Title : Kris and Amortentia

Rated : T

Genre : Fantasy/Romance (+tragedy for this chap)

Cast :

-main cast : KrisTao

-slight : none

-other cast : find by yourself

Disclaimer : cast diatas milik Tuhan, milik author-karena ada tokoh buatan-, milik orang tua, milik diri mereka sendiri(?). FF murni milik saya. Jika ditemukan kesamaan, itu hanya sebuah kebetulan semata yang sangat tidak disengaja.

Warning : YAOI, BL/Boys Love, abal, typo dimana-mana, alur dipaksakan dan kekurangan lain yang akan readers temui sendiri. Banyak chara yang numpang lewat. No plagiat. No Flame. No Bacot(?)

NB : Terinspirasi dari film Harry Potter, meskipun tidak ada kesamaan cerita. Tapi ada beberapa adegan yang sama yang saya tuangkan di FF ini. Banyak nama tempat di FF ini yang muncul begitu saja di imajinasiku. Nama-nama tokoh aku ambil dari anggota BB/GB. Tapi ada juga yang hasil pemikiranku. Mantra sihir sebagian kecil ciptaanku.

.

.

Cinta itu harus dari hati…

Tidak perlu dengan ramuan pemaksa itu…

.

Kris and Amortentia

.

Dentingan suara sendok menjadi latar dalam ruang sepi tersebut. Kobaran api yang menyala dalam perapian kian membesar dan menambah suasana menjadi lebih hangat. Terlihat 2orang lelaki yang duduk disamping katil yang kini diatasnya duduk seorang yang berjenis kelamin sama dengan mereka. Yang tengah kidmat memakan sarapannya dengan suapan satu diantara mereka.

"Sebenarnya apa yang kau butuhan dariku, Kris?" Pria berambut warna madu itu mendengus kesal sembari melipat tangannya didepan dada. "Aku sedari tadi hanya duduk disini memperhatikan kalian yang sedang bermesraan! Benar-benar membosankan!"

Uhuukk…

Tao, pemuda yang berada diatas katil, menyemburkan bubur dari mulutnya. Secepat kilat ia menatap horror kearah Chan. "Kami tidak- Bukan! Bermesraan... tidak begitu!"

"Kalian bermesraan didepanku... Saling menatap dan tersenyum. Kris menyuapi panda. Apa namanya jika bukan bemesraan. Ohh, ayolahh… Aku ingin jalan-jalan ke Hogsmeade dengan Baekhyun, dan Kris pagi-pagi buta telah menyeretku dari kamar dan membawaku ke rumah sakit," gerutu Chan sebal. "Bahkan Kai dan Sehun telah pergi berbelanja untuk kebutuhan pesta besok."

Kris memutar bola matanya malas. Tangannya masih sibuk membersihkan bubur yang tercecer disekitar tempat tidur dan baju Tao. "Kau tidak apa-apa ?"

"Eumhh… Aku tak apa," Tao mengangguk. "Dobby… Dobby," ia berujar pelan memanggil seorang peri rumah. Sedetik kemudian, suara 'ting' kecil terdengar dari sisi Tao.

"Anda memanggil saya, Mr. Tao ?" tanya Dobby, peri rumah dengan binar mata cerah itu.

"Bisa aku minta tolong padamu, Dobby? Buatkan coklat panas untukku."

"Tentu saja. Dobby akan dengan senang hati membuatkannya untuk anda. Ada yang lain lagi, Mr ?" tanyanya sekali lagi sebelum menghilang.

"Tidak. Itu saja,"ujar Tao pelan. Dobby mengangguk, lantas setelah membungkukkan badan dan mengucap salam, peri rumah itu menghilang dengan lecutan kecil.

"Aku pergi saja." Chan beranjak dari duduknya. "Dasar menyebalkan. Aku tidak dibutuhkan tetapi tetap saja diseret kesini. Kris bodoh!"

Kris yang mendengarnya hanya mengedikkan bahu cuek lalu melanjutkan membersihkan baju Tao.

"Kenapa kau membawa Chan kemari?" Tao memicingkan tatapannya pada sosok yang kini tengah sibuk membersihkan pakaiannya.

"Ehh… Itu… sebenarnya, aku juga tidak tau…" Kris mengusap tengkuknya kikuk.

"Chan mau kemana ? Sepertinya dia marah padamu."

"Biarkan saja. Pasti dia akan menemui Baekhyun. Kau sudah baikkan? Badanmu tidak sepanas kemarin, Tao." Kris meletakkan punggung tangannya di kening Tao. Membuat laki-laki berambut merah gelap itu kontan menundukkan kepala. "Kau yakin ikut pesta musim dingin itu ?"

"Hemphh… Tentu. Bukankah aku sudah berjanji padamu ?"

Kris menghela nafas. Kembali ia mendudukkan dirinya dikursi. Tangannya mengenggam jemari Tao. "Kalau kau masih merasa sakit, kau tidak perlu kesana. Aku akan menemanimu disini."

Tao menggeleng. Bersamaan dengan itu, Dobby muncul dengan segelas coklat hangat.

"Dobby membawakan coklat anda, Sir." Peri rumah itu menyerahkan gelas yang ada digenggamannya kepada Tao, namun segera disambut hangat oleh tangan Kris. Membuat Dobby memandang heran. "Itu untuk Sir Tao," ujarnya dengan suara kecil namun tegas. Khas seorang peri rumah.

"Aku yang merawat Tao. Kau boleh pergi sekarang," desis Kris tajam.

Dobby perlahan mundur. Ia tatap Kris dengan takut-takut. Tao yang menangkap gelagat ketakutan Dobby segera mendelik kearah Kris. "Kau menakutinya, Kris."

"Tak apa Mr Tao. Dobby akan kedapur sekarang. Ada yang anda butuhkan lagi?"

"Tidak. Terima kasih. Aku suka coklat buatan Dobby," ujar Tao dengan senyuman membuat peri rumah kecil itu ikut tersenyum.

"Dobby senang melayani Mr Tao. Semoga lekas sembuh." Dan sekali lagi, dengan lecutan kecil, peri rumah itu menghilang. Meninggalkan Tao dan Kris di ruang rumah sakit besar.

.

Kris and Amortentia

.

Pesta musim dingin…

.

"Sedang apa?" Kai yang baru turun dari kamar memandang pada sosok Chan yang berdiri menghadap keluar dengan heran. Ia tenteng jubah Slytherin kebanggaannya dan bersiap berdandan lagi didepan cermin besar.

"Hanya mengamati gurita raksasa," ujar Chan tanpa menoleh. Pandangannya lurus memperhatikan keadaan Danau Hitam diluar sana lewat jendela besar. Terlihat seekor gurita raksasa tengah –seolah-olah- menari-nari dengan tentakelnya yang panjang yang terus meliuk-liuk gemulai. "Kai, tidakkah kau berfikir, gurita itu sebenarnya juga ingin pergi ke pesta musim dingin?"

Kai yang mendengarnya, kontan menyemburkan coklat hangat yang baru ia teguk. Lantas memandang Chan tak percaya. "Kau gila," ujarnya dengan jempol tangan yang membersihkan sisa-sisa coklat yang tercecer disudut bibirnya. "Ahh… jubah pestaku…"

"Aku tak habis pikir, bagaimana gurita itu tak kedinginan padahal air dipermukaan telah membeku," heran Chan lagi dengan dahi berkerut.

"Kau bisa mengajaknya tidur bersama," jawab Kai asal. Ia melangkah menuju sofa ditengah ruangan.

"Dia terlalu besar," Chan berujar dengan nada serius.

"Dia tak besar. Hanya kelebihan berat badan," Kai mendengus lagi. "Kau bisa mengecilkannya dengan mantra."

"Tempat tidurku akan basah."

"Kalau begitu diamlah!" Pria berkulit coklat itu berteriak sembari melempar sebuah bantal ke arah Chan. Reflek, pemuda dengan beludru hitam tersebut menghindar dari terjangan bantal yang terlempar kuat kearahnya.

"Kau keterlaluan Kai. Aku merasa kasian dengan gurita itu." Tangan Chan merapikan pakaiannya yang berantakkan lalu berjalan kearah Kai dan mendudukkan dirinya di sisi sofa.

"Bisa tidak ganti topic pembicaraan?" Mata Kai berputar. "Accio sepatu…" gumam Kai mengarahkan tongkatnya kesudut ruangan dan sepasang sepatu terbang kearahnya.

"Kemana Kris? Apa masih dikamar?" Chan memutar kepala. Ruang rekreasi tampak lenggang. Hanya ada dirinya dan Kai yang berada disana. "Sepi sekali."

"Dia sudah pergi ke koridor menunggu Tao." Kai jejalkan kakinya kedalam sepatu coklat mengkilapnya. Lantas segera berdiri dari duduknya.

"Apa kita akan menjemput Baek dan Dio di menara Ravenclaw? Mereka tak berkata apa-apa padaku."

