Ia tidak berharap akan ada keajaiban yang terjadi setelah ia melepaskan ciuman di kening Sungmin. Kyuhyun bukanlah seorang pangeran berkuda putih, dan Sungmin juga bukan seorang putri. Lagi pula ini bukan cerita Snow White atau Sleeping Beauty yang dengan satu ciuman di bibir saja bisa membangunkan putri dari tidur panjangnya.

"Saranghae"

Katakanlah Kyuhyun bodoh karena mengucapkan kata cinta pada orang yang tidak bisa mendengarnya. Tapi itu bukan masalah.

Kyuhyun tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutannya. Merasa sesuatu dalam genggamannya bergerak membuat mata pemuda itu berbinar.

"Lee Sungmin"


#7

Kyuhyun menggigit bibir bawahnya. Ia seperti mengulang kejadian saat Sungmin menjalani operasi. Pemuda itu kembali mondar-mandir dengan perasaan harap-harap cemas. Bedanya kali ini ia tidak merasa takut seperti saat berdiri di depan pintu ruang operasi. Perasaannya lebih seperti sedikit lega dan sedikit bahagia. Ingat, hanya sedikit. Kyuhyun tidak mau menggantungkan harapannya terlalu tinggi, sebab jika terjatuh dan hancur ia tidak yakin akan bisa menatanya kembali. Semoga yang tadi ia rasakan itu benar, pergerakan di dalam genggaman tangannya. Pemuda manis itu mulai menunjukan kemajuan, meskipun sedikit dan perlahan.

Kyuhyun menepuk dahinya, baru ingat jika telah melupakan sesuatu yang penting. Ia mengambil ponselnya kemudian mendial salah satu kontak yang ada dalam daftar.

"Yeoboseo"

"..."

"Ajumma, emm aku tidak begitu yakin tapi sepertinya Sungmin sudah mulai menggerakan tangannya"

"..."

"Ani, dokter masih memeriksanya untuk memastikan"

"..."

"Ne, aku tunggu"

Pip. Kyuhyun memutuskan sambungan teleponnya. Menyandarkan tubuh jangkungnya ke dinding. Menarik napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Kyuhyun mengingat kembali saat kejadian buruk itu menimpa Sungmin. Bau anyir darah yang keluar dari kepala Sungmin, serta denyut nadi yang semakin lemah sungguh membuatnya ketakutan. Ia takut kehilangan sosok ceria yang selama ini mengisi hari-harinya. Takut kehilangan pemuda manis yang belum sempat menjadi miliknya. Takut kehilangan si bodoh Lee Sungmin yang belum sempat mengetahui batapa pengecut dan bodohnya seorang Cho Kyuhyun.

Namun ternyata keadaan masih perpihak padanya. Tuhan masih mau menyelamatkan makhluk-Nya yang merasa sedang berada di titik terendah dalam hidup. Secercah sinar berbalut harapan menghampiri dirinya.

Kyuhyun menyentuh dada sebelah kirinya yang terasa bergemuruh. Biasanya ini menjadi pertanda baik untuknya. Terdengar aneh memang, tapi itu kenyataan. Kyuhyun sudah membuktikannya beberapa kali. Dan percaya atau tidak, semuanya selalu berkaitan dengan pemuda manis itu. Iya, Lee Sungmin.

Pintu kembali terbuka. Menampilkan sosok tegap berjas putih. Kyuhyun dengan cepat menghampirinya. Sudah sedikit membuka mulutnya untuk melontarkan kalimat pertanyaan sangat standar 'Bagaimana kondisinya?'

Dan sepertinya dokter itu sudah mengambil ancang-ancang terlebih dahulu. Ia menjelaskan kondisi Sungmin sebelum Kyuhyun menanyakan. Mungkin ia bosan mendengar kalimat yang sama setiap ia selesai menangani pasien.

