Disclaimer : BLEACH by Tite Kubo

Aoi Sora

By

Poppukoo

"Otou-san, lihat gambarku!"

"Tidak! Gambarmu seperti rambut rengket! Lihat, gambarku!

"Gambarmu lebih parah dari rambut rengket nenek-nenek gayung"

Temanku itu menertawaiku tanpa henti. Katanya, gambarku seperti rambut rengket? Yang benar saja. Ayaku juga ikut menertawaiku, apa gambarku benar-benar seburuk itu? Huh, pasti mereka tidak tahu apa-apa tentang seni.

Tapi pada akhirnya aku malah mengerucutkan bibirku karena sebal atas ejekan mereka. Tapi mereka, malah tertawa terbahak-bahak tanpa henti.

Oh iya, keluargaku selalu mengadakan piknik tiap kali musim liburan sekolah. Dan kami sangat sering ke pantai, apalagi ayahku. Dia selalu membawa kamera dimanapun kami berada. Ia tak ingin kehilangan satu momentpun.

Peace, adalah pose andalan aku dan Ichigo. Dengan seutas senyum khas anak kecil yang polos dan imut.

Aku adalah anak tunggal. Sedangkan Ichigo adalah anak kedua dari keluarga Kurosaki. Ia adalah teman masa kecilku. Kami sangat dekat, terutama aku, ayah dan Ichigo. Kami seperti trio yang takkan terpisahkan. Dimana ada Ichigo disitu ada aku, dimana ada aku, disitu ada Ichigo. Dan dimana ada ayah, disitu ada kami berdua.


Grimmjow mengedipkan kedua matanya berusaha menghilangkan kantuk yang menghinggapi dirinya. Matanya terasa berat. Sudah berapa lama ia tertidur?.

Ia melihat bangku sebelah kirinya. Ia juga tengah tertidur pulas. Dengan kasar Grimmjow menendang bangku pemiliknya. Dan Ichigopun terbangun, walau ia masih setengah sadar.

"Sialan! Ada masalahmu!?" pekik Ichigo yang merasa sangat terganggu dengan tingkah polah Grimmjow.

"Mana pesananku?" tagih Grimmjow.

Ichigo meraba-raba isi tas nya. Mencari sesuatu yang diminta pria itu.

Ichigo menyodorkannya. "Nih!"

"Aku minta roti melon kualitas premium. Ini murahan"

"Dimana-mana roti melon itu sama saja. Sama-sama rasanya melon. Kalau mau cari begituan cari saja sendiri"

PLUK

Grimmjow melempar roti itu tepat diwajah Ichigo.

"Cepat carikan" ujar Grimmjow sembari tidur kembali.

Ubun-ubun Ichigo serasa mendidih. Manusia ini sungguh tak berperikemanusiaan.

"Oh ya, dimana ya ponselku tadi" ucap Grimmjow sambil merogoh isi saku dan tas nya.

"Cih" Ichigo berdecak kesal. Beranjak pegi dari hadapan makhluk itu.

"Ichigo!"

"Apa lagi?"

"Tidak jadi" Grimmjow memalingkan wajahnya. Ichigo melengos pergi.


"Siapa?"

"Kaien…. Okaa-san" jawab seorang pria di seberang telepon.

Masaki langsung beranjak dari ranjangnya ketika mendengar nama putranya itu. "K-Kaien!? Ichigo, bagaimana Ichigo!?" pekiknya.

"Kami akan mencarinya di daerah Casino. Mungkin ada yang mengenal paman Urahara disana"

"Aku mohon Kaien, cepat temukan Ichigo" ucap Masaki sembari bercucuran air mata. Entah sudah sejak kapan ia tak bertemu putra bungsunya itu. Ia tak pernah tidur nyenyak sejak Ichigo pergi. Ia merasa menjadi Ibu yang buruk bagi anak-anaknya. Ia menyesal.

"Hai', Okaa-san"

Masaki terduduk dan terdiam sembari memeluk boneka favorit Ichigo saat kecil. Boneka yang pernah di berikan putranya itu padanya. Boneka strawberry ter-kawaii, yang Ichigo beli sendiri dengan uang tabungannya.

