Sore yang indah. Jam menunjukkan pukul setengah 6. Warna oranye mulai menghiasi langit, menandakan bahwa senja telah datang. Angin bertiup dengan lembut. Damai dan indah sekali. Dan di sore yang indah itu, seorang Momoi Satsuki tengah sibuk melakukan aktivitas rutinnya. Menjemur baju.

Jangan salah, mesti cengeng dan seringkali manja, Momoi adalah anak yang berbakti pada orang tua. Dia juga rajin mengerjakan pekerjaan rumah. Orang tuanya sangat bangga memiliki anak perempuan sepertinya. Benar benar harta karun nasional, uhuhuhu...

"Hmm hmm~ Sore ini benar benar indah. Pas sekali untuk menjemur baju," gumam Momoi sambil bersenandung.

Tiba tiba...

"APHUAAAAAAAAAAAAAAAAAHHHHH?"

Suara kencang yang entah darimana asalnya menggelegar di satu kompleks perumahan itu, membuat burung gagak kabur berjamaah sambil berkoak koak. Teriakan misterius itu tentu membuat Momoi kaget. Gadis itu pun mengorek korek telinganya sejenak, kemudian bergegas mengambil kembali pakaian pakaian dari jemuran dan memasukkannya ke keranjang.

"Duh... hari ini pake pengering aja deh, kayaknya mau hujan."

Wah wah. Rupanya dia salah mengira teriakan Aomine yang menggelegar luar biasa itu sebagai suara geledek.


Ayo Balas Aomine!

.

.

.

'Kuroko no Basket' and all characters used in this fanfiction (c) Fujimaki Tadatoshi

'Ayo Balas Aomine!' (c) roccon

Rate: T

Warning: mungkin banyak Typo, humor maksa, OOC parah separah parahnya, dan lain lain. Bagi yang tidak rela kalau Aomine Daiki, Kise Ryota, serta Kagami Taiga dinistai oleh author, sebaiknya segera tekan 'back'.

Tanggung resikonya sendiri loh ya!


Ch 3.1: Malam Pertama

Di kediaman keluarga Aomine, lebih tepatnya di kamar sang tuan muda, situasinya sekarang benar benar... susah untuk dideskripsikan.

"Aduh Master, jangan teriak teriak gitu dong! Begini begini juga dulu aku kucing, jadi telingaku sensitif!" Taiga, cowok yang mengaku sebagai kucing Aomine yang hidup lagi itu, protes sambil memegangi kedua telinganya yang malang.

"GIMANA GUE GA TEREAK COBA," protes Taiga tidak digubrisnya, Aomine tetap toa meski tidak sekencang yang tadi. Taiga kembali menutup kedua telinganya, wajahnya terlihat menderita sekali. Melihat itu, Aomine yang ternyata masih mempunyai rasa belas kasih pun menurunkan volume suaranya.

"Hah. Pening gue. Jadi, sebenernya elu itu siapa? Coba jelasin ke gue dengan pelan pelan..." kata Aomine sambil memijat pijat keningnya, pening. Taiga mengangguk.

"Jadi, Master, Master masih ingat kucing berwarna oranye yang Master pungut sebulan lalu tidak?" tanya Taiga.

Aomine mendengus lalu nyengir tipis. "Jelas ingatlah. Menyembunyikannya itu perlu perjuangan tau, belom lagi kalo udah rewel bikin repot," jawabnya, nggak jujur. 'Tapi Taiga itu manis banget... aduh, jadi kangen deh,' tambahnya dalam hati. Mungkinkah dia sudah terkena virus tsundere seorang Midorima Shintarou? Ah, rasanya author jadi jijik sendiri membayangkan Aomine yang mendadak tsundere.

Taiga di depannya tersenyum. "Bagus kalo Master ingat, soalnya aku ini Taiga!" katanya, semangat.

Aomine melotot lagi, dan Taiga melanjutkan, "Waktu aku mati sebulan yang lalu, aku berdoa pada Tuhan supaya aku bisa membalas budi Master. Tuhan mengabulkan permintaanku dan menjadikanku manusia. Tapi selama sebulan aku harus berlatih dan belajar agar dapat menjadi manusia yang bisa membantu Master, jadi kita tidak bisa langsung bertemu."

"Dan begitu aku tahu bahwa tawon pengecut itu mengincar nyawa Master, aku segera kesini untuk melindungi Master."

Taiga menutup penjelasannya dengan cengiran. Aomine malah balas melihatnya dengan ngeri, ditambah bingung dan berbagai ekspresi aneh lainnya. "Tunggu, jadi maksud lo elo itu kucing gue yang udah mati dan Kise itu tawon yang semalem gue bunuh dan sekarang pingin bales dendam sama gue, gitu?" katanya setelah mencoba mengambil kesimpulan dari cerita Taiga. Taiga hanya menjawab dengan anggukan.

