Perkumpulan fujodashi pendukung hubungan Sasuke dan Naruko 'Naruto' !

"Ke-kenapa bisa begini!?"

Pekikan keras terdengar dengan begitu nyaringnya dari dalam mobil. Naruto dengan mata bulat birunya melihat layar laptop—yang berada di pangkuan Sasuke. Tadinya, Sasuke hanya ingin melihat perkembangan gosip selagi menunggu beberapa body guard tambahan untuk mereka hingga datang. Tapi, entah apa yang terjadi, sekarang di layar laptop itu malah terpampang satu gosip baru lagi tentunya dengan foto-foto mereka yang entah kapan diambilnya.

'HUBUNGAN MEREKA DIRESTUI BANYAK ORANG!'

Itulah yang membuat pemuda berambut matahari itu memekik kaget. Pasalnya dia pikir dia akan dihujam dengan banyak sekali caci maki, tapi apa? Sekarang banyak orang yang mengetahui kalau dia adalah seorang laki-laki malah mendukung hubungannya dengan Sasuke.

Sebuah situs di internet telah dibuka—oleh entah siapa—untuk mendukung berlanjutnya hubungan Sasuke maupun Naruto. Tidak hanya orang-orang dari jepang yang mendukung, tapi juga banyak yang berasal dari luar negeri. Mayoritas yang mendukung adalah wanita, walau ada beberapa banyak laki-laki pula yang mendukung. Mengingat mayoritas penduduk di dunia adalah wanita, tentu saja hal itu semakin menguntungkan pihak Sasuke dan Naruto.

Tapi sepertinya Naruto belum mau mengakui kalau dia merasa lega. Dia masih memikirkan hal lain.

'Bagaimana jika hubunganku dengan Teme ini berakhir?' pikirnya linglung.

Mata Naruto melirik Sasuke yang terlihat ganjil di matanya. Mendekat ke arah Sasuke yang masih mengutak-atik laptopnya. Naruto semakin mendekat hingga bibirnya di samping telinga Sasuke. Aroma mint langsung tercium dengan begitu intens. Menarik nafas dalam-dalam, dan...

... "Hentikan seringaian menjijikanmu itu, Uchiha Teme Sasuke!"

Sepertinya teriakan Naruto membuat para wartawan yang ada disana tau lokasi mereka.

.

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing: SasuNaru, slight ItaKyuu

Rated: T

Warning: OOC, Typos, Naughty Naru, Boy x Boy, Yaoi, Alur berantakan, AU, EYD berantakan, dll

.

Chapter 10—end

.

"Sial!"

Desisan tinggi terdengar dari sudut ruangan. Neji dengan tampang sangarnya melihat ponselnya yang beberapa saat lalu berdering. Bukan sebuah panggilan masuk, melainkan sebuah pesan masuk. Melihat deretan huruf yang merangkai sebuah kata-kata menjadi kalimat. Mata lavender yang sangat cantik itu terlihat mengkilat kesal. Memantulkan cahaya layar, mata Neji semakin membulat penuh.

Memencet beberapa tombol disana, Neji mendekatkan ponselnya ke arah telinga.

Clek

"Bagaimana hal ini bisa terjadi?!" teriaknya kesal saat hubungan itu diterima. Sungguh dia tidak bisa menerima semua kekalahan itu. Bukan kekalahan dalam artian sebenarnya memang, karena dia memang tidak melakukan sebuah pertandingan. Tapi, dia hanya ingin membuat Naruto jera atau kalau bisa menjadi miliknya.

Dia tidak peduli pada istrinya yang berada di rumah. Dia sekarang sudah mendapatkan semuanya. Dia juga tidak membutuhkan istrinya jika Naruto menjadi miliknya. Naruto mandiri, dia bisa membuat Naruto menjadi pengganti istrinya. Tapi—kenapa sulit sekali. Bahkan menghancurkan karir yang ingin dirintis saja sulit. Sekarang Naruto malah mendapatkan dukungan yang lumayan banyak dari masyarakat.

Sial—dia tidak memperhitungkan banyaknya wanita dan laki-laki yang akan mendukung hubungan tabu itu.

"..."

"Aku tidak mau tau, kau harus bisa melakukan apapun untuk memblokir situs yang mendukung mereka!"

Beberapa karyawan yang hilir mudik disana, melirik Neji dengan bingung. Ada apa dengan bos mereka? Kenapa dia terlihat sangat marah?

Mungkin itu yang menjadi pertanyaan untuk beberapa orang. Tapi tidak untuk satu orang yang baru saja melewati Neji. Dia tau apa yang baru saja dikatakan bosnya itu ada kaitannya dengan selingkuhan milik bosnya itu. Dia yang merupakan mata-mata dari istri Neji tentu saja tidak akan membiarkan hal ini tidak diketahui oleh Tenten. Dia sebagai seorang mata-mata harus memberi tahukan hal ini. Mungkin Tenten akan berbaik hati memberinya bonus jika ada informasi seperti ini, pikirnya.

Menyeringai, orang itu melangkah dengan semakin cepat. Meronggoh ponsel yang berada di kantung jas. Menekan beberpa tombol untuk mengetik sebuah sms.

.

.

.

...

Sai melihat mobil yang ditumpangi Naruto begitu penuh dengan wartawan yang mengitarinya. Sai menghela nafas, kekasihnya itu memang tidak berubah. Selalu saja ceroboh dan suka berteriak, bahkan dari jarak seperti ini pun dia masih dapat mendengar suara teriakan Naruto—yang berasal dari mobil.

Sai membuka matanya yang beberapa detik lalu tertutup. Melihat mobil biru itu dengan tajam. Dia memang sangat membenci Sasuke, tapi hatinya tidak bisa sedikit pun membenci Naruto.

Sai menutup matanya lagi, mengangkat tangan kanannya yang sekarang meremat kaus tepat di depan dadanya dengan keras. Hatinya sakit, jantungnya berdetak tidak beraturan. Ingin rasanya dia juga berteriak seperti apa yang dilakukan Naruto tadi, tapi apa? Dia tidak bisa berbuat apapun. Dia tidak ingin Naruto yang sepertinya dalam masalah itu semakin terlibat masalah. Dia tidak ingin melihat Naruto-nya sedih atau bahkan pusing sedikit pun.

Menghela nafas—mencoba menenangkan dirinya. Sai tau apa yang mungkin bisa dia lakukan untuk Naruto. Membuat pemuda secerah matahari itu sedikit lebih tenang dari adanya masalah yang sekarang sedang terjadi.

Ya, dia bisa melakukan hal itu, pikirnya.

Mengulas senyum tulus untuk pertama kalinya, Sai melihat wartawan-wartawan itu.