Kaien terlihat murung setelah menutup ponsel. "A-Ada apa Kaien-dono?" tanya Hisagi.

"Ah? D-Daijoubu, Hisagi-san" jawab pria itu tersenyum simpul. Hisagi membalas senyuman itu, sembari menancap gas melanjutkan perjalanan mereka menuju casino. Bisa dibilang tempat itu adalah langganan Urahara. Menurut rumor yang mereka dengar dari seorang Bapak-bapak yang mengaku pernah ditipu oleh Urahara.

'Ichigo,Okaa-san sangat merindukanmu. Tidakkah kau mengerti? Buanglah ke-egoisanmu itu jauh-jauh. Sebenarnya, kau itu dimana?' batin Kaien.


"Lalalala lala la chappy chappy yey yey yey, yuhuuuu"

Kenapa lubang telinga ini tak mau tersumbat juga. Padahal Ichigo sudah menyumbatnya dengan beberapa lapis tisu dan headset miliknya. Sekeras apapun Ichigo mengeluh agar gadis itu menghentikan nyanyiannya, ia takkan mau berhenti mendendangkan lagu yang paling buruk seumur hidup Ichigo itu.

"Etto … Rukia…"

"Hm?" sahut gadis itu dari dapur. Kebulan asap menyeruak didalam ruangan. Sebenarnya 'benda' apa yang ia masak?.

"Uhuk! Aku bisa mencari makanan diluar, jadi kau tak perlu repot-rep-"

"Tidak mau!"

Selang beberapa menit Rukia keluar dari dapur. Sontak pria ini terkejut dengan penampilan gadis ini yang berubah 360 derajat saat ia memasuki dapur dibanding saat keluar dari dapur. Rambutnya acak-acakan bahkan lebih parah dari Albert Einstein.

Wajahnya kucel seperti orang tak mandi 3 hari. Belum lagi clemek yang ia kenakan, jikapun merendamnya 7 hari 7 malam nodanya takkan mungkin hilang. Belum lagi masakannya.

Tidak berbentuk sama sekali.

Ichigo menelan ludahnya dalam-dalam. Apa ia harus membuat surat wasiat hari ini juga?.

"Taa-daa!" ucap Rukia menyuguhkan masakannya di depan Ichigo.

"A-Arigatou"

Tangan Ichigo sudah gemetar memegang sendok itu. Keringat dingin keluar dari pori-porinya. Ichigo membuka mulut lebar-lebar. Tapi kenapa sendok itu tak kunjung sampai ke dalamnya?.

"Tidak usah sungkan!" ucap Rukia sembari mendorong sendok itu ke dalam mulut Ichigo. Pria itu berusaha mengunyah dan menelannya.

"Eh? O-Oishi!" pekik Ichigo.

Rukia berdiri. Memunguti piring-piring itu dan menaruhnya di cucian.

"O-Oi"

Lalu ia menyodorkan segelas air putih ke hadapan pria itu. Rukia tertunduk malu.

"Tidak enakkan? Aku bisa membaca mimik wajahmu"

Rukia menyembunyikan jari-jarinya. Yang banyak tertempel plester karena goresan-goresan pisau.

"Gomen. Hanya itu caraku menghargai kerja keras seseorang. Gomen"

"Tidak usah memaksakan diri" ucap Rukia tersenyum simpul. Ichigo tersipu, melihat senyuman gadis itu yang begitu tulus.

"O-Oh ya, apa tidak apa-apa bila kami tinggal disini?" tanya Ichigo sembari menggaruk belakang kepalanya.

Rukia menggeleng. "Byakuya-sama dan Onee-san tinggal di rumah, mereka tidak tahu kalau aku punya apartemen. Aku menggunakannya untuk markas rahasiaku"

"Markas rahasia?"

"Orang-orang penting client Byakuya-sama sering berkunjung ke rumah kami. Dan aku diharuskan menyambut mereka, aku kan capek. Aku pergi kemari untuk sekedar tidur atau beristirahat".

