keesokan paginya Sungmin terbangun sebelum alarm yang dipasangnya untuk bangun berbunyi. Ia sangat lelah semalam sehingga ia tidur cepat, setelah seluruh drama yang terjadi dengan Ibunya dan Ayah.

Tapi sekarang, dengan keadaaan masih setengah sadar, perutnya berbunyi. Sungmin sadar ia tidak mampu untuk tinggal di apartemen ini tanpa bantuan dari kedua orang tuanya.

Bantuan? Itu bukan sekedar bantuan karena mereka yang membayarseluruh biaya sewa apartemenku.

Kejadian itu terjadi beberapa bulan setelah ia lulus dan mereka mengatakan bahwa mereka akan mencarikan tempat tinggal untuknya dan memberikan bantuan padanya sebelum akhirnya ia membayar sepenuhnya dengan cara sendiri.

Tapi semuanya tidak berarti lagi. Kecuali ia berjanji untuk mengakhiri hubungannya dengan Kyuhyun—yang pastinya tidak akan terjadi.

Tentu saja, jika ia tidak bisa tinggal di kota, Sungmin harus break dengan Kyuhyun.

Ke mana aku akan pergi?

Sungmin berpikir untuk tinggal dengan teman baiknya—Luna, yang memiliki tempat yang luar biasa indah yang bisa Sungmin jadikan sebagai tempat untuk menenangkan dirinya sementara.

Sungmin mengirim pesan singkat ke Kyuhyun sebelum ia keluar dari bawah selimutnya.

To: Kyuhyun

Kita perlu bicara secepatnya.

Anehnya Kyuhyun membalas pesannya dengan sangat cepat.

From: Kyuhyun

Temui aku tiga puluh menit lagi di Restoran Norma di Hotel Le Parker Meridien. Aku akan membayar ongkos taksimu nanti.

Sungmin pernah mendengar tentang Norma, restoran megah kelas atas. Tempat yang mempunyai pancake terbaik di dunia.

Sungmin membalas pesan Kyuhyun yang berisi bahwa ia setuju dengan perkataan Kyuhyun. Setelah membalas pesan Kyuhyun ia langsung turun dari tempat tidur dan berlari masuk ke dalam kamar mandi.

Dua puluh menit kemudian, mereka berdua duduk di salah satu meja untuk dua orang yang berada di sudut di restoran mewah Norma. Restoran tersebut terletak di lobi Hotel Parker Meridien. Semua orang yang berada di restoran itu adalah orang-orang dari kalangan atas, dan ada juga beberapa turis di antaranya. Turis asing yang membawa anak-anak mereka semua berpakaian seperti mereka baru saja melangkah keluar dari katalog Carter.

Kyuhyun tampak luar biasa sempurna—seperti biasa. Ia mengenakan setelan abu-abu keperakan, dengan dasi ungu gelap bergaris hitam. Rambut cokelat gelapnya yang tebal, matanya yang berwarna cokelat terang—membuatnya benar-benar terlihat sangat seksi.

Sungmin menggenakan gaun berwarna hitam dengan sebuah sabuk melekat di pinggangnya dan sepatu hak tinggi berwarna silver. Rambutnya dibiarkan terurai di bahu dan ia membawa tas Prada-nya bersamanya, mengingat di mana mereka akan makan.

"Jadi, apa yang perlu kau bicarakan denganku?" tanya Kyuhyun setelah mereka memesan.

Sungmin mendesah.

"Aku sudah bilang padamu untuk tidak berkunjung ke apartemenku."

Ekspresi Kyuhyun terlihat berubah menjadi prihatin.

"Apa yang telah dia lakukan padamu?"

"Dia menelepon orang tuaku dan orang tuaku terlihat khawatir karena aku berhubungan denganmu."

Kyuhyun tertawa.

"Memangnya siapakah aku ini? Saddam Hussein?"

"Orang tuaku agak kuno," jawab Sungmin.

Seorang pelayan datang dengan membawakan dua cangkir kopi hitam dan krimernya.

"Terima kasih banyak," kata Kyuhyun pada pelayan itu. Kemudian ia meraih krim tersebut dan menawarkannya pada Sungmin. "Apakah kau ingin pakai krimnya?"

"Ya, sedikit saja. Terima kasih."

Kyuhyun menuangkan krim tersebut ke cangkir milik Sungmin.

"Jadi orang tuamu khawatir."

"Ini tidak sesederhana itu," kata Sungmin terdengar sedikit frustrasi karena Kyuhyun tampaknya tidak mengerti betapa seriusnya ini.

