Aldy Erich'Ichiru

Disclaimer : Naruto bukan milikku, aku hanya meminjam chara yang ada untuk membuat fic ini.

Warning : Fem Naru! OOC! Gore! Adult! Alur berat dan mungkin sulit dipahami. Dan untuk yang tidak tahan mental segera tekan tombol back.

Rate : M (untuk segala hal yang berbau dewasa)

Pairing : Belum jelas. Tapi karena reader ingin ada pairingnya, mungkin aku akan menambahkan romance dalam fic ini. Tapi entah kerasa atau enggak, tergantung kaliannya …

Summary : Kami Namikaze. Kami juga adalah Uzumaki. Kami adalah keluarga dengan banyak keanehan. Seorang masochist, psychopath, ilmuan gila, hacker ulung, pengrajin boneka. Memiliki hobby yang aneh sudah sewajarnya. Kami semua memang aneh. Hanya memiliki satu sesamaan yaitu haus akan darah. Wajar, karena kami adalah Namikaze. Kami adalah membunuh bayaran profesional. Kebohongan disertai topeng selalu menutupi hidup kami yang sesungguhnya dengan segala kenormalan yang kami suguhkan.


PRANG!

Suara gelas kaca yang pecah membentur lantai porselin terdengar memenuhi ruangan yang semula sunyi senyap, memecah kesunyian itu dengan lantang. Pria dewasa yang merupakan sang pelaku utama sedang berada di tengah-tengah ruangan dalam diam, tidak memperdulikan sedikitpun pada serpihan gelas kaca yang berserakan di hadapannya. Di ruangan ini dia tidak sendirian, di hadapannya berdiri seorang gadis muda berambut pirang yang hampir identik dengan dirinya. Dari pelipis sang gadis mengalir darah yang menganak sungai menuruni hingga mencapai ujung dagunya dan jatuh ke lantai porselin. Raut wajah gadis tersebut dingin, sama sekali tidak ada rasa takut. Namun iris matanya yang tersirat mati, menunjukkan sebaliknya. Ada sebuah tekanan tak kasat mata yang saling mengintimidasi di dalam ruangan.

"Namikaze Naruto. Berikan aku satu alasan kenapa kau menolak menjalankan perintah yang diberikan kepadamu?" Suara berat sang pria dewasa menggelegar di dalam ruangan yang sepi tersebut.

"Otou-sama, Bukannya aku tidak mau menerima perintah itu, hanya saja target kali ini sangat tidak menghibur. Tidak ada tantangan sama sekali." Naruto memandang sosok ayah yang ada di hadapannya dengan senyuman miring, darah yang mengalir di pelipisnya mulai mengering dan nampaknya gadis muda itu tidak bermaksud untuk menyekanya.

"Hm?" Ucap pria berambut kuning, Namikaze Minato.

"Otou-sama, bukankah Namikaze itu tidak mengejar uang? Tapi kepuasan, bukan? Hahaha, dan aku juga sama. Karena aku Namikaze Naruto. Otou-sama tidak lupa hal itu, bukan?" Ucap Naruto dengan bangga. Iris mata shaffir miliknya tampak sedikit berkilat.

Minato tidak menjawab. Dia hanya diam seakan menimbang-nimbang sebuah keputusan yang akan dia ambil. Beberapa detik kemudian, pria itu membalikkan badannya, mengambil telepon kabel yang berada di meja kerjanya. Tangannya dengan lincah menekan digit angka lalu terdiam menunggu panggilannya terhubung. Ruangan itu hening seketika, sebelum suara Minato akan mendominasi beberapa detik lagi.

"Moshi-moshi. Sepertinya kami tidak bisa menerima permintaan dari anda." Ucap Minato dengan dingin. Dia pasti tahu bagaimana ekspresi orang yang tersambung dengannya di seberang sana.

"…"

"Ada dua alasan. Pertama, target yang ingin anda habisi sangat tidak menarik. Kedua, anda kurang sopan."

Panggilan tersebut diputus secara sepihak oleh Minato. Iris biru Minato menatap putrinya yang masih terdiam di tempat semula.

"Itu yang kau inginkan, bukan? Namikaze Naruto?"

"Terima kasih, Otou-sama." Ucap Naruto, dengan pelan dia berbalik dan keluar dari ruangan sang ayah. Dia menghiraukan pandangan intens dari ayahnya tersebut.

Kaki-kakinya yang jenjang itu berjalan di lantai porselin putih dengan tenang, raut wajahnya tetap dingin menghiasi wajah cantiknya. Namun rautnya berubah lunak saat langkahnya sudah berhenti pada sebuah pintu yang akan membawanya pada tujuan awal. Tepat seperti kebiasaanya, tanpa permisi dia masuk ke dalam ruangan tersebut. Di dalam ruangan tersebut ada seorang pemuda berambut jingga kemerahan tengah melakukan sesuatu dengan sebuah tabung reaksi. Ini hal yang sangat lumrah dilihat oleh gadis muda.

"Kyuu-nii."