"Begitu. Maaf bila kami sangat merepotkan, aku akan berusaha agar kami cepat-cepat dapat tempat tinggal. Sumimasen!" pekik Ichigo sembari membungkuk didepan gadis itu.

Sontak Rukia terkejut. Lalu ia berdiri. Membatu Ichigo agar ia berhenti menunduk seperti itu.

"T-Tidak apa-apa kok" ujar Rukia.

"H-Hai'" Ichigo menegakkan kembali kepalanya.

DUAGH

Dagu Rukia terpental karena terkena kepala Ichigo yang tiba-tiba menegakkan kembali kepalanya. Sedangkan ia membantu Ichigo dari depan. Gadis itu meringis kesakitan sambil memegangi dagunya yang memerah. Ichigo yang kaget langung menghampirinya.

"K-Kau tidak apa-apa, Rukia!? Gomenasai" pekik Ichigo sembari membantu Rukia duduk. "A-apa kau butuh perban? Air panas? Air dingin? Atau air putih?" Ichigo mengelus-elus dagu Rukia. Siapa tahu rasa sakitnya bisa sedikit menghilang.

"Aku baik-baik sa-"

Rukia sadar. Wajah mereka ternyata sangat dekat. Kedua pipi Rukia memerah. Ia bisa melihat seluk beluk wajah Ichigo dengan jelas. Wajah yang tegas. Kedua alis yang selalu mengkerut. Hidungnya yang mancung. Walau ia seorang pria tapi wajahnya sangat terawat, begitu bersih.

Wajah Rukia memanas. Hatinya terasa aneh. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Semakin lama ia memandang pria itu, jantungnya seakan terus berdetak dengan cepat. 'A-Apa yang ku pikirkan?' batin Rukia.

"K-KYAAAAAA"

BUGH

Rukia menonjok Ichigo. Pria itu terpental seperti daun musim gugur yang diterbangkan angin.

"Ugh"


BRUAKKK

Pria berbadan kekar itu terpental mengahantam kotak-kayu bekas tempat minuman keras yang biasa di sediakan di bar itu. Ia tidak sadarkan diri.

"Cih, pengecut! Melindungi diri dengan menggunakan pembantumu ha?"

"Maaf, aku tidak suka mengotori sepatuku hanya untuk menghajar kalian. Dan lagi dia adalah bawahanku, bukan pembantuku" jawab Kaien dengan tenang.

Tiba-tiba salah satu anggota bar itu membekuk kedua tangan Hisagi dari belakang lalu menodongkan pisau tepat di dekat lehernya. Hisagi memberontak, tapi pertahanan orang itu sangat kuat. Dibarengi tubuhnya yang sangat berotot. Kaien berhadapan dengan pemimpin bar itu sendirian.

"K-Kaien-dono!" pekik Hisagi.

Kaien tersenyum ke arahnya. "Daijoubu, Hisagi-san"

"Kau bilang akan mengganti hutang Urahara 3 kali lipat. Berikan uang itu"

Kaien menyodorkan koper cokelat besar yang kini berada di datangannya. Ketika pemimpin bar itu mengulurkan tangan untuk mengambilnya, dengan segera Kaien menariknya kembali.

"Katakan dimana paman Urahara berada, Zaraki Kenpachi-san" tanya Kaien.

"Berikan uang itu" pinta Kenpachi.

"Katakan dimana dia"

"Berikan"

"Cepat katakan atau …" Kaien mengeluarkan pistol dari balik jas-nya. Menodongkannya tepat di depan dahi Kenpachi.

"Ha? Kutu sepertimu menggertakku? Jangan bercanda"

KREKK

"Gerombolan ya" lanjut Kenpachi.

Banyak orang-orang bersenjata di belakang Kaien. Mereka adalah orang-orang pria ini. Semua menodongkan pistol kea rah Kenpachi. Tapi pria yang punya luka bekas jahitan di wajahnya itu tidak gentar sama sekali.

