This story belong thetwistedstar, and i just translate it with my sunbae-nim exoticbabyly


Default State of Being (Indonesian)

Description:

Kyungsoo adalah seorang novelis roman-gay dan Jongin berperan sebagai sumber inspirasinya.

Foreweord:

Selamat datang di permulaan 'keadaan normal'

atau lebih suka kusebut

Bertahan dengan omong kosong Jongin


"Biarkan aku mengajarimu."

Wajah Jongin memang benar-benar datar, namun sulit bagi Kyungsoo untuk menganggapnya tidak main-main. "Apakah kau gila?"

"Hey, kau membiarkanku 'mengulum' mu tiga menit setelah kita bertemu. Bukan kewarasanku yang seharusnya kau pertanyakan. Aku sudah tahu aku tidak stabil."

"Frustasi secara seksual BUKAN berarti aku sudah gila", Kyungsoo menggeram kembali. "Dan siapa pula yang tiba-tiba masuk ke rumah orang lain dan 'menerjang' mereka begitu saja?"

"Aku memang tidak merencanakannya, tapi sial kau memiliki bibir yang begitu menggairahkan dan kedua matamu seolah 'meminta' nya."

Kyungsoo berkedip beberapa kali, pikirannya benar-benar kosong. Pria gila namun tampan ini sedang berdiri di tengah ruang tamunya, dengan celana masih menggantung di tumitnya, memuji dirinya. Oh sial.

"Ceritamu memang bagus, tapi adegan panasnya payah sekali. Biar kutunjukkan bahwa mereka bisa jauh lebih baik. Akan kutunjukkan semua yang tidak ada dalam film-film porno jelek itu. Mereka hanya melakukan 'posisi' yang bagus untuk direkam kamera. Aku bisa menunjukkan sesuatu yang lain."

Kyungsoo mengusap matanya dengan tangannya seraya menghembuskan nafas dalam-dalam.

"Hal ini akan kembali dan menggigit bokongku."

"Hanya jika kau meminta dengan lembut."

Kalau kalian nggak suka hal-hal dibawah ini, berarti FF ini bukan untuk kalian:

Member EXO dijadikan mesin seks

Penggunaan kata sumpah serapah

Random pairing yang kadang nggak masuk akal

Sarkasme

Gay abis

Obrolan tentang vagina

Tindakan asusila

Kegilaan

Chapter 1

"Pakailah kata 'filatelis'."

"Aku tidak akan memakai kata 'filatelis'."

"Tapi bukankah itu terdengar erotis?"

"Apakah kau mengerti artinya?"

"Apakah itu penting?"

Kyungsoo mengacak rambutnya yang sudah berantakan dengan frustasi. Mereka sedang duduk di sebuah meja kecil untuk dua orang dekat jendela di sebuah coffee shop, laki-laki di depannya tersenyum dengan kilatan iblis di matanya. Ini masih terlalu awal dan Kyungsoo samasekali belum minum kopi dan sialnya, semua selalu saja terlalu awal jika berurusan dengan Jongin. Kyungsoo menyingkirkan sikunya dari meja ketika pelayan kafe datang membawa secangkir kopi panas dengan asap yang mengepul-ngepul. Ia lalu melingkarkan jari-jarinya yang kedinginan pada cangkir panas itu sambil menutup matanya senang. Ah, ya, ketenangan.

Ketenangan?

Jika bersama Jongin, ketenangan hanya berarti ia sudah ketiduran atau sedang merencanakan sesuatu yang konyol. Dipastikan sembilan puluh persen adalah kemungkinan yang kedua karena tampaknya ia memiliki energi yang tidak terbatas. Punggung Kyungsoo yang pegal-pegal adalah bukti dari fakta itu.

Laki-laki yang lebih tua itu membuka matanya dan disambut oleh kursi kosong di seberangnya. Dia bahkan tidak repot-repot melihat sekelilingnya karena ia tak mau ikut terlibat dalam masalah yang Jongin buat, demi apapun itu. Ia sangat suka datang ke tempat ini di pagi hari, dan ia tak akan membiarkan maniak sekskebesaran badan itu merusak semuanya. Kafe itu adalah salah satu dari sedikit tempat yang membuatnya merasa nyaman. Ia menyukai rutinitas. Ia menyukai suasana yang familiar. Dan untuk keseribu kalinya dalam minggu ini ia bertanya-tanya sendiri bagaimana bisa ia membiarkan Jongin mengontrol banyak aspek kehidupannya. Sudah dua tahun berlalu sejak pertemuan pertama mereka, dan Jongin masih saja tidak sabaran.

Setelah menyesap sedikit kopi panasnya, akhirnya Kyungsoo meletakkan mugnya kembali dan mengeluarkan sebuah buku catatan kecil beserta pulpen dari kantong jaketnya. Lebih baik ia melakukan sesuatu yang berguna selagi sempat.