"Saraf perifernya mulai menunjukan kemajuan. Tangan dan kakinya sudah bisa bergerak meski lemah. Dia juga sudah siuman"

Kyuhyun merasakan hujan saat ini sedang turun. Setiap tetes airnya membasahi jiwa kerontangnya. Apakah ini artinya kekeringan dalam hidupnya akan segera menjadi padang rumput penuh bunga. Kupu-kupu bahkan sudah mulai menggelitiki perutnya.

"Apa dia sudah bisa ditemui?"

Dokter itu mengangguk. Senyum bahagia terpancar jelas di wajah tampan Kyuhyun. Tanpa mengulur waktu lama, ia bergegas masuk ke dalam.

Pemandangan yang menyapa indera penglihatan Kyuhyun saat pertama kali masuk adalah Sungmin dan juga perawat yang sedang melepaskan alat-alat medis dari tubuh pemuda manis itu. Hingga tertinggal selang infus saja di tangan kirinya.

"Min"

Kyuhyun berdiri di sisi kanan ranjang, bersebrangan dengan perawat yang masih sibuk menyelesaikan tugasnya.

Tidak ada jawaban. Pemuda manis itu hanya mengerjap dan berusaha tersenyum meski terlihat samar.

'Kyu, aku tidak tahu berapa lama aku tidur di sini. Tapi apa Kau tahu, aku selalu merasakan kehadiranmu di sisiku. Apa saat itu aku bermimpi?'

Ingin rasanya Sungmin mengucapkan kalimat itu. Namun ia masih merasa sangat lemas. Untuk tersenyum seperti tadi saja sulit, apalagi untuk membuka mulut dan bersuara.

"Pasien akan kami pindahkan ke ruang perawatan"

Perawat tadi ternyata telah selesai dengan semua alat medis di tubuh Sungmin. Kyuhyun menatap Sungmin sebentar, kemudian menganggukan kepalanya tanda ia mengerti dengan ucapan perawat itu.

Kyuhyun melirik jam di pergelangan tangannya. Wanita paruh baya itu belum datang juga rupanya. Pemuda itu memutuskan untuk mengambil alih peran sebagai seorang wali dari pasien bernama Lee Sungmin.

.

.

Kondisi Sungmin belum sepenuhnya stabil. Pemuda manis itu memang sudah sadarkan diri, bahkan bisa diajak bicara. Namun ia masih harus menjalani fisioterapi untuk menstabilkan fungsi tangan dan kakinya. Seperti yang sekarang tengah dilakukan. Sungmin berbaring di ranjang, tangannya berusaha ia angkat dengan bantuan seorang terapis di sampingnya. Kyuhyun yang saat itu menemani Sungmin di ruang pemulihan bisa dengan jelas melihat bagaimana pemuda manis itu berusaha keras menggerakan tangannya. Meskipun terkadang tangan itu kembali terjatuh dan terkulai di samping tubuhnya. Namun semangat serta keinginannya untuk cepat pulih membuatnya terus mencoba.

"Hari ini cukup sampai disini"

Mendengar itu, Kyuhyun langsung beranjak menghampiri Sungmin. Membantu sang terapis membawa tubuh Sungmin ke kursi roda.

"Sungmin-ssi, Kau semakin banyak menunjukan kemajuan" terapis itu menyentuh bahu Sungmin lalu tersenyum.

"Tapi Kau masih harus tetap melakukan terapi sampai tangan dan kakimu benar-benar kuat"

Sungmin bergeming. Mempertimbangkan kembali keputusan yang akan ia ambil. Ia menghela napas. Sulit sekali rasanya mencari kata-kata yang bisa mendukung keputusan yang sudah berputar di kepalanya.

"Bisakah..."

Terapis itu mengeryitkan dahinya kemudian menganggukan kepala memberi isyarat agar Sungmin melanjutkan kalimatnya yang belum selesai.

"Begini, aku sudah terlalu lama meninggalkan sekolah..." lagi, pemuda manis itu menggantungkan kalimatnya.

"Aku ingin rawat jalan saja, apa bisa?"

Kyuhyun dan terapis itu saling pandang. Mereka sama-sama terkejut dengan pertanyaan Sungmin. Meski itu lebih seperti permintaan sebenarnya.