"Tidak." Kai sedikit mengibaskan jubah berlambang ular yang ia kenakan. "Pertanyaan dari Patung Rowena selalu membuat kepalaku sakit." Ia kemudian berbalik menuju tangga. "Ayo berangkat."

.

"Taooo! Kau sudah siap?" teriakkan Luhan kembali menggema dalam ruang tatap pantulan dirinya dicermin sembari ia rapikan kembali jas hitam yang melekat pada tubuhnya. Sempurna. Rambut pirang serta tatanan yang rapi membuatnya terlihat elegan.

Tak jauh beda dengan Kris, batinnya dan tersenyum puas.

"Tao belum selesai, Lu?" Sehun keluar dari kamar dan berjalan menuju tempat Luhan dengan menenteng sepatunya.

"Belum. Dan lekas pakai sepatumu," ujar Luhan. "Cepat lah! Sebentar lagi Profesor Jong akan memulai pidato sebelum pesta dimulai!" teriaknya lagi pada Tao.

"Sebentar lagi!" pekikkan Tao terdengar dari dalam kamar.

"Panda sebenarnya sedang apa ? Kenapa lama sekali," gerutu Sehun sambil memakai kaus kaki putihnya.

"Tentu saja berdandan diri," sahut suara lain. Sehun dan Luhan memutar kepala. Mereka dapati Ren yang berdiri diambang pintu. Lengkap dengan beludru putih serta rambut pirangnya. Matanya yang biru kehijauan menambah kesan cantik pada sosoknya.

Heran, bagaimana dia bisa menjadi kapten Quidditch…

"Ahh… Ren. Kau sudah siap?" tanya Luhan yang hanya dianggukki kepala oleh sosok cantik tersebut.

"Kau serius datang kepesta itu dengan Aron ?" tanya Sehun lagi.

Sekali lagi, Ren mengangguk malas. Matanya sekilas menatap pemandangan luar Kastil lewat jendela besar yang telah banyak terdapat hiasan natal yang menggantung. Salju telah menyelimuti semua halaman Hogwarts. Bahkan, sungai Besar pun telah membeku sempurna. Siap untuk menjadi arena Ice Skating. "Sebenarnya nanti setelah berada dalam aula besar, aku dan Aron memisah. Tentu saja aku akan menemui Baekho. Mana mungkin aku akan menempel terus disisi Aron," jelas Ren dengan mengayunkan tongkatnya kearah perapian. Berniat membuat api. Namun pergerakkannya terhenti kala pintu kamar terbuka. Menampilkan sosok pemuda yang selama seperkian menit mereka tunggu.

Tao…

Pemuda berparas manis itu menyembul keluar setelah pintu kayu tersebut terbuka lebar. Tubuhnya yang tinggi dan proporsional terbungkus sempurna dengan balutan tuxedo hitam dengan garis putih disekitar kerahnya. Sepatu hitam yang menjadi alas kakinya. Polesan make-up yang terlihat sangat cocok untuk kulit putihnya. Well… Luhan dan Sehun percaya, pasti Kris akan susah berkedip nantinya.

"Mau sampai kapan diam?" ujar Tao memecah keheningan. Tangannya meraih jubah Gryffindor yang tergeletak asal saja disofa.

"Eungghhh… Sepertinya ada yang berbeda," Ren meletakkan telunjukkan didagu. "Ahh… Kemana rambut merahmu?"

Sehun menengadahkan kepala menatap Tao sembari merapikan jubah yang telah ia pakai. "Benar. Kenapa jadi pirang platina seperti itu?"

Tangan Tao terangkat mengerayai kepalanya. "Ahh… Aku rasa aku menjadi lebih tampan jika memakai warna seperti ini," jelasnya dengan cengiran.

"Kau itu cantik, panda." Luhan mencubit pipi Tao gemas. Lalu segera membungkus dirinya dengan jubah. Begitu pula dengan Tao dan Ren. "Baiklah, ayo berangkat. Kris dan Aron menunggu di koridor kan?"

Tao dan Ren mengangguk bersama lalu segera mengekor dibelakang Luhan dan Sehun yang telah melangkahkan kaki menuruni tangga pada lubang lukisan untuk menuju koridor.

.

Begitu berbelok untuk menuju koridor depan, mata mereka melebar. Koridor yang biasanya nampak polos, telah didekorasi dengan sedemikian rupa oleh para professor. Ratusan mawar serta Delphinium menghiasi tiap sisi kanan dan kiri lorong. Tak lupa balon-balon putih yang kerap kali menyembul keluar lalu menghilang. Begitu seterusnya. Juntaian Fuchsia flower dilangit-langit koridor benar-benar menambah kesan manis. Menarik.

"Para professor benar-benar bekerja keras," gumam Luhan yang dianggukki oleh Sehun.

Dari kejauhan, Ren menangkap sosok siluet yang sangat ia kenal sedang bersandar pada pilar. Mata pemuda itu menatap lurus pada butiran salju yang berjatuhan dari atas. Ren tersenyum.

"Aron," desisnya. "Aku kesana, bye Lu. Bye Sehun. Dan Tao…" ia menepuk pelan pundak milik lelaki yang 10cm lebih tinggi darinya itu, "semoga malammu menyenangkan. Kita bertemu lagi nanti," ujarnya dengan mengedipkan sebelah matanya pada Luhan yang tersenyum penuh maksud. Lantas melangkah lebar berjalan menuju tempat Aron berada.

Tao hanya menatap kepergian Ren. Hingga akhirnya ia merasakan genggaman pada pergelangan tangannya. Ia menoleh.

Kris…

Mata Tao tak berkedip. Tanpa sadar, ia menahan nafas. Kris begitu… tampan, pikirnya.

Rambut pirang putihnya yang dibiarkan beratakkan alami, namun tetap memberikan kesan tersendiri. Kerah tinggi dari baju yang ia pakai terlihat elegan dan kontras dengan jubah hitam Slytherin yang ia kenakan.

"Hai Tao," sapa si kembar Syls, Barnie Syls dan Emma Syls dari asrama Hufflepuff yang kebetulan bertatap muka dengannya di koridor menuju aula. Membuyarkan kekagumman Tao pada Kris yang berada disampingnya.

Tao hanya menjawab dengan seulas senyum. Membuat Kris dengan reflek mempererat genggaman tangannya pada jemari Tao. Pemuda itu menoleh, "jangan berikan senyummu segampang itu."

"Hhuhh?" Tao menengadah lalu mulai melangkah berjalan menuju pintu aula.

Kris membungkuk sedikit. "Aku cemburu, asal kau tau itu," desisnya tepat pada telinga Tao. Membuat Tao sedikit bergidik aneh dengan rasa panas yang menjalar ke wajahnya. "Baiklah… kau siap?" tanya Kris begitu berada didepan pintu aula.

Tao menganguk mantap. Lalu dengan bimbingan Kris, ia melangkah masuk menuju aula besar melalui gapura akar pohon Lienders, dan mereka langsung disuguhkan oleh pemandangan yang lain dari biasanya.

Aula besar nampak 2x lebih lebar dari biasanya. Aula yang biasanya tak beronamen, yang biasanya hanya dihiasi oleh obor yang menyala, kini penuh oleh hiasan serta pernak-pernik lainnya. Disetiap dinding tergantung dengan sempurna karangan bunga Lilacs yang dipadu dengan krisan putih dan krystal salju. Lilin-lilin berterbangan dilangit-langit aula. Kelopak mawar yang berjatuhan, tetapi selalu hilang sebelum menyentuh lantai. Lavender ungu yang menjuntai kebawah. Sulur yang saling menyilang. Kerlap-kelip lampu. Disetiap sudut teronggok dengan sempurna pohon natal yang tingginya hampir 15 meter lengkap dengan berbagai macam hiasan yang membuatnya nampak lebih indah. Tak lupa dengan hiasan bintang yang teletak di puncaknya.

Nampan-nampan makanan yang berterbangan. Gelas-gelas minuman yang terisi sendiri. Alat music yang bergerak dengan sihir.

Hhhahhh… Benar-benar serba sihir.

Kris mengedarkan atensinya. Mencari meja yang masih kosong. Senyumnya mengembang. Ia tarik tangan Tao dan membawanya menuju meja yang berada didekat pohon natal. Tak lupa ia juga memberikan intruksi pada Sehun untuk mengikutinya.

"Ohh… Hai Kris!" Baekhyun mengangkat tangannya begitu sosok Kris berjalan mendekat. "Hai Lu… Sehun…" sapa Baekhyun. "Dan, Tao… Kau, nampak cantik," pujinya kemudian.

Tao tersipu. "terima kasih. Dimana Chan dan Kai?" Tao mendudukkan dirinya disamping Kris.

"Sedang mengambil minuman. Semoga saja mereka membawa lebih," harap Dio.

"Asal tak ada amortentia." Sehun mendengus dengan bola mata yang memutar.

Baekhyun dan Dio terkekeh.

Sedangkan Kris, menampilkan cengiran tak bersalahnya.