"Terus kenapa elu yang bangkitnya duluan mesti belajar untuk jadi manusia dulu sebulan sedangkan si Kise yang matinya baru semalem udah langsung bisa jadi manusia sempurna?"

"Oh, itu karena dia selalu bekerja keras membuat madu saat masih menjadi lebah sehingga Tuhan memberinya hadiah bakat 'Perfect Copy' yang membuatnya bisa meniru semua skill manusia dengan mudah. Sedangkan kalau aku dulu sering nyuri ikan di pasar, makanya disuruh belajar sekaligus kerja bakti dulu di kampung yang terletak di luar negeri. Pokoknya karena beda amal gitudeh, Master."

Aomine menghela nafas. Dia masih belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi secara keseluruhan, tapi untuk sementara ini dia memutuskan untuk mempercayai Taiga.

"Oke, gue percaya sama elo," katanya. Cowok berkulit gelap itu kemudian berdiri dan berjalan ke arah Kise yang masih pingsan di tempat tidurnya karena dilempar kursi tadi. "Jadi, apa yang harus kita lakukan sama si... eh... tawon jadi jadian ini?" Aomine menatapi Kise yang pingsan itu dengan bingung. Habisnya masa mau dibunuh lagi? Ngebunuh tawon itu gampang, tapi ngebunuh tawon yang menjelma menjadi manusia itu beda kasus. Mungkin Aomine harus bertapa seratus tahun di gurun sahara dulu untuk mempersiapkan mental. Muka mirip pembunuh kan bukan berarti jiwa pembunuh juga.

"Eng... dibiarin aja, mungkin? Lagian dia masih pingsan. Dan asalkan ada aku, Master dijamin aman kok!" kata Taiga seenaknya. "Ngomong ngomong Master, untuk makan malam Master mau apa?"

Aomine mengerutkan keningnya. "Hah? Makan malam? Emang apa urusannya sama elu?"

"Memangnya ibu Master tidak bilang? Mulai hari ini akulah yang akan mengurus makan Master. Mulai Senin juga aku bakal satu sekolah sama Master kok. Aku juga akan tinggal disini," Taiga menatapnya bingung. Aomine baru ngeh. Jadi dia toh, si Tagai Tagi yang dimaksud oleh emaknya di surat.

"Ooh... jadi maksudnya Tagai Tagi itu elu toh," kata Aomine, menyuarakan isi pikirannya tanpa sadar. Sementara Taiga hanya menatapnya bingung. 'Tagai tagi? Apa?'

"Kalau makan sih... apa ya... hng... rasanya hari ini gue lagi pingin makan diluar deh," kata Aomine. "Ada restoran fast food yang enak. Mau makan disana?"

"Hee? Tapi masa peliharaan kayak aku diajak makan sama manusia yang begitu banyak?" Taiga ngerasa nggak enak sendiri.

"Nggak masalah kok. Kan yang penting sekarang elu manusia. Udah deh, daripada lama, ayo cabut. Dah laper gue," Aomine langsung ngeloyor keluar kamar.

"Eh? Tu-tunggu, Master!"

Taiga pun segera berlari menyusul masternya.


"Master! Master!" Taiga menarik narik lengan baju Aomine.

"AAAGH Apa lagi siiiiiihhh?" jawab Aomine, frustrasi. Sepanjang jalan, Taiga tidak bisa diam. Dia selalu cerewet ketika melihat hal yang menurutnya baru, atau pernah lihat tapi belum dia ketahui apa namanya atau fungsinya. Telepon umum, seniman jalanan, lampu rambu lalu lintas, SEMUANYA. Pertanyaannya begitu banyak sehingga membuat Aomine muak. Maklum, baru kali ini Taiga mengalami yang namanya jadi manusia. Kumat deh katroknya.

"Ituloh, Master! Itu!" teriak Taiga sambil menunjuk ayunan yang berada di taman bermain disebelah mereka. "Aku mau main itu!"

"Nggak boleh. Ini udah malem, besok aja kalo mau main," jawab Aomine, tegas. Dia geli sendiri ngebayangin Taiga yang badannya gede mainan ayunan yang sizenya buat anak TK. 'Kalo Tetsu yang naik mah masih mungkin, tapi kalo dia... bakal langsung roboh kali ayunannya,' pikir Aomine.

"Tapi Masteeeer~" rengek Taiga. Aomine diem aja, capek juga ngeladeninnya. Toh Taiga nggak bakal pergi kemana mana tanpa seizinnya. Sedetik kemudian Taiga berhenti merengek, dan kembali antusias ketika melihat mobil pemadam kebakaran lewat.