"Kau mau membunuhku?"

"Aku hanya butuh informasi dimana pamanku. Kami akan memberimu uang itu lalu segera pergi dari sini. Hanya itu" ujar Kaien.

Kenpachi tertawa terbahak-bahak sampai air matanya keluar. "Hahaha! Lucu sekali. Apa kau sesayang itu pada pamanmu yang bodoh itu?"

"Kami mencarinya bukan karena itu. Tapi karena ia membawa orang yang berharga bagi keluarga kami. Terutama Ibu kami"

"Aku mengerti. Tapi aku tidak punya alamat Urahara sekarang"

"A-Apa katamu!? Kau mempermainkanku!?" pekik Kaien.

Kenpachi menyeringai puas. "Tapi, aku tahu dimana istrinya tinggal"


"Tadaima~" pekik Rukia memasuki apartemennya. Tempat dimana Ichigo dan Urahara tinggal untuk sementara. Ia mencari Ichigo kemanapun tapi tak kunjung ketemu.

"Dimana baka-Ichigo itu, padahal aku ingin dia mencicipi masakanku lagi" ucap Rukia sembari duduk santai di depan televisi. Padahal Rukia kira Ichigo lebih duluan pulang daripada dirinya yang harus membantu Toushiro dulu sebelum pulang.

Daripada bosan-bosanan seperti ini, lebih baik ia iseng-iseng menggambar sesuatu untuk mengusir kebosanan.

Lalu ia pergi mengambil alat tulis dan buku menggambar yang biasanya ia taruh dalam kamarnya. Tempat dimana Ichigo tidur.

"B-B-Bagaimana ini, aku ingin mengambilnya. Tapi ini kamar orang lain. Tapi aku kan Cuma mengambil bukuku, dan aku juga tidak mencuri" perlahan ia memasuki kamar itu. Baunya harum khas Ichigo Kurosaki.

"A-A-Apa yang kupikirkan, t-tapi baunya benar-benar bau Ichigo. Aduh, kenapa aku berpikiran seperti itu! Haish" gerutu Rukia sambil menepuk jidatnya keras-keras. Rona merah menghiasi kedua pipinya.

Dimeja dekat ranjang ada sebuah foto tegak berdiri. Ada 4 orang. 3 laki-laki dan 1 seorang wanita yang tengah duduk sembari tersenyum. Tapi dua orang laki-laki lainnya wajahnya tidak kelihatan, wajah mereka penuh coretan tinta yang dalam. Hanya wajah Ichigo dan seorang wanita itu yang terlihat jelas.

Ichigo yang masih sangat muda itu tersenyum bahagia didepan kamera sembari memeluk wanita itu.

Rukia duduk di tepi ranjang sambil memegang foto kenangan itu.

"Apakah ini foto keluarga Ichigo. Tapi, siapa 2 orang laki-laki ini?"

Lalu ia membalik foto itu. Dibelakang pojok kiri tertulis 'I miss you, Mom'. Gadis ini kembali melihat foto 4 orang itu tadi.

'Ah? Apa ini Ibu Ichigo?' batin Rukia. 'Dia … sangat cantik'

"Melihat privasi orang lain itu, tidak boleh lho … Rukia-chan"

Sontak Rukia terkejut. Dengan segera ia kembali meletakkan foto itu ditempat semula.

"S-Sumimasen, Urahara-san" ujar Rukia menunduk 90 derajat didepan Urahara yang sedang menenteng 2 keranjang belanja ditangannya. Pria itu berada diambang pintu.

"Tak apa, aku dapat oleh-oleh dari bos ku. Ini dia, sosis!"


"Wah, Ichi-chan. Kau pandai sekali membuat istana pasir. Whoaaa" kagum Grimmjow dengan mata berkilau-kilau. Melihat istana pasir yang Ichigo kecil buat.

Tinggi dan kokoh.

Tidak seperti punya pria berambut biru itu. Hanya seperti gundukan pasir, bahkan hampir rata dengan tanah.