Mata Luhan menyapu sekitar. Para Profesor telah berada di tempatnya masing masing. Sir Yunho, dengan baju merahnya, nampak serasi berdiri berdampingan dengan Profesor Jaejoong, yang menggunakan beludru biru tua, yang membuatnya terlihat lebih cantik.

Profesor Hypper aktif, Profesor Hyukkie, dengan tenang duduk di kursi paling depan disamping Profesor Aiden yang tak pernah berhenti tersenyum. Sir Woobin dan Madame Jessie. Lalu Proffesor Kyuhyun dengan Profesor Minnie.

Luhan beralih menatap para siswa. Ren dan Minhyun berdiri berdampingan disamping pohon natal kecil disisi ruangan dengan segelas Butterbeer ditangan masing-masing. Para anggota tim Quidditch yang membentuk kelompok. Beberapa prefek nampak saling bercengkrama. Gadis-gadis yang terus berputar-putar memamerkan gaun serta hiasan rambut.

"Profesor Jong bersiap berpidato," ujar Tao. Membuat Luhan kembali mengalihkan pandangannya kepodium depan. Bersamaan dengan datangnya Chan dan Kai yang berjalan kearah mereka dengan beberapa gelas minuman yang beterbangan disisi mereka.

"Selamat malam, anak-anak…" suara halus Profesor Jong terdengar jelas. Mantra Sonorus yang efektif. "Pesta kali ini, meriah bukan ?" –padahal belum dimulai, Tao mendengar Sehun berdesis- "Terima kasih untuk para professor dan para hantu yang telah bekerja keras demi terlaksanakannya pesta musim dingin tahun ini. Saya berharap… " Dan Profesor Jong terus berceloteh tentang hal yang boleh dan tak boleh murid-murid lakukan sepanjang pesta yang biasanya berlangsung sampai tengah malam.

'Wiskey api tentu dilarang...' Dan terdengar gumaman tak setuju dari para prefek tingkat 6 dan 7. Ternyata para Prefek juga ingin bebas dalam semalam saja –tunggu, prefek tingkat 6 dan 7 juga diundang ?- 'Kalian bisa bersenang-senang malam ini…' Saat itulah, sorakkan gembira terdengar dari setiap sudut. Tak ketinggalan pula gemuruh tepuk tangan kala Profesor Jong mengakhiri pidato –yang katanya singkat- .

"Excuse me…" Dentingan gelas yang beradu dengan sendok terdengar nyaring dari arah meja staff yang berada pada baris paling depan. Madame Jessie berdiri. Menampilkan dirinya dengan balutan gaun pink panjangnya. Semua siswa menatap kesumber suara. Sebagian tak memperdulikan. "Dengan berakhirnya pidato, atau lebih tepatnya, salam pembuka dari Kepala sekolah Jong…" Madame Jessie memberi jeda. "Maka, pesta kali ini … DIMULAI !" teriakknya. Bersamaan dengan itu, kembang api tiba-tiba muncul dilangit-langit aula. Semua –sebagian- murid berdiri. Menengadah dan bertepuk tangan serta bersiul nyaring.

Band penyihir naik ke atas panggung yang telah disiapkan oleh Profesor Yesung, guru music Hogwarts. Lagu dengan ritme cepat segera memenuhi aula besar. Anak-anak nampak mulai turun ke lantai tengah. Berdansa dengan pasangan memang tak boleh terlewatkan pada pesta tahunan seperti ini.

"Baek ?" Chan menoleh menghadap Baekhyun. "Menari?" tawarnya. Belum sempat Baekhyun membuka mulut untuk bersuara, Chan lebih cepat menariknya dari kursi dan menyeret paksa Baekhyun menuju lantai tengah. Diikuti oleh pasangan Dio dan Kai.

Kris melirik Tao yang sedang meminum butterbeernya. Merasa diperhatikan, Tao balas melirik Kris dengan pandangan bertanya.

"Kau cantik," puji Kris. Beruntung Tao telah menelan sempurna minumannya. Sehingga ia tak tersedak, atau yang lebih parah, menyemburkan butterbeer tersebut ke wajah porselen milik pemuda didepannya itu.

"Benarkah ?" Semburat tipis menghiasi pipi Tao. "Eumm… terima kasih." Tao menunduk. Memperhatikan gelasnya yang telah kosong.

Luhan terdiam. Ia menyenggol Sehun yang berada disampingnya. "Sebaiknya kita pergi." Ia lalu berdiri dan menarik kerah tinggi milik Sehun lalu berjalan menjauh dari meja.

Lagu kedua terdengar mengalun lebih cepat. Membuat para pasangan dansa menghentakkan kakinya lebih keras. Ahh… Tao benci music ini… Musik Rock.

"Tak menari?" Tao membuka suara. Tangannya bermain dengan gelas kosong miliknya.

"Kau mau?" Kris menawarkan diri dengan uluran tangan. Tao menatap sekilas. Lantas menggeleng. Dahi Kris berkerut. Tangannya ia tarik kembali. "Kenapa?

"Aku tak biasa menari," lirihnya.

Kris mengangguk. "Mau ku ambilkan minum? Makanan mungkin."

"Gelas telah terisi sendiri." Tao menunjuk gelas yang ia maksud dengan dagunya.

Kris nyengir. "Percayalah, minuman buatan tangan peri rumah…" Kris menunjuk meja yang berada dipojok. Seorang peri rumah sedang menuangkan kembali minuman kedalam gelas yang baru. "Jauh lebih enak," ujarnya penuh keyakinan. "Dobby serta kreacher dan teman-temannya sangat pandai dalam hal ini."

Tao terdiam. Memang, masakan peri rumah tak ada yang dapat menandinginya. "Terserah kau saja." Kalimat Tao berakhir, dan Kris segera beranjak dari duduknya dan berjalan menjauh. Tao kembali terdiam memperhatikan sekitar. Tak berniat sedikit pun untuk beranjak dari duduknya.

"Tao?" Suara halus –jelas ini bukan Kris- masuk kependengaran Tao. Ia memutar tubuhnya. Dan sedetik kemudian, mata beningnya melebar.

"Prof…professor Kibum?!" pekik Tao nyaring dan sontak ia berdiri dari duduknya. Menimbulkan suara berderit dari gesekkan kaki kursi dan lantai yang sama sekali tak terdengar nyaring pada suasana seperti ini.

Sir Kibum terkekeh mendapati reaksi Tao yang begitu bahagia. "Kau sendiri?"

"Profesor, kapan kembali dari Perancis ? Kudengar Sekolah Sihir Beauxbatons menahan anda untuk kembali ke Hogwarts?"

"Kau bersama siapa? Kau belum menjawab pertanyaanku, Tao."

Kalimat itu membuat Tao terkekeh. Ia tau benar karakter Guru Herbologi didepannya saat ini. Tak akan menjawab sebelum pertanyaannya terjawab.

"Dimana Sir Wonnie? Aku bersam…"

"Bersama saya, Profesor," Kris datang dari sisi kiri Tao. Kedua pemuda cantik itu menoleh menatap Kris yang kini sedang meletakkan sepiala coklat dimeja. "Dobby memintaku memberimu coklat," ujar Kris. "Dia bilang, kau sangat menyukai coklat panas maupun dingin. Benar, Sayang?" Kris meraih pinggang Tao membuat Profesor Kibum mendelik kaget.

Mata Tao menyipit. Memberikan senyumannya kepada sang Profesor. Namun sesaat kemudian, menatap tajam kearah Kris yang berada disampingnya. "Siapa yang kau panggil 'sayang' ?" ujarnya dingin.

"Tentu saja kau. Siapa lagi?" Kris berujar tanpa memperhatikan tatapan geli dari Profesor Kibum.

"Cinta anak muda," desisnya pelan. "Baiklah, Kris… Tao sepertinya aku harus…" Kalimat Kibum terhenti saat ia merasa hawa dingin mencekam mulai mendominasi ruang aula. Suara alunan music terhenti. Bunga-bunga serta hiasan gantung menjadi layu, menghitam lalu akhirnya hilang. Tak ada suara tawa. Suasana ceria lenyap seketika. Semua mendongak menatap langit-langit. Lilin-lilin mati. Awan hitam cerah yang tadinya mengantung disana, berubah gelap.

"Kris…" Tao mendesis. Uap udara keluar dari mulutnya. "Apa yang terjadi?"

Kris tak menjawab. Tangannya yang bebas meraih tangan Tao. Keduanya perpegangan.

"Dementor." Kibum menyapu sekitar. Tak ada yang bergerak. Semua terpaku menatap gumpalan kabut hitam yang berada diatas mereka. Mengitari aula.

Tiba-tiba suara jeritan terdengar.

Satu…

Tiga…

Lima…

Lama-lama suara itu terdengar saling menyahut.

Tao menatap Kris yang masih tak bergeming. Namun genggaman dijemarinya semakin menguat oleh tangan Kris.

"Profesor Jessie, bawa murid kelas 3 ke ruang bawah," suara Profesor Jong mulai mengintruksi. "Para prefek dan tingkat 5 bersiap!"

