"This, whatever this thing between us is, Kibummie, is not worth breaking those people's heart. Those people who love us.."
- Donghae -

"I'll always look back as I walk away. My memory about you, Hae, will last for eternity. And all of our tears will be lost in the rain when I've found my way back to your arms again."
- Kibum –


[You Reflect Me - SEQUEL]

Kim Kibum - Lee Donghae

Cho Kyuhyun

Jung Yunho - Kim Jaejoong

ANGST!

Rated : M (?)

"Anggaplah kau sama denganku, Hae. Tak buruk jika kau mencoba menjalaninya.."

Donghae tampak merenung. Ia diam meski telinganya mendengar, meski kulit di punggungnya merasakan usapan halus yang pelan, dan nampak tulus menenangkan dirinya. Ia terlalu banyak berfikir sebenarnya.

"Hae.."

Donghae mengusap kasar wajahnya. "Aku tak sepertimu!" selanya. "Aku tak bisa menjadi sepertimu, hyung. Sungguh.." ungkapnya dalam getir yang semakin menjadi.

"Apa yang kau pikirkan? Dia mencintaimu begitupun kau yang mencintainya, kan Hae?"

"Aku tak bisa, hyung. Kumohon, jangan paksa aku," bantah Donghae sambil berlalu, meninggalkan sang hyung yang terpaku di tempatnya. Terduduk di atas sofa berwarnakan abu-abu muda, megah dimana sebuah ponsel terletak disana. Ponsel yang lantas ia ambil dengan kasar dan ia lalu berucap pada dia di ujung sana..

"Dia tetap tidak mau, Yun! Katakan pada Kim Kibum, dia tak akan pernah mau, kecuali jika sahabatmu itu benar-benar merindukan Donghae, datanglah kemari dan temui dia sendiri.."

-DEEP AFFECTION-

[CHAPTER 1]

"Ahh.."

Donghae meringis pelan kala ujung bibirnya mendapat gigitan yang agak keras. Ia rapatkan kedua matanya dengan erat, mencoba meluruskan kembali kesadarannya, hingga dapat ia dorong sosok yang tengah menghimpitnya tersebut. Menjerat tubuhnya, di antara punggung yang tertekan menghadap ke arah dinding yang dingin.

Donghae menekan kedua tangannya pada dada sosok itu hingga tubuhnya benar-benar terlepas. "Cukup Kyu!" peringatnya dalam nafas berat, meski ia tetap berusaha tenang.

Kyuhyun mendengus kecil. Ia penjarakan Donghae dengan kedua tangannya di kedua sisi tubuh Donghae yang menempel di dinding belakang Donghae. Kyuhyun, menatap Donghae dengan sedikit kesal, karena bahkan Donghae memalingkan wajahnya pada arah lain.

"Sulit sekali menyentuhmu, Hae.." decaknya sebal.

"Kau menyentuhku baru saja, Cho!" canda Donghae sambil meninju kecil perut Kyuhyun.

Kyuhyun menjadi terlihat lebih sebal. "Jika hanya ciuman, berpuluh kali sudah kudapatkan darimu!" geramnya, lantas menahan salah satu lengan Donghae agak kuat, disertai satu ancaman. "Jangan kabur, aku belum selesai. Ingat, aku tamu tetapmu, Hae.."

Donghae memutar malas bola matanya, menatap Kyuhyun. "Selalu itu yang kau jadikan alasan, Kyu! Jika kau malas karena aku sulit kau sentuh lebih jauh, maka carilah yang lain," bela Donghae.

Kyuhyun menyeringai dibuatnya. "Tapi hanya kau yang membuatku tertarik sejauh ini!" tuturnya lantas kembali mendekap Donghae. Ia tanamkan bibirnya pada ceruk leher Donghae, tak peduli bahkan Donghae telah memberinya kata peringatan.

"Jangan, Kyu.." ucap Donghae risih..

Kyuhyun hanya berusaha bertindak lebih jauh, merapatkan tubuhnya erat, lantas mengapit kedua sisi wajah Donghae lantas melabuhkan bibirnya disana..

"Engh!"

Donghae meronta dalam ciuman yang nyatanya sulit dilepas itu. Kyuhyun terlalu kuat merengkuh tubuhnya. Bahkan Kyuhyun berani menyelipkan satu tangannya pada balik kaos yang dikenakan Donghae.