Tapi sekali lagi, bagaimana Kyuhyun bisa mengerti? Cho Kyuhyun itu adalah seorang miliarder yang tidak membutuhkan orang tuanya untuk membantunya membayar sewa apartemennya setiap bulannya.

"Jadi jelaskan padaku apa masalahnya. Sungmin. Lihat aku."

Tatapan mata Sungmin bertemu dengan tatapannya, dan Kyuhyun terlihat meyakinkan dirinya. Ia mengulurkan tangannya yang besar, meraih tangan Sungmin dan menggenggamnya.

"Aku ini hanyalah seorang karyawan magang di sebuah perusahaan yang berada di kota New York," katanya. "Pikirkan tentang hal itu."

Sungmin melihat perubahan ekspresi dari wajah Kyuhyun karena sepertinya Kyuhyun akhirnya mengerti apa yang sedang dibicarakan Sungmin.

"Mereka mengancammu?"

"Mereka tidak hanya mengancam. Ibuku berkata bahwa dia akan sungguh-sungguh melakukannya bila aku tetap bersamamu. Dia akan diambil setiap sen dari rekeningku, padahal beberapa di antaranya bukan miliknya."

"Dia bisa melakukan hal seperti itu?" tanya Kyuhyun.

"Ini rekening bersama," jawab Sungmin. Ia bahkan malu mengatakan hal itu pada Kyuhyun. Ia merasa seperti anak kecil.

"Berarti sekarang kau tidak mempunyai uang lagi."

Sungmin meneguk kopinya. Menurutnya kopi itu adalah kopi terbaik yang pernah ia rasakan, meskipun ia hampir tidak bisa menikmatinya dalam situasi seperti ini.

"Aku masih punya uang tunai yang aku simpan di bawah tempat tidurku untuk keadaan darurat."

"Dan berapa lama kau bisa bertahan dengan uang itu?"

"Mungkin lima atau enam hari jika aku bisa irit. Aku hanya akan meninggalkan kota New York kecuali jika aku berhenti untuk menemuimu."

Ekspresi wajah Kyuhyun menggelap.

"Itu sangat konyol. Apa yang orang tuamu tau tentang aku? Mereka bahkan belum pernah bertemu denganku."

Sungmin tersenyum melihat reaksi marah Kyuhyun.

"Mereka tau kalau kau itu bosku—well, kau itu adalah bos semua orang. Kau itu pemilik perusahaan dan aku hanya seorang karyawan magang."

"Aku menduga orang tuamu berpikir ada ketidakseimbangan kekuasaan di sana," kata Kyuhyun enggan.

"Dan mereka tau kau lebih tua dariku."

"Sepuluh tahun itu bukanlah masalah besar."

"Ibuku juga melihat berita-beritamu dengan semua wanita muda yang pernah berhubungan denganmu."

"Ya Tuhan." Kyuhyun duduk kembali di kursinya. Ia terlihat agak terkejut. "Aku rasa aku benar-benar terlihat sangat buruk dari sudut itu."

"Cukup banyak dari setiap sudut."

Sungmin tersenyum padanya.

"Tidak lucu."

"Maafkan aku. Aku hanya—" Mata Sungmin mulai berkaca-kaca. "Aku benar-benar tidak ingin meninggalkan kota ini. Ataupun dirimu. "

"Dan kau memang tidak perlu melakukan keduanya itu."

Sungmin terisak.

Pelayan yang sebelumnya datang kembali dan menanyakan pesanan sarapan mereka, lalu pelayan itu menyadari gadis yang berada di meja itu sedang menangis.

Kyuhyun memesan untuk mereka berdua—tentu saja. Egg Benedict* untuk dirinya dan Stuffed French toast* untuk Sungmin. Sungmin merasa senang dengan pilihan Kyuhyun untuknya.

Setelah pelayan itu pergi, Sungmin berhasil menenangkan dirinya.

"Aku rasa aku akan tinggal dengan temanku saja untuk sementara. Tempat tinggalnya tidak jauh dari sini."

Sungmin menatap Kyuhyun, mencoba untuk melihat apakah langkah yang ia ambil itu berarti akhir dari hubungan mereka dalam pikiran Kyuhyun.

Kyuhyun menggeleng.

"Tidak akan. Aku tidak akan kehilanganmu. Aku akan menemui orang tuamu."

.

minimiMIN

.