Terapis itu nampak berpikir. Matanya tidak lepas memandangi Sungmin secara keseluruhan.

"Aku janji tidak akan melewatkan jadwal terapiku, jebal"

"Min" didengar dari nada bicaranya, Sungmin tahu jika pemuda di belakangnya itu tidak setuju dengan keputusannya.

"Aku bosan berada di Rumah Sakit. Aku ingin kembali sekolah, Kyu"

Sungmin mengerucutkan bibirnya. Disaat kondisinya seperti ini pun pemuda manis itu masih bisa menunjukan wajah lucunya. Sangat menggemaskan. Itu menurut Kyuhyun tentunya.

'Aku tahu. Aku juga ingin Kau cepat kembali. Agar kita bisa menghabiskan waktu bersama setiap hari' Kyuhyun tidak mengucapkannya, ia hanya menyimpannya untuk diri sendiri.

"Mungkin bisa, mungkin juga tidak. Semua tergantung hasil pemeriksaanmu besok"

Sungmin sedikit kecewa. Lagi-lagi ia dihadapkan pada situasi yang penuh ketidak pastian. Melelahkan. Berapa persen harapan yang harus ia gantungkan saat ini? kalau melihat kondisi otot kakinya yang masih kaku, mungkin hanya satu persen. Tapi jika melihat perkembangannya yang bisa dibilang cukup cepat, harusnya ditambah menjadi tujuh puluh persen. Ah, Sungmin terlalu berlebihan, mana mungkin bisa sebesar itu. Sudahlah, itu membuatnya pusing.

.

.

Hasil pemeriksaan kesehatannya sudah keluar tiga puluh menit yang lalu. Akhirnya dokter mengijinkan Sungmin untuk pulang karena dirasa kondisinya sudah memungkinkan. Tangannya sudah bisa digerakan. Ya, meski ia tetap harus datang ke Rumah Sakit setiap tiga hari sekali untuk pemulihan kakinya. Tapi tidak apa-apa, yang penting ia bisa pulang.

Di ruangan itu ada beberapa orang yang sengaja datang untuk ikut menjemput Sungmin. Ibunya yang kini sedang membereskan baju-bajunya. Taemin yang daritadi terus tersenyum, bahagia katanya. Sunny juga datang. Masih ingat dengan gadis itu? Tenang saja, gadis itu datang hanya sebagai teman. Percaya atau tidak, sekarang gadis itu sudah menemukan pengganti Sungmin. Baguslah kalau begitu, setidaknya ia bisa menata kembali hatinya. Dan tidak ketinggalan, Cho Kyuhyun. Pemuda itu memang selalu menemani Sungmin.

"Eomma, sepertinya aku akan langsung kembali ke asrama"

Pernyataan Sungmin barusan langsung menuai protes keras dari sang adik.

"Ya! Andwae! Hyung, pulang saja ke rumah. Aku masih merindukanmu"

Wanita paruh baya itu terkekeh melihat tingkah anak bungsunya yang kekanakan.

"Taeminie, hargai keputusan hyungmu"

"Ne, benar kata Ajumma" Kyuhyun ikut bersuara.

Sebenarnya ini hanya alasan Kyuhyun saja agar Sungmin bisa pulang ke asrama, bersama dirinya.

"Tidak ada kah yang mau membelaku?" Taemin mengerucutkan bibirnya kesal, melirik Sunny yang berdiri di sampingnya.

"Aku tidak mau ikut campur" Sunny menyilangkan tangannya ke depan. Membuat semua yang ada di ruangan itu tertawa.

.

.

"Cha~ selamat datang Lee Sungmin"

Kyuhyun mendorong kursi roda itu masuk ke dalam kamar mereka. Mata onyx Sungmin memandang sekeliling. Ruangan itu masih sama seperti terakhir kali ia lihat, bahkan semakin tertata rapi. Kyuhyun kah yang melakukannya? Seketika senyum tipis menghiasi bibirnya. Aneh rasanya jika Kyuhyun mau melakukan pekerjaan seperti itu, pikirnya.