"Mhmhhh~"

Donghae bergumam kesal dalam ciuman paksa itu. Apa itu terdengar? Mungkin ya, bagi orang yang tak sengaja lewat dan melihatnya, mengingat itu terjadi tepat di depan gerbang kediaman Donghae. Namun..

Adakah dia yang melihat di ujung jalan, dalam mobilnya dapat mengetahui apa yang terjadi sebenarnya? Sepertinya tidak. Ia hanya melihat apa yang dilihat matanya, dan menyimpulkan apa yang ada dalam benaknya, hingga lahirlah sebuah emosi, tertuang dari jemarinya yang mengepal kuat dengan tatapan marah ke arah dua insan yang beradu di luar sana.

"Kupikir, ucapanmu waktu itu benar?! Aku yang terakhir? Lantas kau berikan tubuhmu pada orang lain sekarang?"

...

"Jangan bertamu lagi jika kau terus memaksaku, Cho!" ketus Donghae, sambil mengelap ujung bibirnya, sisa dari ciuman paksa yang diberikan Kyuhyun untuknya. Ia memicingkan matanya pada Kyuhyun yang hanya tersenyum padanya. "Atau aku tak akan melayanimu lagi!"

"Hey! Sayang.."

"Aku bukan sayangmu!" bantah Donghae, tak kuasa lagi menahan betapa ia benci jika Kyuhyun sudah menyentuhnya.

Kyuhyun hanya mengangkat bahunya tak peduli. Bukan satu atau dua kali dirinya mendapat penolakan dari Donghae, dan itu? Ia anggap sebuah candaan saja. Sederhana..

"Cepatlah kau pulang! Aku sudah kedinginan berada di luar di tengah malam seperti ini.."

Kyuhyun tertawa kecil. "Baiklah, aku pulang.." ucapnya lantas meninggalkan Donghae.

"Menyebalkan!" rutuk Donghae, terlihat sebal sambil berusaha membuka gerbang rumahnya. Sedikit sulit, namun sesuatu lebih membuatnya tertarik, dan membuatnya lupa untuk membuka gerbang tersebut. Ia menoleh ke samping kirinya lantas menajamkan matanya.

Jauh di sudut sana, tepat menuju jalan berbelok kanan di depan sana itu, Donghae dapat menangkap satu bayangan seseorang. Agak kurang jelas, namun cukup membuatnya bertanya dalam hati selain, sosok itu mencurigakan, nampak bagai orang yang tak baik.

"Pencuri?" gumam Donghae, mengurungkan niatnya untuk membuka gerbang rumahnya. Ia berjalan ke arah sosok itu bersembunyi. Perlahan, dan semakin dekat, semakin membuatnya penasaran, lantas mencoba berlari, ketika..

Hening..

Donghae tak mendapati siapapun disana, dan mencoba untuk berbalik kembali. Namun kala itu, seketika satu telapak tangan berhasil membekap mulutnya, lantas tangan lain, mengunci tubuhnya, hingga ia terseret dengan mudah dalam sebuah keterkejutan..

...

Donghae memejamkan erat matanya, yang terus mengucurkan air mata, deras, semenjak terdapat satu orang yang berkuasa atas dirinya saat ini. Mendesak tubuhnya, menjamahnya, menyentuhnya dengan mudah.

"Hmf!"

Donghae hanya mampu mengerang. Tak mampu berbuat banyak. Kedua tangannya, terkunci. Begitupun mulutnya, terbungkam telapak tangan milik sosok di atasnya. Menjijikan jika Donghae rasa. Tubuhnya? Oh! Ini pemaksaan? Pelecehan? Begitu kira-kira, sesaat setelah perlakuan tak senonoh itu terjadi. Melucuti celananya, membuat tubuhnya telanjang di bagian bawah sana, lantas..

Sepertinya Donghae enggan menyimpulkan. Ia kesakitan! Sibuk merintih, menahan perih. Perih yang sudah sejak lama tak ia rasakan. Sudah dua tahun semenjak ia ditinggalkan. Ditinggalkan? Oleh?

Kim Kibum. Masih ingat?