.

.

.

...

Kyuubi sedang mencoba memejamkan matanya.

Tik tok

"ARGH! Menyebalkan! Kenapa bayangan si keriput itu selalu saja menghantui!?"

Kyuubi berteriak dengan sangat keras sambil menjambak rambutnya. Keadaannya yang sekarang sedang terduduk dengan satu kancing piama rumah sakit lepas, serta rambutnya yang acak-acakan tidak lupa nafas terengah bekas teriakan tadi—membuatnya terlihat sangat menggiurkan. Seperti bayi yang baru saja menangis dan sekarang sudah kembali tenang, itulah rupa Kyuubi.

"Ada apa?!" seorang suster tiba-tiba datang dan terpekik menanyakan perihal keadaannya.

Kyuubi menatap suster itu malu. Bukan grogi karena suster itu terlihat cantik, hanya malu karena dia ketahuan berteriak dengan sangat keras. 'Mempermalukan nama Uzumaki saja,' rintihnya dalam hati. Dengan senyum yang dibuat semanis mungkin Kyuubi hanya berkata, "Tidak ada apa-apa. Tadi aku hanya bermimpi buruk, hehe." Ucapnya canggung.

Suster itu menghela nafas, "Syukurlah. Jika ada yang perlu anda butuhkan, anda bisa memanggil saya." Ucap suster itu tersenyum. Kyuubi balas tersenyum canggung, hingga akhirnya suster itu pergi dan senyumnya langsung hilang.

Bergumam dengan nada kesal, "Dasar menyebalkan. Kenapa setiap memejamkan mata selalu saja keriput itu yang muncul. Dasar tuan mesum menyebalkan!" gerutunya. Lagi-lagi rambut merahnya yang menjadi sasaran tangan gatalnya. Mungkin jika rambutnya tidak sehat, sekarang akan ada berpuluh-puluh helai rambut yang ada di sela tangannya—seperti iklan di TV.

"Eh?"

Gerakan tangan Kyuubi terhenti. Mengejapkan matanya beberapa kali—yang entah sejak kapan terlihat sangat besar itu. Kyuubi memandang ke depan dengan pandangan yang sulit diartikan. Beberapa saat kemudian, wajahnya berubah menjadi sangat merah. Mungkin jika ini serial anime atau kartun akan terlihat sedikit asap mengepul di rambutnya, semakin memperkuat kalau rambut itu seperti api. Matanya tiba-tiba berputar.

Memorynya yang telah dicium Itachi berputar terus-menerus.

Sekarang tinggalkan Kyuubi yang masih galau dengan perasaannya, dan semua memorinya yang sedikit demi sedikit teruangkap di pikirannya. Mungkin dia bisa sedikit lega karena sedikit ingatannya yang dicium Itachi kembali...

...mungkin.

.

.

.

...

Keadaan mulai dapat sedikit terkendali. Pada body guard yang ditunggu Sasuke maupun Naruto datang tepat pada waktunya. Dan para wartawan yang segera mengejar mereka dapat langsung ditangani oleh Pein di pintu depan. Dengan pintarnya Pein terus bersandiwara dan mengalihkan perhatian para wartawan. Walaupun banyak cerita yang dikarangnya sendiir tentang perihal hubungan Sasuke maupun Naruto. Klarifikasi yang bukannya semakin meredupkan rumor malah memperparah rumor, seakan dirinya sendiri mengakui hubungan Sasuke dan Naruto.

Tapi mulutnya beku saat salah satu wartawan bertanya padanya, "...apa pendapat anda tentang blog yang dibuat oleh seseorang perihal hubungan tabu Sasuke maupun Naruko?" Wartawan yang masih belum tau nama asli Naruto itu bertanya.

Matanya melirik ke sana kemari, tapi tidak juga mendapatkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu. Dengan sedikit senyum di bibirnya, Pein hanya menggaruk kepalanya bingung. Beruntung suara dering phonselnya langsung mengalihkan perhatiannya. Dengan berpura-pura sibuk, Pein mohon undur diri dari para wartawan yang terus memberikan pertanyaan.

"Sebenarnya siapa Naruko?"

"Apa benar nama sebenarnya Naruko adalah Naruto?"

"Ada hubungan apa Naruko dengan MNc Entertaiment hingga anda mendukung sebuah kebohongan ini?!"

Semakin lama, suara-suara yang terus menyeruarakan pertanyaan-pertanyaan itu terdengar dengan kencang dan meredam seiring dia yang semakin masuk ke dalam gedung.

Pein menghela nafas lelah dengan semua pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang yang berada di luar gedung. Melihat Sasuke dan Naruto yang melihatnya khawatir Pein hanya mengangguk—menandakan kalau mereka bisa langsung masuk ke dalam lift. Tepat pintu lift terbuka Sasuke maupun Naruto masuk beriringan dengan Pein yang mengekor.

Naruto menghela nafas.

"Keadaan mulai tidak terkendali," ucap Pein membuka keheningan. Sasuke hanya bergumam menyahuti kata-kata Pein, sedangkan Naruto melirik Pein—seolah berkata maaf. Pein menghela nafas, "—ini semua karena kemauan anehmu itu, Uchiha." Ucapnya melirik Sasuke.

Naruto semakin canggung berada di dalam lift bersama dengan kedua laki-laki itu di dekatnya. Seandainya ada Itachi—eh?

Naruto mengejapkan matanya. "Dimana Ita-nii?" tanyanya tiba-tiba keluar dari mulutnya. Naruto menarik kaus Sasuke, melihat dengan pandangan bertanya pada anak terakhir dari keturunan Uchiha itu. "Dimana Itachi-san?" tanya pada Sasuke.

Sasuke melihat Naruto. "Dia sedang mengurus sesuatu. Nanti dia juga akan muncul pada saatnya." Ucapnya.

Naruto mengangguk dan diam. Beberapa menit dalam kehinggan hingga akhrinya pintu lift terbuka. Mereka sudah sampai pada lantai yang dituju. Segera keluar, dan menuju ruangan Pein yang berada di ujung lorong itu. Naruto melihat ke bawah, bagaimana disana masih banyak wartawan yang menunggu mereka keluar. Mengalihkan perhatiannya ke depan, Naruto beserta yang lain masuk ke dalam.

Konan tersenyum melihat orang-orang itu.

"Aku sudah menunggu kalian disini," ucapnya melihat Pein, Sasuke lalu Naruto secara bergantian.

Pein segera menghempaskan bokongnya di sofa. Mengambil ponselnya, mencari daftar pangguilan masuk. Melihat nama yang begitu dikenalnya itu tertera disana, lalu menghapusnya. "Ini akan semakin lama jika saja kau tidak meneleponku tadi." Jawabnya santai.