"WOOOOGHHHH Master, itu apa? Kendaraannya keren sekali! Aku mau naik!" teriak Taiga sambil menunjuk nunjuk mobil tersebut.

Aomine facepalm sebentar. "Itu namanya mobil pemadam kebakaran. Biasanya dipake buat madamin api kalo ada kebakaran," jelasnya. "Masa mobil kebakaran aja lu ga pernah liat sih? Emangnya di luar negri tempat lu belajar dulu kagak ada?"

Taiga menggeleng, "Enggak. Di kampungku dulu cuma ada angkot. Kalo ada kebakaran paling disiram pake selang doang."

Angkot? Aomine mengernyitkan dahi. Dia sama sekali tidak familiar dengan kata tersebut. Apakah sebenarnya benda bernama 'angkot' tersebut? Meski sebenernya kepo sekali, Aomine mengurungkan niatnya untuk bertanya.

15 menit penuh keheningan pun berlalu, dan Aomine kembali merasakan tarikan di lengan bajunya.

"Ma.. master..."

Aomine menoleh, bersiap untuk murka kembali, "Kali ini apaan lagi, Ta- Eh?"

Dan Aomine pun terkejut ketika melihat ekspresi Taiga sekarang. Ekspresinya menyiratkan ketakutan, tangannya yang memegang lengan bajunya Aomine juga gemetar. Matanya terfokus pada 'sesuatu' yang kini berdiri di depan mereka.

Anjing.

Bukan, maksudku bukannya mereka menyumpah 'anjing' atau apa gitu. Tapi di depan mereka berdua sekarang memang ada seekor anjing hidup, dan Taiga yang dulunya kucing masih menyimpan ketakutan pada hewan tersebut. Fakta bahwa kucing dan anjing adalah musuh sejak lahir bukanlah lagi rahasia, bahkan Aomine tahu.

Bukan rahasia juga kalau kucing umumnya takut dengan anjing.

Aomine kembali menghela nafas, entah sudah berapa kali dia menghela nafas hari ini karena Taiga. Dia kemudian meraih tangan Taiga yang gemetaran dan menggandengnya, membuat sang kucing kaget.

"Master?" kata Taiga, nadanya terdengar ragu.

"Kalau takut tutup mata saja," kata Aomine. "Ada ada aja deh lu, badan gede begitu takut sama guguk."

Taiga cemberut. "HAH SIAPA YANG TAKUT SAMA ANJING PHUAHAHA AKU BERANI KOK."

"Yaudah sana jalan sendiri," kata Aomine sambil ngelepasin tangannya dari tangan Taiga, yang dalam sekejap langsung diraih kembali oleh sang mantan kucing.

"Ti-Tiba tiba aku jadi pingin gandengan sama Master deh. Kita gandengan dulu sebentar aja ya? Sampe ngelewatin anjingnya aja deh, ya?" kata Taiga.

Aomine menghela nafas. Lagi.

"Terserahmu sajalah," dan mereka berdua pun berjalan melewati anjing tersebut. Taiga menghela nafas lega ketika sudah berhasil melewatinya dengan selamat, sehat, dan sentosa. Taiga yang kini berjalan dibelakang Aomine menatap punggung masternya tersebut sambil tersenyum.

'Terima kasih, Master.'

5 menit setelah mereka berdua berjalan melewati anjing tersebut, Taiga kembali bersuara.

"Ngomong ngomong, Master..."

"Apaan lagi?" kata Aomine, sudah siap menghadapi kekepoan Taiga yang selanjutnya.

"Sampai kapan Master mau pegang tanganku?"


Hai haaaaaiii, akhirnya sempet juga nyelesaiin chap 3 horeee

Belom selesai sih sebenernya, chap ini bakal masih lanjut ke chap 3.2. Kenapa dibikin bersambung? Karena aku maunya gitu. Jadi buat yang nungguin fic ini (kalo ada), jangan kecewa karena chap ini masih ada lanjutannya hoahaha

Yah walaupun lanjutannya gatau mau kupost kapan karena belom kelar juga sih /plak

Ga kerasa ya, ternyata udah setahun berlalu sejak fic ini di update. Maaf ya untuk yang pada nungguin (kalo ada), habisnya ga ada ide sama sekali sih. Ide yang muncul malah ide untuk chapter 4 itupun mampet juga. Udah gitu author juga sempet sibuk ngurusin ini dan itu. Belum lagi lautan tugas dan ulangan yang membentang luas di depan mata wahaha...

Ngomong ngomong, di chap ini kayaknya AoKaga-nya kuat banget ya feel-nya? Sedangkan AoKise-nya malah ga nongol sama sekali. Padahal mestinya ini fic full AoKise loh, author sendiri gatau kenapa ujung ujungnya jadi begini. Seneng aja ngeliat Kagami jadi uke yang polos polos gimanaa gitu.