Donghae, segera kembali menitikan air matanya kala nama itu terngiang kembali. Akan dirinya? Akan janjinya?

"Kau yang terakhir.."

Janji itu telah ternodai! Sebagaimana tubuhnya kini yang telah ternoda, bahkan tengah ternoda di antara hujaman kasar sosok di atasnya kini. Ingin dirinya memaki, atau menjeritkan sakit itu namun, telapak tangan yang begitu kuat membungkam mulutnya, telah turut mengurung dirinya.

Tak berapa lama tangan itu melepas mulutnya, bibirnya, dan berpindah, ke arah belakang tengkuknya, lantas mengusap bagian itu dengan lembut, membuat Donghae tertegun. Tak sadar pula dirinya, kala penyatuan tubuh yang menyakitkan itu telah usai begitu saja.

Menyisakan Donghae yang bingung, mengernyit heran di antara gelapnya ruang sempit tersebut. Di dalam mobil, yang seolah tak ingin menyisakan terang baginya, membuatnya berputus asa, tak mampu melihat wajah sosok yang masih berada di atasnya. Sosok dengan kelima jemari yang tetap pada tengkuknya, serta jemari lain yang meremas lembut jemarinya.

Ini?

Adalah sesuatu yang berbeda. Lebih lembut, pikir Donghae. Perlakuan yang membuatnya kembali berdebar. Perlahan ia mencoba memutar matanya, tetap diam tanpa perlawanan meski sosok asing itu tengah mengecupi lehernya, tak cukup mampu membuatnya mendesah berlebihan.

Mobil? Di dalam mobil. Ini yang Donghae pikirkan. Ia hafal tempat tersebut.

Juga dapat ia rasa, kulit bibir yang tengah menyentuh kulitnya. Ia dapat merasakannya. Maka, meski terlihat tak yakin, dalam suaranya yang bergetar ia berujar pelan. "Ki.. bumie?" tanyanya terbata.

Setelahnya dapat Donghae dengar suara deheman berat, yang benar-benar ia hafal, dan membuatnya yakin hingga membuatnya lemas seketika. Bahkan ia membuang panjang nafasnya, menampakkan satu kelegaan, mungkin. Meski diiringi tangis yang tertuang dari air mengalir di sudut matanya.

Donghae bergetar dalam tangisnya hingga tak sadar, telah menaikkan jemarinya, meremas kuat kain di punggung Kibum, menumpahkan kesal yang berlebih itu. Ia, terisak..

Lega mungkin, karena ia tak sedikitpun menodai janjinya. Karena kini, Kibumnya lah yang tengah menyentuhnya. Ya, itu sangat benar. Ia tak ragu, terlebih Kibum yang lalu membisikkan kata maaf di telinganya, sambil memberikan sentuhan-sentuhan lembut pada wajahnya, dengan sisa peluh disana.

Ingin Donghae memaki Kim Kibum yang telah membuatnya terkejut sedemikian rupa, atau lebih jelasnya, marah! Memaki! Donghae pikir, itu adalah hal yang wajar mengingat Kibum melakukan hal berlebihan kali ini. Namun sayang sekali, Donghae tak cukup memiliki tenaga untuk melakukan hal tersebut. Ia sudah terlalu lemas.

"Maaf," ungkap Kibum lagi, sambil menyapukan bibirnya pada bibir Donghae sekilas.

Donghae tak lagi melakukan apapun. Perlawanan? Tidak! Ia hanya menangis, dan merasakan sentuhan bibir Kibum pada bibirnya. Sentuhan yang sebenarnya sangat ia rindukan. Bukan rahasia jika keduanya saling mencintai bukan?

Satu ciuman lembut kembali mengawali. Berubah menjadi pergerakan liar, di sertai lenguhan panjang di waktu berikutnya. Terjadi dalam waktu yang cukup lama setelah tubuh mereka kembali menyatu.

"ANGH, Kibumie! AKH, ahh, ahh..!"

...

"Kau sebut ini sambutan yang bagus?"

Donghae hanya diam sambil berusaha mengancingkan beberapa kancing pada kemejanya yang terbuka, terkoyak hampir berjatuhan dari tempatnya. Ia diam, tak menanggapi apapun yang terucap dari bibir Kim Kibum yang konon, baru menapakkan kakinya lagi di Korea setelah bertahun lamanya terlewati.