"Rumahku sedikit berbeda dari rumah-rumah mewah ataupun apartemen mewah yang biasa kau lihat," kata Sungmin pada Kyuhyun saat mereka hampir sampai di lingkungan tempat orang tua Sungmin tinggal.

"Aku tidak tumbuh di lingkungan yang berada," kata Kyuhyun. "Aku mungkin mempunyai uang yang lebih sedikit daripada dirimu. Nyatanya, aku tau kalau dulu aku memang bukan dari kalangan berada."

"Tapi sekarang kau sudah terbiasa dengan kehidupan yang baik."

"Aku bisa bersenggolan siku dengan rakyat jelata juga," kata Kyuhyun bercanda. Kyuhyun pasti menganggapnya serius. Ia berpakaian sepenuhnya, mengenakan celana jeans longgar, sepatu bot, dan sweater abu-abu terang yang mungkin ia beli seharga 300 dollar di Burberry.

Aneh rasanya bisa kembali ke rumah, terutama dalam situasi seperti ini, dengan orang seperti Kyuhyun sebagai pasangannya. Semuanya tampak begitu kecil sekarang, jadi sangat membutuhkan pemeliharaan dan perbaikan.

Semua rumah tampak sama—perumahan dengan rumput-rumput dan pagar yang memisahkannya. Mobil tua bekas di jalan masuk. Atap yang butuh diperbarui dan cerobong asap yang beberapa batu batanya jatuh. Ada juga mobil yang berada di atas blok di tengah rumput. Tetapi Kyuhyun tidak peduli dengan semua itu.

Sungmin memperingatkan Kyuhyun bahwa orang tuanya—khususnya Ibu Sungmin—akan menolak untuk menyukai Kyuhyun tidak peduli seberapa tampan atau ramahnya Kyuhyun hari ini. Bahkan, satu-satunya alasan orang tuanya telah sepakat untuk menerima mereka berdua di rumah kecil ini adalah karena ayah Sungmin.

Kyuhyun tidak pernah berlutut pada siapapun karena suatu masalah, tetapi ketika ia melakukannya, ia berharap Ibu Sungmin akan merestui hubungannya dengan Sungmin. Dan ia berpikir bahwa ia harus melakukannya sebelum orang tua Sungmin benar-benar membencinya.

Jadi di hari Minggu sore yang terbilang dingin ini, mereka berdua—Kyuhyun dan Sungmin—telah berada di depan rumah orang tua Sungmin. Setidaknya rumah orang tua Sungmin tampak rapi dan cenderung dalam keadaan cukup baik. Ayah Sungmin selalu merawat rumput pekarangan rumahnya—dan Ayahnya Sungmin menikmatinya. Halaman belakang rumah Sungmin cukup besar untuk melakukan acara barbeque dan ada tempat untuk bermain bulu tangkis juga di sana.

Sungmin dan Kyuhyun melihat sudah ada beberapa orang yang berkumpul di sana.

Mengapa Ayah dan Ibu mengundang orang lain? Apa mereka sedang menjebakku?

Sungmin terlihat agak kesal ketika melihat ada sepupu dan saudara dari Ayah dan Ibunya di sana.

Seharusnya hari ini menjadi kesempatan bagi Kyuhyun, Ayah dan Ibu untuk mengenal satu sama lain. Tapi sekarang akan sulit bagi mereka bertiga untuk benar-benar berbicara.

Sungmin bisa melihat saudara-saudaranya yang berada di halaman belakang, duduk di kursi taman sambil berbincang-bincang dan tertawa. Alunan musik rock klasik terdengar dari radio yang berada tidak jauh dari mereka. Semua ini terasa sangat familiar, dan Sungmin harus mengakui itu mengingatkannya kembali pada kenangan masa kecilnya.

"Baiklah, mari kita sapa mereka," kata Sungmin.

Kyuhyun meraih tangan Sungmin dan menggenggamnya dengan erat. Kemudian mereka berjalan ke halaman belakang bersama-sama.

Semua orang berhenti dari segala tindakan mereka sebelumnya sedang mereka lakukan dan menatap ke arah Sungmin dan Kyuhyun. Itu lebih buruk daripada yang Sungmin takutkan.

Untungnya, Alunan lagu dari The Beatles masih terdengar menggelegar, sehingga suasananya tidak hening seketika.

Dan kemudian paman Sungmin—Sooman menghampiri Kyuhyun dengan tangan terulur ke arahnya. "Hei, aku Sooman," katanya dengan aksen yang ketal. "Kau pasti orang kaya yang sedang dibicarakan semua orang."