-Pertemuan Pertama: Dua tahun, tiga bulan tujuh belas hari yang lalu-

Kyungsoo sedang memandangi layar laptopnya dengan rasa putus asa sambil tanpa sadar mengetikkan kalimat-kalimat. Ia membutuhkan sesuatu, apa saja yang bisa membuatnya terinspirasi dan segera menyelesaikan satu bagian dalam bukunya itu. Ia berpikir amat keras untuk beberapa menit hingga akhirnya ia menyerah lalu meng-klik tombol save, menutup laptopnya pelan, dan serta merta melemparkannya ke seberang ruangan. Laptop yang rusak hanya semakin menghambat perkerjaannya dan menjadikannya makin tercekik deadline. Ia memegangi kepala dengan kedua tangannya dan lenguhan terdengar dari mulutnya.

Kyungsoo adalah seorang novelis. Atau setidaknya itulah jawabannya jika ada yang menanyakan tentang pekerjaannya. Ia tak pernah menjelaskan apa tepatnya yang ia tulis dan orang-orang selalu bertanya dimana mereka bisa menemukan karya tulisnya. Bukannya ia merasa malu dengan apa yang ditulisnya, namun karyanya memang lebih dikhususkan untuk kalangan tertentu. Untung saja mereka tidak mengenali nama penanya. Kyungsoo menulis novel romantis gay. Ia senang sekali saat akhirnya ia diterima di sebuah penerbitan, walau hanya perusahaan kecil yang mau menerbitkan buku-buku semacam itu.

Novel pertamanya ditulisnya dengan cukup baik, dan ia merasa lebih dari puas. Namun masalah muncul saat menulis buku yang kedua. Ia khawatir bahwa ia sudah menuangkan semua pengetahuan seksnya di buku pertama dan sekarang ia telah kehabisan ide. Tak ada yang mau membaca cerita tentang dua orang pria dimabuk cinta lalu melakukan adegan seks yang super canggung dengan tangan gemetaran dan jeritan kegugupan karena baru melakukannya untuk pertama kali. Mereka menginginkan seks yang fantastis dan menakjubkan yang tak mungkin dilakukan di kehidupan nyata. Atau paling tidak kehidupan nyata Kyungsoo.

Ia membiarkan kepalanya membentur meja dengan bunyi yang cukup keras. Lalu mengangkatnya sedikit, dan memukulkannya kembali, ia terus mengulangi hal yang sama sampai ia mendengar ketukan keras yang bukan dikarenakan kepalanya yang membentur meja kayunya itu. Biasanya tak ada orang yang bertamu ke tempatnya. Tapi bunyi itu terdengar lagi. Sebuah ketukan. Pria itu beranjak dari duduknya dan berjalan ke pintu, dengan gugup mengusapkan tangannya ke celana jeans-nya lalu perlahan-lahan membuka daun pintu.

"H-Halo?" ucapnya pelan.

Pria lain yang berdiri di hadapannya tampak mengagumkan dan Kyungsoo bisa menilai dari cara berdirinya. Dengan canggung ia mengalihkan pandangannya dari kedua biji mata gelap pria itu ke tubuhnya. Kyungsoo menelan ludah, kembali mengarahkan matanya ke wajah laki-laki itu dan melihat bibir tebalnya membentuk seringaian. Celana jeans-nya membalut ketat pahanya dan kemeja putihnya dibiarkan tidak terkancing bagian atasnya, memperlihatkan kulitnya yang kehitaman dan tulang belikat seksinya. Sial.

"Apakah kau menulis ini?" ia bertanya dengan suara beratnya, membuat Kyungsoo makin gugup.

"A-apa?"

"Buku ini", ujar pria itu seraya mengangkat tinggi-tinggi benda itu agar Kyungsoo dapat melihatnya dengan jelas. Ya, itu adalah bukunya.

Yang dapat ia lakukan hanyalah mengangguk tanpa mengatakan apa-apa, menerka-nerka bagaimana orang itu bisa menemukan alamatnya.

"Buku ini sangat jelek!" terdengar seruan mengejutkan itu.

Mulut Kyungsoo menganga lebar ketika cowok satunya yang lebih tinggi itu menyikutnya dan membiarkan dirinya sendiri masuk ke apartemen Kyungsoo.

"Tunggu! Apa yang kau lakukan?" Kyungsoo akhirnya bisa bicara.

"Pernahkah kau berhubungan seks?"

"Tung – apa? Untuk apa kau – ? Keluar dari rumahku!" bentak Kyungsoo, ketakutan mulai menyelimutinya.

Pria itu kini melangkah makin dekat dengannya, membuat Kyungsoo secara reflek bergerak mundur menjauh darinya, namun laki-laki asing itu menutup pintu rumahnya dan sial, sial, sial pasti dia akan dibunuh. Ketika punggungnya menabrak sebuah benda kayu di belakangnya, Kyungsoo menutup rapat matanya dan pasrah dengan apapun nasibnya.

"Pernahkah. Kau. Berhubungan. Seks."