Pemuda yang semula tengah asyik dengan pekerjaanya langsung berhenti dan menatap pada gadis yang hanya berdiam diri di depan pintu ruangannya. Ini sungguh tidak biasa, biasanya adiknya itu jika sudah memasuki ruangannya tidak akan membuka suara untuk beberpa menit kedepan kecuali dia yang akan memulai duluan. Pasti ada sesuatu. Iris matanya yang berwarna merah menangkap jejak darah yang berada di wajah sang adik, tiba-tiba senyuman miring tercipta di bibirnya yang semula hanya berupa garis. Tangannya yang bebas mengambil sebuah tabung kaca kosong yang tidak jauh darinya, dengan cepat dilemparkannya tabung tersebut, mengincar wajah sang adik, namun sebelum tabung itu mengenai target, sebuah tangan menangkap tabung kaca tersebut. Iris mata Kyuubi yang berwarna merah beradu dengan iris mata biru sang adik yang menatapnya dengan pandangan menusuk.

"Kenapa? Kau marah? Bukankah kau masochist? Kenapa kau malah menolak rasa sakit itu? Bukankah Otou-sama baru saja mengenaimu pelipismu? Kenapa kau tidak marah pada Otou-sama?" Ucap Kyuubi sarkatis, dia tertawa keras dengan kedua tangan dia masukkan ke dalam saku jas putihnya.

"Kau berisik, Kyuu-nii." Naruto balas melempar tabung kaca ke arah sang kakak yang baru saja melemparkan tabung kaca tersebut kepada dirinya.

Iris biru Naruto sedikit terbelalak saat melihat jika sang kakak tidak menghindar dari lemparannya, malah dengan sukarela Kyuubi membiarkan pelipisnya menjadi sasaran dari tabung kaca miliknya, ah betapa sayang, kini tabung kaca itu tidak bisa digunakan lagi. Kini pecahan kaca berserakan di ruangan tersebut.

"Apakah kita perlu keluar sebentar? Untuk mencari udara segar?" Ajak Kyuubi dengan senyuman miringnya yang khas, tangannya menyeka darah yang mulai menganak sungai dari luka kecil yang berada di pelipisnya. Senyumannya makin miring saat menemukan wajah sang adik melunak.

# # #

"Hihihi…"

Darah segar kembali merembes dari luka sabetan di perut sang mangsa, para kutu yang mengganggu. Tapak kaki kembali terdengar diiringi oleh suara tawa kecil yang sangat menakutkan.

"Hihihi…"

Sekali lagi, sebuah sabetan dari benda tajam bersarang di jantung seseorang yang menghalangi jalannya. Malang nian nasip para korbannya mala mini, bukannya bersenang-senang malah menderita karena bertemu dengannya malam ini.

"Si, siapa!? Siapa kau sebenarnya!?" Suara keras didominasi oleh takut hinggap di indera pendengaran sang pelaku. Namun bukannya menjawab, dirinya hanya terus melangkah maju, di hadapannya melayang sebuah boneka yang memakai jubah hitam keabu-abuan dengan wajah yang mengerikan, di tangan boneka tersebut tergenggam sebuah pedang berlaras pendek namun berkilat sangat tajam, ada kilat keunguan yang tidak wajar pada ujung pedang tersebut, bisa saja pedang itu beracun.

"Hihihi…"

Dia bahkan hanya terus tertawa kecil saat boneka miliknya menusuk perut orang tersebut hingga ambruk. Tangan kirinya memainkan benang berwarna biru yang tersambung langsung dengan bonekanya tersebut, sedangkan tangan kanannya hanya diam di samping tubuhnya. Iris matanya yang kemerahan berkilat penuh humor saat melihat ke belakang, berpuluh-puluh tubuh tak bernyawa berserakan di belakangnya, lautan darah korban mengiringi setiap langkahnya yang pelan. Ini menarik, bulan purnama di atas sana menjadi saksi bisu untuk semua yang telah dilakukan sang pelaku.

"Hihihi. Aku menemukanmu."

Seorang pria paruh baya menatap ngeri pemuda berambut merah yang berdiri di samping sebuah boneka yang sangat menyeramkan, pria paruh baya itu menggigil saat melihat ke belakang sang pemuda, tubuh tanpa nyawa yang bergelimpangan membuat surut nyalinya, bahkan tenaganya yang hilang membuat ponsel yang semula berada di telinganya terjatuh, mengundang panggilan dari orang yang beberapa detik lalu menjadi teman mengobrolnya. Pria itu, dengan sisa tenaganya mengambil pistol dari ikat pinggangnya, mengarahkan langsung pada pemuda berambut merah yang mungkin saja akan menjadi malaikat pencabut nyawa untuknya.

DOR! DOR! DOR!

Tembakkan yang membabi buta saking takutnya sang mangsa menjadi menggila, dia menembak tanpa arah, sang pemuda berambut merah hanya diam di tempat, boneka kesayangannya sudah berada di hadapannya untuk melindungi dirinya dari peluru yang membabi-buta tersebut. Seringaian pemuda berambut merah semakin lebar saat tembakan peluru sudah berhenti, dia menatap korbannya dengan intens dengan iris matanya yang berwarna merah, dia tahu jika mental korbannya tersebut pasti sudah runtuh karena berbuatannya ini. Tangan pria paruh baya tersebut tidak berhenti menarik pelatuk dan mencoba menembak lagi, namun sia-sia, pelurunya sudah habis.

"Aaaa, jangan! Jangan bunuh aku! Anak istriku menunggu di rumah! Jangan!" Racau pria paruh baya tersebut dengan mengacak rambutnya dan membungkuk, berlutut berulang kali dengan pose memohon agar diampuni. Dia tidak ingin mati, dia ingin hidup.

