BukBer Kisedai Chapter 2

.

.

By dee-mocchan (MocchanTheZombie) dan wenphantom14 (kayanya itu nama pennya)

.

.

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki-sensei.

Warning: BL, banyak typo(s), bahasa nggak baku, mungkin OOC.

Characters: Akashi Seijuurou, Aomine Daiki, Kise Ryouta, Kuroko Tetsuya, Midorima Shintarou, Murasakibara Atsushi.

Pairs: senemunya pembaca...

Rate: T


Setelah keributan besar di stasiun Kyoto yang diakibatkan para makhluk-makhluk berlabel Kisedai beberapa saat lalu, seorang petugas stasiun dengan tekad kuat menghampiri mereka dan berhasil meyuruh mereka pergi dari sana. Tetapi sebelum pergi tiba-tiba...

"Tunggu dulu. Peciku kemana?!" Teriak Akashi berhenti berjalan sambil meraba-raba kepalanya yang terasa lebih enteng.

"Hah? Jatoh kali pas lu beraksi tadi..." Jawab Aomine ngasal sambil ngupil.

"Hmph, bisa jadi-nodayo," timpal Midorima.

"Argh! Pokoknya gue gak mau pulang sampe itu peci sakti gue ketemu!" Akashi masih teriak-teriak gaje kayak bocah yang mainannya ngilang.

'Nyusahin banget nih orang sialan...' Pikir anggota Kisedai hijau, biru, ungu, kuning dan baby blue yang di omelin Akashi.

Akhirnya daripada si emperor merah kita yang satu ini ngamuk lagi, dengan enggan sekelompok cowok pelangi tersebut mencarikan 'peci sakti' milik Akashi.

"Akashi-kun! Itu!" Kuroko yang dari tadi diam membisu tiba-tiba teriak sambil nunjuk-nunjuk ke arah rel kereta tidak jauh dari hadapan mereka.

"Aaahh! Pecikuuu!" Jerit Akashi ikutan nunjuk ke arah pecinya berada. Tergeletak tak berdaya di tengah rel kereta. Sirine tanda kereta lain akan tiba pun berdentang. Tanpa pikir panjang Akashi berniat lompat menyelamatkan pecinya yang tidak berdosa itu sebelum terlindas oleh kereta.

"Akashicchi jangan! Bahaya-ssu!" Kise menghentikan langkah Akashi yang udah siap terjun bebas ke rel yang kemudian di ikuti kereta lewat dengan kecepatan tinggi.

Setelahnya adegan sinetron tidak terduga tadi berlalu begitu saja. Seluruh anggota kisedai menghela napas lega. Kecuali Akashi yang masih bergumam tidak jelas. Samar-samar sih terdengar 'my lovely peci' dari mulutnya. Ternyata lepas dari gunting ajaibnya, Akashi yang merasa ada sesuatu yang hilang menjadikan peci sebagai benda keramatnya yang baru.

"Hampir saja-ssu," Kise menghela napas lega entah untuk ke yang berapa kalinya hari itu.

"Hmph, ayo cepat kita pergi dari sini, di liatin orang-orang tau. Malu-nodayo," ujar Midorima membenarkan letak kacamatanya. Kayaknya Midorima perlu me-lem-biru kacamatanya deh... Melorot mulu udah kayak tali k*l*r aja...

Kise segera melepaskan Akashi yang masih nge-down tadi. Tidak lama Akashi ikut bangkit, membersihkan baju koko merahnya yang kotor. Tanpa berbicara si raja sakti dari neraka itu berjalan mendahului bocah-bocah dedemit di belakangnya. Karena petugas yang ngusir mereka balik lagi, geng pelangi pun mempercepat langkah mereka.

Untung saja, saat petugas ehemm-mengusir-ehem mereka, sang emperor sudah menurunkan level emosinya jadi sang petugas stasiun bisa selamat dari kematian dadakannya.

Begitu keluar stasiun, mobil Ikari-san telah dengan setia menunggu. Padahal seharusnya, perjalanan dari rumah Akashi ke stasiun bakal makan waktu 30 menit dengan mobil, tapi baru beberapa menit yang lalu Akashi menelpon, Ikari telah siap sedia di depan stasiun sekarang. Entah dia kemari dengan kecepatan berapa km per jam.

"Cepat masuk!" perintah Akashi yang diikuti oleh mantan anak buahnya. Dalam perjalanan selama 30 menit itu, mahkluk-makhluk pelangi itu mulai sibuk lagi dengan kegiatannya sendiri-sendiri. Midorima asyik memejamkan matanya, tidur ayam sambil mendekap tongkat jemurannya seperti guling.