"Bagaimana dengan tingkat 4 ?" teriakkan Alicia menggema. Profesor Jessie menoleh.

"Kalian bisa tinggal disini, Miss Alicia. Dan tingkat 3, ikuti saya. Berjalan dengan tenang." Di belakang Madame Jessie, semua murid kelas 3 berjalan keluar aula. Meskipun tak bisa dikatakan rapi, apalagi tenang, karena tiap siswa berlomba-lomba berlarian menuju pintu besar menuju ruang bawah tanah. Kibum melirik Tao dan ketiga sahabatnya yang tak jauh dari mereka.

"Tao, kau pergi." Kibum berujar tegas. Tongkat sihirnya telah ia genggam dengan sempurna. "Bawa Luhan dan Sehun."

Tao tak bergeming. Ia tetap berdiri tegak pada tempatnya.

"Sekarang, Tao!"

Pekikkan Sir Kibum tak membuat pemuda penyuka panda itu getar. Ia memandang Kibum dengan penuh keyakinan. "Aku disini, Profesor. Aku disini..."

"Jangan gila, Tao!" kini pekikkan Kris yang terdengar nyaring. Kilat biru melewati mereka. Kontan membuat Tao dan Kris mundur beberapa langkah. "Pergilah. Kumohon. Aku tak mau terjadi apa-apa denganmu!"

"Aku juga bisa berkata seperti itu! Aku juga tak mau terjadi apa-apa denganmu, Kris!" Tao ganti memekik tajam. Sorot matanya menatap lurus pada kedua lelaki yang ada didepannya. "Aku tak akan pergi," ujarnya dengan penuh ketegasan sekali lagi.

Kibum tau, Tao sangat keras kepala. Semaunya. Namun kini yang ia lihat dari sorot matanya, bukan kekeraskepalaan. Namun sebuah keyakinan…

"Berhati-hatilah… Mereka tak akan membiarkan korbannya lari begitu saja." Dan setelah mengatakannya, Kibum berlari ketengah menuju para Profesor yang telah bersiaga dan merapalkan segala mantra ke langit-langit aula.

"Jangan jauh dariku. Tetap dalam perlindunganku."

Tao mengangguk mantap. Saat ia tarik tongkat Holly-nya dari balik jubah, sangat itulah, suara layaknya petir mengelar terdengar.

DAAAARRR!

Suara semakin keras. Semua murid yang tinggal dalam aula semakin dibuat panic. Mereka saling memunggunggi. Bersiap menghadapi serangan dari berbagai arah. Memasang gesture pertahanan.

PRAAAANGGG!

Jendela besar yang dibelakang podium pecah. Dan dalam sedetik, mereka menampakkan wujudnya. Mereka mulai masuk memenuhi aula.

Dementor. Pelahap Maut.

Dengungan mantra dan kilatan cahaya mulai memenuhi ruangan. Seruan serta teriakkan panic tak terhindari.

"Luhann! Luhan! Jangan menjauh dariku!" Tao mendengar Sehun menjerit memanggil nama Luhan yang berlari kesudut ruangan. Menyelamatkan satu peri rumah yang masih terjebak. "Protego!" Seruan mantra perlindungan dari Sehun terdengar kala ia melihat kilatan merah mengarah pada tubuh kekasihnya. Suara ledakkan tak terelakkan. Membuat percikkan api diudara.

"Stupefy!" Kris berseru. Membuat Tao langsung menolehkan kepala pada objek hantaman mantra tersebut. Seorang pelahap maut terjengkang dari dari sapunya. Menghantam lantai dan akhirnya tak sadarkan diri. "Tao... Kumohon..."

"Petrificus to…"

"Expelliarmus!" acungan tongkat Tao terarah tepat pada seorang pelahap maut dari belakang Kris. Lebih cepat sedetik. "Kau juga harus focus, Kris."

Kilatan merah dan hijau bertabrakkan didepan Tao. Membuat suara menggelegar yang menggetarkan aula. Tao terpental menjauh dari Kris. Tongkatnya terlepas dari genggaman. Ia tersungkur dilantai. Luka sayatan tertoreh didahinya akibat tabrakkan mantra. Sedangkan Kris, menghantam dinding yang berjarak 5 meter dari tempat mereka berdiri semula.

Berniat kembali berdiri dan mengambil tongkat yang jauh dari jangkauan tangannya, satu dementor melayang-layang tepat didepannya. Membuatnya menjulang tinggi dan nampak menakutkan. Tao merangkak mundur. Ingin memutuskan kontak mata dengan makhluk berjubah hitam itu, namun seperti terpaku. Tubuh Tao menegang. Membeku. Pasrah dengan apa yang akan menimpanya. Tangan hitam yang nampak seperti kerangka itu terayun, bersiap menghisap kebahagiaan mangsanya. Namun pendar kilau perak menghalau.

Rusa jantan perak berputar-putar mengelilingi dementor. Semakin cepat dan ganas. Menghalau sang dementor mendekat. Semakin besar cahaya perak itu, semakin keras raungan dementor dan desisan bengis darinya. Dan dalam satu hentakkan kuat dari tongkat yang teracung, satu dementor itu lenyap. Tak berbekas. Menyisakkan Tao yang masih menahan nafas dengan tubuh yang masih tersungkur dilantai.

Seseorang berlari menghampiri. Tao menoleh. Dilihatnya Kris berlari brutal kearahnya dengan seruan mantra acak untuk menepis segala mantra yang terarah padanya."Protego! Stufepy! Expelliarmus! Difindo!"

Tao menatap tak percaya kearah Kris. Tak menyadari seringai keji dari seorang pelahap maut dari arah sampingnya.

"Tao! Tiarap!" Kris memekik dan menyambar tangan Tao mendekat kearahnya tepat pada saat cahaya merah meluncur mulus melewati sisi kanan Tao. Satu lagi, goresan dalam dilengan kanan Tao membuat robek jubah singa miliknya. Darah merembes tak berhenti.


Chan berlari kesegala arah. Rapalan mantra dari bibirnya berhasil menjatuhkan satu pelahap maut dari sapu terbangnya. Namun ia tak bisa berbangga, karena pelahap maut semakin berdatangan melewati kaca jendela yang telah pecah.

"Bombarda!"

"Reducto!"

Dinding hancur dan menghantam tubuh pelahap maut yang sebelumnya telah tergeletak.

"Baek! Baekhyun!"

"Avada…"

"Stupefy!" seru Chan tepat ketika salah seorang pelahap maut berniat 'menyentuh' Baekhyunnya dengan mantra tak termaafkan tersebut.

"Terima ka… Expelliarmus!" teriak Baekhyun pada sosok pelahap maut diatas Chan. Dan sisa dari kutukan itu membuat Baekhyun harus menerima luka gores pada pipinya.

.

"Expecto Patronum !" Rusa jantan perak dengan pendar serbuk putih keluar dari ujung tongkat Profesor Jong mengarah tepat pada Dementor yang memakan kebahagiaan korbannya. Anne Wekindear dari Gryffindor. "EXPECTO PATRONUM !" pekiknya sekali lagi dengan lebih kuat dan Dementor menghilang.

Anne terkapar dilantai. Tak berdaya. Sontak Profesor Jong menjerit. "Profesor! Prosefor Jaejoong! Bawa Anne menyingkir. Bawa Anne menyingkir."

Profesor Jaejoong yang berdiri tak jauh dari Jong langsung berlari mendekat dengan menunduk. Menghindari kilatan mantra yang berada disekelilingnya. "Profesor ?"

"Bawa Anne menyingkir. Bawa dia menyingkir. Prodiatatum Altiogradum" rapalan mantra dari Profesor Jong membuat Sir Jaejoong seperti terbungkus oleh cahaya perak.

"Sir, jaga diri anda," ujar Jaejoong sesaat sebelum melangkah pergi dengan mengendong Anne di tangannya. Sempat ia melirik Sir Yunho sekilas. Lalu tersenyum dan berjalan keluar aula dengan mantra pelindungan dari Kepala Sekolah.

"JANGAN BIARKAN MEREKA KELUAR AULA! JANGAN BIARKAN MENYEBAR KEDALAM KASTIL!"

"EXPECTO PATRONUM!" sekali lagi, rusa jantan perak keluar dan mengamuk dilangit-langit menerkam para dementor.

.

"Protego! Protego! PROTEGO!" seruan mantra Kai menghalau cahaya biru yang mengarah padanya. Dio ada dibelakang. Mereka saling memunggunggi. "Dio, aku mencintaimu. Stupefy."

"Diamlah Kai. Expulso!" mantra Dio bertabrakkan dengan rapalan mantra pelahap maut. "Aku juga mencintaimu."

Luhan dan Sehun terlihat berlari kearah Dio dan Kai. Keempatnya langsung membuat formasi saling memunggunggi.

"Expelliarmus!" Mantra Kai menghantam seorang pelahap maut yang sedang berduel dengan rekannya yang lain. Eerr, bukan… Kai salah sasaran. Mantranya mengenai rekan satu timnya. JR dari kelas 5 Slytherin. Payahnya lagi, ia adalah seorang prefek Slytherin.