Dengan demikian, keputusan author mengenai pair yang bener bener akan jadi pair pada akhir cerita pun berada di ambang jurang kebingungan.

Ngomong ngomong soal review, saya mengucapkan MOHON MAAF YANG SEBESAR BESARNYA KARNA BELOM NGEBALES SAMPE SEKARANG /majisembahsujud3000%

Aku baru tau kalo ternyata bisa ngebales lewat PM uhuhu...

Jadi khusus untuk balesan chapter dua aku bales disini aja ya. Untuk selanjutnya pasti kubales lewat PM kalo nggak sibuk, untuk yang anon atau nggak log in tetep kubales di sini. Dan berhubung aku bingung ngebalesin satu satu, review yang mirip mirip kurangkum aja ya c:

"Wah udah kuduga si tawon pasti Kise terus si kucing pasti Kagami!"

Bu-bukannya aku niat bikin sesuatu yang misterius kok! Aku emang sengaja ngasih banyak hints supaya gampang ketebak, jadi bukan berarti aku nggak bisa bikin sesuatu yang nggak terduga, baka!

Tags: #midorimashinchanmode:on #tsundere #tapibohongtehhe #gomennasai

"Wah wah... nggak nyangka banget kalo reinkarnasinya itu Kise dan Kagami itu si kucing."

Loh ini kok malah bertolak belakang sama yang sebelomnya sih? Tapi sankyuu, aku senang jika kau bisa merasakan sedikit keterkejutan.

"Kalo bisa banyakin AoKaga ya. Oh terus, Kagaminya dibikin tsun-moe gitu di chap depan!"

Soal tsun-moe, percayakan saja padaku.

Soal AoKaga, kayaknya moment mereka emang bakal banyak deh, apalagi di awal awal. Mungkin malah ngelebihin AoKise nya. Gatau juga sih hoho...

"Nggak nyangka kalau Author-san bakal masukin cerita zaman dulu bapak Author-san."

Kok... kok tau itu ngambil dari masa lalu bapakku? /gasp

Perasaan aku nggak nulis di fic deh. Atau nulis? Kalo emang aku nulis, kasih tau aku nulis dimana. Tapi kalo aku nggak nulis...

/histerical gasp

WHO

ARE

YOU

"Emaknya Aomine number one deh!"

"Wah makasih ya, tante jadi malu deh ufufu..."

"Itu si Aomine modus apa banget deh rofl"

"Iya maafin anak tante satu itu ya, itu sifat turunan dari papanya deh kayaknya. Tante juga dulu sering dimodusin sama papanya soalnya."

"Kagami manggil Aomine pake 'master' berasa ecchi gitu deh ohonhon~"

Memang itulah tujuan utamanya ohonhon~

"Ih Akashi tau semuanya. Gaul banget."

Yah meski begitu, semoga aja Akashi nggak tau kalo aku nyempil nyempilin nama besarnya di sini. Tapi kalo ketauan juga nggak papa sih.

Aku rela kau lukai dengan gunting saktimu yangkaupinjamdarishin-chan itu kok, Akashicchiii~ /senyummaso

"Gila lu thor. Gara gara fic ini ane ketawa ngakak sampe dikira gila. Moodbooster banget deh pokoknya!"

Serius? Waa makasiih feedbacknya! Aku sempet takut kalo misalnya garing, jadi aku seneng kalo fic ini berhasil bikin kalian paling nggak senyum walaupun nggak sampe ketawa.

"Update kilat!"

Engg... /mandangintembok /siulsiul

"Taiga udah hidup lagi, yeeey
Author, daku tau sekali kehidupan anda ohohohohoho
jadi, Author-cchi cepatlah update, dan daku ingin lebih tentang Aokise!
kok kesannya mesum ya manggil master /digampar
itu kayak apa nanti kalau Taiga sendirian saja bersama Aomine, pasti akan penuh dengan "Master.." "Master ini" "Master ituu" /udahmesum /ketularanAomine"

Dasar curik beya.

"Ini fic bakal jadi shonen-ai nggak?"

Pertanyaan macam apa iniiii

"ARUNI-SENPAAAAEEEH~"

Tidaaaaakkh, jati diriku ketahuan lagiiiii ;A;

Udah segitu dulu deh, aku capek (-3-)y~

Maaf ya kalo misalnya ada review yang kelewatan orz

Dan makasih banget untuk semua yang review! Saking bahagianya, kalo aku lagi down pasti aku ngebaca semua review kalian berulang-ulang kali supaya bisa senyum lagi! (;v;)/

See you guys in the next chapter!