Kise sibuk memandang ke luar mobil. Ia membuka kaca mobilnya lalu menaruh kepalanya di pintu mobil. Angin menerpa wajahnya dan menggoyangkan rambutnya. Senyumnya terkembang di wajah manisnya. Aah, Kise merasa sedang shooting PV sekarang.

Di samping Kise, Kuroko duduk tanpa suara. Ia kembali sibuk dengan novel Supernaturalnya dan tak memedulikan sekitarnya, termasuk mengacuhkan Aomine yang duduk di sebelahnya yang sedang membuka majalah mai-chan yang dikamuflase dengan cover buku biologi. Ckckck.. Ahomine, inget ini puasa. Bisa-bisa puasamu batal loh!

Lalu tamu terakhir Akashi, si Murasakibara duduk dengan tenang (baca : bobok manis) di samping Aomine. Ia tengah memimpikan kudapan-kudapan yang udah disiapkan Akashi untuk buka puasa nanti. Ah, lihat... Ilernya sudah mulai menetes...

"Cepat keluar!" sekali lagi Akashi memerintahkan para tamunya untuk keluar dari mobil hitam mewahnya. Ah, ternyata 30 menit telah berlalu dan Ikari-san berhasil dengan selamat sentausa, damai dan bahagia mengantarkan rakyat Kisedai ke depan pintu gerbang rumah Akashi.

Ekspresi pertama yang terlihat dari wajah para anggota Kiseda—minus Akashi karena dia yang punya rumah, dan Murasakibara karena dia masih setengah sadar—adalah mata membelalak keluar, mulut terbuka lebar, hidung mereka kembang kempis nggak teratur, dll etc. Oke, ini kedua kalinya mereka syok dengan wajah lebay hari ini. Mau tahu kali ini mereka syok karena apa?

Yaah, sebenarnya mereka cuma kaget ngelihat rumah Akashi yang termasuk kategori rumah tradisional Jepang itu, sih. Di hadapan mereka sekarang, ada sebuah gerbang besar yang kalau ada dua mobil yang melewati gerbang itu secara bersamaan pun, masih muat.

Di samping kanan dan kiri gerbang, papan-papan kayu tinggi berjajar rapi membentuk pagar yang sejauh mata memandang, tidak diketahui dimana pagar itu berbelok. Lalu, bisa dilihat dari dapan gerbang, jarak antara gerbang dengan pintu masuk rumah utama ada sekitar 200 meter.

Dan dari tempat itu pula, bisa dilihat besarnya pintu utama yang memiliki pintu ke arah kanan dan kirinya yang langsung menyambung dengan rokka.

"Ngapain kalian bengong, cepat masuk!" sang emperor mengulangi perintahnya. Ia berjalan duluan sedang mantan anggotanya itu menguntil di belakang.

Ketika hampir sampai di depan pintu masuk, Akashi menghentikan langkahnya. Makhluk-makhluk pelangi yang dari tadi mengekornya pun ikut berhenti. Takut kalau nanti jalan terus, terus nanti nabrak Akashi, nanti malah Akashinya berubah jadi saint saiya lagi.

"Lepas baju kalian!" perintah Akashi tanpa menoleh.

"Hieeeeeeeee!" anak-anak kisedai kompak menjawab.

"Buka pakaian kalian dalam 5 detik, atau akan ada yang terluka setelah ini!"

Oke, itu sudah menjadi pertanda bagi mereka untuk segera menurutinya. Aomine, Kise, Midorima, Murasakibara, bahkan Kuroko mulai melucuti pakaiannya. Yang tersisa hanya sebuah pantsu yang kalian tahu pasti itu untuk menutupi apa.

"Dari sini kalian pasti tahu apa yang harus kalian lakukan," ujar Akashi masih tanpa menoleh. Malahan, dia mulai melangkah lagi menuju rumahnya meninggalkan anak-anaknya(?) di belakang. Oh, tidak lupa, ia ambil baju-baju yang baru saja mereka lepaskan.

"Masaka ano kakkou!?" Kise mulai menebak apa yang diinginkan Akashi. Berharap apa yang ada dipikirannya salah. Tapi, jika itu tidak untuk digunakan, untuk apa Akashicchi sampai mengirimnya?!

"Memang apalagi kalau bukan itu," tukas Aomine kesal. Sepertinya dia juga memikirkan hal yang sama dengan Kise.

"Boku wa dame desu," tolak Kuroko dengan wajah tanpa dosanya

"Dan kau akan mati, Kuroko," kali ini Midorima yang membuka suara.

"Aaah, akhirnya aku bisa pake sarung bikinannya mama," sepertinya hanya Murasakibara Atsushi yang berbahagia.

Akhirnya, dengan memendam perasaan masing-masing, mereka mulai mengobrak-abrik isi tas mereka dan menemukan barang-barang yang dikirimkan Akashi beberapa waktu lalu. Dengan perasaan berkecamuk antara tidak ingin memakai tapi juga tidak ingin mati muda, mereka pum mulai memasang baju itu ke tubuh mereka.