"Kalau Grimmy mau, kita bisa membuatnya bersama!" pekik Ichigo sembari membawa beberapa ember kecil pasir dari tepi pantai.

"Yokai!"

"Hey! Kalian berdua, cepat kemari! Ada es serut segaaar!"

"Aku mau!" pekik Ichigo dan Grimmjow bersamaan.

Mereka saling memandang satu sama lain. Sama-sama memberi tatapan tajam. Saling melempar deathglare. Mereka bersiap.

"Aku tidak akan kalah!" teriak mereka bersamaan. Berlomba menuju tempat es serut favorit mereka berada.


"Ugh"

Pria itu terbangun. Mengucek kedua matanya dengan cepat. Hari sudah gelap, tapi ia masih saja malas-malasan di kamar tidur. Kamar tidur tempat Ichigo yang biasanya.

Grimmjow berada di rumah Urahara sekarang. Lebih tepatnya, bekas rumah Urahara.

Ia mengepalkan tangannya erat-erat. Kenapa ia selalu mengingat masa-masa itu? Apa karena ia terlalu sering bertemu dengan orang yang selalu berada dalam mimpinya.

Ichigo Kurosaki.

PYARRR

Kaca jendela kamar Ichigo pecah akibat pukulan Grimmjow. Jari-jarinya tergores kaca. Perlahan cairan berwarna merah menetes dari goresan-goresan itu. Ia terengah-engah.

CTARRR

Ia membanting lampu belajar Ichigo ke lantai dan hancur. Kamar itu menjadi gelap gulita. Pecahan bola lampu menyebar ke lantai.

"KUSOOOOO!" teriak Grimmjow.

Perlahan Grimmjow berjalan gontai keluar dari rumah itu.

"G-Grimmjow-san"

Sontak gadis ini kaget dengan penanmpilan Grimmjow yang acak-acakan, matanya menghitam dengan kantung mata yang menonjol. Apalagi Grimmjow memberi tatapan tajam padanya.

Pria itu tidak seperti biasanya. Yang selalu tersenyum dan ramah pada orang-orang.

"Orihime, sedang apa kau disini?"

"Aku mencari Kurosaki-kun. A-Apa kau baik-baik saja!?"

Inoue langsung menghampiri pria itu.

"Ta-tanganmu!" Inoue memegang tangan Grimmjow yang berdarah. Grimmjow menyentak tangan gadis itu dengan kasar.

"Aw!" pekik gadis ini.

"Siapa itu Kurosaki Ichigo!?" tanya Grimmjow.

"A-Apa maksudmu!?"

"Katakan! Siapa itu Kurosaki Ichigo!"

"Ah?"

"Kau tidak tahu apa-apa tentangnya. Tapi tiba-tiba kau menerimanya sebagai bodyguardmu!?"

"Memangnya kenapa?"

Emosi Grimmjow memuncak. Ia meninju tembok pagar Ichigo. Darahnya terus menetes. "PECAT DIA!"

"Tidak mau! Sebenarnya apa maumu!?" pekik Inoue yang agak sedikit gemetaran dan takut.

"Aku bilang pecat dia, atau …"

"Atau apa!?"


"Tadaima~"

"Okaeri!" ucap Urahara dan Rukia dari dalam bebarengan.

Ichigo bergegas melepas alas kakinya dan segera menyusul kedua orang itu didalam.

Mereka berdua duduk manis di meja makan. Banyak piring dengan hidangan berbau sedap di sekitar meja bundar itu. Ichigo duduk di hadapan Rukia.

"Kami memasak menu special hari ini!" ucap Urahara dengan wajah semringah menyambut kedatangan keponakannya itu. Rukia menyodorkan hidangan yang ia masak dengan Urahara dihadapan pria itu.

"Sosis?"

"Ya, menu special hari ini. SO-SIS!"

"Semuanya … sosis?"

"Yup!" pekik Urahara dan Rukia bersamaan.

"Ada sosis bakar, sosis goreng, sosis asam manis dan hotdog!"