Perkataan paman Sungmin itu memecahkan suasana canggung yang terjadi sebelumnya, dan semua orang mulai tertawa, termasuk Kyuhyun.

"Saya rasa itu memang saya. Senang bertemu dengan Anda." kata Kyuhyun meraih tangan paman Sungmin itu—menjabat tangannya.

Seseorang dari saudara Sungmin menyerahkan gelas berisi jus jeruk pada Kyuhyun. Diikuti satu per satu dari mereka berkerumun di sekitar, memperkenalkan diri, mengajukan pertanyaan-pertanyaan konyol tentang siapa saja yang ia kenal, apa ia pernah bertemu dengan Michael Jackson atau Phil Collins secara pribadi atau tidak? Dan Kyuhyun bisa mengatasi semuanya gayanya, menarik kerumunan dengan selera humor ia punya selama bertahun-tahun.

Tapi Ibu dan Ayah Sungmi hanya berdiri dan menontonnya dari jarak yang agak jauh.

Akhirnya, setelah saudara-saudara Sungmin kembali ke kegiatannya masing-masing, Ayah Sungmin datang menghampirinya dan berkata, "Saya Jisung, Ayah Sungmin."

Kyuhyun tersenyum dan mereka berdua berjabat tangan dengan tegas. Sesuatu yang tak terucapkan telah tersampaikan di antara mereka, namun Sungmin tidak bisa memastikan apa. Itu adalah urusan para pria, salah satu komunikasi dengan bahasa tubuh mereka yang tidak akan pernah bisa perempuan mengerti.

Mungkin itu hanya cara ayahnya menengaskan dirinya, tetapi Kyuhyun tampaknya seperti sengaja menjadi kurang mengesankan, kurang mendominasi, tidak ingin menyinggung Ayah Sungmin atau membuatnya merasa kecil.

Dan kemudian Ibu Sungmin menyapanya, tangannya terlipat di atas dada. Terkesan tidak ingin berjabat tangan dengan Kyuhyun.

"Halo, saya Lee Boyoung."

"Halo, Nyonya Lee, senang bertemu dengan Anda," kata Kyuhyun.

Ibu Sungmin hanya mengangguk.

"Lapar?" tanya Ibu Sungmin.

"Selalu," jawab Kyuhyun sambil tertawa.

"Nah, kalau begitu, mungkin kau bisa memasak sesuatu sendiri." kata Ibu Sungmin.

Semua orang yang berada di sana terdiam dan Sungmin bisa mendengar suara sesuatu terjatuh. Mungkin salah satu dari saudaranya terlalu kaget dengan perkataan Ibu Sungmin yang terkesan dingin pada Kyuhyun hingga membuat mereka menjatuhkan sesuatu yang sedang mereka dipegang.

Sungmin baru saja akan mengatakan bahwa Sungminlah yang akan memasakan para tamu di rumahnya, ketika Kyuhyun menanggapi perkataan Ibu Sungmin terlebih dahulu.

"Dengan senang hati, Nyonya Lee. Saya akan membuatkan burger yang terbaik yang pernah Anda makan."

Kemudian Kyuhyun berjalan ke arah panggangan dan mulai pergi membuat burger itu.

Beberapa dari saudara Sungmin tepuk tangan ketika melihat Kyuhyun membuat burger, dan sangat jelas bahwa Kyuhyun tau cara menggunakan panggangan. Segera ia membuatkan burger tidak hanya untuk Ibu Sungmin, atau dirinya sendiri, tapi seluruh keluarga Sungmin.

Kyuhyun menghabiskan tiga puluh atau empat puluh menit berikutnya dengan menerima pesanan dari saudara-saudara Sungmin dan memanggang burger, hotdog, sosis, ayam. Ayah Sungmin berdiri di dekat Kyuhyun dan mereka berdua berbicara sambil tertawa meskipun Kyuhyun terlihat berkeringat di belakang panggangan, Kyuhyun menikmatinya.

Sepupu Sungmin—Junsu, yang hanya dua tahun lebih tua dari dirinya, merangkul bahu Sungmin sambil menatap Kyuhyun.

"Aku rasa dia lulus tes, Min."

"Kau pikir begitu? Aku tidak tau. Ayah dan Ibu sebelumnya seperti bertekad untuk tidak menyukainya."

"Nah, dia orang yang baik. Aku bisa merasakan untuk hal-hal seperti ini."

"Terima kasih, Su-ie."