Mau tahu keadaan mereka dan baju seperti apa yang mereka pakai?

Well, sebenarnya pakaian yang mereka pakai alias pakaian yang dikirim Akashi, tidak lain dan tidak bukan adalah seperangkat baju koko lengkap dengan sarung, peci serta tasbih. Ah, jangan lupakan sandal jepit seharga sepuluh ribuan yang baru saja mereka keluarkan dari plastiknya itu. Walaupun nantinya sandal jepit itu harus dilepas kalau mereka masuk ke rumah Akashi, setidaknya seperangkat barang yang dikirim sang mantan Kapten pada mereka sudah mereka pakai semua. Dan dengan begitu, dewa kematian pun akan sedikit menjauh dari mereka.

"Apa dengan begini kita sudah bisa masuk?" Kise berucap lemah. Ah, rasanya dia malaaaaaassssss sekali memakai baju itu. Tapi daripada dia mati duluan sebelum mendapat ciuman pertama Aomine? #eh

"Yeeeeiiii... sarung bikinan mama," Murasakibara mengelus-elus sarung motif Maiubou- jenis cemilan favorit Murasakibara- bikinan mamanya.

"Lumayan juga bajunya. Dengan baju kayak gini, gue bisa ngumpetin beberapa majalah mai-chan di balik baju muehehehehe," Aomine merasa senang juga pakai baju begitu. "Ternyata Kapten iblis itu bisa baik hati juga."

"Ayo masuk-nodayo!" ajak si hijau sambil mulai melangkah maju. Yang lain mengikuti di belakangnya.

"Midorima-kun seperti bapak-bapak buta yang jalannya pake tongkat," komentar pertama yang dicetuskan Kuroko berhasil membuat empat lelaki yang berjalan mendahuluinya berhenti. Mereka berbalik menghadap Kuroko.

"Apa katamu-nanodayo?" protes keluar dari orang yang dikomentari.

"Memang mirip, kok," Kuroko mempertahankan pendapatnya(?) dengan tampang tanpa dosa. Murasakibara, Kise, dan Aomine pun mulai memperhatikan Midorima dengan pandangan menelisik. Terus dan terus memperhatikannya. Mengamati si cowok penggila ramalan itu dari ujung kakinya yang memakai sandal jepit warna hijau sampai ujung kepalanya yang juga dihiasi daun warna hijau—eh, salah, rambut warna hijau maksudnya.

"Pfffffttttt!" tahan tawa pun terjadi pada pasangan AoKise.

"Ternyata memang mirip," Murasakibara menyetujui pendapat Kuroko. "Tapi ada yang kurang..." lanjutnya.

"A-Aku.. hahaha.. tahu.. hehehe.. apa... hihihi.. yang... hohoho.. kurang... huhuhu... ssu," kata Kise di sela-sela tawa anehnya. Empat makhluk lain kini berbalik menghadapnya. Kise lalu membuka kembali tasnya. Mengobrak-abrik isi tas yang sebenarnya cuma berisi selembar kertas, sebuah bolpoin dan seperangkat alat make up lengkap beserta kacanya.

"Ah, ini dia!" Kise menemukan apa yang ia cari, sebuah barang lain yang tidak disebutkan di atas. Kise lalu memberikan barang itu pada Midorima.

"Oh, benar juga, kalau pakai ini..." Aomine mulai ikut mengutarakan pendapat. Ragu-ragu, Midorima menerima benda itu lalu memakainya.

"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA" tawa Kise dan Aomine langsung meledak. Kenapa dari tadi cuma AoKise yang ngakak sih? Alasannya, sama kayak di chapter sebelumnya, Murasakibara dan Kuroko kan gak punya sarap humor. Sedang Midorima sendiri nggak akan ngakak karena selain nggak punya sarap humor, dialah yang sedang jadi korban melawak di sini.

Oke, balik ke cerita...

"Mirip sekali, Mido-chin," Murasakibara semakin memperkuat pendapatnya setelah Midorima menerima benda yang tidak lain adalah kacamata hitam dari Kise.

"Benar, kan? Midorima-kun memang mirip sekali dengan bapak-bapak buta yang jalannya pake tongkat," Kuroko pun tak mau kalah untuk lebih mempertegas opininya.

"Apa maksud—"

"Apa yang kalian lakukan, HAH?!" protes Midorima terpotong suara yang berasal dari pintu masuk. Mereka yang mendengar suara itu kompak menoleh dan mendapati sosok serius Akashi di sana. Eh, tunggu dulu. Sepertinya ada yang salah dengan si merah saat ini. Lihat, kedua alisnya bergerak-gerak gelisah, mata kanannya kedutan. Sebelah tangannya juga terangakat untuk menutupi mulutnya. Akashi apa yang terjadi denganmu?

"HUAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA," ternyata dia cuma nahan tawa. Walau pada akhirnya tetap saja tawanya berkumandang(?).

Bila chapter sebelumnya diakhiri dengan Akashi yang sweetdrop gara-gara kelakuan mantan teammatenya, maka chapter ini diakhiri dengan anak-anak Kisedai yang sweatdrop gara-gara tawa OOC Akashi.

.

.

.

.

Eh?

Lho?

Bukan.. Bukan.. chapter ini belum selesai. Dasar ni author! Ckckck (readers : kan elonya sendiri yang nulis *ditimpuk)

Baiklah balik ke cerita lagi...

Setelah sepuluh menit kemudian seorang Akashi Seijuurou ketawa dengan OOC nya yang persis mak lampir itu, Akashi berdeham dan menyuruh antek-anteknya mengikuti dirinya. Oh kelupaan, Midorima udah ngelepas kacamata hitamnya Kise semenjak Akashi nggak berhenti ketawa tadi. Demi keselamatan warga dunia dari pengangnya suara ketawa mak lampir Akashi.

Para anak-anak kisedai pun terus membuntuti induk mereka masuk ke sarang(?) miliknya. Mereka terkagum-kagum melihat rumah tradisional Akashi yang tetap terlihat menawan walaupun sepi penghuni.

"Ah, selamat datang tuan muda dan teman-temannya..." Datanglah seorang pelayan berusia paruh baya dari kediaman Akashi yang memakai kimono sederhana menyambut sang tuan muda.

"Tadaima..." Ujar Akashi sambil melenggang pergi begitu saja.

"Okaerinasai, tuan muda..." Sapa perempuan itu sambil menunduk.

"Ah. Sebelum aku lupa, Yuri-san tolong antarkan orang-orang tidak berguna ini ke ruang tamu dulu. Aku ada urusan..." Akashi melanjutkan langkahnya tanpa menoleh balik ke arah anak-anak buah dan pelayannya itu.

"Mari silakan..." Ujar wanita bernama Yuri-san itu menggiring bol- anak-anak kisedai kita ke sebuah ruangan besar seluas stadion sepak bola. Segini aja di bilang ruang tamu sama Akashi, berapa hektar sih luas rumahnya?

"Mohon tunggu tuan muda sebentar. Dia sedang mengatur agenda untuk hari ini." Yuri-san lalu menunduk hormat yang di balas hormat pula oleh para kisedai dan ucapan terima kasih. Mereka pun segera duduk di lantai tatami ruang tamu si kapten Rakuzan itu.

"Waah, rumah Akashicchi luas banget-ssu," seru Kise terkagum-kagum. Matanya sampai berbinar-binar.

"Hmph. Nggak usah norak deh Kise," komentar Midorima yang duduk sambil melipat kedua tangannya di dada. Kuroko dan Murasakibara ngangguk-ngangguk setuju sama opini Midorima. Aomine tumben cuma diam sambil ngeliatin dekorasi sekitar sejauh matanya memandang.

KRAK

Semua menoleh kearah pintu geser yang dibuka. Si empunya hajat telah tiba lengkap dengan peci barunya dengan warna sama. Ketauan deh pasti belinya lusinan. Tanpa basa-basi Akashi langsung duduk di depan para kisedai yang duduk berjejeran berhadapan satu sama lain.

"Ini agenda kita hari ini. Shintarou tolong bacakan," Akashi menyodorkan selembar kertas berisi agenda kegiatan mereka.

Midorima yang menerima kertas itu membaca keseluruhan tulisan Akashi.

"Kegiatannya cuma dua-nanodayo," analisis Midorima.

"Itu kegiatan hanya untuk sampai berbukanya aja. Kalian akan menginap di rumahku sampai lebaran tiba. Aku sudah memberi tahu keluarga kalian, jangan khawatir." Terang Akashi dengan kalemnya sementara anggota Kisedai lainnya mulai harap-harap cemas mengenai rencana dadakan itu. Mau nolak pasti langsung di cincang sama Akashi. Yang ada mereka nanti jadi daging qurban lagi walaupun ini bukan lebaran haji.

'Ah kampreto nih si Akashi, gua kan mau nonton video Mai-chan yang baru! Susah payah gua nahan selama sebulan! Asem asem asem manis asin rame rasanya (?)' Batin Aomine menjerit.

'Padahal aku berniat ngajak Aominecchi jalan-jalan abis sholat Idul Fitri-ssu... Ahhh kusoo!' Kali ini pacarnya si preman pasar Aomine a.k.a Kise yang ngebatin.