"Hihihi…aku tidak peduli dengan anak istrimu…" Sahut pemuda berambut merah dengan tenang, dia melangkah semakin dekat.

"A, aku akan melakukan apapun! Berapapun yang kau minta akan aku berikan! Ja, jangan bunuh aku!" Pria paruh baya meracau, dia mundur kala langkah pemuda di hadapannya semakin dekat, matanya semakin terbelalak saat sebuah tembok menghalangi jalannya, air mata menganak sungai dari kedua sudut mata pria paruh baya itu, pemandangan yang sangat menjijikkan bagi pemuda berambut merah. Manusia itu memang tamak, pikirnya.

"Sayangnya aku tidak membutuhkan apapun darimu." Bersamaan dengan itu, bonekanya meluncur dan langsung menikam mata kiri sang korban.

"AAAKKKHHHHHHH!"

Teriakan pilu diiringi oleh teriakan pilu lainnya kala pedang pendek boneka yang dikendalikan oleh pemuda berambut merah menancap di jantung korban, darah korban langsung merembes, membasahi baju korban yang kini sudah berubah menjadi pekat. Tanpa rasa bersalah, pemuda berambut merah menendang kepala korban yang sudah tidak bernyawa tersebut. Iris mata korban membelalak dengan mulut yang terbuka menambah naas penampilan korban saat ini.

"Jangan bergerak! Tempat ini sudah dikepung oleh polisi!" Suara seseorang membuat pemuda berambut merah menyeringai, walau dia tahu jika seringaiannya tidak terlihat karena posisinya yang tengah memunggungi sumber suara. Dia juga dapat merasakan banyaknya pasang mata dan banyaknya senjata berpeluru yang di arahkan kepadanya. Ah, sungguh merepotkan. Apa dia terlalu senang bermain hingga lupa waktu dan mengundang para polisi bodoh ini.

Tawa kecilnya membuat para polisi di luar sana yang mengepungnya sedikit bergidik. Biasanya seseorang yang diancam begitu pastilah akan gentar barang hanya sedikit. Namun pemuda berambut merah itu malah tertawa. Apa pemuda itu manusia?

"Kau pasti Namikaze! Aku akan membunuhmu! Mencabik-cabik tubuhmu! Mengeluarkan isi perutmu dan membuang tubuhmu untuk menjadi makanan anjing-anjingku! Ini pembalasan karena telah membunuh istriku yang tidak bersalah!" Ucap suara yang sama yang mengancamnya beberapa saat yang lalu. Bersamaan dengan selesainya ucapan itu, sebuah peluru melesat menuju kepala pria berabut merah yang masih memunggungi para polisi. Ruangan yang temaram tersebut membuat wajah pemuda serta ciri-ciri sang pemuda tersamar dengan baik, hanya rambut merahnya yang sedikit terlihat.

"Kau sama sekali tidak ramah. Iya, Aku Namikaze. Dan istrimu jelas bersalah karena bisa terbunuh oleh kami, Asuma Sarutobi." Ucap pemuda berambut merah itu dengan tenang, dia berhasil menghindari bidikan peluru dari Asuma dengan perlindungan dari bonekanya.

"Sialan!" Asuma bermaksud menarik pelatuknya kembali namun pemuda berambut merah kini sudah berada di belakangnya dengan belati kecil berada di lehernya, mengancam nyawanya. Para anak buahnya yang semula berada dalam posisi siaga dan siap tembak entah kenapa sudah ambruk dan menyisakan Asuma seorang diri yang tetap berdiri.

"Ini bukan gelanggang untuk bermain dengan anak kecil, kau terlalu percaya diri hingga membawa anak buahmu yang hanya seperti anak-anak batita di hadapanku." Ucap pemuda berambut merah dengan tenang, dia sengaja sedikit menggores kulit leher Asuma, dan dia kembali menyeringai saat tidak mendengar rintihan dari Asuma. Kebencian pria ini nyata, dan pemuda berambut merah menyukai hal itu.

"Kali ini aku akan membiarkanmu untuk hidup, jika kau sudah siap, carilah kami. Dan saat itu kupastikan kau akan mati dengan cara yang lebih tragis dari istrimu yang naas itu."

Suara pemuda itu menghilang bersama dengan sosoknya yang sejak awal memang misterius. Asuma masih terdiam sebelum giginya gemelutuk menahan marah, tangannya mengepal dengan sangat erat hingga buku tangannya memutih. Dia tidak suka ini, dia tidak suka menjadi tidak berdaya di hadapan pembunuh istrinya. Dia tahu jika keluarga Namikaze hanya pembunuh bayaran, namun dia tidak peduli. Dia akan terus mencari dan menangkap mereka dengan tangannya sendiri, hanya Namikaze yang berurusan langsung dengan orang yang membayar mereka untuk membunuh istrinya, dan dirinya tidak akan menyerah begitu saja. Tidak peduli jika dia harus jatuh ke neraka sekalipun.

# # #

Suara tawa ceria terdengar dari dua sosok rupawan yang kini sedang berjalan bergandengan tangan dengan mesranya layaknya pasangan pada umumnya. Seorang gadis berambut pirang cerah sepunggung yang digerai serta seorang pemuda berambut jingga kemerahan, dengan tangan yang saling bertaut keduanya tampak bak pasangan paling serasi di taman bermain ini. Tawa mereka semakin lepas. Jika orang-orang hanya melihat sekilas, pasti itulah yang berada di dalam benak masing-masing. Andai mereka tahu jika pasangan tersebut adalah saudara kandung pasti lain lagi yang akan mereka pikirkan.