Sungmin memeluknya. Junsu adalah orang yang baik dan apa yang dia katakan sangat berarti banyak bagi Sungmin.

.

minimiMIN

.

Matahari mulai turun dan saudara-saudara Sungmin pamit untuk pulang ke rumah masing-masing. Mereka melambaikan tangan dan berteriak selamat tinggal ketika mereka pulang.

Dan sekarang hanya ada mereka berempat di sini. Entah bagaimana, mereka akhirnya duduk di tempat biasa keluarga Sungmin piknik. Mereka berempat terlihat lebih santai dan pembicaraan beralih lebih serius.

"Kau pasti orang yang sangat sibuk," kata Ayah Sungmin.

Kyuhyun mengambil burger-nya yang sudah ia makan setengahnya. "Ya, saya kira begitu."

"Apa kau berpikir untuk segera berkeluarga?"

"Ayah... tolonglah," Sungmin mengerang. "Jangan mulai dari situ."

"Kenapa? Ayah hanya ingin tau. Dia kan berkencan dengan putri Ayah yang baru berusia dua puluh dua tahun."

"Itu pertanyaan yang wajar, Sungmin" kata Kyuhyun pada Sungmin. Kemudian Kyuhyun berpaling dan menatap ke arah Ayah Sungmin. "Sebenarnya, Tuan Lee—saya tidak tau. Maksud saya, saya pikir saya ingin mempunyai seorang anak suatu hari nanti."

Ibu Sungmin mendengus.

"Apa katamu? Kau tidak tau? Kau itu memang bukan tipe orang yang serius dalam menjalin hubungan dengan wanita."

"Tapi saya tahu bahwa saya ingin bersama Sungmin," kata Kyuhyun.

Ibu Sungmin melotot ke arahnya.

"Beraninya kau membuat pernyataan itu? Berapa lama kau mengenal Sungmin? Sebulan?"

"Saya mengerti mengapa Anda merasa—"

"Kau tidak mengerti apa-apa," kata Ibu Sungmin memotong ucapan Kyuhyun. "Kau datang ke sini, mondar-mandir di rumah ini seperti seorang raja yang membuat pertunjukan besar. Saya bisa melihat itu, Tuan Cho."

Kyuhyun tidak marah. Ia tampak lebih tenang. Tapi ekspresinya serius. "Sepertinya Anda berpikir bahwa Sungmin sangat rapuh."

"Saya pikir Sungmin itu masih terlalu muda hingga mudah untuk dipengaruhi, dan orang sepertimu dapat dengan mudah mengambil keuntungan dari dirinya."

"Mungkin Anda benar," kata Kyuhyun.

Mata Ibu Sungmin melebar.

"Tapi apakah Anda benar-benar berpikir bahwa mencela saya dan menghina hubungan kami akan mengubah semua itu?" tanya Kyuhyun.

Untuk pertama kalinya Sungmin melihat Ibunya tertegun. Tapi itu hanya berlangsung sepersekian detik dan kemudian ia kembali menyerang Kyuhyun.

"Kau akan pindah hati, seperti yang telah kau lakukan sebelumnya. Saya pernah melihat beberapa model dan aktris muda yang bergelayutan di lenganmu. Bahkan kau bisa melihatnya sendiri gambarnya di web, dan kau bergonta-ganti pasangan seperti kau mengganti pakaian mewahmu."

"Ibu, cukup," kata Sungmin. Ia nyaris tidak bisa berbicara. Ia sangat malu.

"Ibu hanya berusaha untuk menjagamu dari pria buaya darat seperti dia."

"Sayang, itu sudah cukup," kata Ayah Sungmin.

"Tidak, Ibumu benar, Sungmin," kata Kyuhyun. Ia berbalik untuk menatap Sungmin. "I have been with a lot of women, and I've been shallow. I've been a cretin, someone a mother would want to keep far away from her daughter."

Sungmin menggeleng.

"Jangan. Jangan berkata seperti itu."

"Until I met you, Sungmin."

Tangan kanan Kyuhyun merogoh saku celana jeans-nya dan mengambil kotak beludru hitam yang berada di sakunya. Kemudian ia berlutut dan membukanya kotak itu. Ada sebuah cincin berlian yang indah berkilauan dalam.

"Lee Sungmin, will you do me the honor of marrying me?"

Sungmin mengangguk padanya, tertawa dan menangis sekaligus pada saat yang bersamaan.

"Tentu saja, tentu saja aku akan menikah denganmu," kata Sungmin.

Kemudian mereka berdua berpelukan.