Konan terkekeh mendengar gumaman Pein. Melihat Naruto yang masih diam sambil berdiri, padahal Sasuke sudah duduk mengikuti Pein, Konan tersenyum pada Naruto. "Kita belum berkenalan sebelumnya, ya?" tanyanya yang dibalas anggukan dari Naruto. Konan tersenyum dan beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menghampiri Naruto dan mengulurkan tangannya. "Namaku Konan, kau bisa memanggilku Konan jika kau mau, Naruto." ucapnya tersenyum.

Naruto menyambut uluran tangan Konan, tersenyum balik dengan sangat manis. "Uzumaki Naruto. mungkin kau sudah tau semua tentangku sebelum ini, Konan-san." Ucapnya berusaha sopan.

Konan terkekeh. "Tentu, aku cukup tau banyak tentangmu, Naru-chan."

Naruto membulatkan matanya, "Na-Naru-chan?!"

Konan tetap terkekeh, menepuk kepala Naruto pelan. "Kau terlalu manis, membuatmu lebih cocok dipanggil begitu, Naru-chan." Godanya lagi. tidak peduli jika sekarang wajah Naruto terlihat merona dengan pipi yang menggelembung—ekspresinya saat sedang kesal.

"Jadi—aku tau, kau pasti yang melakukan ini, Konan."

Sasuke menyela ajang pembicaraan Konan dan Naruto. Menatap Konan sambil menumpu kedua tangannya di atas dengkulnya. Melihat Konan dengan seringaian yang juga dibalas seringaian oleh Konan. Sasuke terkekeh pelan dengan reaksi yang diberikan Konan padanya.

"Kenapa tidak kau lakukan sedari dulu, dasar menyebalkan." Ucap Sasuke.

Konan menggerutu pelan, "Kau kira aku tidak butuh waktu untuk mengumpulkan orang-orang itu, hah!?" ucapnya kesal.

Naruto maupun Pein melihat Konan dan Sasuke yang sedang beradu mulut.

"Sebenarnya apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Pein bingung.

Konan tersenyum pada Pein, sedangkan Sasuke menengus. "Kau bahkan tidak tau apa yang dilakukan bawahanmu ini di belakangmu? Memalukan." Ucap Sasuke mengejek. Melihat Pein yang sebentar lagi akan memarahinya, Sasuke kembali menyela, "Orang ini sudah mendirikan grup orang-orang aneh dengan mengatas namakan aku dan Naruto sebagai daya tariknya." Ucap Sasuke.

"A-apa? maksudmu ap—"

"HAH!?"

Naruto memekik dengan kencang. Melihat Konan yang sedang tersenyum dengan manis. "Jadi, kau yang sudah membuat grup aneh itu?!"

Konan terkikik pelan dengan reaksi Naruto yang menurutnya manis itu. "Bisa dibilang seperti itu. Ya, walaupun ini juga dengan usul dari Itachi-san," ucapnya sambil mencoba mengingat apa yang dulu dikatakan Itachi padanya.

.

-Flashback-

Konan sedang mengetik sesuatu di komputernya, matanya dan fokusnya tertuju pada layar komputer. Tidak sadar jika ada orang yang memperhatikannya dari ambang pintu yang terbuka. Konan punya kebiasaan yang buruk dengan tidak menutup pintu jika sedang bekerja sendirian.

"Kau terlalu fokus pada pekerjaanmu, Konan."

Itachi datang sambil tersenyum melihat Konan yang terlonjak kaget. Menurutnya orang yang sedang kaget itu terlihat manis dan unik—pemikiran yang aneh. Itachi mendekat ke arah Konan yang kembali fokus pada pekerjaannya. Itachi menundukkan badannya, melihat bagaimana pekerjaan yang berikan Pein pada Konan begitu menyusahkan. Itachi hanya menghela nafas dengan apa yang dilihatnya, dia tidak suka melihat gosip-gosip yang beredar dipasaran. Tapi kenapa Konan mau saja menerima pekerjaan yang membuatnya harus melihat gosip-gosip itu setiap hari ya?

Itachi melirik Konan, kembali menegakkan badannya. "Kau sepertinya begitu menyukai pekerjaan ini, ya?" tanyanya.

Konan melirik Itachi, "Tentu, jika tidak aku tidak akan menerima pekerjaan ini, bodoh." Jawabnya ketus.

Itachi terkekeh, berjalan ke arah sofa dan mendaratkan bokongnya di sana. Melihat Konan yang masih sibuk mengurusi gosip dan mengklarifikasinya dengan apa yang disampaikan Pein sebelumnya.

"Kau ingin pekerjaan yang menyenangkan? Mungkin lebih menyenangkan dari pekerjaan ini." ucapnya.

Konan berhenti sebentar, memutar kursinya, melihat Itachi dengan pandangan bertanya. "Apa maksudmu?"

Itachi terkekeh, "Aku punya pekerjaan yang mungkin menyenangkan untukmu. Bukan pekerjaan resmi, tapi aku punya sedikit ide untuk membuatmu tidak suntuk dengan pekerajaanmu yang sekarang." Ucapnya tersenyum. Melihat Konan yang sepertinya akan menolak, Itachi kembali menyela, "—tenang saja, ini juga berkaitan dengan bidangmu." Ucapnya.

Konan melihat Itachi bingung, "Ide apa?"

Itachi menyeringai.

"Kau tau kalau adikku mempunyai lawan main yang baru?" Tanyanya.

Konan mengenyitkan keningnya, "Sebenarnya apa yang kau mau katakan? Cepat katakan, aku tidak punya waktu untuk bercanda." Ucapnya kesal.

Itachi lagi-lagi hanya terkekeh mendengar itu. "Ok, kita mulai dari awal. Kau tentu tau lawan main adikku itu adalah laki-laki. Pein pasti sudah bilang padamu, bukan? Aku ingin kau membuat sebuah grup yang mungkin akan mendukung hubungan antara adikku itu dengan lawan mainnya. Aku yakin, gosip atau kenyataan tentang gender pemuda itu akan terungkap dengan adanya wawancara nanti. Apalagi nanti kita akan sedikit membohongi publik, kau pasti tau apa yang akan terjadi jika dua hal itu terbuka."

Konan diam. "Jadi?"

"Aku hanya ingin kau mendirikan grup yang isinya orang-orang yang akan tetap mendukung Sasuke maupun Naruto. Tentunya dengan hubungan mereka. Kau hanya perlu membuka grup tertutup, dan jika sudah saatnya kau tinggal mengubahnya menjadi grup terbuka." Lanjut Itachi.

"...sepertinya menarik,"

-Flashback end-

.