"Wae? Aku yang sudah merapikan kamar kita. Huh, Kau pasti tidak percaya"

Sungmin mendongak. Pemuda itu membaca pikirannya lagi. Kyuhyun memiliki bakat sebagai cenayang mungkin.

"Kau mau apa?"

Sungmin salah tingkah. Kyuhyun berjongkok membelakanginya, membuat punggung yang terbalut kaos biru itu menghadap ke arahnya.

"Kajja, aku ingin menujukan sesuatu"

Kyuhyun sedikit menoleh, meraih tangan Sungmin kemudian menuntun lengan panjang itu agar melingkari leher putih pucatnya. Kemudian dengan perlahan ia juga meraih tubuh pemuda manis itu dan menggendongnya. Hembusan napas Sungmin yang begitu hangat menyapa lembut telinganya. Kepala pemuda manis itu sudah ada dalam posisi nyaman di bahunya.

"Kau mau membawaku ke mana, hmm?" tanya Sungmin yang lebih terdengar seperti bisikan di telinga Kyuhyun.

"Ke tempat yang tadinya tidak boleh Kau lihat"

Sungmin memutar bola matanya. Bahkan disaat seperti ini Kyuhyun masih sempat membuatnya penasaran. Padahal tinggal beri tahu saja, tidak susah kan.

Pemuda manis itu pasrah saja ketika Kyuhyun mulai membawanya menaiki tangga di dalam kamar mereka. Sebenarnya ia sedikit heran kenapa Kyuhyun tiba-tiba mau menujukan 'tempat terlarang' itu padanya. Sudahlah, lebih baik lihat saja nanti.

Kyuhyun mendudukan Sungmin di atas ranjangnya. Sedangkan ia melangkah ke arah meja belajar dan membuka lacinya. Sebuah benda kini sudah berada di tangan Kyuhyun.

"Cha~"

Kyuhyun menyodorkan benda itu pada Sungmin, pemuda manis itu pun menerimanya dengan ragu. Kyuhyun memberinya sebuah buku kecil.

Dibukanya lembar pertama.

Aku terperangkap.. mata onyx itu.. sedikit kecewa saat dia mengira aku sopir taxi. Tapi aku mencintainya.

Di bawahnya terdapat sebuah foto, Sungmin sangat tahu siapa yang ada di dalam foto itu. Dirinya.

Ia beralih pada lembaran kedua.

Ini mengikis perlahan harapanku. Dia.. namja yang populer di kalangan yeoja.

Lagi, kali ini foto di bawahnya menunjukan saat Sungmin membawa hadiah dari para gadis di sekolahnya.

Sungmin membalik lembar berikutnya.

Jangan menangis.. seandainya aku bisa memelukmu dan menenangkanmu.

Dalam foto itu Sungmin sedang mengubur kucingnya yang mati.

Perlahan, lembar demi lembar ia lihat. Perasaannya tidak bisa dijelaskan. Antara terkejut dan senang. Ia tidak menyangka Kyuhyun melakukan semua ini untuknya. Lembaran pertama mengingatkanya pada kejadian malam itu. Ah, bahkan itu sudah sangat lama.

.

.

Satu tahun yang lalu..

Dug

Sebuah tendangan yang sangat keras sukses menghantam perutnya. Tubuh pemuda itu limbung. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak jatuh tersungkur ke belakang. Seakan belum puas, pemuda yang tadi menendangnya berjalan mendekat. Mencengkram kuat kerah seragam sekolahnya. Kali ini sasarannya berpindah pada wajah mulus yang masih meringis kesakitan.

Bug

Pemuda itu melayangkan tinjunya. Tidak cukup hanya sekali. Membuat pemuda yang tubuhnya lebih kecil darinya itu semakin merintih.

"A-apa salahku?"

Pandangan matanya mulai kabur, cairan yang menggantung di pelupuk matanya sudah siap meluncur. Sudut bibirnya terasa perih, dan berdarah.