.

minimiMIN

.

"Aku masih tidak percaya," kata Sungmin sambil menatap cincin yang ada di jari manisnya.

Cincin itu berkilau setiap kali mereka melewati lampu jalan atau terkena cahaya bulan.

Aku yakin harga cincin ini lebih dari harga rumah orang tuaku.

Kyuhyun menyeringai padanya.

"Ibumu pasti sangat kaget. Apakah kau melihat raut wajahnya tadi?"

"Tidak, aku tidak melihatnya. Aku juga sangat kaget saat kau melamarku tadi."

"Aku membeli cincin itu setelah bertemu denganmu di hari pertamamu bekerja di perusahaanku," kata Kyuhyun.

"Tidak mungkin."

"Aku serius. Saat pertama kali aku bertemu denganmu aku tau bahwa aku harus memilikimu selamanya."

Sungmin menatap ke arah luar jendela sambil berpikir tentang apartemennya, Jaejoong, dan pekerjaannya.

Apa yang akan terjadi dengan hidupku setelah menerima lamaran dari Kyuhyun?

"Semuanya berubah, bukan?" kata Kyuhyun dengan suara yang sangat lembut. "Semua akan baik-baik saja. Jangan khawatir, aku akan menjagamu."

"Aku belum pernah melihat di mana kau tinggal," kata Sungmin menyadari betapa gilanya dirinya menerima lamaran seseorang begitu saja tanpa mengetahui di mana orang itu tinggal. "Kita akan menikah dan aku belum pernah sekalipun berkunjung ke rumahmu."

"Aku tidak pernah sekalipun membawa seorang wanita untuk berkunjung ke rumahmu," kata Kyuhyun, "Kau akan menjadi yang pertama buatku."

Sungmin menghela napas dan menutup matanya.

"Kau kenapa? Apa ada yang salah?" tanya Kyuhyun.

"Aku pikir... aku pikir aku hanya panik saja tadi."

Kyuhyun tertawa.

"Kau akan baik-baik saja. Jangan terlalu memikirkan tentang masalah yang akan datang berikutnya. Ada aku. Jadi tetaplah berada di sisiku, selamanya."

Sungmin sadar Kyuhyun benar. Ia memang agak konyol karena terlalu memikirkan apa yang mungkin akan terjadi di kemudian hari. Jika ada masalah lagi suatu hari nanti, ia dan Kyuhyun pasti bisa mengatasi selangkah demi langkah.

Ketika mereka akhirnya kembali ke kota New York, hari sudah sangat malam. Kyuhyun meliriknya.

"Aku harus membawamu pulang."

"Ke mana?" tanya Sungmin.

"Ke rumah kita."

Sungmin tertawa.

"Itu terdengar sangat menarik."

"Kau harus mulai terbiasa karena semua yang kumiliki adalah milikmu juga sekarang," kata Kyuhyun.

Kyuhyun terlihat serius dan Sungmin mengangguk, memahami betapa berarti dirinya bagi Kyuhyun untuk melepaskankan sebagian kontrol dari hidupnya.

"Aku ingin pergi ke apartemen terlebih dulu," kata Sungmin.

"Apartemen yang mana?" tanya Kyuhyun sambil menyeringai.

"Apartemen yang menyenangkan itu. Apartemen tanpa ada seorang teman sekamar yang selalu memperhatikan segala sesuatu yang akan kita lakukan."

"Kau tidak perlu memintaku untuk kedua kalinya," kata Kyuhyun lalu melajukan mobilnya kecepatan yang lebih dari sebelumnya.

Beberapa menit kemudian mereka berhenti di depan sebuah bangunan. Masih terlihat kelompok pelacur yang sama di jalan itu.

Kyuhyun membukakan pintu untuk Sungmin kemudian menatapnya dengan lembut.

"Apakah kau siap?"

Sungmin tersenyum padanya.

"Aku sangat siap. Aku milikmu, kau bisa melakukan apapun yang kau mau pada diriku untuk menyenangkan dirimu."

Kyuhyun menganggukkan kepalanya.

"Selamanya, selama kita berdua hidup."

.

.

END of Book #1


ket:

Siracusa* = sebuah kota yang terletak di timur Sisilia, Italia.

Egg Benedict* = poached egg yang ditaruh di atas english muffin, ditambah smoked beef dan saus hollandaise, yaitu saus dari telur dan butter ditambah perasan air lemon.

Stuffed French toast* = roti yang dipanggang dan dilumuri dengan sirup maple.