Kyungsoo membuka satu matanya dan akhirnya kedua matanya pun terbuka lebar karena kaget. Pria berbahaya, namun oh tampan sekali ini sedang menguncinya, dengan kedua lengannya mengapit kepala Kyungsoo yang bersandar di tembok. Wajahnya terlampau dekat hingga yang terjebak itu dapat merasakan nafas pria itu berhembus di kulitnya. Ia tidak tahu harus merasa terangsang atau ketakutan.

"T-t-tentu", akhirnya ia berhasil menjawab.

Cowok itu dengan seksinya menaikkan satu alisnya sebagai respon dari jawaban Kyungsoo, dan yang mampu diperbuatnya hanyalah menelan bulat-bulat ludahnya sendiri.

"Kalau memang kau pernah melakukannya, berarti kau melakukan seks yang salah. Maksudku, setelah orang-orang ini berhubungan intim, sungguh sebuah keajaiban kalau mereka tidak kesulitan berjalan dan langsung pulang untuk meniduri orang lain. Ya Tuhan, jangan bilang kau mencari inspirasi dengan menonton film porno gay?"

Kyungsoo mengerjapkan matanya beberapa kali, dengan susah payah mencerna ucapan pria asing itu. Apa yang barusan dikatakannya?

"Apakah kau mau kutunjukkan cara yang benar?"

"A-Apaaaaa?" nyali Kyungsoo benar-benar ciut melihat pria itu makin mendekat padanya. Sebuah seringai menghiasi bibir sensual itu lagi dan sialnya itu membuatnya terangsang. Hidup memang tidak adil.

"Aku Kim Jongin", cowok di hadapannya itu bercuap dengan santainya seolah-olah lupa ia baru saja menawarkan diri untuk menyetubuhi Kyungsoo.

Sebuah perkenalan. Kyungsoo hampir mendengus tidak percaya.

"Atau kau lebih suka jika aku memberikanmu blowjob? Atau mungkin kau mau 'mengulum' ku lebih dahulu?"

Mulut Kyungsoo lagi-lagi menganga lebar dan mencoba bereaksi sewajar mungkin, namun yang tercetus dari bibirnya hanyalah sebuah jeritan. Jari-jarinya mulai meraba permukaan datar di belakangnya ketika bibir sensual itu mulai turun, terus mendekat ke bibirnya hingga akhirnya berhenti hanya dengan jarak satu inci di depannya.

"30 detik lagi aku akan melesakkan tanganku ke dalam celanamu dan kita lihat saja nanti sampai mana kau bisa melebarkan matamu."

Tidak butuh waktu lama untuk Kyungsoo melakukan hal-hal yang diperintahkan otaknya untuk tidak ia lakukan. Bila memang cowok ini datang untuk membunuhnya, setidaknya ia bisa mengambil untung terlebih dulu. Sekarang ia merapatkan tubuhnya pada Jongin yang menginvasi rumahnya, lidah cowok itu sudah menjelajahi tenggorokannya dan celananya mulai sesak dan tidak nyaman. Ia tidak tahu apa yang sudah menghasutnya untuk melakukan sesuatu yang bodoh dan ceroboh seperti ini, tapi entah kenapa ia sangat menikmatinya. Ia terperangkap dan ini sangatlah konyol.

Jari-jemari itu membuka resleting celananya dan tanpa aba-aba, celana jeans dan boxer nya kini telah diturunkan sampai pada tumitnya. Kyungsoo mendesah ketika bibir seksi itu melepas tautannya dan ia membuka matanya. Matanya melotot lebar menyaksikan bibir yang baru saja melumat bibirnya itu kini berada di penisnya yang mulai menegang.

"Holy fuck", rutuknya pada dirinya sendiri, kepalanya terkulai ke belakang menyentuh dinding. Sudah lama dia tidak seintim ini dengan seseorang dan ini benar-benar menakjubkan dan oh Tuhan 'permainan lidah' itu. Sensasi yang meliputinya begitu susah dibendung dan ia melenguh pelan sambil menggigit bibir bawahnya.

Kyungsoo selalu menganggap dirinya sebagai kekasih yang baik hati. Ia tidak menggerakkan tangannya melainkan mengepalkannya di sisi tubuhnya. Karenanya, ia terkejut saat Jongin menarik satu tangannya dan meletakannya di rambutnya. Kyungsoo mendesah nikmat seraya mencengkeram rambut halus itu sebelum ia mengepalkan tangannya kembali. Hal ini membuat laki-laki satunya mendesah dan getaran tenggorokan itu makin memanjakan penis Kyungsoo dan membuatnya tak tahan lagi. Dirasakannya kakinya mulai melemas, namun ia tak ingin mulut itu berhenti memberinya kenikmatan. Sayangnya ia sudah tidak tahan.

Kyungsoo kini tahu bahwa Jongin adalah seorang bajingan yang tak pernah mau menelan 'cairan'.