"Kai bodoh! Keterlaluan kau! Sialan!" JR memekik tajam. Ia segera berdiri dan meraih tongkatnya yang tergeletak dilantai lantas merapalkan mantra api menuju pelahap maut. "Kau harus ikut kelas mantra tambahan, Kai!"

Kai mendengus. Namun tak bertahan lama ketika ia merasakan hantaman pada punggungnya. Sehun terdorong oleh mantranya yang bertabrakkan dengan mantra lain. Membuat dirinya dan Kai terjungkal kelantai dan menghantam timbunan reruntuhan tembok aula.

Luhan dan Dio maju. Memposisikan tongkat mereka mengarah pada tubuh pelahap maut wanita itu. "Satu lawan dua?" dia terkikik. "Sangat tidak, seimbang, bukan begitu, Mr. Lu dan Mr. Dio?"

Luhan mendecih. "Jangan menyebut nama kami dengan bibir kotormu itu." Sedangkan seluruh saraf Dio terbangun sempurna. Mata bulatnya melotot kearah wanita itu, pelahap maut dengan rambut keriting jeleknya.

"Bagaimana kalau berduel?" pelahap maut itu maju selangkah, membuat Luhan dan Dio mundur beberapa langkah. Genggaman pada tongkat semakin menguat. "Aku bisa memulainya dari… Mr Lu?" Mata kejinya menatap garang kearah Luhan.

Dio menoleh. Dilihatnya seringai dari bibir Luhan. "Kau, terlalu takut menghadapi kami, Bella?" Tatapan Luhan menajam. Bibirnya dengan berani menyebut nama pelahap maut pelarian dari Azkaban itu. "Sehingga harus melakukan negosiasi seperti itu?" Ia menatap remeh penyihir hitam tersebut. "Aku yakin, sebenarnya, kau tak bisa apa-apa, bukankah begitu?" Seringai itu muncul lagi.

Bella merasakan panas memuncak sampai keubun-ubunnya. Guratan pada lehernya semakin terlihat. Membuatnya seperti akan mencuat keluar. Kalimat Luhan berhasil membuat kemarahan wanita itu pecah. Sedetik kemudian, terjangan pada tubuh Luhan tak sempat terhindari. Membuat Dio terperanjat kaget dan melompat menghindar. Ia memekik sebelum akhirnya merapalkan mantra apa saja yang sedang terlintas.

"Impedimenta!" Mantranya mengenai lantai dan meninggalkan bekas hangus disana. Luhan dan Bella masih saling serang dengan berputar-putar dan merubah posisi. Membuat Dio harus ekstra hati-hati agar mantra tak salah mengenai rekannya, Luhan.

"Expelliarmus!" seru Dio lagi. Dan Bella jatuh tersungkur. Namun belum akhir. Dia segera bangun dan mengacungkan tongkatnya pada Dio yang telah berada disisi Luhan.

"Cruci…"

"Stupefy !"

"Tarantallegra"

Dio dan Luhan memekikkan mantra bersama. Kilatan merah serta putih menyambar tubuh Bella seketika.

.

"Confri…"

"Stupefy!" Aron mengagalkan mantra yang hendak terlontar dari bibir pelahap maut yang terkapar. Ia tersenyum puas. Berniat mengapai Ren yang tersungkur dilantai, ia tak menyadari acungan tongkat sihir dari pelahap maut di sampingnya.

"Petrificus totalus!" kutukan itu menyambar tubuh Aron dengan sempurna. Seketika, ia kaku layaknya patung. Tak satupun saraf serta organ tubuhnya bekerja sesuai perintah otaknya. "Avada kedrava!" cahaya hijau menyambar tubuh Aron. Terangkat keudara, sebelum akhirnya mendarat dengan dentuman keras. Tak bergerak.

Ren melebarkan mata. Menjerit melihat Aron yang telah kaku dengan mata yang terbuka.

Aron… mati ?

Ren menatap tak percaya. "Tidak… tidak mungkin," desisnya berkali-kali. Ia merangkak menuju tubuh yang telah kaku dengan isak tangis yang semakin terdengar. Sedikit lagi ia menggapai tubuh itu jika saja sentuhan dipundakknya tak terasakan.

"Apa yang kau lakukan?!" Baekho menjerit keras. Ia berlutut disamping Ren. "Apa yang kau lakukan?! Kau harus melindungi dirimu sendiri!" ia serahkan tongkat Ren yang telah ia pungut dari lantai. "Bangunlah. Stupefy!" tongkatnya teracung dan mengarah pada pelahap maut dibelakang Ren.

Ren memandangnya nanar. "Baekho… Baekho… dia mati… dia melindungiku… demi aku… Baekho!" racuan tak jelas keluar begitu saja dari mulut Ren. Matanya tak terlepas menatap Aron. "Mati… bohong… dia tidak…" Kalimat Ren terputus kala tangannya ditarik paksa oleh Baekho. Mereka berdiri meskipun lutut Ren serasa amat payah untuk menyangga tubuhnya.

"Ren, dengar aku… Bombarda!" rapalan mantra Baekho membuat diri mereka terhindar dari terjangan bebatuan akibat meledaknya tembok aula. "Buka matamu! JANGAN BERFIKIR BAHWA KEMATIAN ARON AKHIR SEGALANYA !"

Ren mendelik. Namun ia tak mampu membuka suara.

"Dengar," Baekho berujar lagi. "Jangan sia-siakan pengorbanan Aron yang melindungimu. Kita semua…" Baekho memandang pertempuran yang terjadi disekitarnya, "aku yakin, kita bisa melakukannya."

.

Suasana semakin kacau. Pelahap maut terus menerus bermunculan. Meja kursi berterbangan disana-sini. Tembok sebagian hancur. Semua murid tak ada yang 'bersih'. Jubah mereka terbakar pada tiap ujungnya. Bahkan jubah yang dipakai oleh Kai telah lenyap dari badannya. Gaun panjang berekor telah berubah menjadi selutut. Gelungan rambut milik Ketie –yang sempat dipamerkan- telah terurai menutupi punggungnya. Rambut Alicia terbakar hingga pendek sebahu. Luka sayatan menghiasi tiap sisi dahi dan pipi mereka. Coreng-moreng oleh debu dan asap.

Tak jauh beda, keadaan Tao juga tak bisa dikatakan 'baik-baik saja'. Jubahnya terbakar hingga hanya menyisakan separuh dari dada keatas. Menampilkan lambang Gryffindor disana. Seluruh tubuhnya penuh luka gores akibat tabrakkan mantra para pelahap maut. Ia juga mendapatkan sebuah luka bakar di tangan kirinya karena telat menghindar dari terjangan mantra api yang diluncurkan oleh pelahap maut berambut hijau itu.

"Aguameti!" pekik Tao. Berniat melindungi Kris dari terjangan bola api sebesar Quaffle dari pelahap maut. Semburan air dari tongkat miliknya nyatanya tak dapat dengan mudah menghentikan kobaran api yang terus mengarah pada Kris. "AGUAMETIIIIII !" pekiknya sekali lagi dengan raungan keras. Dan bagai terjangan air bah, baik Tao maupun pelahap maut itu terjungkal kebelakang. Pelahap maut tadi menghantam pilar aula. Ia tersungkur dan memuntahkan darah dari mulutnya. Sedangkan Tao menabrakkan punggungnya ketubuh Kris yang berada dibelakangnya.

"Kau baik-baik saja?" suara Kris terdengar sangat khawatir. Ia tatap Tao lekat-lekat.

"Aku… hhh.. Aku baik-baik saja, Kris… hhh..hhh…" Nafas Tao tersenggal. Ia terlalu banyak merapalkan mantra dan berlarian kesegala arah. Tenaganya jelas telah terkuras habis dalam pertempuran kali ini. "Kris… Kris, kau tak apa ? Tadi aku melihat, man… Deffence !" Kalimat Tao terputus kala ia mencoba menghalau serangan yang mengarah padanya, dan tentu juga pada Kris. Menginggat kini mereka sedang dalam posisi bertubrukkan.

Bertubrukkan?

.

.

Tao tersadar lantas segera menegakkan tubuhnya yang sedari tadi menindih Kris. Pipinya sedikit merona. Tapi ia segera sadar. Mereka sedang berada ditengah pertempuran. Melawan Dementor dan Pelahap Maut.

Tao memandang sekeliling dengan nanar. Teman-temannya berjuang habis-habisan. Mereka tengah bertarung melindungi rumah mereka. Hogwarts.

Bola mata Tao sedikit melotot saat melihat temannya, Aron, terbaring tak bergerak disisi reruntuhan tembok.

Ia memutar kepalanya lagi. Sehun yang tengah menguncang tubuh Luhan yang terbaring dilantai. Ada apa dengan Luhan? Mulutnya sontak tergangga. Ia berdiri dan hendak berlari menghampiri Sehun. Namun tangannya kembali ditarik paksa oleh Kris. Membuat dirinya berada dalam pelukkan pemuda Slytherin pirang itu.