"Kyuu-nii. Naru ingin permen kapas itu." Ucap Naruto dengan manja pasa sang kakak. Biarlah kali ini mereka menjadi seorang Uzumaki. Uzumaki itu memang harus selalu bersinar dan rupawan bak dewa-dewi.

"Baiklah, ayo, Naru-chan!" Ajak sang kakak, tangan kanan sang kakak melingkar di pinggang sang adik dengan posesif seakan takut jika keduanya akan terpisah.

Keduanya berjalan dengan suasana ceria dan senyum yang sama-sama merekah di bibir masing-masing, kali ini Kyuubi memakai pakaian santai, merelakan jas putihnya dibiarkan berada di dalam ruangannya sedangkan Naruto juga memakai pakaian santai berupa dress selutut berwarna pink dengan hiasan yang natural dan tidak terkesan berlebihan. Keduanya sama-sama memancarkan aura yang sangat menawan bagi sekitar. Jadi jangan salahkan siapapun, jika banyak sekali pasangan mata yang menatap mereka iri. Salah satunya adalah iris mata berwarna obsidian yang memandang nyalang pada keduanya. Bahkan pemilik iris obsidian itu tidak dapat mengalihkan pandangannya dari pasangan tersebut hingga keduanya hilang dari pandangannya.

"Sial," Rutuknya dalam hati. Namun badannya menjadi tegang saat ingat siapa sebenarnya gadis berambut pirang tersebut. Dia terbayang akan darah yang seakan tiruan lautan yang dia lihat beberapa malam yang lalu, dan itu membuatnya depresi.

"Sial!" Ulangnya lagi dengan wajahnya memerah saat membayangkan wajah cantik gadis berambut pirang tersebut tersenyum, tertawa, polos, dan sangat hangat. Dia mengacak rambut ravennya dengan frustasi. Dia akui dia memang menyukai gadis tersebut. Namun nalurinya membuat banyak persepsi yang negatif. Sekarang hatinya berdebat, lebih banyak mana antara rasa sukanya atau rasa tidak sukanya dia dengan gadis tersebut. Dan apapun itu, dia masih belum bisa menentukannya.

"Kau kenapa, Sasuke-kun?" Dan dia hampir melupakan keberadaan seorang gadis berambut pink yang menjadi alasannya berada di taman bermain ini. Gadis ini, gadis berambut pink ini memaksanya untuk mendatangi taman bermain ini. Ini sama sekali bukan kencan.

"Tidak apa-apa. Kau sudah selesai, bukan? Aku mau pulang."

"E, eh? Sasuke-kun! Matte!" Panggil Sakura saat melihat pujaan hatinya tersebut berjalan menjauh meninggalkannya. Padahal dia berharap jika malam ini akan menjadi moment yang baik antara dirinya dengan Sasuke, jika seperti ini tidak ada kesan sama sekali! Bahkan mereka baru saja sampai, bagaimana mungkin Sasuke mengatakan jika dia sudah selesai!?

Kini kembali pada pasangan kakak-beradik Namikaze-Uzumaki, kini keduanya berjalan masih dengan bergandengan tangan, bedanya kini dapat dilihat wajah Kyuubi yang merengut tidak suka, di tangan kiri Kyuubi ada sebuah permen kapas yang sama dengan permen kapas yang digenggam oleh Naruto, namun ada perbedaan dengan baju yang dipakai oleh Kyuubi, tepatnya pada sebuah pin berwarna pink dengan bentuk love yang tersemat di bagian depan bajunya, oh kali ini betapa norak sekali dirinya. Ini semua karena permintaan tidak masuk akal sang adik yang kini hanya memandangnya dengan pandangan jahil. Ini menyebalkan.

"Kyuu-chan, jangan memasang wajah cemberut begitu."

Suara lain tersebut, membuat kedua kakak-beradik tersebut menghentikan langkahnya. Dengan timing yang hampir bersamaan keduanya menoleh untuk mendapati seorang pemuda berambut merah tengah melambai kepada mereka. Keduanya diam sesaat sebelum mendekati pemuda berambut merah, Sasori, kakak tertua mereka.

"Sasori-nii, kau bau darah." Ucap Naruto dengan dingin, untung saat ini posisi mereka sedang berada di kawasan yang lumayan sepi hingga tidak ada yang sadar dengan perubahan ekspresi dari gadis berambut pirang.

"Ha, sepertinya kau bersenang-senang malam ini." Kali ini Kyuubi menyeringai pada Sasori yang hanya menanggapi keduanya dengan tawa kecil hingga matanya terpejam.

"Begitulah, dan kali ini aku akan bersenang-senang dengan kalian." Ucap Sasori sambil merangkul kedua adiknya tanpa permisi, dia tertawa keras saat melihat wajah Kyuubi yang sangat tidak bersahabat dengannya.

"Aku ikut, un!"

Satu lagi dan lengkap sudah. Kakak-beradik Namikaze-Uzumaki tersebut kini lengkap dengan munculnya seorang pemuda berambut pirang panjang yang tak kalah rupawan. Kini mereka berempat berkeliling taman bermain tersebut dengan riang, entah itu topeng belaka atau sebuah fakta, siapa yang tahu dan siapa yang peduli?