"Ja-jadi...?"

Naruto membulatkan matanya. Mulutnya tidak tau harus bilang apa sekarang. Terlalu kaku dan bungkam. Entah harus berterima kasih, atau malah menyalahkan Itachi? Ah, ternyata Itachi tidak jauh beda dari Sasuke. Atau mungkin, jangan-jangan sikap Sasuke itu semuanya sama dengan Itachi?

Ah, Naruto semakin pusing memikirkannya.

"Tidak kusangka, dia bisa juga begitu," Gumam Sasuke.

Pein tersenyum, "Kalau begitu hal ini tidak ada masalah. Kita adakan jumpa pers pada pukul 4!" Ucap Pein dengan cepat. Melihat Konan dengan tersenyum, "Tolong kau sebarkan di internet." Ucapnya.

Konan tersenyum lalu mengangguk.

"Mungkin ini memang yang terbaik."

.

.

Naruto memegangi kepalanya pusing. Merasakan getaran di smartphonenya, Naruto meronggoh saku celananya. "Gaara? Sai?" gumamnya melihat pesan yang hampir datang bersamaan. Matanya membulat melihat pesan yang isinya hampir sama itu.

[' From: Gaara

Subjek: -

Naruto, aku tau apa yang sedang terjadi. Kuharap kau mau menemuiku setelah kau tidak sibuk. Aku tunggu balasanmu. ']

Naruto mengenyitkan dahinya yang semakin pusing melihat pesan pertama dari Gaara. Keluar dari pesan itu tanpa membalasnya, Naruto beralih pada pesan yang datang di kontak BBM'nya. Melihat pesan dari Sai.

['Aku tau yang terjadi. Kumohon buat ini semakin mudah, Naru. kau tau aku begitu sakit mendengar semua kebenaran itu. apalagi dengan gosip yang beredar tentangmu. Aku harap kau mau menjelaskannya padaku segera.']

Ah, rasanya kepalanya sudah mau pecah dengan semua yang berada dipikirannya saat ini. Kenapa saat semuanya mulai berada pada titik terang, dia harus berhadapan dengan pada kekasihnya itu.

Naruto menghela nafas lelah, "Menyebalkan," runtuknya.

Tidak sadar jika Sasuke dari tadi memperhatikan ekspresi wajahnya dengan baik-baik.

.

.

.

...

Itachi seharusnya tau jika inilah yang harus dilakukannya dari dulu. Bukan hanya diam dan melihat perkembangan dari jauh. Padahal jika dari dulu dia datang kesini, mungkin sekarang tidak akan seperti ini keadaannya. Ya, mungkin kejadian sekarang ada baiknya dengan hubungan Sasuke dan Naruto. Tapi setidaknya tidak akan semeledak sekarang jika bisa ditutupi sedikit lagi, untuk jangka waktu yang mungkin agak lama. Membuat suasana reda dan proses pemutaran film selesai, lalu mengklarifikasi semuanya.

Entahlah, Itachi sudah pusing memikirkan semua itu.

Melihat bangunan megah di depannya, Itachi menghela nafas menunggu pelayan yang datang untuk membukakan pintu. Sudah beberapa kali dia memencet bel disana, tapi masih belum ada pelayan yang datang.

'Rumah besar tapi tidak ada penjaganya sama sekali,' pikir Itachi melihat pos yang berada di dalam rumah itu. Harusnya disana ada petugas yang mengawasi rumah, tapi tidak sama sekali. Ah, mungkin sedang istirahat, pikirnya.

Kembali menekan bel dan melihat seorang laki-laki tua datang sambil tergopoh. "Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya kakek itu.

'Sepertinya tukang kebun,' pikir Itachi melihat penampilan kakek itu. Tersenyum dengan lembut, "Aku ada perlu dengan nyonya Hyuuga Tenten," ucap Itachi mencoba sesopan mungkin.

Kakek itu tersentak, "AH, ya... silahkan masuk," ucapnya.

Itachi tersenyum. Melangkah masuk ke dalam rumah itu dengan cepat. Kebetulan dia tadi tidak membawa mobil karena terlalu malas mengendarainya. Membuatnya sampai di sana dengan taksi.

Itachi melihat kakek itu berjalan di depannya, sedangkan ia hanya memandang ke semua arah yang bisa ditangkap matanya. Melihat bagaimana megahnya rumah itu, yah.. tidak kalah juga sih dengan rumahnya yang besar. Tapi yang pasti Itachi cukup takjub dengan tatanan dan seberapa lengkapnya bunga-bunga yang ada disana.

"Maaf," Itachi tersadar saat kakek tua itu membuka mulut kembali. Ah, ternyata mereka sudah ada di depan pintu. Kakek itu menunjuk salah satu pelayan yang tersenyum padanya, memberikan isyarat dengan menunduk lalu berjalan.

Itachi tau apa yang harus dilakukannya hanya diam dan mengikuti apa yang ada.

Dan oleh karena itulah sekarang dia berada disini. Duduk di depan Hyuuga Tenten, yang ternyata tidak secantik bayangannya. 'Pantas saja Hyuuga itu selingkuh,' pikirnya mulai membandingkan Naruto dengan Tenten. Ya, itu sama sekali tidak sopan—jika orang itu tau.

"Jadi, apa perlu apa anda kemari?" tanya Tenten dengan sopan. Melihat Itachi dengan serius.

"Sepertinya anda sudah tau siapa saya. Baiklah, saya hanya ingin bicara sedikit hal saja," ucap Itachi. Tenten sedikit menggeser tubuhnya, mencoba mendengar dengan baik apa yang akan disampaikan oleh Itachi. "—ini perihal suami anda, saya rasa anda sudah tau apa yang dilakukan suami anda di luar bukan?" tanya Itachi.

Tenten tersenyum, "Ah, hal itu kembali. Sepertinya anda khawatir dengan berita yang disebarluaskan suamiku," ucap Tenten. Itachi hanya diam, menunggu apa yang akan dikatakan nyonya muda itu. "Sepertinya begitu ya?" tanyanya karena tidak mendapatkan reaksi dari Itachi. "Anda tidak perlu khawatir, aku cukup tau dimana letak kelemahan suamiku. Dia tidak akan bisa bertindak lebih dari ini." ucapnya.

Itachi terkekeh, "Mungkin aku memang tidak perlu khawatir lagi tentang hal itu. Tapi..." Melihat Tenten dengan tersenyum, "...bisakah anda tetap membuat perusahaan anda memberikan investasi pada film yang akan kami garap itu? Sepertinya karena hal yang cukup privasi itu terjadi, suami anda memanfaatkannya dengan mencabut dana investasi perusahaan anda." Kata Itachi kembali serius.