"Incourius!" Acungan tongkat hati naga milik Kris mengarah tepat pada pelahap maut. Membuatnya jatuh dan memuncratkan warna merah pekat dari dadanya. "Hati-hati. Pelahap maut tak memberimu kesempatan untuk kau melihat gerakkan menyerang mereka."

Tao mengangguk mengerti.

"Impedimenta! Expelliarmus! Stupefy!" Tiga mantra yang diluncurkan oleh Tao menyerang seorang pelahap maut secara bertubi-tubi.

"Bombarda!" Kris menghalau sebuah batu besar yang terarah pada Tao dari belakang. Kris segera meraih tangan Tao lagi dan berlari menepi. Menghindar serangan pendar hijau dari mereka.

"Tarrantallegra! Tao, aku mencintaimu! Furnunculus…. !" Kris berucap ditengah rapalan bibirya memekikkan mantra. Matanya sekilas melirik Tao yang ia seret ketepi. "Tao, aku mencintaimu… Aku hanya takut tak bisa menyatakan padamu. Aku takut tak dapat berada di Hogwarts lagi besok!" Kris berujar cepat tanpa melihat ekspresi Tao yang ingin menangis. Mereka terus berlari sekencang mungkin. Sesekali harus menunduk dan tersungkur mengindari beberapa kilatan mantra disekitar mereka. "Aku mencintaimu," ujar Kris lagi.

"Kr…Kris…"

"Aku mencintaimu. Jangan takut. Aku akan melindungi…" Kris segera menarik Tao dalam dekapannya saat ia melihat dementor mendekat. "Expecto Patronum!" Hippogrif dengan bentangan sayap lebar segera muncul dari ujung tongkat Kris. Berputar-putar diaula. Bentangan sayapnya menutupi seluruh langit-langit aula yang tadinya gelap.

.

Banyak pelahap maut yang telah tumbang. Namun sisa dari mereka seperti tak ingin mengalah dan meninggalkan aula besar. Mereka semakin bersemangat dan semakin gencar meneriakkan mantra acak kesetiap sudut.

.

"Ren! Dibelakangmu! Stupefy!"

.

"Luhan! Luhan! Bangun!"

.

"Kai! Menyingkir! Crucio!"

.

"Profesor! Profesor!"

.

"Levicorpus! Xiumin! dibelakangmu!" Pekikkan Chen membuat Xiumin, siswa Hufflepuff, dengan cepat mengalihkan perhatiannya kebelakang. Seorang pelahap Maut tua tengah bersiap menyerangnya.

"Incendio!"

"Aguameti!"

"Petrificus totalus!" mantra Chen menghunus tubuh pelahap maut dengan tepat sasaran.

.

"Reducto!" pekikkan keras dari JR dan Minhyun berhasil meledakkan setengah tembok aula. Menjatuhkan puing-puing bangunan tersebut. Menghantam lantai. Menindih beberapa pelahap maut yang membuat mereka langsung jatuh tak berdaya.

.

Kris jatuh berlutut setelah mengeluarkan patronusnya. Bukan patronus biasa. Patronus Kris tadi adalah patronus terbesar yang pernah Tao lihat selain milik Profesor Jong. Sayapnya membentang luas seolah melindungi apa yang berada dibawahnya.

Ditambah dengan patronus rusa jantan dan berang-berang, serta kelinci milik Profesor Jong, Sir Woo Bin serta milik Sir Minnie, membuat dementor berhasil dipukul mundur. Menyisakan pendar perak serta patronus milik masing-masing yang terus berputar-putar di langit-langit aula.

Tao berjalan perlahan menuju tempat Kris yang masih tertunduk. Menetralkan kondisi tubuh serta tenaganya yang seperti terkuras habis. Dari belakang, Tao melihat dengan jelas bahu lebar tegap itu bergetar dan naik-turun. Pertanda nafasnya yang tengah memburu.

"Kris… Kau, tidak apa-apa?" tangan Tao mengelus pelan punggung kokoh Kris. Berusaha menyalurkan kehangatan yang entah kenapa ingin sekali ia berikan pada lelaki Slytherin tersebut. "Kau istirahatlah… Kau… tenagamu pasti telah terkuras."

Kris tak menjawab. Masih berusaha menstabilkan deru nafasnya.

Sekali lagi, tangan Tao mengelus punggung Kris. Seakan melupakan kenyataan bahwa kini mereka tengah berada ditengah pertempuran.

"Kris… Katakan sesuatu… Kau baik-ba…"

Sreeett…

.

.

Bruuuuukkkk !

.

.

"Aaaargghhh!"

.

Tao menghentikan kalimatnya tepat disaat Kris menarik tangannya dan membawanya dalam pelukkannya. Memutar posisi dengan cepat hingga Kris menempati tempat Tao tadi.

Mata Tao terbelalak. "Kris… Ke-kenapa? A-ada apa?"

Sekali lagi, Kris tak menjawab. Namun pendengaran Tao menangkap rintihan kecil. Segera ia melepaskan diri dari dekapan Kris. Dan detik itu juga, matanya kembali melebar.

"Kris! Apa… apa yang terjadi padamu?!" Tao berteriak nyaring begitu mendapati beberapa bagian tubuh Kris yang memuncratkan darah dan perlahan merembes mengalir. "Kris… katakan sesuatu padaku…" suara Tao mulai bergetar. Menahan tangis.

"Ta—Tao…" suara Kris terdengar terbata memanggil Tao. Membuat lelaki manis itu semakin terisak. "Incrugri…"

"Kris… hiiks… tetaplah disini… Kr-Kriis… Ku-kumohon… Kris… Hiiks… bangunlah…" Tao menyambar tongkat miliknya dan segera merapalkan mantra penyembuh meskipun ia tau itu tak ada gunanya.

Incrugriotiuse...

Sebuah kutukan yang sangat terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Kutukan hitam hasil eksperimen penyihir kejam masa itu. Itu bukan kutukan sebarangan. Bukan kutukan yang dapat terobati dengan sebuah rapalan mantra. Kutukan itu akan terus memuncratkan darah si korban hingga mati lemas. Mematikan fungsi saraf dan organ lain secara perlahan. Hingga si korban merasakan sakit luar biasa pada setiap inchi tubuhnya. Dan kutukan ini sudah lama tak digunakan menginggat kutukan Avada lebih efektif sekarang.

"Wellisious… Noillinious…" rapalan mantra penyembuh perlahan terucap dari bibir mungil Tao. Tak dapat dipungkiri, ia ingin menangis sekeras mungkin melihat Kris seperti ini, namun sekuat tenaga ia berusaha agar itu tak terjadi ditengah keadaan seperti ini. Ditengah lengkingan teriakkan dan kilatan mantra disekitar mereka.

"Kris… Bertahanlah… Hiiks…" Ia mulai terisak. Air matanya perlahan keluar. Mengalir membuat lintasan dikedua pipinya. "Kumohon…Kris bodoh… Hiikss… bertahanlah…" Sekali lagi ia mulai mengucapkan mantra ditengah bibir kucingnya yang semakin bergetar. Ditengah airmata yang kian tak bisa ia control. Dia harus menyembuhkan Kris… Dia harus menutup luka Kris… Dia harus menyelamatkan Kris... Pangeran Slytherin yang kini ada dipangkuannya… Kris bodoh ini… Kris yang-

.

.

"Tao… Ta..Tao… Ber-berhentilah…" lirih Kris. Ia gigit bibirnya kuat-kuat menahan perih dan sakit yang semakin lama semakin menjalar ditubuhnya.

Namun Tao tak mendengar. Ketakutannya menulikan sekitar.

"Ta-Tao…" tangan Kris perlahan terangkat mengenggam tongkat Tao dan menurunkannya perlahan. "Ber-henti-lah… Ku-mohon…"

Airmata Tao semakin terlihat deras membanjiri pipinya yang telah tergores. Sungguh, kini ia tak mampu lagi untuk berfikir dan bertindak…

Keadaan Kris yang kian mengerikan saat ini…

Apa yang harus ia lakukan…

"A—aku sudah… hhh… da—tang b—bersa—ma mu…hhh… Te—rima… K—kasih Ta…o," Kris kembali membuka suara, meskipun kalimat yang terlontar dari belah bibirnya terbata dan sangat lirih. Terlihat bahwa ia berjuang keras untuk mengatakan sebaris kalimat tersebut saat ini.

Tao membekap mulutnya rapat-rapat dengan telapak tangannya yang bebas. Menahan pekikkan pilu yang nyaris terlontar.

.

"A—Ak- aku… Men-mencintai… T—T— Tao…"

.

Tao segera memeluk Kris dalam dekapannya disaat pemuda itu hendak membuka bibir untuk bersuara lagi. "Aku mencintai Kris…" ujarnya cepat.

"A—aku hikss… Aku mencintai Kris Bodoh… Kumohon, jangan pergi…" Suara Tao semakin parau dan semakin tenggelam oleh isak tangisnya. Bahkan tetes airmata Tao jauh membasahai bahu Kris.