Setelah mengeluarkan cairannya, Jongin melepas paksa baju Kyungsoo dan melemparkannya sembarangan, lalu menyeretnya ke sebuah sofa. Kyungsoo mencoba menarik kembali celananya untuk menyelamatkan harga dirinya yang tersisa namun tiba-tiba sebuah bibir tertempel pada bibirnya lagi dan sebuah lidah serta merta menerobos mulutnya. Pria ini tahu betul yang dilakukannya dan Kyungsoo merasa dunianya berputar-putar kembali. Ketika ia mulai menikmati sensasi baru itu, Jongin memaksanya untuk berlutut. Ubin lantai itu amat keras dan sakit rasanya berlututut disitu, tapi perhatiannya teralihkan oleh sebuah gundukan yang menyembul tepat di depan wajahnya.

Tanpa berpikir panjang, tangan Kyungsoo mulai melepas kancing celana dan menurunkan resletingnya, tapi sayangnya ia kurang cepat dan kini sepasang tangan yang lain sudah lebih dulu menurunkan celana yang dikenakannya. Tidak seharusnya ia terkejut saat menyadari Jongin tidak mengenakan apapun di balik celana ketatnya itu. Penis besarnya berdiri tegak di depan matanya dan jelas-jelas menunggu untuk dimanjakan.

Kyungsoo menggenggamnya dengan lembut sebelum coba-coba menjilat ujungnya. Dia memang punya pengalaman 'mengulum', namun hal itu sudah lama sekali dan ia sendiri tak yakin akan 'keahlian' nya. Desahan Jongin terdengar, dan ia menganggapnya sebagai suatu pertanda baik. Ia menggerakkan lidahnya mengitari batang panjang itu lalu sebisanya memasukkannya dalam mulutnya. Bagaimana bisa ia melupakan betapa tidak enaknya mem-blowjob cowok lain? Mulutnya serasa mau robek, tapi ia tahu ia tidak bisa berhenti begitu saja. Pemilik penis dalam mulut Kyungsoo itu menunjukkan rasa jengahnya akan keengganan Kyungsoo dengan menusukkan 'senjata' nya ke depan. Tangannya sekarang mencengkeram rambut Kyungsoo, berusaha mengarahkannya dengan jambakan-jambakan kecil. Kyungsoo menjauh dan menatapnya dengan rasa kesal terpatri di wajahnya.

"Bisakah kau sabar sedikit?"

Pria satunya hanya menggeram. Ia membasahi bibirnya dan mencoba mulai lagi, pelan-pelan menghisapnya, inci demi inci. Keadaan sekarang sudah jauh lebih nyaman dan itu membuat Kyungsoo tenang. Ketika ia telah menemukan ritme 'permainan' mulut dan tangannya, ia pun mendorong laki-laki itu agar duduk di sofa. Ia menurut dan Kyungsoo menyesuaikan posisinya hingga ia berada di tengah-tengah selangkangan pemuda itu, dan mulai mempercepat ritmenya. Desahan nikmat dan nafas tersengal-sengal cowok lainnya itu terdengar begitu erotis di telinganya dan ia tahu ia tak sepatutnya merasa begini. Mereka semakin berisik dan akhirnya Jongin menumpahkan benihnya di sofa Kyungsoo sambil sedikit mengeratkan genggamannya pada rambut Kyungsoo. Ah, brengsek.

Mulut Kyungsoo kelu sekali rasanya, namun sebelum ia sempat menyuarakan pikirannya, baik tentang betapa pegal otot-otot mulutnya atau keluhan untuk Jongin yang sudah mengotori sofanya, bibirnya sudah kembali diserang.

"Kamu lumayan", kata Jongin sambil akhirnya melepaskan pegangannya pada rambut Kyungsoo. "Kau sedikit serampangan dan kadang gigimu menggit-gigit, tapi masih ada sedikit harapan."

Kyungsoo menatapnya penuh keheranan. "Jadi kau mengkritik blowjob ku?"

"Aku hanya ingin membantu."

"Biarkan aku mengajarimu."

Wajah Jongin memang benar-benar datar, namun sulit bagi Kyungsoo untuk menganggapnya tidak main-main. "Apakah kau gila?"

"Hey, kau membiarkanku 'mengulum' mu tiga menit setelah kita bertemu. Bukan kewarasanku yang seharusnya kau pertanyakan. Aku sudah tahu aku tidak stabil."

"Frustasi secara seksual BUKAN berarti aku sudah gila", Kyungsoo menggeram kembali. "Dan siapa pula yang tiba-tiba masuk ke rumah orang lain dan 'menerjang' mereka begitu saja?"

"Aku memang tidak merencanakannya, tapi sial kau memiliki bibir yang begitu menggairahkan dan kedua matamu seolah 'meminta' nya."

Kyungsoo berkedip beberapa kali, pikirannya benar-benar kosong. Pria gila namun tampan ini sedang berdiri di tengah ruang tamunya, dengan celana masih menggantung di tumitnya, memuji dirinya. Oh sial.

"Ceritamu memang bagus, tapi adegan panasnya payah sekali. Biar kutunjukkan bahwa mereka bisa jauh lebih baik. Akan kutunjukkan semua yang tidak ada dalam film-film porno jelek itu. Mereka hanya melakukan 'posisi' yang bagus untuk direkam kamera. Aku bisa menunjukkan sesuatu yang lain."