"Cih! Masih berani bertanya rupanya"

"Argh.. uhuk.. uhuk.."

Belum hilang rasa sakit akibat ditendang, sekarang ia harus merasakan sakit yang lebih hebat. Pemuda itu menginjak perutnya tanpa belas kasih.

"Sudah aku bilang, jangan pernah mengadu pada sonsaengnim. Kau rasakan sendiri akibatnya sekarang"

Ia belum mau menyingkirkan kakinya dari perut naas itu. Merasa senang melihat lawannya terkapar tidak berdaya.

"Bukan aku.. sungguh"

Dengan tenaga yang masih tersisa, ia berusaha menyingkirkan kaki itu. Sakit sekali, dadanya juga terasa sesak.

"Cih! Menyangkal. Kalau bukan Kau siapa lagi, hah?"

Pemuda itu menggeleng lemah. Sungguh ia tidak tahu apa-apa. Lagipula mana berani ia mencari masalah dengan berandal sekolah macam itu.

"Kau membuatku muak!"

Pemuda itu berniat melayangkan tinjunya lagi. Namun tertahan di udara. Seorang pemuda mencengkram kuat tangannya, bersamaan suara bass yang menyapa gendang telinganya.

"Dasar bocah tengik"

Pemuda berparas tampan itu menatap sinis. Bibirnya menyunggingkan seringai meremehkan. Menghempas kasar tangan yang hampir saja mengenai wajah yang sudah cukup babak belur di bawah sana. Ia mengamati seragam sekolah yang masih dipakai kedua pemuda yang berkelahi tadi. Oh, apa tadi masih bisa disebut berkelahi? Atau lebih pantas jika disebut penganiayaan?

"Meika Junior High School? Euh, bagaimana jika Kim Young Woon tau berandalan ini luput dari pengawasannya"

Tubuh pemuda itu menegang saat mendengar nama Kim Young Woon disebut. Ah, kalau sampai ia dilaporkan pada pengawas kedisiplinan yang seperti dewa kematian itu bisa-bisa statusnya berubah menjadi 'mantan siswa'. Jadi, sebelum hal itu menjadi kenyataan lebih baik ia segera menyingkir dari sana. Biarlah ia dianggap melarikan diri, tapi bukankah ia memang melarikan diri?

"Cepat sekali larinya"

Itu bukan pujian. Cibiran lebih tepatnya. Melihat pemuda berandal itu kabur dengan cepat. Ia tersenyum penuh kemenangan.

"Gamsahamnida"

Suara lirih itu membuatnya menatap ke bawah. Ia hampir melupakan pemuda satunya yang menjadi korban. Dengan hati-hati ia membantu pemuda itu untuk berdiri.

"Gwaenchana? Kita harus segera ke dokter"

"Aku ingin pulang saja. Sungmin hyung pasti mencariku"

Apa boleh buat. Ia tidak mungkin memaksa jika memang pemuda itu tidak mau.

"Baiklah, di mana rumahmu? Biar aku antar"

Pemuda itu segera memapah tubuh lemah itu agar berjalan sedikit ke tepi jalan. Kemudian menyetop salah satu taxi yang kebetulan lewat di depan mereka.

Selama perjalanan, pemuda yang lebih kecil tidak sedikitpun melepaskan tangan dari perutnya. Sepertinya benar-benar sakit. Sedangkan pemuda yang satunya menatap iba dan sesekali memastikan kondisinya. Luka biru lebam di wajahnya sangat kontras dengan warna kulit yang putih.

'Lee Tae Min' pemuda itu mengeja deretan hangul yang tertera di seragam sekolah pemuda di sampingnya membentuk sebuah nama.

"Berhenti di sini" pemuda yang lebih kecil berujar pada sopir taxi, kemudian bersiap keluar dibantu pemuda yang lebih besar.

"Taeminie.."

Kedatangan mereka langsung disambut pekikan keras seorang pemuda manis yang tengah berdiri di depan pagar salah satu rumah.