'Aduh mampus dah gua kalo sampe lebaran di kandang buaya gini. Pasti sial, di jamin dah! Gimana gua bisa dapetin lucky item buat besok takbiran sama lebarannya coba?! Argh, kayak kutu nih si Akashi!' Rutuk Midorima dalam hati.

'Lebaran di rumah Aka-chin... Nggak bisa makan kue lebaran mama dong. Udah susah payah aku bantuin mama kupas kacang, nggak bisa aku makanin cemilannya... Aka-chin pendek-pendek kejam sekali,' isi pikiran Murasakibara tidak berubah. Masih seputar info makanan.

'Yah... Kalau lebaran di rumah Akashi aku nggak bisa dapet angpao lebaran nih. Kan lumayan buat beli novel baru,' pasrah sekali isi suara hatinya Kuroko.

Dari semua jeritan hati anak ayam kisedai cuman Kuroko yang berserah diri(?) sambil mendesah pelan. Alhasil mereka semua mengunci rapat-rapat mulut mereka, meskipun dalam hati mereka menyorakkan berbagai macam sumpah serapah ke Akashi.

Akashi yang melihat pemandangan suram dari antek-anteknya seolah bisa membaca pikiran mereka menyeringai senang. Dasar orang sarap emang.

"Jadi kegiatan hari ini ngapain aja-ssu?" Tanya Kise mulai penasaran nengok ke arah Midorima yang duduk di samping kanannya.

"Jam dua sampai jam empat siang kita tadarusan Al-Quran nanodayo. Terus jam empat sore hingga menjelang buka kita... LOMBA MEMASAK?!" Akhir kalimat Midorima nyaris teriak udah sampai muncrat-muncrat kena Kuroko yang duduk bersebrangan Midorima.

"Tetapi ada peraturannya. Yang pertama dari jangka waktu dua jam kita bertadarus minimal harus tiga juz tamat. Kurang dari itu akan mendapat hukuman sedap dariku," di jari tangan Akashi yang memegang tasbih sudah bergerak-gerak lihai seperti ada gunting tidak terlihat menempel disana.

"Lalu, untuk lomba memasaknya kita bagi per kelompok. Karena kita ada berenam satu regu ada dua orang. Siapa pasangan masak kita akan di tentukan lewat gambreng dan undian," terang Akashi serius sementara yang lainnya sibuk menyimak.

"Okeh nggak usah banyak omong lagi mending sekarang kita sholat dzuhur berjamaah, ayo gambreng buat nentuin siapa yang jadi imam," Akashi mengulurkan tangannya kedepan siap gambreng.

Anak-anak kisedai saling pandang sesaat sebelum akhirnya masing-masing dari mereka mengulurkan tangan mereka juga.

"Hompimpah alaium gambreng!" Kisedai berwarna-warni bersorak bersamaan.

Hasil pertama 3 putih dan 3 hitam.

"Hompimpah alaium gambreng!"

Hasil kedua 2 putih 4 hitam. Dua orang yang mengeluarkan putih adalah Murasakibara dan Kise.

"Hmph. Ryouta dan Atsushi yang suit di putaran terakhir," ujar Akashi sambil bertelak pinggang.

"SUIT!" Gajah ngalahin manusia. Satu untuk Kise.

"SUIT!" Dua-duanya manusia.

"SUIT!" Semut ngerubungin gajah. Satu untuk Murasakibara. Skor sementara 1-1.

"SUIT!" Manusia nginjek semut. Murasakibara yang menang saudara-saudara!

"Kalau gitu Atsushi jadi imam sholat dzuhur lalu Ryouta yang bagian ashar. Ayo kita ke mushola!" Perintah Akashi.

Rombongan pelangi Kisedai segera mengikuti si empunya rumah ke mushola. Mereka saling mengantri ber-wudhu dan berbaris dengan rapi menunggu Murasakibara. Tidak lama Murasakibara datang mereka pun sholat dengan khusyuk.

Setelah melakukan sholat dzuhur berjamaah, Akashi menyuruh Murasakibara dan Aomine mengikutinya, sementara yang tersisa di suruh balik ke ruang tamu super luas tadi.

Murasakibara dan Aomine lagi-lagi dikejutkan dengan sebuah tempat di rumah Akashi yang menyimpan banyak Al-Quran dalam jumlah banyak dan dengan ukuran yang bisa dibilang lebih besar dari biasanya.

"Bawa Al-Quran nya buat kita tadarusan." perintah Akashi

Tanpa banyak cing-cing Aomine dan Murasakibara langsung membopong Al-Quran tersebut sebanyak jumlah anggota kisedai termasuk Akashi.

Pintu ruang tamu Akashi terbuka, Akashi masuk pertama dan dilanjutkan oleh Murasakibara dan Aomine yang membawa Al-Quran super besar.

