"Hei, ini sudah malam, Baby. Kau bisa sakit jika terus disini…"

Siwon tiba-tiba merangkul Kyuhyun dari belakang. Memeluk perut istrinya yang membuncit. Dia tersenyum mengelus calon aegya mereka yang sudah berusia enam bulan. Mereka berada di balkon kamar.

Sekarang mereka berdua sudah membeli sebuah rumah yang tidak terlalu mewah di kawasan Gwangju. Karena pastinya rumah itu akan jarang ditempati. Siwon maupun Kyuhyun sudah terlanjur betah di Hokkaido.

"Ehm… Wonnieh…"

"Wae?"

"Aku… lapar…" Kyuhyun berbalik. Sambil mengerucutkan bibirnya. Dengan cepat Siwon mengecup bibir itu.

"Kenapa tidak meminta Song Ahjumma memasak sesuatu?"

Kyuhyun menggeleng kecil. "Ani~ Aku ingin kau yang masak…"

Siwon mencubit pelan hidung mancung istrinya. "Yang ingin kau atau uri aegya, Baby?"

Kyuhyun semakin memajukan bibirnya, ditambah mengembungkan pipi bulatnya.

Siwon mengeratkan pelukannya. "Jika kau berekspresi seperti itu, justru membuatku benar-benar 'lapar'…".

Sontak mata Kyuhyun terpejam saat merasakan nafas hangat disekitar telinganya. Apalagi suara Siwon terdengar berat, jujur saja, hal itu membuatnya sedikit terangsang.

Siwon sempat tersenyum saat merasakan remasan pada punggungnya. Dengan mudah, dia mengangkat tubuh istrinya. "Kau tahu, Baby, makanan akan terasa semakin lezat saat kita benar-benar lapar…"

Sampai di ranjang king size mereka, Siwon perlahan membaringkan tubuh istrinya. Senyuman berganti dengan seringaian saat mata Kyuhyun menatapnya sayu. "Keberatan jika kita 'berolah raga' sebentar?"

Kyuhyun tahu Siwon tidak butuh jawaban berupa kata-kata. Dia segera menarik tengkuk suaminya, melumat bibir yang terus menggodanya.

Dalam ciumannya, Siwon tersenyum. Kyuhyun mudah sekali terangsang, eh?

Dengan semua kelembutan, Siwon dan Kyuhyun saling bergumul mesra. Menyesap rasa manis bersama.

Bahkan pemandangan erotis itu terlihat begitu indah jika semuanya berlandaskan cinta.

Bahkan erang kenikmatan terdengar begitu merdu malam itu.

Tanpa tahu, hari ini tidak pernah sama dengan hari esok

::: WonKyu – Haru Haru :::…

::: Sequel of Gyeoul :::…

Kyuhyun berjalan di koridor kantor dengan senyum tipis. Terkadang dia mengangguk kecil saat beberapa bawahan suaminya menegur.

Sudah sebulan dia dan Siwon di Korea dan itu juga membuatnya beradaptasi dengan para karyawan dikantor suaminya.

Dia akhirnya sampai di tempat tujuannya. Kyuhyun menghampiri meja yang terdapat seorang wanita berambut hitam sebahu menggenakan setelan baju berwarna merah muda.

"Annyeong, Suyoung-sshi. Apa Wonnie ada di dalam?"

Wanita yang sedang memeriksa beberapa lembar kertas itu mendongak lalu tersenyum ramah ketika melihat istri atasannya menyapa. Dia mengangguk hormat. "Sajangnim sedang menemui beberapa pemegang saham. Duduklah, kau pasti lelah…"

Kyuhyun menghampiri Park Suyoung, sekertaris suaminya, lalu duduk di kursi sebelahnya. Beberapa kali bertemu membuat keduanya lumayan akrab. Terlebih, Suyoung senang menggoda lelaki yang sedang hamil diusia muda itu

Sungguh menggemaskan ketika Kyuhyun akan selalu menunduk dengan rona di pipinya jika disinggung tentang Siwon.

"Bagaimana uri aegya hari ini?" wanita berusia 35 tahun itu mengelus pelan perut Kyuhyun yang sudah memasuki bulan ketujuh. "Kalian pasti menjaganya dengan sangat baik, ne?"

Kyuhyun mengangguk.

Suyoung kembali mengerjakan tugasnya. "Apa kalian sudah memeriksa gender bayinya?"

"Sudah. Dia yeoja…"

"Omoo~ dia pasti akan menjadi gadis yang manis. Seperti Umma-nya…" Suyoung tertawa ringan ketika melihat Kyuhyun menunduk malu.

"Sudah menyiapkan namanya?"

Kyuhyun menggeleng dengan kepala yang masih tertunduk. "Kami ingin memberinya ketika ia sudah lahir… Wonnie bilang itu akan menjadi kejutan untuk uri aegya."

"Tapi setidaknya kalian bisa memikirkan beberapa nama, ne."

"Annyeong…"

Seorang pria manis menginterupsi keduanya.

"Ye?"

"Apa Siwon ada diruangannya?"

Alis Kyuhyun mengkerut saat menyadari nada ganjil yang keluar dari pria itu.

"Choi Sajangnim sedang rapat. Apa anda sudah membuat janji terlebih dahulu?"

Bibir indah itu tersenyum manis. "Aku bahkan sudah membuat janji dengannya sejak lama."

Selesai pria manis itu menjawab, Suyoung melihat atasannya berjalan mendekat.