"Hyung"

Dua pemuda itu langsung memeluk satu sama lain dengan erat. Pemuda yang dipanggil 'hyung' itu terlihat sangat terkejut dan juga sedih melihat kondisi adiknya yang penuh luka pukulan.

"Gwaenchana? Siapa yang melakukan ini padamu, Taeminie?" ia mulai histeris.

"Gwaenchana, hyung. Untung saja ada..." matanya melihat ke sekeliling. Dimana orang yang menolongnya itu. Kenapa pergi begitu saja. bahkan ia belum sempat mengucapkan terima kasih pada orang yang menolongnya itu.

"Apa hyung melihatnya?" Taemin, pemuda yang lebih kecil itu bertanya.

"Nugu?" Sungmin, sang kakak merasa bingung.

"Hero hyung yang tadi bersamaku. Aku belum mengucapkan terima kasih karena telah menolongku" Taemin tampak sangat menyesal.

"Ne? Aku kira dia sopir taxi"

"MWO?" Taemin menatap Sungmin dengan tatapan aneh.

Pemuda itu, Cho Kyuhyun. Pemuda yang dari tadi kakak beradik itu bicarakan sebenarnya belum pergi dari sana. Ia sengaja menyembunyikan diri. Mata onyx itu seakan menyihirnya, ia tidak sanggup jika terus berada di sana. Ya, ia terlalu pengecut.

.

.

"Kyu, Kau..."

Sungmin menatap Kyuhyun lekat. Pemuda itu tengah berdiri di depannya. Melipat kedua tangannya di depan dada.

"Aku benar kan? Kau itu bodoh"

"Maaf, aku tidak menyadarinya"

Sungmin menundukan kepalanya semakin dalam. Namun tangan Kyuhyun berhasil menahannya. Jemari itu menyentuh dagunya, menuntun wajahnya untuk kembali menatap dua obsidian di hadapannya.

"Aku bahkan jauh lebih bodoh darimu, Min"

Sungmin mengernyit.

"Meskipun aku menyadari perasaan ini sejak pertama kali melihatmu. Tapi tidak mampu berbuat apa-apa. Hanya mengamati dari jauh, memeluk dari jauh, menghapus air matamu dari jauh, mencintaimu dari jauh. Satu tahun hidup dengan cara seperti itu. Semuanya membuatku gila" Kyuhyun meremas rambutnya frustasi.

"Kyu.."

"Maafkan aku Min, tidak seharusnya aku membebanimu dengan perasaan ini. Ku pikir setelah mengatakannya, hatiku akan lebih tenang"

"Kyu.."

"Aku tahu. Kau namja normal yang banyak disukai yeoja. Aku sering melihatmu bersama mereka. Jujur saja aku cemburu, aku ingin berada di posisi mereka"

Kyuhyun menundukan kepalanya. Kemudian duduk di samping Sungmin, kedua tangannya menutupi wajah yang menggambarkan dirinya berada di titik paling lemah.

"Kyu..."

Ia mendengar pemuda manis yang duduk di sampingnya kembali menyebut namanya. Ini sudah kali keempat. Kyuhyun menoleh, menatap wajah Sungmin yang juga tengah menatapnya lembut.

Sungmin tersenyum, lalu menangkupkan kedua tangannya di pipi Kyuhyun.

CHU

Sungmin menempelkan bibirnya dengan bibir Kyuhyun. Menghapus jarak di antara mereka. Pemuda itu nampak terkejut, tapi juga menikmati sensasi manis dan lembut yang diberikan bibir indah Sungmin. Saling menyesap, menyalurkan semua perasaan yang mereka rasakan. Setelah cukup lama, Sungmin melepaskan tautan bibir mereka.

"Aku juga mencintaimu bodoh" Sungmin tersipu malu dengan ucapannya sendiri.

"Jinjja? Jeongmal?"

Ini seperti mimpi. Kyuhyun masih tidak percaya jika semua itu nyata. Tapi rasa manis yang baru saja dikecapnya membuatnya yakin jika itu memang benar adanya.