Si kepala kuning, baby blue, dan hijau mangap berjamaah liat ukuran Al-Quran yang Akashi miliki.

'Astagfirulloh, baru liat ada yg segede itu-ssu.' Gumam Kise dalam hati

'Ini rumah Akashi apa pesantren, buat tadarusan aja pakenya yang segede itu,' kata Midorima dalam hati.

'Seru kali yah kalo novel Supernatural segede itu, bisa dijadiin bantal buat tidur.' Kata hati Kuroko berbicara yang nggak nyambung sama sekali.

"Udah pada megang Al-Quran semua? Inget yah yang kurang dari 3 juz akan dapat hukuman. Tadarusan akan dimulai dari... Sekarang!" Ujar Akashi memberi aba-aba.

Setelah mendapatkan aba-aba dari Akashi para anggota kisedai minus Akashi langsung membuka Al-Quran nya dan baca secepat yang mereka bisa. Akashi juga tadarusan tapi dengan tempo yang lebih pelan dan lebih khusyuk. Saking khusyuk nya, Akashi tidak memperhatikan sekitarnya. Akashi tidak sadar bahwa sejak awal dia memberi aba-aba ada seseorang yang kerjaannya celingak celinguk bukannya tadarusan, sesuai dengan apa yang ia perintahkan.

Aomine Daiki yang sejak tadi kerjaannya cuma celingak celinguk nggak jelas. Dia mandek di surat pertama, ya al-fatihah. Ia melihat sekitarnya yang tadarusan dengan kecepatan tinggi karena targetnya adalah 3 juz. Lah si Aomine di surat al-fatihah aja udah mandek, sama persis dengan author yang mentok kena writer's block. Ada salah satu suara yang bikin bulu kuduknya merinding karena takjub mendengar indahnya suara itu. Suara tersebut berasal dari ehem pacaranya ehem siapa lagi kalo bukan Kise. Aomine baru mendengar ada orang tadarusan dengan suara seindah yang Kise punya. Dia kira Kise cuman bisa ngeluarin suara tangisan yang cempreng dan mengganggu itu. Dengan mulut yang setengah terbuka karena terlalu menikmati suaranya, Aomine sampai nggak sadar sejak tadi mata emperor Akashi merhatiin dia yang kerjaannya cuma bengong dan nggak ngelakuin apa yang di perintahnya.

Setelah sejam tadarusan, akhirnya Akashi memberhentikan kegiatan tadarusannya. Akashi yang mendengar lantunan suara Kise yang indah saat membaca Al-Quran sedikit takjub melihat si pirang itu. Yang terakhir selesai membaca adalah Kise, jadi semua tidak terkecuali Kuroko menatapnya dengan heran dan kagum. Meskipun mana mau mereka ngaku. Semua anggota kisedai kecuali si manusia dakian yang mesum itu berhasil selesai lebih cepat melampaui target yang diberikan Akashi dalam waktu singkat itu. Wuih canggih yah geng pelangi andalan kita ini... Ya, walaupun cuma Aomine yang berhenti di al-fatihah.

Tingkat ke-kepo-an Aomine yang udah nggak kuat di diemin, akhirnya keluar juga.

"Kise, membaca Al-Quran mu bagus banget. Aku baru tahu kau lancar sekali bacanya."

"Eh? Emangnya kau belum pernah mendengarkan aku membaca Al-Quran ya-ssu?"

"Belum temme," jawab Aomine dengan singkat.

"Aku juga baru tahu Kise-kun pandai membaca Al-Quran..." Sahut si pemuda baby blue kita yang unyu-unyu.

"Kau belajar di TPA mana waktu kecil-nodayo?" Midorima ikutan kepo.

Wajah Kise sedikit kusut mendengar pertanyaan Midorima. Dalam hati dirinya sebenarnya tidak ingin menjawab. Tapi para pemuda warna-warni termasuk Akashi memandangnya dengan tatapan bermacam-macam. Antara tampang penasaran Midorima, datarnya wajah Kuroko kaya alas gosokan, muka konstipasi ala Aomine, tatapan malas Murasakibara dan pandangan mengancam Akashi.

Kise mendesah,"Aku belajar di rumah-ssu. Di ajarkan kedua kakak perempuanku," ujarnya sambil menggaruk kepalanya canggung.

"Arara~ enaknya Kise-chin... Punya kakak yang sangat perhatian... Aku harus pindah-pindah TPA karena gurunya capek mengajari aku yang nggak lulus-lulus Iqra 6." Murasakibara komentar dengan muka pengen(?) Yang lain menganggukan kepala mereka dengan mantap mendengar pendapat si ungu. Tapi kemudian mereka memasang tampang kasihan pada siapapun guru mengaji Murasakibara dan berharap si raksasa kisedai itu sedikit lebih pintar tahun ini.