Kyungsoo mengusap matanya dengan tangannya seraya menghembuskan nafas dalam-dalam. "Hal ini akan kembali dan menggigit bokongku."

"Hanya jika kau meminta dengan lembut."

-Masa Kini: Coffee Shop-

Kyungsoo sedang membubuhkan catatan-catatan kecil ketika didengarnya kursi di seberangnya bergeser. Ia mendongak cukup lama untuk memastikan bahwa orang yang duduk di hadapannya sungguh-sungguh Jongin. Dan benar, itu memang Jongin yang sedang terengah-engah dan meringis lebar.

"Kyung-"

"Aku tak ingin tahu."

"Aw, tapi -"

Cowok yang lebih tua itu memandangnya tajam.

"Sejak kapan kau jadi perusak suasana?"

"Kapan aku bertemu denganmu?"

"Bangsat."

Kyungsoo mengantongi kembali notes dan pulpennya. Percuma saja ia berusaha meneruskan pekerjaannya kalau Jongin yang heboh itu berada di dekatnya. Ia menyesap lagi kopinya, menikmati rasa pahit kafein itu dengan lenguhan pelan ketika cairan hangat itu menuruni tenggorokannya dan mengalir menuju perutnya.

"Seandainya aku belum pernah mendengar desahanmu saat sedang orgasme, pasti aku akan berpikir kau lebih menyukai kopi daripada seks."

Kyungsoo membelalakkan matanya menatap Jongin yang sedang memandangi mug kopinya.

"Kurasa kau membuat pria di belakangku 'tegang'."

Kyungsoo yang dulu mungkin akan langsung ber-blushing ria dan sembunyi di balik mug kopinya, namun Kyungsoo yang sekarang berbeda. Kyungsoo yang ini sangat memperhatikan penampilan dan penilaian orang lain terhadapnya. Butuh waktu yang cukup lama bagi Kyungsoo supaya ngeh. Agar Kyungsoo mempercayai kata-kata pujiannya, Jongin serta merta menunjuk orang-orang yang lagi curi-curi memandangi Kyungsoo. Dan akhirnya Kyungsoo mengerti juga bahwa ternyata banyak orang yang menganggapnya menarik. Hal ini membuatnya sedikit lebih percaya diri dan ia menyukainya. Tapi tentu saja ia tak akan memberitahu Jongin.

Dengan sendirinya ia memiringkan kepalanya ke samping untuk melihat ke sekitar Jongin. Disana ada seorang laki-laki yang duduk tenang memandanginya. Kekaguman tergambar jelas sekali di wajahnya, dan Kyungsoo tahu itu. Padahal pria itu mengenakan cincin kawin, dan Kyungsoo masih bermoral.

"Bukan tipemu?" tanya Jongin penasaran melihat Kyungsoo yang mendadak kehilangan rasa tertariknya.

"Aku bukan orang yang mau 'begituan diam-diam di hotel murahan sebelum si dia pulang ke rumah istrinya'."

"Kau bisa jadi istri yang seksi."

"The fuck?"

"Kau bisa saja memasak di dapur dengan hanya memakai celemek dan high heels."

Kyungsoo hanya diam melihat Jongin yang sedang menatapnya dengan intens, dan ia sangat tahu pasti cowok yang lebih muda darinya itu sedang membayangkan ucapannya barusan. Ia hanya menghembuskan nafas dan menggelengkan kepala.

"Tidak akan terjadi."

"Oh, ayolah!"

"Langkahi dulu mayatku."

"Hm, kalau kau mengenakan itu..."

Kyungsoo memutar matanya dengan dramatis. "Ya ampun, carilah lubang di tembok dan setubuhilah."

"Well, selalu ada yang tinggi, gelap dan sudah menikah", gumam Jongin sarkastik.

"Kau lebih baik dari itu."

Percakapan mereka berubah menjadi sebuah kesunyian. Kyungsoo menghirup lagi kopinya dan Jongin memandang keluar jendela dengan bertopang dagu. Kyungsoo tahu betul pasti akan butuh banyak waktu bagi Jongin untuk memahami bahwa harga dirinya lebih dari sekedar itu. Ia merasa mungkin ia harus menyemangatinya, namun pasti itu tidak akan ada gunanya. Jongin tetaplah Jongin.

Mereka berjalan pulang melewati beberapa blok ke apartemen Kyungsoo dengan diam seribu bahasa. Jongin menggelayutkan lengannya dengan santai pada bahu Kyungsoo, dan yang dirangkul merapatkan dirinya pada kehangatan pemuda itu di saat angin bertiup. Seharusnya ia membawa syal, tapi seperti biasanya, ia lupa gara-gara Jongin si hiperaktif. Ia melesakkan tangan pada kantong mantelnya dan bergidik. Ia benci udara dingin.

Ia menikmati kehangatan apartemennya dengan tersenyum simpul seraya berhenti sejenak di jalan masuknya. Jongin menerobos melewatinya, melepas jaketnya dan membiarkannya tergeletak begitu saja di lantai. Kyungsoo memungutnya dan menggantungkannya pada gantungan di dekat pintu – padahal Jongin jelas-jelas menyadari gantungan itu ada disana, tapi dasar ia tak pernah menggunakannya karena terlalu cuek. Kyungsoo mestinya bisa menasihatnya, tapi sia-sia saja. Percuma. Dasar keras kepala.