"Aish, aku sangat sangat sangat bahagia. Aku pikir Kau berbeda denganku, aku pikir Kau menyukai yeoja" Kyuhyun tersenyum sumringah. Sedetik kemudian senyum itu semakin memudar. Ia melihat ekspresi aneh Sungmin. Ada apa dengan pemuda manis itu.

"Kau kenapa, Min? Apa aku berbuat salah?"

Sungmin menggeleng. Membuat Kyuhyun semakin frustasi.

"Katakan padaku, ada apa?"

"Yoona"

Kyuhyun memutar bola matanya tidak suka. Ia malas mendengar nama gadis itu lagi.

"Tidak seharusnya aku melakukan ini, aku sudah berjanji akan membantunya kembali padamu"

"Ne? Kembali? apa maksudmu?"

Setidaknya sekarang Kyuhyun sedikit memberikan perhatiannya pada topik pembicaraan mereka.

"Kembali. Aku yakin Kau tahu maksudku, bukankah dia mantan kekasihmu?"

"MWO?!"

Mata Kyuhyun terbelalak. Kekasih? Lelucon macam apa lagi ini. sungguh tidak lucu sama sekali.

"Min, dengar. Aku tidak tahu apa yang sudah yeoja itu katakan padamu, tapi aku berani bersumpah kalau kami tidak pernah memiliki hubungan apapun. Aku tahu dia menyukaiku, tapi aku hanya menyukaimu Min. Ah tidak, aku mencintaimu. Dan yeoja itu sudah tahu mengenai ini"

"Benarkah?" lirih Sungmin. Air matanya tiba-tiba jatuh. Bukan karena ia sedih, ini justru karena terlalu bahagia. Benar kan? Bukankah sangat membahagiakan jika seseorang yang kau cintai juga mencintaimu?

Kyuhyun merengkuh tubuh Sungmin. Baginya tidak penting siapa yang lebih dulu atau siapa yang lebih lama. Yang jelas sekarang mereka sama-sama mencintai. Itu hal yang patut disyukuri.

Kyuhyun semakin merendahkan kepalanya. mendekatkan wajahnya dengan wajah Sungmin. Mempertemukan kembali bibir mereka. Tangan kirinya masih melingkar di pinggang Sungmin, sementara tangan kanannya beralih pada tengkuk pemuda manis itu, menekannya lembut semakin memperdalam ciuman mereka. Kamar nomor 137 itu di selimuti hangatnya cinta. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Entahlah, hanya dua pemuda bodoh di dalam sana yang bisa menjelaskan.

How stupid you can be when you are in love

-KyuMin-

.

.

The End

Thanks to readers and all guest

Special thanks to :

sitapumpkinelf, ButtCouple137, Zen Liu, Cho Na Na, danactebh, deviyanti137, 1307, Shywona489, Cho KhunRy, Lilin Sarang KyuMin, LauraRose14, Paijem, JoyELF, Zahra Amelia, pumpkinsparkyumin, zi'Pumpkins, Fishy kece, Rilianda Abelira, Ritsu HyunMin, sissy, Ria.

Q-Side :

-Apa Ming sadar karna kata 'SARANGHAE' dari Kyu?-

Yap! Bener banget chingu. Ini membuktikan betapa besar kekuatan cinta *peluk KyuMin* ^^

-Yoona beneran menyesal karena telat buat Ming terluka ya?-

Ne, chingu. makanya dia ngilang ^^

-Ming bakal menerima cinta Kyu ga?-

Pasti dong ^^

Akhirnya FF ini 'The End' /sigh/

Author bener-bener berterima kasih buat para readers yang mau baca FF aneh ini. Author sadar FF ini banyak banget kekurangannya, terutama masalah alur yang errr ngebut kkk~ review dari kalian sangat berharga buat author, sungguh! SARANGHAE! /kecup satu-satu/

Sorry for typo(s), short chapter, etc. Don't forget to give your review. Gamsahamnida ^^ /bow/