Tenten tersenyum, "Anda tidak perlu khawatir, semua itu sudah saya urus. Dan, lagi pula saya cukup tertarik dengan hubungan adik anda dengan Naruko itu." ucap Tenten tersenyum.

"Ah, sebenarnya namanya Naruto, bukan Naruko."

Tenten terkejut, "Sepertinya informasi yang saya dapat kurang tepat,"

Itachi tertawa mendengar gurauan dari Tenten. Setidaknya dia bisa secara langsung memberikan andil untuk membantu menyelesaikan masalah. Sekarang yang bisa dia lakukan hanya diam dan melihat. Menyaksikan bagaimana adiknya akan berjuang bersama Naruto.

Ya, mungkin dia juga akan berjuang dengan Kyuubi jika status mereka menjadi lebih baik dari sekarang—menjadi lebih jelas.

.

.

.

...

"Kau dimana? Aku akan mengadakan konferensi pers sore nanti,"

Naruto melihat Sasuke yang sedang berbicara di sudut ruangan. Suaranya memang tidak terlalu jelas terdengar, tapi masih dapat terdengar. Naruto tersenyum, mungkin yang sedang dihubungi Sasuke adalah Itachi—terdengar dari nada yang dipakainya. Sasuke selalu menggunakan nada seperti itu pada Itachi. Tidak terlalu keras, tapi juga tidak terlalu lembut—mungkin hanya sedikit kasar saja. Naruto tau, seberapa kasarnya Sasuke, dia masih menyayangi kakaknya dengan caranya sendiri—selalu memberitahukan apa yang dipikirkannya pada Itachi, sedangkan untuk Itachi sendiri, kakak aneh itu memang selalu menggoda dan membuat Sasuke jengkel, tapi dia kakak yang baik—walau dalam penyampaiannya agak sedikit tidak biasa, terbukti dari selama ini mengenal Itachi, Naruto selalu melihat Itachi begitu perhatian dengan masalah yang sedang dialami oleh Sasuke.

"Apa yang sedang kau lamunkan, Dobe?"

"—eh?"

Naruto tersentak, melihat Sasuke yang sekarang sedang berdiri di depannya. Melihat lelaki itu dengan senyumnya, "Aku hanya sedang berpikir kalau kau dan Ita-nii itu sangat lucu," Naruto yakin melihat kerutan di dahi Sasuke saat mendengar jawabannya itu.

Sasuke mendekat, melihat baik-baik mata Naruto yang berkilau jenaka melihatnya itu dengan tajam. "Sepertinya otakmu harus disegarkan dulu," gumamnya sambil terus melangkah. Posisi Naruto yang sekarang sedang masih terduduk di sofa ruangan Pein memudahkan Sasuke untuk bergerak menuju Naruto tanpa bisa Naruto menghindar. Perlahan tubuh besarnya mencondong ke depan, tangannya diangkat, terulur ke depan—memerangkap tubuh yang jelas lebih kecil darinya itu dengan sebelah tangan.

Naruto melihat Sasuke yang sedang melihatnya intens. Dia yakin, beberapa detik tadi melihat seringaian menyebalkan yang terpampang di wajah tampan itu. Cukup! Dia belum mau mengakui kalau wajah itu begitu tampan. Eh? Sial! Kenapa dia selalu menganggap wajah Sasuke begitu sih?

Mengejapkan mata beberapa kali, Naruto melihat Sasuke dengan dengusan. "Jauh-jauh, Teme! Kau bau, brengsek!"

"Eh?"

Sasuke tidak menyangka yang akan keluar dari bibir manis berbau jeruk itu akan seperti itu, Sasuke memang sudah tau Naruto pasti akan menolaknya, tapi dia tidak tau kalau kata itu yang terucap. Memangnya dia bau dari mana? Jelas-jelas, setiap orang juga tau kalau dia itu begitu tampan, berkarisma dan tentunya wangi. Tidak mungkin orang sepertinya akan bau seperti yang dikatakan Naruto. Lagipula, sejak kapan ada orang tampan yang bau?

Sasuke menyeringai, "—kau pikir dengan begitu aku akan menjauh? Nope, Dobe." Sasuke malah semakin mendekatkan tubuhnya pada Naruto. semakin menghimpit tubuh Naruto yang terus memepet pada sandaran sofa. Hidung mereka sudah sangat dekat, hampir bersentuhan. Mata keduanya saling melihat dengan dalam, saling berbagi karbon dioksida yang keluar dari mulut keduanya, Naruto tidak sadar kalau sekarang akhirnya Sauske berhasil membuatnya terhanyut. Merasakan bagaimana dingin dan hangatnya rasa bibir tipis itu bersamaan.

Naruto membulatkan matanya. Jantungnya berdegup dengan kencang. Tangannya bergetar di samping tubuhnya, tubuhnya menggigil, dan bulu kuduknya benar-benar berdiri sekarang.

Dia tidak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Tidak! Bahkan dengan beberapa kekasih ataupun mantan kekasihnya.

Mengambil nafas dengan cepat, Naruto memejamkan mata dengan erat. Tangannya perlahan di tarik ke atas, meremat bahu Sasuke keras—bukan untuk menolak, tapi untuk menyalurkan rasa aneh yang melandanya. Tubuhnya semakin bergetar saat Sasuke mulai menjalati permukaan bibirnya, dan menghisapnya pelan. Begitu lembut dan peluh perhatian, seperti hanya ingin menyesap rasa pada bibir itu tanpa harus melukainya.

Dalam ciumannya, Sasuke tersenyum senang. Akhirnya dia mendapatkan hasil yang begitu tidak dipercayanya. Dia pikir Naruto akan langsung memberontak, tapi ternyata pemuda kuning itu malah menerimanya. Membiarkannya merasakan bibir merah plum itu begitu dalam.

Tidak ada saling menghisap, hanya Sasuke yang menyesap permukaan bibir Naruto. Tidak ada saling bertukar saliva, karena Naruto sendiri tidak membuka bibirnya.

"Naruto! Sasuke! bersiap-sia—?!"

Konan serasa mendapatkan durian jatuh, menyakitkan tapi begitu menyenangkan. Bukan menyakitkan seperti hatinya yang teriris, tapi karena kecewa begitu tau kalau dia sudah merusak moment 'menyenangkan' kedua orang itu, dan begitu menyenangkan karena sudah melihat kejadian eksklusive itu secara langsung. Uh, begitu surga sepertinya.

Konan tersenyum dengan ceria saat melihat Sasuke beranjak dari tubuh Naruto. menampilkan ekspresi Naruto yang shock.