Kyungsoo melemaskan jari-jarinya, meresapi rasa hangat merayapi tubuhnya yang tadinya terkena udara dingin. Ia sedang menggosokkan kedua tangannya supaya lebih hangat sebelum sepasang tangan lain menangkupnya. Tangan Jongin selalu hangat dan Kyungsoo membiarkan Jongin menghangatkannya sambil menghembuskan nafas. Ia sedikit iri dengan Jongin yang bisa menjaga panas tubuhnya.

"Terimakasih", ucapnya saat tangannya sudah hangat kembali. Jongin hanya membalas dengan menggumam pelan, lalu pergi lagi menuju dapur.

Cowok lainnya yang lebih tua memindahkan laptop dari meja tulisnya ke sebuah meja kecil di depan sofa.

"Kau membeli coffee table", Jongin datang kembali ke ruangan dengan suara yang agak terkejut, tangannya membawa sepotong biskuit yang sudah termakan separuh.

"Ya, begitulah", sahut Kyungsoo.

"Terlalu kecil untuk kita 'begituan'di atasnya", celetuk pemuda satunya menatap meja kecil itu.

"Aku tidak membelinya untuk hal 'begituan'."

Kyungsoo mendengar dengusan kecil Jongin di seberang ruangan dan ia hanya bisa geleng-geleng. Ia duduk di ujung sofa, menunggu mesin di depannya mengumpulkan kembali energinya. Jongin kembali masuk dapur, mengacak-acak lemarinya.

Ketika Kyungsoo membuka chapter yang baru selesai setengahnya, ia memutuskan untuk mengacuhkan keributan di dapur dan mulai mengkaji ulang paragraf-paragrafnya. Jemarinya mengelus permukaan keyboard sebelum akhirnya mulai mengetik. Ia memulainya pelan-pelan, mengumpulkan ide-ide di benaknya sebelum mempercepat ketikannya. Ia terlalu asyik dengan kegiatannya sampai-sampai tidak menyadari kehadiran seseorang yang duduk di belakangnya dan mulai menginvasi privasinya saat Jongin merapatkan pahanya dengan Kyungsoo yang berada di sela-selanya.

Jari-jemari hangat itu kini mulai menelusup masuk ke bawah baju yang dikenakan Kyungsoo dan ia sedikit bergidik saat jari itu menggelitik halus pinggangnya. Sentuhan Jongin begitu lembut dan perlahan mengarah ke perutnya, lalu pemuda itu memajukan badannya dan mengecup singkat tengkuk Kyungsoo. Meski begitu, suara ketikan itu tidak berhenti. Jongin belum cukup mengalihkan perhatiannya. Cowok itu meneruskan aksinya dengan mengecup kulit pria lainnya yang terekspos, sembari menggesekkan bibirnya pada kulit mulus itu. Tangannya semakin bergerilya ke bawah perut Kyungsoo, pelan-pelan masuk ke dalam celananya, dan baru saat itulah akhirnya Kyungsoo merespon.

Kyungsoo sudah berusaha sebisanya untuk mengacuhkan sentuhan-sentuhan yang menghantarkan aliran-aliran listrik ke tubuhnya. Dia memiliki deadline demi Tuhan, namun badannya kini kepanasan hingga ia tak dapat berkonsentrasi. Yang ada di benaknya saat ini hanya tangan nakal Jongin yang makin bergerak turun dan ia benar-benar benci kalau pemuda itu menggodanya seperti ini. Ia bimbang antara ingin terus mengacuhkan Jongin atau menyerah saja padanya.

Pikirannya berkecamuk terlalu lama tapi tubuhnya menggelinjang merasakan sensasi jari-jari hangat yang kini menangkup batangnya. Perhatiannya sedikit terbagi begitu merasakan gigi-gigi yang menghujam lembut di lehernya dan sial Jongin selalu tahu caranya membuyarkan konsentrasi Kyungsoo. Ia pun berhenti mengetik dan mencengkeram paha Jongin yang merapat padanya. Ia bersandar pada dada bidang pria yang lebih muda darinya itu dan membiarkan kepalanya terkulai di bahunya seraya memejamkan matanya.

Tangan Jongin yang satunya kini menekan Kyungsoo agar semakin merapat padanya, dan pemuda yang lebih tua itu dapat merasakan bahwa dirinya sudah amat terangsang. Libidonya memang tinggi. Tangan Jongin tidak membutuhkan waktu lama untuk membuatnya tegang dan mengeras sepenuhnya dalam genggamannya. Ia menggigit bibir bawahnya dan membenamkan kukunya di paha cowok yang lebih muda itu. Sialnya Jongin bergerak begitu pelan dan Kyungsoo ingin lebih. Ia ingin membuatnya bergerak lebih cepat, namun tangan lain yang berada di atas perutnya menahannya. Kyungsoo mendesah frustasi dan memalingkan kepalanya sehingga bibirnya hampir menyentuh telinga Jongin.