Wajah Kise tambah kusut mirip jemuran yang terbang terbawa angin, nyangkut di antena tv dan boro-boro di gosok gara-gara bolong.

"Etoo... Nggak enak sih sebenarnya..." Kise menelan ludah wajahnya menahan nangis. Geng pelangi minus Kise punya perasaan buruk.

"Waktu belajar dulu, aku selalu di siram air kalau salah baca. Dan aku bakalan di kejar-kejar oleh Nee-san tachi sampai kompleks sebelah kalau membolos mengaji... Huweeee..." Raungan indah Kise (?) akhirnya meledak di akhir ceritanya. Pengalaman buruk masa kecil rupanya. Pemuda warna-warni lainnya cuma bisa keringat dingin. Semuanya kompak melototin Aomine yang memulai topik pembicaraan tadi. Aomine sendiri hanya memasang muka 'watdehel' ria pura-pura innocent. Dasar cowok dekil nggak peka sama perasaan pacarnya! Yah sebenarnya bukan salah Aomine sepihak saja sih, otak kisedai aja yang kelewat kepo. Tapi karena sepertinya menyalahkan Aomine paling enak dan empuk(?) mereka sepakat menyalahkan pemuda ganguro itu setelah melakukan voting telepati tanpa Aomine. Nasib nasib...

"Huweeeeheh...uhuk...uhuk(?)" Kembali ke raungan Kise -yang untungnya belum berlinangan air mata- kini diiringi sesengukan keselek biji durian, yang bikin kepala warna-warni kawannya merasa iba. Para pemilik kepala merah, hijau, ungu, biru tua, dan baby blue itu masih diam. Bingung mau berbuat apa, bahkan Akashi sekalipun yang paling jenius. Masalahnya jika sekarang ia sedang tidak puasa, dengan leluasa Akashi bisa mengancam Kise jangan menangis tanpa repot-repot dengan gunting ajaibnya. Lah sekarang? Puasa iya guntingnya lenyap pula. Akashi nggak rela mengurangi pahala ibadahnya dengan marah-marah tidak karuan di bulan suci indah ini. Akashi jadi merindukan si gunting merah sakti dan ajib miliknya. Kasihan juga Kise kalau tiba-tiba dia sport jantung karena di bentak dan yang ada nangis kejer entar. Kalau tetangganya mendengar gimana? Bisa-bisa mereka mengira Akashi adalah pedofil yang suka menangisi anak (kecil) orang.

Oke, itu alasan Akashi. Mari kita melihat alasan si hijau. Dia cuma mendengus melihat Kise yang mulai guling-guling di lantai tatami ruang tamu Akashi. Si pirang sendiri melakukan itu supaya dirinya tidak sampai menangis. Sebenarnya Midorima mau menghibur. Bukan karena peduli katanya, tapi karena suara Kise bikin kepalanya senat-senut di pijat Ad* Rai. Oke Midorima keluar dari daftar.

Murasakibara dan Kuroko? Mereka juga jangan di tanya. Rayuan Murasakibara yang mengiming-imingkan Kise dia bakalan ngebagi keripik ubi yang Murasakibara bawa saat berbuka nanti gagal total. Kuroko ngejitak Kise di tengah perjalanannya berguling(?) sekali supaya diam, tapi Kise malah lanjut berguling-guling. Mungkin jitakan Kuroko kurang tenaga jadi cuma di kira angin sama Kise...

Selain karena Murasakibara dan Kuroko gagal menghentikan si pirang, Kise malah meraung-raungkan ingatan masa kecilnya berteriak "Nee-san tachi jahat-ssu! Udah suka nyiram-nyiram, nyuruh aku make baju cewek pula waktu kecil...huweee," gulingan Kise di lantai makin heboh. Kalau sebelumnya jarak guling-gulingnya pendek, sekarang nyaris ujung ke ujung ruang tamu Akashi yang luasnya segede stadion itu.

Warga kisedai yang tersisa cuman bengong mendengar curhat colongan Kise barusan.

Akashi melototin Aomine lagi, "Daiki, lakukan sesuatu! Hibur Ryouta!"

"Eh? Hibur gimana nih?"

"Dasar idiot, ngapain kek lu, sulap, jungkir balik, atau apa kek, kasihan kalau Kise batal puasa karena nangis-nodayo!"

Murasakibara dan Kuroko menganggukan kepala mereka mantap berkali-kali. Sekilas seperti goyang Tr*o m*can saking cepat anggukan kepala mereka.

Tenang para pembaca mereka bicara dengan nada panik kok bukannya marah-marah. Gini-gini warga kisedai itu ingat kewajiban sebagai muslim yang taat. Walaupun sehari-harinya nista dan nggak jelas mereka setia menjalankan perintah agama...*Author dilempar sendal sama Midorima*

"Huuhuuuu..."