"Aku melihat semuanya, Hae. Hey! Dengarkan aku!" sentak Kibum sambil menahan lengan Donghae agak kuat.

Donghae menjadi terlihat sebal. "Sambutan apa? Kau melihat apa? Aku bahkan tak tahu kau kembali! Aku tidak tahu!" sangkal Donghae, memang benar seperti itu. Ia sama sekali tak tahu kehadiran Kibum yang tiba-tiba itu.

"Aku melihat kau bercinta dengan pria tadi," jelas Kibum, menatap Donghae untuk menuntut sebuah pejelasan.

Satu helaan nafas terlontar dari bibir Donghae. "Apa pedulimu?" tanyanya pelan sambil menundukkan wajahnya.

"Huh?"

Donghae, kembali mendongakkan wajahnya, menatap Kibum penuh keyakinan. "Sudah sekian lama semenjak kau pergi, saat itu pula aku adalah milikku. Bukan milikmu, Kibumie! Untuk apa sekarang kau menuntut sesuatu yang bahkan, kau tak berhak membahasnya.."

"Hae.."

"Sudahlah! Semua sudah jelas bukan? Kau tak usah lagi datang padaku! Juga, apa bedanya denganmu yang memaksaku baru saja? Kau sama sekali tak pantas melakukannya! Sedang pria tadi memang berhak atas diriku!"

"..."

"Dia tamuku, Kim Kibum!" terang Donghae kemudian.

Sunyi kemudian, menyisakan bunyi dari tiap hembusan nafas dari keduanya. Kibum merasa bibirnya kelu, begitupun Donghae yang seolah kehabisan kata. Hingga Donghae kembali megawali pembicaraan. "Untuk apa kau kemari sekarang? Kau tak mencemaskan anak dan istrimu?"

"Mereka.."

Donghae tatap Kibum. sesungguhnya ia masih berharap, Kibum akan menjawab, 'ia kembali karena ternyata itu bukan anaknya?' dan berbagai kemungkinan serupa lainnya, namun kata 'mereka' dari mulut Kibum, seolah menyatakan bahwa kenyataan pahit itu, tak dapat disangkal dan tak pula berubah.

"Anakku.."

"Cukup!" potong Donghae kemudian. "Tak usah kau kembali jika untuk menyakitiku! Sekarang apa? Kau memintaku menjadi selingkuhanmu? Mengorbankan anak dan istrimu disana? Kau pikir aku tipe orang yang akan tega melakukannya, huh?"

"Apa bedanya dengan pekerjaanmu sekarang, Donghae?"

Donghae menjadi marah dibuatnya. "Lebih baik menjadi seperti sekarang! Biarlah diriku seperti apapun daripada harus menyakiti orang lain!" teriaknya tertahan. "Aku tak akan tega.." lirihnya. "Kau bahkan tak tahu apapun tentangku.."

Donghae mendongak, menatap wajah Kibum dengan lirih yang melekat pada tubuhnya. Ia akan kembali menangis, namun itu tertahan di kedua sudut matanya. Tertahan di tenggorokannya yang mengering dan terasa sakit. Berulang kali bahkan Donghae meneguk paksa ludahnya.

"Hae.."

"Jangan temui aku lagi!"

Perbincangan selesai, menyisakan bunyi pintu mobil yang Donghae tutup agak keras. Hingga tinggalah Kibum dengan asanya. Ia usap kasar wajahnya, lantas kembali menatap Donghae yang berjalan di luar sana. Donghae yang berjalan tertatih karena ulahnya pula. Dan juga?

"Aku tahu kau mencintaiku! Bahkan kita baru saja melakukannya, hm? Kau tak menolak setelah tahu ini aku, Hae! Kau! Aku tak akan melepasmu!"

...

"Bagaimana bisa ia kembali pada pekerjaannya? Bukankah kau bilang Donghae pergi ke Jepang bersama keponakannya?"

Jaejoong meletakkan sisa dari batang rokok yang sudah habis dihisapnya, mematikannya di atas asbak merah yang turut hadir dalam perbincangan tersebut. Perlahan tapi pasti, Jaejoong tatap Kibum yang tengah duduk di hadapannya, dengan Yunho yang tak akan pernah lepas dari sampingnya, nampaknya seperti itu.