# # #

Iris emerald Gaara menatap dingin pada sebuah kaleng besi yang sudah menjadi berkeping-keping karena baru saja menjadi sasaran dari pelurunya. Tangannya memegang sebuah pistol kecil. Bibirnya sama sekali tidak menunjukkan sebuah senyuman, tidak ada kilat senang dalam iris matanya yang berpendar gelap, padahal dirinya sudah mengenai sasaran dengan gemilang.

Tiba-tiba seorang pelayan memasuki halaman belakang dan menegur Tuan Mudanya yang dia kira sudah tenang, karena tuannya itu berhenti bergerak. Dan tentu saja itu adalah sebuah kesalahan.

"Tuan Gaa-"

DOR!

Tubuh pelayan itu jatuh dengan pelipis berlubang karena sebuah peluru baru saja bersarang di sana. Dan tentu saja sang pelaku adalah pemuda berambut merah, dia menatap nyalang tubuh yang kini sudah tidak bernyawa tersebut. Dia sungguh benci jika ada yang mengusik dirinya di saat dia sedang sibuk. Sibuk dalam artian tak boleh diganggu, tentu saja.

"Wah, Gaa-kun. Kau kejam sekali." Kali ini suara feminim seorang perempuan muncul dari balik pohon, dia dengan tidak sedikitpun rasa simpati menginjak kepala pelayan yang sudah tidak bernyawa itu, dia menatap Gaara dengan pandangan tertarik seperti biasanya.

"Kau tidak menyukainya, Naru?" Gaara berujar, dia melempar pistol ke sembarang arah. Dia tahu, pasti para pelayannya yang lain akan mencari pistol itu nanti untuknya.

"Tentu saja aku suka, salah pelayan ini yang tidak tahu sopan santun." Ucap Naruto dengan kalem, dia menendang tubuh pelayan tersebut hingga melambung dan menabrak batang pohon yang berada di sekitar sana.

"Jadi, akhirnya kau mengunjungiku, Naru?" Gaara beranjak menuju tempat Naru, memerangkap tubuh yang lebih kecil dan ramping itu di antara badannya dan batang sebuah pohon. Wajahnya dan wajah Naru hanya berjarak beberapa senti saja. Bahkan keduanya dapat merasakan nafas masing-masing.

"Kau mau membantuku, Gaara? Otou-sama menyuruhku melakukan sesuatu yang sangat membosankan. Jadi aku ingin membawamu ikut serta, agar aku tidak bosan…" Ujar Naruto dengan nada mengggoda, dia semakin mengeleminasi jarak antara dirinya dan wajah Gaara, membuat hidung mereka saling bersentuhan. Naru dapat melihat sebuah nafsu di iris mata emerald milik Gaara, dan tentu saja itu sengaja diabaikan oleh sang putri Namikaze.

"Apapun yang kau inginkan." Gaara menyahut dan langsung meniadakan jarak di antara mereka. Ciuman itu hanya berlangsung beberapa detik karena Naruto sengaja menghentikannya sebelum pemuda Sabaku tersebut hilang kendali atas dirinya. Dan pastilah itu sangat merepotkan.

Keduanya duduk di sebuah kursi panjang yang berada di halaman belakang kediaman keluarga Sabaku, sebuah kursi yang menghadap langsung pada kolam besar berisi berbagai macam ikan. Gaara duduk dengan kaki yang membuka saling bertolak belakang, tangan dia letakkan di antara kedua kakinya tersebut, wajahnya menatap ke depan, namun pikirannya tidak bisa lepas dari gadis yang berada di sampingnya. Sedangkan Naruto duduk dengan kaki kanan menindih kaki kiri, kakinya yang jenjang terlihat dengan jelas karena gadis muda itu hanya mengenakan mini dress berwarna putih polos yang sangat pas dengan dirinya. Wajahnya memandang pada Gaara yang sejak tadi hanya diam. Bibirnya mengulas sebuah senyuman yang tidak juga luntur walaupun dirinya hanya diam sejak tadi.

"Sasuke Uchiha… Dia mengetahui siapa dirimu, Naru." Ucap Gaara memecah keheningan. Seorang informan handal bawahan Gaara memberitahunya informasi tersebut beberapa jam yang lalu dan dirinya langsung memanggil Naru menuju kediamannya, untunglah gadis muda itu juga memiliki urusan dengan dirinya hingga tidak terlalu sulit bagi keduanya untuk bertemu.

"Oh ya?" Entah kenapa Naruto tidak merasa terkejut sama sekali dengan berita itu, lebih tepatnya dia sudah menduga ini terjadi dari pandangan mata Sasuke yang menatapnya dengan tatapan yang penuh dengan keraguan dan ketakutan. Tentu saja, sedingin apapun orang itu, jika baru pertama kali melihat darah maka yang terjadi adalah sebuah ketakutan yang menelusup ke sanubari, dan itu bukan hal yang mudah untuk dikendalikan. Ini tentu menjawab pertanyaan Naru, kenapa pemuda Uchiha itu memandangnya dengan pandangan seperti itu. Jelas sekali sekarang ini.