Naruto tidak tau kalau dia akan terlihat oleh Konan atau siapapun yang berada di sana sekarang. Dia tidak habis pikir pula kenapa dia harus dapat menerima semua yang diberikan kecupan Sasuke itu.

'Sial!' runtuknya dengan wajah memerah melihat konan yang berada di ambang pintu.

"Kyaa! Maaf mengganggu! Silahkan lanjutkan!"

Sasuke yang melihat Konan menjerit dengan senang hanya berpikir kalau dia baru pertama kali melihat perempuan itu begitu keluar dari peringainya yang dingin dan santai.

.

.

.

.

.

End~

...

-Omake 1-

Kyuubi melihat langit yang sedang mendung sambil sesekali mendengus kesal. Sial sekali dia hari ini, sudah tadi pagi dia datang kesiangan ke tempat kerjanya, dan sekarang saat pulang hari menjadi mendung padahal dia sedang tidak membawa jas hujan. Kyuubi yakin mungkin harus berterima kasih karena sudah memberikan hari yang begitu sial ini—tapi entah pada siapa. Kyuubi menggerutu sambil memakai helmnya, dengan sengaja disingkapnya kaca pelindung helm itu—ah, kebiasaan yang buruk.

Mulai menaiki motornya, Kyuubi menyalakan mesin motornya. Andai saja tidak ada mobil menyebalkan yang seenak jidatnya parkir di depan motornya yang sedang akan melaju, Kyuubi pasti tidak akan semakin menggerutu.

Melepas helmnya cepat, membuat sedikit helai merahnya acak-acakan—tapi membuat semakin hot. Kyuubi turun dari motornya, melihat bagaimana pemilik mobil sport itu. 'Ah, menyebalkan. Sudah hampir hujan,' pikirnya melihat langit yang semakin lama semakin mendung. "Hei, tidak bisakah kau tidak parkir disini!" Kyuubi sedikit mengetuk kaca mobil itu. jelas, dia tidak akan langsung marah-marah, hanya akan sedikit menegur—orang yang mungkin tidak dia kenali itu.

Kyuubi sedikit mengerutkan keningnya saat perlahan orang yang membuka pintu mobil itu keluar. Gayanya seperti orang kaya kebanyakan, 'Menyebalkan,' runtuk Kyuubi melihat bagaimana cara keluar orang itu. Tapi, detik kemudian nafasnya tertahan.

Matanya berkaca-kaca, tidak membulat hanya sedikit sayu dengan kening berkerut. Kulit putih itu, Kyuubi sangat merindukan warnanya. Wajah tampan sedikit seringaian, Kyuubi sangat merindukan ekspresi itu. Dan, posture tubuh yang atletis, membuat Kyuubi yang dari dulu sudah menahan hasratnya tidak bisa berbuat apa-apa akhirnya menerjang tubuh itu. Kyuubi memeluk tubuh Itachi dengan sangat erat. Tidak ada isakan, ataupun kata-kata rindu yang keluar dari mulutnya—atau memang tidak bisa bicara.

Yang pasti Kyuubi sangat rindu pada pemuda berambut hitam panjang itu. Setahun penuh dia tidak melihat Itachi secara langsung. Semenjak kasus Sasuke dan Naruto, Itachi yang ternyata sedikit perlu andil pun ikut menyelesaikan masalah itu. Membuat Kyuubi yang kembali mengidolakannya hanya bisa melihat Itachi dari layar televisi di rumahnya.

Itachi tersenyum dengan lembut. Satu tangannya balas memeluk Kyuubi di bagian pinggul, dan satu tangannya lagi berada di punggung Kyuubi—mencoba menenangkan dengan sedikit elusan—lalu menuju ke atas, mengelus rambut merah itu dengan sangat lembut.

"Tadaima,"

Kyuubi tersentak mendengar suara berat yang begitu ia rindukan itu. Hatinya bergetar nyeri, bukan sakit hati tapi sebuah rasa senang yang begitu kuat.

Pernahkah kau merindukan seseorang yang sudah lama tidak kau lihat? Bagaimana rasa sakitnya? Tentu kau tau, dan itulah yang sedang dirasakan oleh Kyuubi.

Begitu mengharukan, hingga air dari mata merah menyala itu mengalir membasahi pipi dan sekaligus kemeja yang digunakan Itachi.

"...okaeri," jawabnya lirih agak serak, sambil semakin mengeratkan pelukkannya.

Tidak terasa hujan yang sedari tadi mencoba Kyuubi hindari malah tidak dianggapnya. Rasa senangnya lebih mendominasi, menurutnya hujan tidak masalah andaikan dia bisa lebih lama lagi berada di pelukkan kekasihnya.

Kekasih?

Tepat, Kyuubi sudah resmi menjadi kekasih Itachi.

5 bulan lalu, saat Itachi sedang menjalani jumpa pers, seperti Uchiha pada umumnya. Itachi dengan gilanya, menyatakan perasaan pada Kyuubi tepat di depan wartawan. Sangat yakin jika Kyuubi sedang menonton siaran langsungnya, percaya diri jika Kyuubi pasti menerimananya. Dengan seringaian menyebalkan Itach bilang kalau dia begitu mencintai Kyuubi dan ia ingin Kyuubi menjadi kekasihnya.

"Kyuu-chan, jadilah kekasihku, dan kita akan hidup bersama."

Kyuubi yakin sekali akan langsung terserang penyakit jantung saat itu juga. Dengan kopi yang berada di tangannya jatuh pada berkas yang berada di mejanya, Kyuubi menjerit histeris—membuat semua rekannya tersentak kaget. Entah Kyuubi shock karena berkas yang sudah dia selesaikan seminggu yang lalu hancur dalam sekejap, atau karena pernyataan cinta Itachi yang lebih mirip seperti lamaran.

"Baka 'Tachi!" Teriaknya menggelegar.

Shukaku yang sedang mengintip di belakang tubuh Nagato hanya menggelengkan kepalanya. Melihat Kyuubi yang sedang menunjuk-nunjuk televisi mini yang selalu dibawa Kyuubi agar selalu memantau jumpa pers Itachi. Tapi, semenit kemudian Shukaku tersenyum dengan lembut—tepatnya saat mendengar lirihan dari Kyuubi.

"Tentu saja aku mau, dasar keriput menyebalkan."

Siapa bilang cinta dari orang yang nekat itu akan berjalan dengan aneh, karena pada dasarnya semua cinta itu romantis. Bahkan untuk Kyuubi pernyatan cinta yang disampaikan oleh Itachi adalah pernyataan cinta teromantis yang pernah didengar dan dilihatnya—karena memang pada dasarnya, hanya pernyataan cinta dari Itachi yang dia anggap.