Sejenak ditatapnya Kibum, hingga satu helaan nafas sebelum bibirnya akhirnya berucap, mencoba menceritakan detail bagaimana Donghae kembali pada pekerjaannya seperti sekarang. Sebuah gambaran masa lalu, atau lebih tepatnya masa dua tahun lalu itu, kembali tertuang dari mulut manisnya seorang Kim Jaejoong.

"Ini adalah tentang ayahnya. Karena ayahnya.."

"Hyung.. tolong bantu aku menjaga ayah. Aku akan datang sesekali untuk melihatnya. Pastikan kau lebih sering menjenguknya. Aku minta tolong padamu.."

"Hm.."

Waktu berjalan, berbulan-bulan semenjak permintaan dari Donghae mengenai ayahnya, disetujui sang kawan yang telah Donghae anggap hyungnya tersebut. Namun tak berlangsung lama. Bahkan Jaejoong dapat menghitung berapa kali ia menjenguk ayah Donghae di dalam sel, karena suatu hari ia terpaksa harus mengabari Donghae yang tengah berada di negeri sakura tersebut.

"Hae, kau harus datang sekarang.."

"Ada apa hyung?"

"Ayahmu.."

"Ya? Ada apa dengannya hyung?"

"..."

"Hyung! Berikan aku alasan, mengapa aku harus kesana sekarang? Rencanaku adalah bulan depan mengunjunginya.."

"Tidak bisa! Kau harus datang sekarang.."

"..."

"Ayahmu telah meninggal.."

"Huh?"

Lagi. Jaejoong menghisap batang rokok lain di mulutnya. Menyisakan Kibum yang diam menatapnya. Masih menatapnya, hingga kembali ia jelaskan bahwa, "ayah Donghae menggantung dirinya sendiri di dalam sel," membuat Yunho harus berusaha bersikap tenang, lantas tersisa Kibum yang tertegun. Ia tahu perihal ayah Donghae, sedikit.

"Kau tahu?" lanjut Jaejoong sambil tersenyum miris, dan lalu dia menepuk-nepuk dadanya pelan sambil terus berkata, "disini, dia menangis bahkan berhari-hari," terangnya pilu. Membuat Yunho harus merangkulnya, menenangkannya yang tengah larut kembali dalam sebuah duka yang nyatanya adalah duka Donghae.

Kibum hanya mampu menarawang, berfikir betapa buruknya dirinya. Ini yang tergambar dari raut kecewa di wajahnya. "Aku menyesal tak ada di sampingnya waktu itu," ungkapnya sambil menundukkan wajahnya. Mungkin hal ini yang lantas membuatnya murung.

"Aku mengerti," timpal Jaejoong. "Aku mengerti posisimu, aku tak butuh sesalmu," cetusnya.

"..."

"Bukankah kau ingin tahu bagaimana Donghae bisa menjadi seperti saat ini? Karena setelah ayahnya meninggal, ia tak berniat pergi ke Jepang lagi, lantas lebih senang menghabiskan waktunya disini. Sejak saat itulah ia kembali. Kau mengerti? Kuharap, hey!"

Jaejoong tak sempat melanjutkan katanya, karena tiba-tiba Kibum bangkit dan meninggalkan Jaejoong dan Yunho begitu saja, tanpa satupun kata membuat Jaejoong berdecak sebal.

"Temanmu kurang ajar, Yun! Bagaimana bisa ia pergi bahkan sebelum mengucapkan terima kasih, huh?" rutuk Jaejoong sambil menyikut pelan lengan Yunho di sampingnya, yang hanya tersenyum hambar, menatap kekasihnya yang kesal tersebut.

...

Lama Kibum berfikir di dalam apartemen, yang bahkan sempat menjadi milik Donghae untuk beberapa saat, sebelum kunci apartemen tersebut kembali pada dirinya dulu. Donghae yang mengembalikan..

Ia merenung, meresapi gurat kecewanya. Terduduk sambil merentangkan kakinya di sisi ranjang dengan tangan menyilang di dada, lantas menyandarkan kepalanya pada kepala ranjang. Menatap kosong ke arah dinding yang polos tak berhias apapun. Wajar, tempat itu lama tak berpenghuni..