"Dia tidak sengaja melihatmu, melihat kau tengah membunuh seseorang. Yah, apa perlu kita bunuh Uchiha bungsu itu?" Tanya Gaara dengan tenang, iris matanya berkilat, dia menautkan kedua tangannya. Wajahnya tetap memandang ke depan.

"Tidak perlu." Sahut Naruto dengan senyuman yang semakin lebar.

"Hah?" Gaara memandang wajah Naruto, dia terkejut. Biasanya Naruto tidak akan menjawab tidak untuk membunuh seseorang yang sudah mengetahui siapa sebenarnya dirinya.

"Biarkan saja, aku ingin bermain-main. Bairlah pemuda itu melihat kehancuran dari keluarganya. Jika Uchiha tidak bertindak dengan cermat maka kurasa mereka akan segera hancur." Ucap Naruto dengan tenang. Dia merebahkan kepalanya di bahu Gaara dengan mesra.

"Hem, apakah kali ini Namikaze mengambil bagian dari itu semua?" Tanya Gaara, dengan tangan kanannya dia mengusap rambut Naruto dengan penuh sayang. Dia memang sangat menyayangi gadis berambut blonde ini.

"Kurasa kami hanya sebagai pembuka. Akatsuki yang akan melanjutkan pekerjaan kami, karena Otou-sama sudah menolak tawaran dari 'orang itu', jadi kami hanya akan jadi penonton pasif. Kau tahu Gaara, Akatsuki itu sangat menyebalkan. Terakhir kali, Saso-nii dan Dei-nii bilang Akatsuki sangat tidak menyenangkan, dan aku setuju dengan mereka setelah bertemu langsung dengan seorang pria bertopeng aneh itu." Naruto bercerita dengan nada riang, dia masih ingat pertemuannya dengan seorang Akatsuki yang memakai topeng aneh berwarna oranye gelap.

"Bukankah ada perjanjian tak tertulis di antara Namikaze dan Akatsuki?"

"Tentu. Dan kami belum berniat untuk melanggarnya, Gaa-kun." Ucap Naruto, sebelum kepalanya merosot dan jatuh di paha Gaara, matanya terpejam, tidur.

Gaara hanya diam, dia memandang Naruto dengan pandangan yang sangat lembut, dia masih mengusap rambut Naruto dengan lembut. Ah, sungguh sangat berbeda antara Naruto yang tengah menjalankan perintah ayahnya dan Naruto yang sedang santai seperti ini.

# # #

"Kakuzu, cepat! Kau ingin merampok mayat itu sampai kapan? Di sini sangat tidak menyenangkan. Bau mayat itu seakan menempel di bajuku. Oh, Dewa Jasin!" Erang pria berambut putih kelabu itu dengan nada kasar, dia membentak sang partner yang berada beberapa langkah dari dirinya.

"Diamlah, Hidan. Aku sedang sibuk. Kalau kau bosan, tunggu di luar saja." Sahut pria berbaju serba hitam tersebut, masker menutupi wajahnya yang entah bagaimana bentuknya. Iris matanya yang memancarkan kilat berbahaya sama sekali tidak bisa membuat pria berambut putih kelabu gentar. Mereka memang sudah biasa saling bentak.

"Baiklah! Aku tunggu kau di luar, Kakuzu! 10 menit atau aku akan pergi seorang diri." Ucap Hidan dengan keras, dia membanting pintu berwarna putih tersebut hingga menimbulkan suara yang memekakkan telinga. Untung saja tempat itu adalah tempat sepi.

Hidan, pria berambut putih kelabu dengan gaya sisir ke belakang berjalan menuju teras ruangan single yang berada di tengah hutan. Ya, mereka memang menjebak mangsa mereka di tempat ini agar mudah untuk membunuhnya, mereka jelas bukan pembunuh bayaran yang gampangan, mereka mudah saja membunuh di tempat manapun mereka suka. Hanya saja pria bernama Kakuzu itu lebih senang bermain dengan mangsanya terlebih dahulu sehingga mereka membutuhkan waktu yang lumayan lama, apalagi jika mangsa mereka adalah orang kaya yang senang membawa harta mereka kemana-mana, seperti halnya sekarang ini. Tentu saja Kakuzu tidak akan menyia-nyiakan mangsa kaya tersebut, lain dengan Hidan, sang pria berambut putih kelabu, Hidan adalah orang yang memang suka bertele-tele dalam membunuh untuk persembahan dewa Jasin yang dia percayai, namun dia tidak suka merampok mayat seperti yang dilakukan oleh Kakuzu. Makanya dengan cepat dia bosan dengan apa yang dilakukan sang partner.

Hidan bersandar di pintu ruangan tersebut dengan wajah merengut. Dia melipat kedua tangannya di depan dada dengan kaki kiri menempel di daun pintu yang masih tertutup. Iris matanya yang hitam sebesar kuaci memandang hutan yang berada di depannya. Tempat ini sungguh sepi, dan merupakan tempat yang pas untuk acara ritualnya, bisa dilihat beberapa meter dari pintu yakni di tanah lapang, ada sebuah simbol aneh berwarna merah, berbentuk lingkaran dengan gambar segitiga di dalamnya serta tulisan-tulisan aneh. Itu jelas perbuatan Hidan beberapa waktu yang lalu.

Suara angin tiba-tiba berubah, kini hutan tampak sangat hening dari beberapa detik yang lalu, Hidan menyeringai, entah sejak kapan dia sudah menyiapkan sabit besarnya di tangan kanan, siap menghadapi apapun yang akan terjadi nanti.