Sungguh, ia tak mampu lagi menahan perasaannya…

Ia mencintai Kris…

Mencintai sosok menyebalkan itu…

"A-ak-aku m-menci… cintai Zi T—Tao…" Kris berujar lagi. Semakin kesulitan menginggat kutukan itu semakin mengerogoti kesadarannya. Namun ia harus tetap bertahan… Setidaknya… "Ki—kita se-sepasang… uhuuuukkk… hhh… hhh… ke—kasih bu—kan ?"

Tao tak menjawab. Hanya kepalanya yang mengangguk mantap.

"Te-rima kasi-h, T-Tao… Ak-ku men-cin…"

Terputus…

"Kris…?" Tao mendesis pelan dengan suaranya yang parau saat tak ada pergerakkan ataupun suara Kris. Ia melepas pelukkannya perlahan. Sangat perlahan. Membiarkan ritme organ pemompa darah miliknya semakin berdetak tak karuan. Bayangan Kris yang telah…

"Tidak…" sangkalnya. "Tidak mungkin…" Ia mengeleng kuat-kuat. "Kris! Bangun! Apa yang kau lakukan?! Bangun!" Jeritan Tao mulai membahana memekakkan setiap pasang telinga.

"Kris… hikss… Aku mencintaimu…" Kembali ia dekap tubuh Kris yang telah menutup rapat kedua matanya. Menyembunyikan iris abu-abu kebanggaannya. Hazel terang yang selalu menatap penuh sorot tajam serta sorot intimidasi bagi setiap orang. Obsidian hangat yang tertutupi oleh tatapan dinginnya...

.

"Aku… mencintai Kris…" kalimat Tao terdengar seperti sebuah gumaman lirih. Ia bawa Kris kedalam pelukkannya. Memeluk raga tak bergerak tersebut dengan sangat erat.

"Aku mencintai Kris Wu..." dengungan Tao semakin lirih ditengah tangisannya yang kian terdengar.

"Aku mencintai Kris..." nafas Tao mulai memburu. Seakan pasokkan oksigen telah hilang di sekelilingnya.

"Kris... Kris..." dan Tao semakin erat memeluk tubuh kaku tersebut. Bahkan airmatanya telah membasahi paras tampan Kris.

.

Tapp...

.

Tapp...

.

"Aku mencintai Kris..." isak Tao lagi.

"Tao..." sebuah suara lembut memanggil nama Tao. Namun lelaki manis tersebut tak bergeming. "Tao sudahlah..."

"Aku mencintai Kris..."

"Tao... tenanglah... Lepaskan Kris..." tangan Baekhyun menyentuh pundak Tao yang bergetar.

"Kris bangunlah…"

Baekhyun berjongkok disisi pemuda yang kini tengah menunduk dan menyembunyikan wajahnya dipundak Kris. Tangan kecil Baekhyun terulur mengelus pelan surai Tao yang telah acak-acakkan dan tampak kotor.

"Hiksss… apa yang harus… ak-aku lakukan? Kris… aku mencintaimu…"

Baekhyun menghela nafas. "Tao, ku mohon... jika kau memeluk Kris seerat itu-"

"Baekki, aku mencintainya... hikss... ba-bahkan aku su-sudah lama menyukai Kris..." Tao masih terisak.

Kekasih Chan itu hanya tersenyum tipis. Ia merengkuh bahu Tao. "Tao-"

"Apa aku ter-terlambat? Apa yang... hikksss... yang harus kulakukan? Katakan padaku, apa mantra yang dapat... yang dapat menghidupkan orang mati. Hikss... Ku mohon, Kris... Bangunlah..."

Baekhyun menggeleng. Meski ia tau, lelaki yang ada didepannya ini tak dapat melihatnya. Baekhyun menoleh kebelakang, menatap satu persatu temannya. Matanya memberi intruksi pada Luhan agar mendekat. Dan sedetik kemudian, kekasih lelaki albino tersebut berjalan pelan menuju sisi Baekhyun.

"Tao..." sekali lagi, sebuah suara memanggil Tao.

Tak ada reaksi dari Tao.

"Tao... jangan menangis lagi... Kumohon, angkat wajahmu dari pundak Kris, panda..."

Tao sedikit tersentak. Ia kenal suara ini.

Suara sahabatnya...

Luhan...

Tangis Tao terhenti, ia angkat perlahan wajahnya dari pundak Kris, lantas memandang kesamping. Matanya yang sembab –sangat sembab- melebar.

"Lu... Luhan?" lirih Tao. Matanya yang masih mengeluarkan liquid bening itu menatap Luhan tak percaya. "Ba-bagai... bagaimana bisa?"

Luhan tersenyum. Satu tangannya terangkat dan mengelus pipi chubby Tao yang memerah. Menghapus jejak airmata sang sahabat. "Kau tau, baby panda? Kau membuat pangeranmu tak bisa bernafas tadi."

Dahi Tao berkerut. Ia tatap Luhan intens. Lalu beralih ke Baekhyun. Dan ia baru menyadari bahwa mereka jauh dari kata habis-berperang-melawan-dementor-serta-pelahap maut. Tak ada bekas luka gores di dahi. Jubah asrama serta riasan rambut benar-benar rapi seperti sedia kala ketika mereka meninggalkan menara asrama Gryffindor beberapa saat yang lalu.

"Apa maksud perkataanmu?" Tao memandang tak mengerti. "dan bagai-bagaimana bisa...kalian?"

"Kau tak sadar, jika Kris telah membuka matanya sedari tadi?" Baekhyun menunjuk Kris yang tergeletak disamping Tao.

Tao yang masih benar-benar tak mengerti perlahan mengalihkan pandangannya lagi kepada sosok yang beberapa saat yang lalu sempat terabaikan.

Matanya kembali melebar...

"Tao..."

Tenggorokan Tao seperti tersumbat dengan sesuatu. Bibirnya terbuka karena rasa kaget yang menghampirinya.

Kris, membuka matanya... Memandangnya dengan segaris senyuman...

"Tao..." Sekali lagi, suara Kris melontarkan namanya.

Mata pemuda panda itu masih lekat menatap objek didepannya. Seakan waktu berjalan lambat seiring sosok tersebut terbangun dari posisi tidurnya.

"Ta-"

Grebbbb...

Tao segera menghambur kedalam pelukkan Kris. Meletakkan wajahnya pada bahu lelaki pirang itu. Tangannya memeluk Kris erat.

Seerat mungkin...

"Krisss..." Tao seperti kehabisan nafas.

"Uhukk... eughh... Kau mem-buatku ses-ak, panda..." Kris berujar terputus-putus karena Tao memeluk lehernya begitu erat.

"Kris... a-apa yang terjadi? Ehh, ba-bagaimana bisa? Hiksss... Kau... Kris hidup? Kau bangun, Kris?" Tao kembali menumpahkan airmatanya dibahu Kris yang sebelumnya telah basah menjadi semakin basah. "Bagaimana bisa? Hikss... apa ini mimpi."

Kris mengangkat tangannya dan mengelus punggung bergetar Tao pelan. "Aku tak mati."

Tao menggeleng kuat-kuat, "tadi... melihatmu... aku melihatmu..."

Kalimat Tao terhenti kala tangan besar Kris mencoba melepas pelukkan Tao dari lehernya. Dan setelahnya, Kris dapat melihat, sebagaimana sembabnya air muka Tao sekarang.

Paras yang biasanya nampak putih berseri itu, sekarang begitu sendu dan memerah dengan bersimbah airmata.

Mata panda yang yang biasanya memancarkan sinar bak kilauan matahari pagi itu, kini nampak berair dengan lelehan air mata yang sesekali merembes keluar.

"Kris..." Bibir lancip milik Tao mendesisi memanggil Kris. "A-aku sungguh tak mengerti..."

"Latihan pertempuran tiba-tiba yang begitu mengagumkan."

Seruan tiba-tiba dari seseorang memaksa Tao dan Kris menolah kebelakang. Dan untuk yang kesekian kalinya, mata Tao melebar.

"Ka-kalian?"

Mereka, Sehun dan Luhan tersenyum memandanginya. Begitu pula denga kedua sahabat Kris, serta Baekhyun dan Dio. Disamping mereka, berdiri Profesor Aiden dan Profesor Hyukkie. Penampilan mereka sama...

Bersih dan rapi...

Tak seperti Tao dan Kris yang masih acak-acakkan.

Tao semakin menggerutkan kening memandang sekitar. Ini bukan aula... ini...

"Ruang kebutuhan? Dan, apa maksud, latihan pertempuran?"

Tao lantas berdiri dibantu oleh Kris. Lalu berjalan mendekat pada barisan sahabatnya. Ia tatap mereka satu persatu dengan tatapan bingung.

"Well... Jadi begini, panda..." Dio mengambil nafas, bersiap memberi penjelasan atas insiden yang baru saja terjadi, "tadi, pertempuran tadi, sebenarnya adalah bukan pertempuran sebenarnya."