Ya, Kyuubi memang sudah menunggu saat ini dari dulu. Dari 1 tahun yang lalu, dari saat pertama kali pertemuannya dengan Itachi secara langsung.

Cinta untuk mereka berdua itu sunggu indah bukan?

.

.

.

.

-Omake 2-

Sudah 1 tahun lamanya, semenjak kejadian Naruto dengannya. Gaara akhirnya memilih untuk menyelesaikan semuanya. Hubungannya dengan Naruto sekarang sudah usai, mereka hanya saling berteman. Karena Gaara yang memang sangat mencintai Naruto jadi sampai sekarang pun dia tidak bisa melepaskan Naruto dari hatinya. Tapi melihat Naruto yang sepertinya tidak mencintainya, Gaara berpikir lebih baik melepaskan Naruto secara fisik—membuat pemuda pirang itu mendapatkan cintanya yang lain.

Dengan tersenyum, Gaara melihat fotonya dan Naruto yang sedang tertidur di rerumputan taman. Gaara masih ingat betul bagaimana dia bisa mengambil foto mereka berdua. Dia memang sengaja mengajak Naruto berkencan ke salah satu taman kota dengan danau yang indah. Tidak terlalu ramai, karena memang letaknya yang kurang strategis untuk pejalan kaki.

Gaara mengajak Naruto pergi kesana. Menikmati indahnya hari bersama, hingga Naruto tertidur di rerumputan hijau itu. Gaara tersenyum saat mengingat bagaimana indahnya wajah manis itu tak kala sedang tertidur. Dengan sengaja direbahkannya tubuhnya di samping tubuh Naruto. Mengambil sudut yang tepat hingga menjadi foto yang sedang dipegangnya.

"Gaara! Ayo kesini!"

Gaara tersentak, melihat Kankuro yang sedang melambaikan tangan padanya. Tersenyum dengan samar, "Ya," jawabnya.

Setidaknya sekarang dia sudah tidak terlalu sakit melihat wajah Naruto. Ya, mungkin Naruto memang bukan untuknya, hanya ditakdirkan untuk menjadi sahabat yang saling membutuhkan.

"Kurasa kita tidak bisa melanjutkannya. Kau tidak pernah mencintaiku. Aku tidak marah dengan semua yang sudah kau lalukan, tapi—aku harap biarkan aku disisimu sampai aku bisa sedikit melupakanmu. Biarkan aku menjadi teman baik, atau sahabatmu, Naru."

"Gaara, aku... maaf. Aku tidak bermaksud, aku minta maaf. Aku sangat ingin menjadi sahabatmu, terima kasih, Gaara. Kau sungguh orang yang baik. Kau pasti akan mendapatkan yang lebih dariku."

Ya, mungkin untuk Gaara masih ada perjalanan cinta yang lain.

.

.

Sai melihat lukisannya dengan senyum tipis. Wajah itu begitu familiar. Rambut pirang, mata biru, dan kulit tan serta senyum lebar yang manis. Naruto.

Sai melepaskan Naruto dengan senyum tipis di bibirnya. Tidak banyak yang dilakukannya, dia hanya akan mengenang Naruto menjadi mantannya yang berharga. Dia tidak bisa membenci Naruto kerena membuat sedikit kenangan buruk di dalam hidupnya, tapi setidaknya Naruto juga membuat warna dalam kisahnya.

Ya, Sai hanya akan menganggap Naruto sebagai kisah cintanya yang dulu. Karena kotanya yang terpaut cukup jauh, dia hanya bisa kembali berkomunikasi dengan Naruto secara jarah jauh. Membuatnya semakin lama semakin jauh dengan Naruto, dan yang bisa membuatnya tetap mengingat pemuda pirang itu hanya lukisan. Hampir setiap hari dia melukis raut wajah Naruto dalam kanfasnya.

Sai tersenyum melihat lukisannya sendiir, "Aku akan tetap mencintaimu, Naru."

Orang bilang, cinta itu kekal bukan. Ya, seperti yang dirasakan oleh Sai sekarang ini.

.

.

Sepertinya kita tidak perlu membahas Neji. Sekarang dia kembali pada kehidupan normalnya. Tetap bersama dengan istrinya, tapi saham di perusahaan yang tadinya sudah dipindah tangankan padanya kembali menjadi milik Tenten. Hidupnya tetap berjalan dengan normal. Tetap menjadi direktur dan tetap bersama dengan keluarga bahagianya.

Hanya itu, mungkin. Ya, setidaknya sekarang Neji sudah sedikit menghentikan ambisinya untuk Naruto.

.

.

.

.

-Omake 3-

"Teme!"

Suara cempreng itu terdengar begitu nyaring. Seorang pemuda dengan syal orang dengan kaus berleher V berlari di lorong hotel tempatnya menginap. Terlihat dia sedang mengejar pemuda berambut hitam dengan gaya aneh memakai kaus hitam. Pemuda itu sedang berdiri di lorong hotel dengan gaya khasnya—tangan dimasukkan di saku celana. Melihat pemuda berambut pirang dengan mata onixnya yang semakin tajam.

"Ada apa, Dobe?" tanyanya.

Naruto, pemuda yang mengejar itu akhirnya sampai di depan Sasuke. Melihat Sasuke dengan pandangan kesal, mengatur nafasnya yang terengah. "Kau bodoh atau apa? kita akan ada jumpa pers sekali lagi, brengsek! Pein sudah mencarimu kemana-mana, kau tau?!" Naruto berteriak di depan wajah Sasuke.

Sasuke mendengus tanpa basa-basi lagi menarik tangan Naruto yang jelas sangat bisa dia jangkau dalam jarak dekat itu. Menarik Naruto untuk ikut dengannya ke suatu tempat yang dari tadi ingin ditujunya. Sasuke tidak memperdulikan Naruto yang memberontak di belakangnya. Menyumpah serapahi semua tindakan tidak masuk akalnya yang tiba-tiba menyeretnya masuk ke dalam lift dan berakhir di mobil Sasuke sekarang.

.

.

"Menyebalkan, apa yang maksudmu kesini sambil mengajakku, Teme?!" Naruto akhirnya berhasil keluar dari mobil Sasuke yang sudah terparkir di sebuah bukit dengan sungai kecil mengalir—dan membuat sedikit air terjun kecil. Pemandangan yang indah membuat suasana terlihat romantis untuk pasangan yang ada disana—tapi tidak untuk Naruto.

Naruto malah menatap tajam Sasuke yang menurutnya sudah melenceng dari tanggung jawab. Mendengus saat Sasuke sama sekali tidak merespon tindakannya sama sekali, Naruto bergerak menuju Sasuke. "Teme! Jika tidak ingin dilakukan, cepat antar aku ke hotel! Kau tau, aku yakin Pein sed—"

"—disini,"

"Hah?" Naruto menaikkan halisnya bingung dengan kata terakhir yang didengarnya keluar dari mulut Sasuke. "Apa?"