"Cepatlah", pintanya dengan terengah. Ia dapat melihat senyuman merekah di wajah Jongin sebelum ia menoleh menatapnya.

"Dasar pemaksa." Lalu Jongin pun melahap bibirnya, membuka sedikit mulutnya dan lidah-lidah mereka pun saling melilit satu sama lain dengan serunya. Jongin mengusapkan ibu jarinya pada lubang kemaluan Kyungsoo dan membuatnya mendesah kencang. Ia mempercepat aksinya, namun itu masih kurang memuaskan bagi cowok yang lebih tua darinya itu. Kyungsoo pun menggigit bibir bawah Jongin, menjadikan Jongin tak tahan untuk menggesekkan batang kemaluannya pada anus pemuda satunya.

Setelah itu Jongin melepaskan genggamannya dan beralih dari posisi sebelumnya. Ia kini memposisikan dirinya di tengah-tengah kedua kaki Kyungsoo dan mulai menelanjangi bagian pinggang ke bawahnya. Setelah melemparkan celana Kyungsoo secara serampangan, Jongin melepaskan pakaiannya sendiri. Kyungsoo kagum akan kemahiran Jongin melucuti pakaiannya dalam waktu kurang dari 10 detik. Sekarang Jongin yang sudah tak sabar mengambil sesuatu di balik bantal-bantal kecil sofa, mengeluarkan sebotol lubrikan dan kondom. Seandainya Kyungsoo menyambut tamu di kediamannya, pasti mereka akan langsung kabur begitu mengetahui benda-benda tadi tersembunyi dimana-mana. Ketika ia mengeluh tentangnya, Jongin hanya mengendikkan bahunya dan menjawab lebih baik semuanya praktis jadi ia tidak perlu membuang-buang tenaganya yang berharga. Kyungsoo pun mau tak mau setuju, walaupun ia masih melarang Jongin menyimpannya di rak piring.

Kyungsoo mulai 'mengocok' dirinya sendiri melihat Jongin merangkak ke pangkuannya, membuka lebar kakinya. Bibir mereka pun bertautan kembali, Kyungsoo menarik rambut pemuda itu dengan tangannya dan semakin memperdalam ciuman mereka. Ia haus akan sentuhan. Suara 'pop' terdengar ketika botol lube itu dibuka dan Kyungsoo melepaskan tautan bibir mereka. Ia baru saja akan mengeluh bahwa bagian belakangnya masih ngilu gara-gara kemarin malam, namun kata-kata itu seolah tercekat di tenggorokannya. Jongin mulai melumuri 'pintu belakang' nya sendiri untuk mempersiapkan dirinya dan hal itu benar-benar erotis sampai Kyungsoo pun menggelinjang dan mengeluarkan desahan kagum. Jongin menatap lurus ke arahnya sambil menggigit bibirnya, matanya setengah tertutup sambil perlahan memasuk-keluarkan jarinya di lubangnya sendiri.

Kyungsoo memalingkan kepalanya sebentar untuk mengambil kondom dan memakainya. Lalu dicengkeramnya lengan Jongin agar ia mengeluarkan jarinya. Kyungsoo benar-benar ingin memasukinya. Segera. Dijepitnya paha lelaki yang lebih muda itu, lalu dengan kasarnya ia menarik Jongin maju ke depan. Jongin pun paham dan pelan-pelan menurunkan tubuhnya, anusnya melahap inci demi inci milik Kyungsoo yang sudah amat tegang. Ia mendongakkan kepalanya dan mendesah nikmat seraya terus menurunkan badannya, membuat penis Kyungsoo terbenam makin dalam. Kyungsoo semakin diliputi kenikmatan, kuku jarinya terbenam di kulit paha Jongin, temperatur ruangan itu serasa makin panas. Ia menyesuaikan sedikit posisinya dan terdengar sebuah lenguhan dari pria di atasnya.

Kyungsoo beberapa kali menggerakan pinggulnya ke atas, lalu ia memegangi pinggul Jongin dan membantunya menaik-turunkan badannya. Paru-parunya seolah kehabisan udara tiap kali penisnya menghujam Jongin lagi dan lagi, kecepatannya pun bertambah di tiap tusukannya. Jongin menghentak-hentakkan turun tubuhnya, alisnya bertaut dalam konsentrasi dan demi Tuhan Kyungsoo senang sekali melihatnya dalam keadaan seperti ini. Mereka melakukan gerakan tarik dan dorong – Jongin mendorong tubuhnya ke bawah dan Kyungsoo menariknya ke atas. Yang terdengar di ruangan itu hanyalah suara kulit yang bersinggungan dan erangan-erangan erotis mereka.