"Aku tidak tahu jika sambutan Akatsuki akan begitu padaku." Sebuah suara membuat iris mata Hidan berhenti pada sebuah ranting pohon yang beberapa detik lalu masih kosong, namun kini seorang pemuda bersurai pirang kemerahan sudah duduk dengan santai pada ranting tersebut, salah satu kakinya terjulur ke bawah, sedangkan satu kakinya lagi menekuk, tangannya menempel di batang pohon, sedangkan tangan yang lain melambai pada Hidan. Di bibirnya jelas terukir sebuah seringaian yang amat lebar.

"Huh! Kemana jas putih menyebalkan milikmu itu, Namikaze!" Sungut Hidan dengan sebuah belati yang langsung dia lemparkan pada sosok tersebut. Tentu Hidan sangat mengenali siapa pemuda itu, Namikaze Kyuubi. Seseorang yang pernah menjadikannya sebagai kelinci percobaan.

"Dibakar oleh adikku karena aku tidak memenuhi apa yang dia inginkan." Sahut Kyuubi dengan tenang, di tangannya sudah ada belati kecil yang tadi dilemparkan oleh Hidan kepadanya.

"Mau apa kau? Aku tidak tahu jika Namikaze senang sekali membututi kami." Ucap Hidan lagi, dia mencoba untuk memojokkan Kyuubi.

"Iee, Aku hanya tidak sengaja sampai kemari karena mencium bau mayat. Kau tahu, aku sedang bermain dengan buruanku yang kini tengah bersembunyi entah di mana. Dan saat aku mencarinya, aku menemukan kalian. Jadi aku putuskan untuk menyapa." Sahut Kyuubi enteng, dia mengukir batang pohon yang berada di sampingnya menggunakan belati milik Hidan.

"Hoo, apa Namikaze sekarang akan ikut campur urusan kami, huh?" Hidan berujar dengan keras, dia memandang tajam Kyuubi dengan sabit besarnya yang siap melayang kepada Kyuubi. Dia memang tidak menyukai Namikaze, karena bagaimanapun, keluarga Namikaze itu sangat menyebalkan dan sangat mengganggu. Untunglah mereka saling genjat senjata dan tidak saling bunuh. Jika berurusan dengan Namikaze itu bukanlah hal yang bagus meskipun Hidan adalah Akatsuki, Namikaze itu sangat kuat dan tangguh, mereka juga cerdas walau terperangkap dalam tubuh yang kecil. Kecil dalam artian masih muda. Tentu sudah menjadi rahasia umum di dunia bawah, jika keluarga Namikaze hanyalah sebuah keluarga kecil yang terdiri dari suami-istri serta empat orang anak mereka walaupun yang pernah melihat mereka secara langsung hanya segelintir orang.

"Tidak, jika kalian tidak mengusik kami." Ucap Kyuubi menyahut, dia balas melempar belati kecil ke arah Hidan.

"Cih!" Hidan mendecih saat melihat Kyuubi sudah menghilang dari ranting pohon dengan meninggalkan ukiran berbentuk pusaran di batang pohon tersebut yang diukir dengan belati Hidan.

"Kau sedang berbicara dengan siapa, Hidan?" Kakuzu sudah keluar dari ruangan, dia memandang Hidan yang menurutnya tidak biasa, karena wajah Hidan terlihat merengut, namun ada kilat terhibur di sana. Mungkin sudah terjadi sesuatu beberapa saat yang lalu.

"Namikaze memang bisa membuat darahku mendidih dan jantungku berdetak tidak biasa. Kau tahu, Kakuzu, aku sangat ingin membunuh anggota keluarga Namikaze tersebut. Pasti akan jadi persembahan yang menarik untuk dewa Jasin." Ucap Hidan dengan tawa keji keluar dari mulutnya.

"Sudahlah, jangan berurusan dengan Namikaze untuk saat ini. Kita harus lebih memikirkan bagaimana untuk menyelesaikan misi kita sekarang." Lanjut Kakuzu, dia membawa sebuah koper besi berwarna silver. Isinya jelas saja uang atau perhiasan dan segala macam barang berharga milik mangsanya.

"Misi apa, Kakuzu?" Tanya Hidan sambil menautkan alisnya bingung. Dia menyimpan sabit besarnya di punggung lalu memandang malas pada Kakuzu. Dia memang tidak tahu misi apa, yang dia tahu hanyalah mereka mendapatkan misi.

"Pembantaian keluarga Uchiha…"

Suara Kakuzu bagai terbawa oleh angin. Mereka berdua menghilang saat berjalan memasuki hutan yang memang sepi, meninggalkan bangunan terlupakan yang menjadi saksi sebuah pembunuhan oleh keduanya. Mereka berdua harus menghadiri pertemuan antar anggota Akatsuki yang akan dilakukan beberapa jam lagi.

TBC


Balasan review :

Asgadrt Minerva : Haha, iya terimakasih … XD ini udah lanjut kok.

Namikaze Sholkhan : Ini udh lanjut, tapi maaf ya aku gak bisa update kilat … tapi diusahakan secepatnya kok …

: Terima kasih,,, haha … :D aku emang lagi suka nulis tentang keluarga Namikaze ini. Masa sih? Kata temen-temen ceritaku ini membosankan lho, banyak bacaannya katanya. Jadi terima kasih udah suka. GaaNaruSasu ya? Bisa, bisa, bisa. Entar aku pikir-pikir lagi ya. Saranmu aku tampung.