Ichigo jadi merinding. Karena ia ingat, masakan Urahara yang sangat parah. Bahkan pernah membuat perut pria ini sakit selama seminggu dan diare hebat selama 5 hari.

Dan lagi, masakan Urahara kali ini di kolaborasikan Rukia yang masakannya juga sangat parah. Jangan-jangan kali ini ia akan ….

BRAKKKK

"RUKIA-CHAN!"

Mereka bertiga menoleh ke arah sumber suara. Mata Ichigo membulat sempurna dengan siapa yang ia lihat.

"ICHIGO KUROSAKI!?" pekik Tatsuki dan Renji dari ambang pintu. Rukia bergegas menyusul kedua orang yang berisik itu. Dan membawakan barang bawaan mereka.

"Apa yang kau lakukan disini ha!?" teriak Renji sembari menunjuk-nunjuk Ichigo yang masih duduk manis di meja makan. Ichigo berusaha berpikir, bagaimana ia akan menjawabnya.

"Emmm … makan sesuatu?" jawab Ichigo datar.

"Ma-Makan sesuatu!? Dengan Rukia-chanku!? Kalian dinner?" pekik Renji lagi. Kini Tatsuki harus menyumbat telinganya dalam-dalam.

"Tidak juga"

"D-D-Dan, siapa itu!? Lelaki tua berambut putih dengan baju tradisional Jepang belang-belang hijau!? Rukia, jangan bilang kau doyan dengan paman-paman tua itu"

DUAGH

Rukia memukul kepala Renji sampai benjol beberapa tingkat. Pria itu merintih kesakitan.

"Dia itu pamannya Ichigo!" jawab Rukia.

"Ta-ta-tapi"

"Sudah-sudah, aku sudah membuatkan makanan untuk kita semua"

"Ma-makanan!? Kau!?" tanya Tatsuki dan Renji bersamaan. Kedua orang itu juga tahu seberapa buruknya makanan gadis ini. Tak jarang mereka sering membawa obat sakit perut kalau makan masakan gadis ini. Tapi hari ini mereka tidak membawa obat itu. Apa mereka akan sekarat?.

Bulu kuduk mereka berdiri.

"Karena itu aku ingin beli minuman dulu, ayo Renji. Kau ikut denganku!" Rukia menarik tangan pria itu agar segera bergegas pergi ke minimarket terdekat.

"Aku?"

"Tatsuki-chan tunggu disini sebentar ya, Tee-hee" jawab Rukia.


Sesungguhnya Tatsuki tahu motif dibalik ini semua. Ia ditinggal dengan 2 pria ini. Rukia sudah menceritakan semua yang terjadi dengan Ichigo padanya. Walaupun mereka tidak tahu kenapa Ichigo dan pamannya bisa digusur pergi dari rumah mereka.

Yang Tatsuki tahu, mereka belum punya tempat tinggal dan kini menumpang di apartemen Rukia. Yang sebenarnya tempat basecamp bagi Renji, Tatsuki dan Rukia biasa berkumpul.

Tapi gadis berambut sebahu itu telah menjebak Tatsuki dengan sengaja mengundangnya lalu meninggalkannya bersama dua orang pria ini.

Karena mereka juga mengenal satu sama lain. Cuma sudah beberapa tahun mereka tidak pernah saling bicara. Suasana menjadi canggung sekarang.

Wuing wuing wuing

Hanya terdengar nyamuk-nyamuk yang lalu lalang didepan mereka. Makanan berbahaya itupun belum tersentuh sama sekali. Mereka bertiga saling menunduk menyembunyikan wajah masing-masing.

Beberapa saat kemudian Urahara benar-benar tidak tahan dengan suasana ini. "A-aku ingin ke toilet" ucap Urahara berlalu pergi.

Sekarang tinggal Ichigo dan Tatsuki. Tinggal mereka berdua sendirian.

Perlahan Tatsuki mulai angkat bicara. "Kau … masih ingat padaku?" tanyanya.

"…"

"Kau tidak ingat, Ichigo?"