Kyungsoo menurunkan salah satu kakinya dan menggenggam belakang kepala Jongin, jarinya menelusup di sela-sela rambutnya lalu menarik Jongin ke bawah dan menyambutnya dengan ciuman panas. Jongin menurunkan tubuhnya, menjepit penis Kyungsoo dengan lubang ketatnya dan mulai melakukan gerakan memutar dengan pinggulnya – membuatnya semakin mengerang keenakan. Kyungsoo ingin sekali ejakulasi, namun ia tak ingin cepat-cepat mengakhiri 'babak' ini. Ia sangat suka saat penisnya dipijat kuat seperti ini. Cowok yang lebih muda itu lalu bergerak naik-turun lagi, sesekali memutar-mutar pinggulnya membuat sensasi fantastis menguasai Kyungsoo. Tidak, 'permainan' ini tak akan berakhir begitu saja.

Ia melepaskan rambut Jongin dan menggenggam batang penisnya yang terabaikan. Ia sedikit menekankan jarinya lembut di bagian ujung kejantanannya, membuat Jongin tersentak ke arahnya.

"Kumohon", erang Jongin dan Kyungsoo hanya bisa menurut. Ia 'mengocok' milik pria yang lebih muda itu selagi ia menghujamkan miliknya, sementara ritme mereka perlahan semakin cepat. Ia dapat merasakan paha Jongin bergetar dan ia pun memegangi pinggang Jongin untuk memudahkan gerakan naik-turunnya. Suasana sudah amat memanas dan Kyungsoo merasakan darahnya bergerak mengisi pembuluh-pembuluh darah batang kemaluannya.

Kepala Jongin terkulai hingga dahi mereka bersentuhan. Kyungsoo dapat merasakan hembusan nafasnya di wajahnya dan keringat mereka sudah bercampur jadi satu. Yang dapat ia rasakan adalah Jongin, dan rasanya sungguh luar biasa. Dapat ia rasakan getaran suara desahan Jongin sebelum akhirnya ia menegang dan menumpahkan spermanya di tangan dan tubuh Kyungsoo. Lelaki yang lebih muda itu masih terus menaik-turunkan tubuhnya pada batang Kyungsoo yang mulai berkedut. Tak lama kemudian, jari-jari kaki Kyungsoo sudah mencengkeram karpet menahan teriakan orgasmenya lalu menyemprotkan maninya ke dalam cowok yang berada di atasnya. Jongin memutar-mutar pinggulnya dengan kasar sekarang, membuat penis sensitif Kyungsoo mengeras dan meningkatkan kepuasannya.

Akhirnya mereka pun menghentikan aksi mereka, dan Kyungsoo pun membaringkan tubuh lelahnya di atas sofa, bersama Jongin di pelukannya. Pikirannya hampa dan tubuhnya bergetar. Ia mulai tak nyaman akan keadaannya; tenggorokannya nyeri berkat nafasnya yang terengah, badannya yang basah oleh keringat mulai terasa gatal, serta ia mulai merasakan cairan lengket di bajunya itu mulai mengenai kulitnya. Namun sekarang ini ia tidak peduli. Jongin kini membenamkan wajahnya di lehernya dan Kyungsoo pun mendongak menikmati kenyamanan itu. Di saat-saat seperti inilah Kyungsoo tidak menganggap Jongin seseorang menjengkelkan yang kerap kali membuatnya gila.

Kemudian Jongin perlahan melepaskan dirinya dari Kyungsoo, berdiri dengan kakinya yang lemas, namun seksi. Pemuda yang lebih tua pun menggeram kehilangan dan udara dingin itu seakan menyerangnya kembali.

"Ugh", keluhnya sembari menatap kaosnya. Ia melepasnya dengan hati-hati dari badannya. Akhirnya ia bangkit dan melemparkan kaos itu ke dalam mesin cuci dan kondom ke tempat sampah. Ketika ia masuk kembali dalam ruangan tadi, dilihatnya Jongin yang masih bugil berbaring di sofa dengan satu lengan menutupi matanya.

Kyungsoo mendekat dan memakaikan celananya lalu menyuruh pemalas itu bergeser sedikit. Ia duduk lagi di posisi semulanya, memandangi laptopnya lagi.

"Bangunkan aku jam tiga", gumam Jongin di belakangnya.

Kyungsoo hanya berdeham mengiyakan. Ia menghembuskan nafas panjang dan menyisir rambut basahnya dengan tangan sebelum melanjutkan lagi pekerjaannya, dengan Jongin yang terlelap di belakangnya. Ia pun mengira-ngira untuk yang kesekian kalinya apakah Jongin keberatan jika Kyungsoo membuat karakter yang persis dengannya di karangan yang berikutnya. Hanya sebagai hiburan, tentu saja.

—to be continue—


Well special thanks to~! exoticbabyly.. who is help me to translate it to Indonesian language~! And don't forget to the thetwistedstar who is gave me a permission to translate this story.. And, once again.. i do not own this story. this story belongs to thetwistedstar

Read Original story :

www. asianfanfics story/ view/ 231465/ 1/ default-state-of-being-exo-jongin-kyungsoo-kaisoo/ 18

*tolong hilangkan spasinya jika berniat membaca original story..

Last word~! REVIEW JUSSEYO~!