Naruhine-chan : Serem banget ya? Hehe, tapi gak ampe kabur kan kamu pas bacanya? | Terima kasih udah review …

Yasashi-kun : Entar aku mau coba juga kok yang semi-canon… tenang aja. Iya, terima kasih udah review ya … XD

Luca Marvell : Iya, maaf kalau lama ya … soalnya sempat terputus inspirasiku karena sesuatu. Tapi sekarang udah seger lagi. Hehe, iya. Untuk kejelasan ceritanya, Gaara gak aku munculkan. Apakah Gaara tau identitas Naru? Dichp ini terjawab kok … ini udah lanjut. Terima kasih udah review lagi ya … jangan jera … XD

Narumi Kadaya : Bikin penasaran? Tentu, sengaja, Narumi-san. Yah, kan kali aja tingkat kesadisannya menurun. Sayangnya, aku sengaja bikin Dei yang bantu Naruto, supaya kemampuan Dei muncul gitu, entar disetiap part ada kebolehan mereka masing2. Orochimaru? Kamu berpikir begitu? Umm bisa saja, bisa juga tidak *smirk* XD iya ini udah update kok. Terima kasih udah memakluminya.

Pineo NaruNaru-Chan : Haha, udah nunggu fic ini? Terima kasih banyak … XD aku udah 17 tahun. Udah tua. Wkwkwk, iya, aku emang suka ngarang yang genrenya crime dll juga sih sebenarnya, tapi sekarang lagi condong ke crime. Iya, Shika memiliki perannya sendiri kok, dan tidak mungkin aku melupakan Shikamaru … Oiya, terima kasih udah review.

Guest : Ini udah lanjut. Terima kasih udah review … XD

Yuki Chen : Oh iya, terima kasih udah review … Haha, takut ya? Iya sih emang rada-rada sadistic dan gore abis ya. Tapi jangan dibayangin, entar malah kebawa mimpi lho. Hehehe. Iya ini udah update. Terima kasih atas reviewnya …

Eucallysca Putly : Haha, terima kasih udah bilang keren dan juga terima kasih udah review, Bisa, bisa, bisa. Kamu bisa minta ajarin Naru cara makai katana itu. He, eh Gaara emang sejenis ama mereka semua. Gaara ini mungkin sadistic yang sangat condong. Ah ya, jangan jera buat review ya … XD

Namikaze yondaime : Terima kasih udah review ya. Gak ada kejadian khusus sih. Hanya saja mereka emang udah turun-temurun menjadi pembunuh bayaran dan iya, mereka semuanya memang pembunuh bayaran. Aku gak janji bisa update kilat, tapi diusahakan secepat mungkin. XD

Sauriva Angelast : Yatta! Tuh akhirnya update fic juga dirimu, Riva-chan. Hahaha, malah update fic baru lagi… -.- termotivasi ya? :p Tenang aja, adegan Gaara akan ada, tapi gak sadis-sadis amat sih, Cuma sekedarnya aja. Ya gitulah pokoknya. Pairnya emang GaaNaru, tapi masih bingung. Bagusnya GaaNaru atau SasuNaru ya? Kamu bisa beri saran juga … XD

Guest2 : Iya, ini udah lanjut. Terima kasih udah review…

Hanako-chan45 : Hum, satu fave kita artinya. Aku juga suka adegan2 yang kya begitu. Wah, wah penggemar GaafemNaru ya? Aku sih klo pair gak terlalu mihak mana2, netral gitu. Nilai A? terima kasih banyak, Hanako-chan… XD Iya, aku malah terima kasih karena udah fave.

Zack : Terima kasih,,, yang nelpon Minato masih aku rahasiakan. Silahkan tebak lagi… XD

Vaisuhaito Tsuerinda : Iya ini udah lanjut, terima kasih udah review … :D

.mewmew : Iya ini udah lanjut, terima kasih udah review. Gak bisa update kilat, tapi diusahakan secepatnya …

Hanazawa Kay : Terima masih udah review …

NaruSasu Lope lope : Haha, terima kasih atas pujian dan juga untuk reviewnya. Ini udah lanjut moga jangan kecewa.

Uzumachi Naruzach : Terima kasih. SasufemNaru ya? Iya, aku emang rencanain bikin romance mereka, tapi aku gak terlalu pandai bikin romance. Iya, ini udah lanjut, jangan jera ya. Dan terima kasih udah review … XD

Dare p : Iya, ini udah lanjut. Terima kasih udah review …

Nisca31tm-emerald : Iya sih manusia. Tapi maunya itu bisa minimin typo,,, XD Terima kasih udah review, jangan jera untuk review lagi ya, Nisca-san … XD

BlackRose783 : Iya, ini udah lanjut. Terima kasih udah review ya …

PenpenPradita : Iya, ini udah lanjut. Klo update asap gak janji, tapi diusahakan kok … XD

Akhirnya bisa update juga. Maaf klo lama tapi diusahakan gak akan lama-lama amat. Mungkin chptr depan akan sedikit lebih berat dan mungkin saja lebih panjang dan lebih lama updatenya. Semoga banyak yang suka …