"Cih." Aomine berdecih ria.

"Oi Kise, liat kesini!" Perintah Aomine si master ganguro paling aduhai(?) di kisedai. Kise berhenti berguling dan menatap Aomine bingung di posisi tengkurap. Gimana Kise nggak bingung, Aomine berdiri sambil pasang kuda-kuda entah mau apa. Kedua kakinya terbuka lebar. Seperti posisi mau sumo. Bedanya tangan kanan Aomine berada di belakang kepala biru tuanya, sementara satu tangannya lagi berada di belakang punggungnya tepat di bokong.

"UA UA UA," ceritanya suara Aomine niruin topeng monyet yang suka lewat di depan rumahnya. Dengan tempo yang sama Aomine menggerakkan kedua tangannya seperti menggaruk di posisi tadi sambil melompat-lompat mengengkang dengan absurdnya.

"PFFFTTTT!" Akashi dkk serempak menahan tawa mereka. Penasaran liat ekspresi warga kisedai?

"Buahahahahahaahahaha!" Kise yang tadi berguling kini meledakkan tawanya yang persis makhluk dari dunia astral. Sebelah tangannya memegangi perutnya yang mules satu tangannya lagi memukul-mukul meja di ruang tamu Akashi yang entah sejak kapan di gulingkan(?) kembali dari posisi benda itu berdiri.

Midorima menggigit pipi bagian dalamnya mati-matian. Sesekali ia mengetok-getokkan tongkat panjangnya ke lantai sebagai bentuk usaha menahan tawa. Liat si raja ganguro joget topeng monyet itu langka banget. Cocok tuh dia jadi abang-abang topeng monyet. Udah dekil, hitam, sangar. Beuh cocok. Midorima makin nggak kuat nahan ketawa ngebayangin Aomine jadi abang topeng monyet. Alhasil...

BRUK! BRAK! TRAK!

"BWAHAHAHAHAHAHAHAHAHA," Midorima dan lucky item nya ambruk setelah kedua lututnya lemas kebanyakan(?) menahan tawa. Apa hubungannya? Entahlah author cuma asal ketik. Akhirnya dengan posisi bersimpuh, tawa Midorima membludak ke seluruh penjuru ruangan.

Aomine bukannya berhenti joget malah lompat mengitari ruangan tamu Akashi. Melihat Midorima dengan OOC nya ngetawain Aomine akhirnya para kisedai terjaim lainnya memutuskan berhenti menahan tawa.

"BUAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHA," tawa nyaring nan renyah buatan kisedai resmi di publikasikan saat itu juga. Bahkan orang dengan wajah selempeng Kuroko bisa luluh juga menonton pose menggugah Aomine tadi. Tuh liat dia sampai mengaruk-garukkan kukunya ke tatami ruang tamu Akashi sambil ketawa.

Kalau tadi Kise yang berguling dahsyat sekarang gantian Murasakibara guling-guling sambil ngakak kaya genderuwo. Saking heboh gulingannya sampai menabrak Aomine yang lagi lompat-lompat dengan anggunnya yang sukses membuat pemuda ganguro tersebut jatuh berguling roll depan tersandung badan Murasakibara. Udah kaya kasur buat olahraga aja kali itu si ungu...

"Murasakibara sialan! Make nubruk orang segala! Sakit tau! Kaya kesandung polisi tidur rasanyaaaa!" Saking kesalnya Aomine segera berdiri lalu mendorong badan Murasakibara dengan tangan-tangan remangnya hingga Murasakibara berguling ke arah awal dengan kecepatan supernya. Berasa bola bowling pula gelundungannya, sampai-sampai Murasakibara menabrak dinding kayu yang bikin ruang tamu Akashi bolong menyeplak bentuk badannya.

"HUAHAHAHAHAHAHAHAHAHA," Akashi makin ngakak tak terkendali. Yang lainnya udah roboh dirinya sendiri yang masih berdiri tegap menertawakan Aomine yang sekarang di tambah aksi gulingan Murasakibara. Tiba-tiba Akashi menggeliat bak cacing kepanasan. Memegangi sarung di bagian privatnya, "A-ADUH NGGAK TAHAN! Gue mau kencing!" Berlalu bagai angin debu, Akashi ngacir. Taulah mau kemana...

"AKASHICCHIII AKU IKUUUUTTT," si pirang ikutan ngacir megangin sarungnya persis anak baru di khitan lari terbirit-birit menyusul Akashi.

Dan author resmikan chapter 2 berakhir disini... *ketok palu*

.

.

.

TBC~


A/N: Ada yg masih inget ini? sesuai janji saya aplot puasa setahun kemudian... chap 3 entah kapan di publish, karena saya dan wen sudah move on dari kurobas... ini juga sekedar menepati janji aja._. /gelinding