Tao memiringkan kepala. Ia kembali memandang Kris yang kini telah berdiri disamping Chan.

"Kau belum mengerti?" Luhan menebak dan hanya dianggukki kepala oleh Tao.

"Kau terlalu lamban menyadari bahwa kau juga mencintai Kris. Maka dari itu kami merencanakan ini semua dengan bantuan Sir Aiden dan Sir Hyukkie. Eunghh... sebenarnya bukan kami yang meminta latihan pertempuran, hanya saja Sir Hyukki berinisiatif seperti itu. Agar lebih menakjubkan," Chan berceloteh dengan menampilkan senyuman lebarnya.

"Dan jika kau melihat banyak yang tak bergerak tadi, itu, mereka tak mati… hanya, pingsan."

"Mantra ilusi yang menakjubkan dari Sir Hyukkie."

"Kau terlalu terfokus pada pertempuran hingga tak menyadari ketiadaan Sir Hyukkie serta Sir Aiden di arena. Anggap saja, mereka bekerja dibalik layar untuk melakukan pengontrolan."

"Dan, anak-anak lain, tentu saja mereka juga tak apa-apa. Sudah terkontrol dan terorganisir dengan sangat baik dan sangat rapi."

Tao hanya dapat mengerjapkan mata. Suaranya seperti tak terijin keluar. Jelas-jelas tadi ia melihat dengan sangat jelas dan sejelas-jelasnya(?) banyak dementor dan pelahap maut. Darah memuncrat dari tiap inchi tubuh korban. Dan, apa tadi Kai bilang? Mantra ilusi?

Merlyn! Tao sama sekali tak mengerti…

"Sepertinya mereka butuh berbicara 4mata. Kita ke aula sekarang. Profesor Jong pasti sudah menunggu."

Sir Aiden berbalik. Kemudia diikuti oleh Sehun dan Luhan. Serta Kai bersama Dio. Baekhyun maju selangkah dan mengusap pipi Tao sesaat, lalu mundur dan berbalik menyusul teman-temannya. Sedangkan Chan, setelah menepuk pelan pundak Kris, ia berjalan menjauh dan keluar dari pintu beton yang ada di belakang mereka.

"Bodoh…" desis Tao sesaat setelah memastikan para temannya bersama Profesor telah benar-benar pergi. "Kau benar-benar bodoh! Kau tau, ehh?! Bodoh! Menyebalkan! Kris bodoh!"

Tao maju selangkah dan secara brutal memukuli lengan Kris dengan tinjuan kecil. Bibirnya terus saja memaki Kris.

"Kris bodoh!"

"Kau menyebalkan!"

"Menyebalkan!"

Sedangkan objek dari tindakkan anarkis lelaki panda itu hanya diam sembari menatap rambut pirang Tao.

"Kau membuatku takut… hiksss…" isakkan terluncur lagi dari bibir Tao. Tangan yang tadi memukuli Kris, perlahan terhenti dan menjuntai begitu saja.

"Hikss… aku-aku kira… kau-kau benar-benar mati…"

Sreekk…

Greebb…

Kris menarik Tao dan memeluk pemuda yang sedikit lebih pendek tersebut. Tangannya kembali mengelus punggung Tao. "Maaf…"

"A-aku kira… terlambat…"

"Aku hanya tak tau harus melakukan apa…"

"Aku ki-kira… aku-a-aku benar-benar, kehilanganmu…"

"Aku hanya mengikuti scenario para makhluk absurd itu. Maaf telah membuatku begitu ketakutan. Aku mencintaimu, little panda."

Tao tak menjawab. Memaksa Kris melepaskan pelukkannya dan menangkup kedua pipi Tao.

"Aku mencintaimu…" ia salami manic raven tersebut.

"K-Kris…"

"Katakan kau juga mencintaiku…"

Lagi-lagi ia tak menjawab.

"Apa kau mau aku benar-benar mati agar kau sadar jika kau mencintaiku?"

Pemuda itu menggeleng.

"Katakan." Kris berujar sekali lagi. Jemarinya menarik dagu Tao agar kembali menatapnya. "Tatap aku, dan katakan, kau juga mencintaiku."

Pipi Tao memerah. Entah karena sisa tangisan atau rasa gugup yang semakin menjalar.

'Ayooo…' batin Kris tak sabar.

"Bu-bukankah tadi kau su-sudah mendengarnya."

"Aku tak mendengarnya."

"Bohong!"

"Aku tak mendengarnya. Aku tadi pingsan. Bagaimana mungkin aku bisa mendengar bisikkan cintamu?"

Tao termenung.

Benar juga…

"Katakan, atau aku akan benar-benar pergi."

Tao mengerjap kembali. "Kau tau, ini namanya adalah sebuah pemaksaan cinta?"

Lelaki berdarah Wu itu terkekeh. "Katakan, 'aku mencintaimu.'"

"A-aku mencintai Kris…"

Tao berkata dengan menunduk. Menyembunyikan paras merahnya dari pandangan Kris. Sedangkan Kris hanya mampu menunjukkan senyumannya.

"Aku tak mendengarnya dengan jelas, dear…" Kris mencondongkan wajahnya kedepan. Menabrakkan hidung mancungnya dengan hidung Tao. Membuat panda manis itu semakin merasakan panas di setiap inchi parasnya.

"Aku mencintai Kris… Jangan melakukan hal gila dan abnormal seperti tadi," Tao berujar lirih. Menjaga gerak bibirnya agar tak bersentuhan dengan sesuatu lembut milik Kris yang hanya berjarak 1inchi dari bibirnya.

Kris lagi-lagi menunjukkan seringainya. Ia menarik diri dan menegakkan badannya.

"Benarkah?"

Tao kembali mengangguk. "Maaf jika telah menyakitimu dengan segala sikap sok tak peduliku selama ini."

Kris tersenyum. Kembali ia peluk Tao dan mengacak surai pirang milik Tao yang nyaris menyerupai miliknya. "Aku sangat-sangat-dengan-sepenuh-jiwaku-begitu-mencint aimu."

.

.

Aula Besar...

.

"Hogwarts adalah keluarga, benar. Hogwarts selalu memberikan bantuan kepada siapa saja yang membutuhkan dan layak untuk diberi pertolongan…" Profesor Jong –kembali- berpidato dipodium depan diaula besar. Ekor matanya melirik tempat Kris dan Tao duduk dengan senyuman tipis dibibirnya. Deret paling depan disamping Profesor Kibum dan Sir Wonnie. Sedangkan sahabat mereka, berada di meja yang terletak berseberangan.

"Hal terpenting dalam hidup, adalah berada disekitar orang-orang yang kita sayangi dan tentu saja, yang menyayangi kita. Dan sekarang disini, saya harap, pesta tahun ini dapat menyatukan masing-masing dari diri kita dengan yang lainnya. Semakin menyayangi satu sama lain. Karena kebahagiaan itu datang, dari dalam jiwa kita sendiri." Profesor Jong meraih sepiala butterbeer dan mengangkatnya diudara. Diikuti oleh semua siswa serta professor yang ada diaula besar beraksen putih tersebut.

"Salut, de lavelia…"

"Salut, de lavelia…"

.

.

Kris and Amortentia

.

.

.

FIN

FINISH

END

.

End of this ff is update…

Maaf jika lama banget. Perlu pembenahan disana-sini. Karena awalnya gak kepikiran buat perang bohongan. Tapi pas baca ulang novel HP-7 BAB PERANG HOGWARTS, entah kenapa, saya jadi pengen buat perang bohongan untuk pernyataan cinta. Alhasil, harus hapus dan nulis ulang. Maka dari itu, sangat lama. Mohon pengertiannya.

Maaf jika alur kecepetan. Maaf jika membingungkan. Maaf banyak typo. Maaf jika mengecewakan.

Mind to review?

.

A/N :

-. Jadi, perang diatas adalah hasil kerjasama sahabat Kris dan Tao dengan para professor. Mereka menggunakan bermacam-macam mantra dan properti untuk membuat aula seakan-akan memang sedang terjadi peperangan.

-. Pakaian pesta Tao, bayangkan saja seperti pakaian yang di pakai Yesung di MV SJ-KRY HANAMIZUKI

-. Sebenarnya ber-apparete di kawasan kastil enggak bisa, tapi disini saya buat bisa (chap 1)

-. Sekali lagi, sebenarnya apparete di ajarkan pada penyihir tingkat 6. Tapi disini, ditingkat 3 sudah bisa.

-. Incrugriotiuse, ini ciptaan saya. Karena saya lupa/yang mengarah tidak tau/ mantra apa yang membunuh secara perlahan. Awalnya saya pakai Avada Kedrava, tapi pas dipikir-pikir ulang, kurang greget, jadi ganti lagi.

Special thanks buat yang udah baca dan review. Terimakasih…

Special thanks juga buat novel HP-7 yang menginspirasi. Juga untuk Detik-Detik Perang Hogwarts. Adegan perang-nya membantu saya.

Love You Guy's…

And selalu support Tao…

At Least, Mind To Review ?