Apa yang ia pikirkan, tak ada yang mampu menebak. Hanya dirinya yang tahu. Hingga sesaat setelah ia tatap jam tangan yang tergeletak di nakas samping ranjang, jam yang menunjukkan waktu hampir tengah malam, ia segera bangkit, dengan cepat meraih jaket dan kunci mobil yang terletak tak jauh darinya.

Kemana ia pergi?

...

"Mengapa hari ini kau murung sekali? Kau baik-baik saja?"

Donghae hanya diam tak menjawab, bahkan hampir tak merasakan saat kakinya menapak, turun dari mobil Kyuhyun yang mengantarnya pulang.

"Donghae," panggil Kyuhyun, merasa heran akan sikap Donghae.

Di sisi lain Donghae tak peduli pada apapun. Ia mengabaikan Kyuhyun, hingga satu tangan menahan lengannya tiba-tiba. Ia menoleh dan lantas terkejut. "Kibumie!" kagetnya.

Kibum tak menyahut. Ia hanya menatap Donghae tanpa mampu menjelaskan apapun meski tak berniat melepas tangannya dari lengan Donghae. Dan dalam wajah yang penuh tanya itu Donghae hanya mendengar Kibum berkata, "ayo pergi," dalam nada dingin.

Baiklah. Bukan hanya mereka berdua bukan? Jangan lupakan Kyuhyun yang lantas keluar dari mobilnya, menatap ke arah Donghae dalam sebuah penyeretan yang dilakukan sosok asing baginya. "Hey!" teriaknya berusaha menyusul tentu saja. Hingga dapat ia raih tangan Donghae yang terbebas. "Siapa dia Hae? Mengapa dia menyeretmu seperti ini.." tanyanya bingung.

"Kyu.."

Grep.

Di sisi lain,Kibum langsung meraih tangan Kyuhyun, dan melepaskan tangan itu dari Donghae. Ia menatap tak suka pada Kyuhyun meski belum menyerang sejauh ini. "Kau mau apa?" tantangnya.

"Kau!" Kyuhyun tercekat, marah, kesal melihat wajah Kibum yang dingin itu menatapnya, menantangnya.

Sedang Donghae berdiri gelisah namun tak mampu berucap, minimal untuk melerai, karena memang belum terjadi pertengkaran disana.

"Aku tak mengijinkanmu membawanya! Kau tak berhak! Aku tamunya!"

Kibum tersenyum meremehkan. "Tamu? Ini bahkan sudah melebihi jam kerjanya. Ia bebas sekarang, dan kau tahu? Jikapun kau tamunya, aku tak peduli! Aku lebih berhak, karena aku.."

Seolah terhenti ucapan Kibum, menjadi terasa lamban di telinga Donghae. Ia terlihat menanti kata apa lagi yang akan Kibum ucapkan setelah ini.

Dan Kyuhyun, beserta segala yang ada disana menjadi saksi, bagaimana lancangnya seorang Kim Kibum saat berkata, "dia adalah kekasihku!" dengan sangat tegas.

"Hey!"

Tak ada lagi kata. Kibum? Ia Dorong Kyuhyun menjauh hingga ia kembali bawa Donghae yang hanya diam dalam paksaan yang tengah diberikannya. Donghae yang diam saja, menurut saat Kibum mendorongnya masuk ke dalam mobil, bahkan menjauhi Kyuhyun dan kediamannya sendiri.

...

"Tunggu!"

Akhirnya setelah cukup lama Donghae merenung dalam tarikan Kibum, ia menghentikan langkahnya. "Tunggu, Kibumie! Jangan begini.." ujarnya, melepas paksa genggaman Kibum pada tangannya. "Sebenarnya apa yang kau lakukan?!" tanyanya sedikit kesal sambil mengusap-usap pergelangan tangannya yang cukup terasa sakit. "Kau mau apa!"

"Aku ingin menjadi yang berhak atas dirimu seutuhnya!"

Donghae pandang Kibum dalam wajah yang tak mengerti, terbalut kesal yang menyatu. "Kau egois!" ketusnya. Namun itu tak lama, karena Kibum kembali menyeretnya, membuatnya berteriak frustasi sedikit meronta.