Kyuhyun segera berdiri. Maksud kedatangannya kekantor Siwon sebenarnya ingin meminta Siwon untuk menemaninya ke taman bermain. Entah kenapa tiba-tiba dia ingin naik bianglala atau komidi putar.

Pria manis itu menoleh dan tersenyum sumringah ketika mata rubahnya menangkap sosok Siwon. Dia segera berlari dan memeluk Siwon, membuat beberapa berkas ditangannya jatuh berserakan.

"Wonnie, jeongmal bogoshippoyo~"

Kyuhyun langsung memalingkan wajahnya ketika melihat pria itu memagut bibir Siwon.

Pria tampan yang sedari tadi membeku karena mendapat serangan mendadak akhirnya sadar ketika matanya melihat istrinya berada disitu.

Siwon segera melepas ciuman pria manis itu, lalu mengelap bibirnya yang basah. Menatap tidak percaya sosok yang baru saja memeluk dan menciumnya.

"Su-Sungmin?"

Pria yang di panggil 'Sungmin' itu kembali memeluk erat Siwon. "Aku sudah pulang, Wonnie…" ucapnya lembut.

"M-Min…" Siwon melepas pelukan Sungmin.

Sedangkan pria berbibir shape- M itu menatap heran Siwon.

"A-aku sudah menikah…"

Mata rubah itu membulat. "Mwo?"

Siwon menghampiri Kyuhyun yang terus menunduk. Dia tersenyum sembari memeluk pinggang sang istri. "Bahkan sebentar lagi kami akan memiliki bayi. Kyu, dia Lee Sungmin, putra Lee Ahjussi yang pernah menghadiri pernikahan kita."

Kyuhyun mengangkat kepalanya, ia tersenyum tipis, lalu membungkukkan tubuhnya. "Choi Kyuhyun imnida."

Sungmin tertawa kecil, mata rubahnya menatap rendah Kyuhyun. "Apa kau sedang mengajakku bercanda, Wonnie? Kau bahkan sudah membawa lelaki yang sedang hamil untuk menipuku…"

.

.

.

"Hyungie~" bocah tampan yang baru berusia lima tahun itu langsung memeluk Kyuhyun saat itu sedang duduk dikursi taman, menunggu Jaejoong menjemput putranya yang berada di TK.

Kyuhyun berjongkok, memeluk bocah yang dengan erat memeluknya.

"Kau bisa menyakiti uri aegya, Yunjoongie…" ucap Jaejoong.

Yunjoong segera melepas pelukannya. "Ups, mianhae, Hyung…"

Kyuhyun tersenyum, mengusap lembut rambut Yunjoong.

"Bukankah kau bilang ingin ketaman bermain bersama Siwon, Kyu?" Jaejoong melepas kacamata hitamnya dan mendekati Kyuhyun yang duduk di kursi taman kediaman Jung.

Lelaki berambut ikal itu hanya tersenyum hambar, "Wonnie sepertinya sedang sibuk, Hyung…". Dia lebih memilih kerumah Jung dengan taxi setelah Sungmin mengatakan hal yang menyakitkan padanya.

Jaejoong menyuruh putranya mengganti seragam TK-nya. Dia sendiri langsung kedapur diikuti Kyuhyun yang terus menundukkan kepalanya sambil meremas jemari tangannya. Rasa nyeri itu masih betah memenuhi hatinya.

"H-hyung…"

"Ne?" Jaejoong mulai mengeluarkan satu set perlengkapan minum teh dari lemari kaca.

"A-apa… kau mengenal… Lee Sungmin?"

Gerakan tangan Jaejoong terhenti. Dia langsung memandang Kyuhyun.

"Lee… Sung-Min?" Tanya Jaejoong. Hanya sekedar memastikan orang yang Kyuhyun maksud. Berharap salah. "Kau bertemu dengannnya?"

Kyuhyun mengangguk ringan.

"Aish! Apa yang dilakukan dia disini?!"

"Kau… mengenalnya?"

Sejenak Jaejoong menghela ringan. Dia menuangkan teh kedalam cangkir keramik. "Dia mantan kekasih Siwon."

Kyuhyun langsung menatap Jaejoong yang meletakkan cangkir di depannya. Dadanya mulai sesak dan tenggorokannya terasa sakit. "Man…tan kekasih?"

"Ne. Mantan. Mereka berpisah cukup lama. Lebih tepatnya Sungmin pergi tiba-tiba. Dia menghilang. Tidak ada kabar apapun darinya. Padahal saat itu Siwon merasa benar-benar terikat olehnya. Yah… sejak awal aku sudah tahu kalau dia bukan yang terbaik untuk Siwon."

Kyuhyun menunduk. Dia hanya memandang cangkir tehnya yang masih penuh.

Jaejoong mengusap pipi Kyuhyun yang sudah basah. Orang yang sedang hamil memang sangat sensitive. Kemudian tersenyum lembut.

"Kau tak perlu khawatir. Siwon mencintaimu, Kyu. Kau yang terbaik untuknya. Apapun yang terjadi, kau harus mempercayai Siwon. Arraseo?"

Kyuhyun hanya bisa diam. Berharap air yang membasahi pipinya mampu mengurangi ngilu di hatinya.

Dia mencintai Siwon.

Dia akan selalu mempercayai pria yang menjadi suaminya.

Namun satu pertanyaan mulai terlintas dihatinya.

Sampai kapan rasa percaya itu mampu bertahan?

.

.

.