"Kau …. Tatsuki …. Kan?" Ichigo mulai berani mengangkat wajahnya.

"Aku kira …. Kau sudah lupa"

"Kenapa aku bisa lupa? Kau gadis dari klub Karate itu kan?"

"Hanya gadis dari klub Karate?"

"Y-Ya"

BRAKKKK

Tatsuki berdiri lalu menggebrak meja kuat-kuat. Sontak Ichigo kaget. Mereka saling bertatapan. Tatsuki memberi tatapan tajam pada pria itu. Seakan ia menyimpan kekesalan yang teramat dalam. Yang membuatnya tidak tahan lagi untuk menumpuk rasa kesal itu.

"SEBENARNYA KAU ITU SIAPA!?" teriak Tatsuki.

"Apa maksudmu?" Ichigo balik bertanya.

SRETTT

Tatsuki mengangkat kerah baju Ichigo. Gadis itu mengepalkan tangannya kuat-kuat.

PLAKKK

Pipi Ichigo memerah membekas telapak tangan Tatsuki yang berhasil menamparnya.

"Kau bukan Ichigo yang ku kenal"

Mulut Tatsuki bergetar. Perlahan air mata keluar dari membasahi kedua pipi gadis ini.

"Ichigo yang dulu. Dia selalu tersenyum dan ramah pada setiap orang! Walaupun dia anak yang cengeng sebenarnya ia punya hati yang kuat. Walau ia selalu sendirian tapi ia selalu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dan kembali ceria seperti sebelumnya!"

"T-Tatsuki …"

"Tapi Ichigo yang sekarang? Dia selalu murung. Tidak pernah tersenyum. Ia seakan hidup sendiri di dunia ini. Dia selalu terlihat menyedihkan, duduk dipojokan dan selalu memasang wajah yang sama. Datar!"

"Tatsuki!" pekik Ichigo.

"Jika ditanya orang hanya menjawab seadanya dan sok cuek pada semua orang. Sebenarnya kau kesepian kan!? Hidupmu sangat menggelikan, Ichigo Kurosaki!"

"….."

"Kau tiba-tiba pindah ke Korea tanpa mengabariku. Bukankah kita itu teman!? Atau hanya sekedar kenalan? Dan beberapa tahun kemudian kau balik lagi ke Jepang dan kau berubah menjadi seperti ini! Kau melewatiku begitu saja, seakan kita tidak pernah kenal"

"KAU TIDAK MENGERTI APA-APA! TATSUKI"

"Kalau begitu buat aku mengerti Ichigo! Ceritakan semuanya pada temanmu ini! Agar kau tidak menanggung beban berat itu sendirian! Bukankah seorang teman akan selalu menghibur temannya yang bersedih?"

"Apa kau masih ingat saat pertama kali kita bertemu, Ichigo?" lanjut Tatsuki.

FLASHBACK

Dia. Laki-laki kecil berambut orange itu adalah teman satu klub karate denganku. Dia anak yang cengeng. Tapi ia kembali ceria ketika Ibunya sudah menjemputnya dan mengajaknya pulang. Aku sangat benci ekspresi anak aneh itu.

Aku dengar namanya Ichigo Kurosaki. Dia baru pindah dari Korea kemarin.

Tapi beberapa hari ini ia pulang sendirian. Katanya Ibu dan ayahnya kerja di luar kota akhir-akhir ini. Iseng-iseng aku membuntutinya. Aku hanya penasaran. Itu saja.

Dia terus berjalan menyusuri jalan setapak itu. Tapi ia berhenti disebuah jembatan. Lalu ia duduk di tepi jembatan itu.

Kalau ada mobil lewat, ia selalu menoleh ke arahnya. Aku heran, apa dia berusaha menghitung mobil-mobil lewat itu atau dia tidak pernah melihat yang namanya 'mobil' sebelumnya.

Aku terus memantaunya dari jauh.

BRUSHHH

Tiba-tiba hujan deras mengguyur kawasan kami. Aku langsung memekarkan payung milikku yang sengaja aku simpan dalam tas untuk jaga-jaga. Tapi tidak dengan bocah laki-laki itu.