Sebuah tarikan paksa yang pernah terjadi dulu, Donghae ingat. Kini kembali terjadi dan membawanya pada tempat yang sama Donghaepun ingat. Dan ia menjadi bungkam, terlebih saat kakinya mulai menapaki apartemen yang dulu menjadi pilihannya.

Satu dorongan Kibum berikan, menyeret Donghae ke dalam apartemen tersebut. Lantas? Ia sendiri pergi ke arah pintu, keluar kembali menyisakan Donghae yang lalu berdecak sebal pergi ke arah pintu.

"Kibumie!" teriaknya saat sadar, bahwa Kibum menguncinya seorang diri di dalam sana. "Kibumie buka pintunya!" teriaknya.

Percuma. Hening kemudian menyisakan Donghae yang menghentakkan kakinya kesal. Ia setengah menangis, meski tak juga menangis meratapi. Sadarlah bahwa bukan sekali ini dirinya mendapat perlakuan buruk dari orang lain. Ia sudah terlatih untuk mengatasi tiap masalah hidupnya.

Kesal jelas ia rasa. Marah! Katakan demikian. Ia lalu menuangkan amarah tersebut. Bahkan sempat melempar bantal-bantal kursi yang tersimpan rapih di atas sofa berwarnakan coklat tua yang terletak disana, lantas menidurkan dirinya disana sambil menekuk kuat wajahnya.

Dan dalam gerakan pelan ia tutup kedua matanya dengan salah satu lengannya, menutup satu tetes air mata yang akhirnya mengalir di kedua sudut matanya. Ia menangis dalam diam, terisak pelan lantas menggerutu tak jelas.

...

Kibum. Kibum datang kembali setelah menghabiskan waktu berjam-jam di luar sana. Entah darimana dan entah telah melakukan apa. Mungkin ia sengaja meninggalkan Donghae entah dengan maksud apa. Hanya..

Ia nampak diam kala mendapati Donghae tertidur di atas sofa dengan lengan menutupi wajahnya. Ia amati, hingga tahu Donghae tengah menangis disana. Ia menjadi merenung, lantas mencoba terduduk di atas sofa membuat Donghae sadar akan kehadirannya. Lantas Donghae, segera membalik tubuhnya, menyamping membelakangi Kibum.

Dan Kibum ingat, Donghae pernah melakukan ini padanya. Merenggut, enggan menampakkan wajah padanya, dan Kibum? Segera tersenyum.

"Hae.." panggilnya.

Donghae diam tak bergeming. Begini jika Donghae benar-benar marah. Namun Kibum tak ingin menyerah. Ia segera tidur di sisa tempat di sofa itu, lantas memeluk Donghae yang tak melawan seperti biasa. "Maafkan aku," bisiknya. "Aku hanya ingin kita bersama Hae. Aku mencintaimu, dan aku yakin, kau pun.."

"Jangan kurung aku, Kibumie!" keluh Donghae kemudian dalam nadanya yang melembut, atau lebih tepatnya merajuk.

Eh? Kibum menjadi tersenyum dibuatnya. Ia pererat pelukannya pada Donghaenya, yang entah ia rasa telah kembali, mungkin. Ia kecupi kepala Donghae, menyesap harum disana.

"Aku tak ingin sendiri.."

"Maaf. Aku tak akan lagi melakukannya, sayang," ungkap Kibum merasakan detak jantungnya berdetak kencang, melompat girang. Donghae, telah kembali mengakuinya. "Aku merindukanmu, Donghae.."

"Hm," jawab Donghae, lantas meletakkan jemarinya pada lengan Kibum yang melingkar di perutnya. Sebuah sikap yang seolah kembali menerima kehadiran Kim Kibum di sampingnya. "Bolehkah aku tidur?"

"Ya.."

"Kau, jangan pergi lagi.."

"Tidak akan."

Berakhir dengan Keduanya yang saling berbagi kehangatan di antara kantuk yang semakin menyerang, hingga jatuhlah keduanya ke dalam mimpi di tempat berbeda. Biarkan..

...

"Karena aku berada pada posisi yang sama dengan anakmu, Kibumie.."

Kala itu, Donghae mencoba mengutarakan sesuatu yang sebenarnya sulit ia ucapkan. Terlalu rahasia perasaan itu baginya. Ini adalah tentang rasa sakit yang berbaur dengan hidupnya..

Kibum sendiri hanya mendengarkan dengan seksama, penuturan Donghae yang tiba-tiba dan tak mampu ia abaikan. Ini adalah tentang alasan, mengapa Donghae bersikukuh dengan inginnya selama ini, menolak Kibum.

"Sakit adalah, saat mengetahui ibuku pergi dengan pria lain, sedangkan ayah harus masuk ke dalam sel karena ulahnya juga. Aku kesepian. Aku sendiri, bahkan paman dan bibiku rela meninggalkanku karena tahu ayahku adalah seorang pembunuh."

"Begitukah?"

"Hm. Ayah membunuh pria yang tidur dengan ibuku," tutur Donghae lantas tertawa hambar. "Haruskah kuceritakan semua pamadu?"

Kibum mengusap helaian rambut Donghae perlahan, mencoba menenangkan sang kekasih yang tengah larut dalam pedihnya. "Tak usah kau ceritakan semua jika tak ingin meski, aku sudah mengerti semuanya sepertinya, Hae.."

Donghae mengangguk dan lalu menghembuskan nafasnya perlahan. "Aku berfikir.." ungkapnya. Tetap tak mendapat sambutan balik dari Kibum, yang hanya sibuk, turut meresapi tiap kata Donghae sambil menyentuhkan kulit telapak tangannya pada kulit polos di tubuh Donghae. Polos, hanya terbalut selimut tipis. Keduanya demikian, berada dalam selimut yang sama. "Aku mencintaimu.."

"Aku tahu," balas Kibum cepat.

"Tapi aku tak akan pernah mampu menyakiti anak dan juga istrimu disana, Kibumie.."

Kibum? Diam.

"Bagaimanapun caranya, jangan pernah menyakiti mereka sekalipun kita yang terluka.."

"Donghae.."

"Lakukan apapun yang terbaik, Kibumie! Untuk kita, dan juga untuk mereka, kumohon.."

Kali ini Kibum tak sanggup untuk tak mendengus sebal. Ia jatuhkan kepalanya pada bantal yang sedari tadi menjadi sandaran sikunya yang ia tekuk sambil menopang kepalanya. Ia terbaring lantas merutuk pelan. "Aku tak tahu apa yang kau inginkan!" dengusnya.

"Kibumie.." rajuk Donghae kemudian.

"Baiklah! Kuturuti maumu, Hae. Aku akan tetap berada di samping mereka, tak akan pernah menyakiti mereka," tutur Kibum membuat senyum di bibir Donghae terkembang. "Tapi kaupun harus berjanji, untuk selalu berada di sampingku!" tawar Kibum tanpa pilihan yang ia beri pada Donghae.

Dan jawaban Donghae adalah, sebuah anggukan mantap sambil menangkup wajah Kibum, lantas menanamkan satu ciuman lembut pada bibir Kibum. "Aku berjanji!" ungkapnya tegas tak berjeda.

"Aku akan sempatkan waktuku untuk datang kemari nanti, Hae!"

"Lakukan sesukamu.."

Kibum tersenyum girang. Ia sungguh terpana pada Donghae, dengan kerendahan hati yang dimiliki kekasih hatinya tersebut. "Aku harus berterima kasih padamu, sayang.."

Donghae terkikik geli melihat gurat serius di wajah Kibum. Ia goda Kibum dengan mencium bibirnya, lantas mencuri satu kecupan pada dagu Kibum, juga, satu gigitan ia tanamkan pada ujung hidung Kibum, sambil mengulum senyumnya. Ia? Jahil!

Dan Kibum? Nampak tak menerima hingga harus menghukum Donghae dengan satu dorongan, diikuti himpitan yang terjadi masih di atas ranjang tersebut. Lantas ia tanamkan banyak kecupan pada Donghaenya, membuat Donghae semakin tertawa, berhiaskan lenguhan-lenguhan kecil.

Baiklah, biarkan mereka berbahagia. Setidaknya untuk saat ini.

Benarkah? Apakah cerita belum berakhir seutuhnya? Apa lagi yang akan terjadi? Semua masih menjadi rahasia..

TBC