Ia basah kuyup. Dan ia terus duduk diam disana menyaksikan mobil-mobil yang lewat.

Dia itu bodoh atau idiot sih!?.

Aku terus memantaunya tapi tak ada pergerakkan sama sekali. Aku jadi sebal. Lalu aku menghampirinya.

"Yo! Baka!" ucapku pada Ichigo. Dia berdiri.

"A-Aku?"

"Ya! Kau bodoh. Kau tidak lihat ini hujan deras? Cepat pulang!" suruhku padanya.

Ia menggelengkan kepala dengan cepat."Aku menunggu mobil ayahku"

Jadi dia menunggu mobil ayahnya? Tapi kenapa tidak ditunggu dirumah saja?.

"Kau kan bisa menunggunya dirumah tanpa harus hujan-hujanan seperti ini"

"Kalau mobilnya sudah pulang aku baru akan pulang"

"Kenapa?"

"Karena berarti dia sudah dirumah sebelum aku. Dan aku sengaja hujan-hujanan seperti ini, aku ingin dia mengeringkan rambutku dengan handuk dan memilih baju yang pas untukku saat ganti baju"

"A-apa?"

"Ayahku jarang memperhatikanku. Jadi, aku mencari perhatiannya dengan cara seperti ini"

"Tapi kalau begini terus kau bisa sakit!"

"Aku malah senang. Dengan begitu ia akan membelikan apapun yang ku mau dan menyuapi ku saat ia pulang"

"Tapi …."

"Saat ayah memperhatikan keadaanku, itu sudah cukup bagiku. Dan itu membuatku senang"

"Nama!"

"A-apa?"

"Namamu!"

"Ichigo Kurosaki"

"Panggil aku, Tatsuki. Mari kita berteman!"

"Ah? H-Hai'! Yoroshiku onegaishimasu!"

Lalu kami berjabat tangan.

FLASHBACK END

Ichigo menundukkan kepalanya."Gomenasai"

Tatsuki menyeka air matanya. Melepaskan kerah Ichigo perlahan. Lalu ia duduk kembali.

"Aku … hanya sedang banyak masalah. Dan aku tidak bermaksud menghindarimu"

"Bukankah kita ini teman ha!? Seorang teman takkan membiarkan temannya menanggung beban sendirian. Ingat itu!"

"W-Wakatta"

"…"

"Y-Yo! Tatsuki. O-Ogenki desu ka?" tanya Ichigo sembari berusaha memasang senyum.

"Ha? Apa kau bodoh!?"

"Y-Ya, aku ingin memperbaiki hubungan kita. Dari awal" ucap Ichigo sembari menggaruk belakang kepalanya.

Tatsuki langsung menjitak kepalanya. BLETAK!

"S-Sakit" keluh Ichigo sambil mengelus-elus kepalanya yang nyut-nyutan karena kepalan tangan gadis ini. Dia gadis dari klub karate yang tidak berubah sama sekali.

Ichigo menyodorkan sapu tangannya pada Tatsuki. "Nih"

"Apa?"

"Pakai ini. Kau terlihat menyedihkan"

"Tidak perlu"

"Bukankah …. Kita ini teman, Tatsuki?"

"Ichigo baka!"

Mereka tertawa bersama. Mengembalikan keceriaan masa lalu dengan cara berbeda. That's friendship.


"K-KAU!?"

"Sudah lama tidak bertemu. Yoruichi-san"

TBC

Arigatou gozaimasu sudah membaca sampai chapter ini!

ichigo

Wih, sampai segitunya? terimakasih karena sudah terbawa suasana T^T

virgo24

Wkwk, yokai! :D

Rinda Kuchiki

Hehe, akan saya usahakan ^^

Rini desu

Yey! Semoga chapter selanjutnya tambah seru lagi :D

dindachan06

Ini udah chapter berikutnya, senpai ^^. Silahkan dibaca :D

Saya tunggu REVIEW kalian semuaaaa! :D