Sasuke melihat Naruto dengan kasih, "Aku ingin disini," ucapnya sambil berjalan menjauhi Naruto. Duduk di pinggiran air terjun kecil yang ukuran lebarnya mungkin hanya satu langkah kaki saja. Sambil melihat kota paris yang sangat indah dari bukit Sasuke menghela nafas damai. Tidak banyak orang yang tau tempat ini, paling yang tau hanya beberapa penduduk kota asli. Karena penduduk asli selalu menyangkut pautkan sesuatu dengan tempat ini, tidak banyak wisatawan yang ingin pergi ke sana.

Menurut yang didengar Sasuke saat dia berhasil sampai ke bukit ini bahwa bukit ini membuat orang itu akan tertimpa sesuatu. Tidak dijelaskan jika 'sesuatu' yang dimaksud adalah sebuah masalah atau sebuah kebahagian. Tapi, karena Sasuke berusaha keras ingin pergi ke tempat ini, salah satu penduduk kota menunjukkan jalan padanya. Hingga akhirnya dia sampai di sini. Tempat yang begitu indah.

Naruto melihat Sasuke masih dengan tampang kesalnya. Berjalan menghampiri Sasuke, dengan ogah-ogahan, Naruto melihat wajah damai seorang Uchiha Sasuke. Bukan hanya ini dia pernah melihat wajah damai itu, sudah beberapa kali saat tidur dia dapat melihat wajah dengan ekspresi menyebalkan itu menjadi damai dan tenang. Kamarnya yang selalu saja bersama Sasuke membuatnya selalu dapat melihat hal itu. Tidak aneh memang dia tidur dengan Sasuke dalam satu kamar karena rumor menyebarkan kalau mereka adalah sepasang kekasih, walaupun untuk saat ini yang sebenarnya adalah Naruto sama sekali belum membalas perasaan Sasuke. Masih menggantung pemuda Uchiha itu dalam sebuah penantian lama.

"Sasuke," Naruto memanggil Sasuke saat dia sudah tepat di samping Sasuke. Duduk berdampingan seperti ini, membuat mereka terlihat sangat cocok untuk menjadi sepasang kekasih yang sedang bermesraan. "—kau sebenarnya ada apa menyeretku ke tempat ini?" tanya Naruto sambil melihat ke depan. Melihat bagaimana indahnya pemandangan dari sana—bahkan dia bisa melihat menara Eiffel dari sini dengan jelas.

"Aku?" Bukannya menjawab, pertanyaan balik itu malah yang didapat oleh Naruto dari pemuda Uchiha di sampingnya. Sasuke terkekeh pelan, "Kau ingat, aku masih punya 1 pemintaan padamu yang belum aku gunakan," ucapnya.

Naruto menaikkan halisnya. Teringat 3 permintaan yang diajukan Sasuke dulu, dan sampai sekarang masih tersisa 1 yang belum terpakai. Menghela nafas pelan, Naruto menengok ke arah Sasuke. "Jadi, apa yang kau mau?" tanya santai.

Sasuke terkekeh lagi, "Aku?" menyeringai sebentar, lalu melihat Naruto dalam. "Aku ingin 3 permintaan lagi," ucapnya menyeringai melihat Naruto yang membulatkan matanya.

"Hei, itu tidak adil, brengsek!"

"Tentu saja adil, aku masih punya 1 permintaan dan aku berhak untuk meminta apapun, Dobe."

"Brengsek!"

Sasuke terkekeh melihat Naruto yang menggelembungkan pipinya kesal. "Jadi, aku minta 3 permintaan lagi untukku," ucap Sasuke.

Naruto melirik Sasuke, "Ok, tapi jangan kau gunakan untuk menambah permintaanmu!" ucapnya ketus.

Sasuke terkekeh, "Tentu, kau bisa pegang perkataanku,"

"Jadi?"

"Aku ingin kau menjadi kekasihku, belajar mencintaiku dengan tulus dan terus berada disisiku."

"..."

Naruto tertegun, melihat Sasuke dengan perasaan bercampur aduk. Disaat kau menerima pernyataan cinta untuk kedua kalinya dari orang yang sama, seperti apa perasaanmu? Terharu? Mungkin, karena orang itu begitu mencintaimu. Sanggup menunggumu begitu lama hingga saat ini kalian dekat dan menyetakan cinta sekali lagi. Berusaha menemukan cara untuk kau mencintainya sebagaimana orang itu mencintaimu dengan tulus. Tanpa ada niatan lain selain membagi cinta kalian dan meleburkannya menjadi satu.

Bukan kah itu sungguh yang dinamakan cinta?

Naruto memandang Sasuke dengan berkaca-kaca lalu tersenyum, "Mungkin aku bisa sedikit mengabulkannya," ucapnya lirih.

Sasuke tersenyum, memeluk Naruto dengan lembut. Membawa kepala pirang itu dalam dekapan di dadanya. Menyalurkan rasa hangat yang akhirnya di dapatkannya dari si pirang. Membiarkan pemuda dalam dekapannya menyadari bagaimana degupan jantungnya begitu kuat. Biarlah Naruto tau bagaimana suara gemuru cintanya dalam dada itu.

Sasuke tersenyum, menarik kepala Naruto dengan pelan hingga mereka saling bertatapan dengan lembut. Mempersempit jarak antara keduanya. Menyatukan sebuah kehangatan dalam lembutnya kecupan berhiaskan puluhan burung merpati yang terbang dari bawah, dan sinar matahari yang terbiaskan air terjun.

.

.

"Benarkah kalian adalah pasangan sesama jenis?"

"Benar."

"Sebenarnya apa yang kalian berdua pikirkan saat melakukan sesuatu yang jelas ditentang banyak orang?"

"Kami hanya memikirkan cinta. kami tau, apa yang kami lakukan adalah sebuah kesalahan dan suatu hal yang tabu untuk dilakukan. Tapi, jika kita kita sudah mempunyai perasaan itu, apa harus kami terus memendamnya dan membuatnya menjadi sebuah rasa sakit?"

"...bagaimana jika anda diasingkan oleh orang-orang sekitar anda?"

"Dalam kenyataannya, kami mempunyai orang-orang yang mendukung hubungan kami berdua di seluruh dunia dan kami tau, cepat atau lambat orang yang membenci hubungan ini pun akan mulai memahami perasaan kami."

"..."

"Karena kami mempunyai cinta suci yang tidak menginginkan apapun kecuali perasaan bahagian bersama pasangan kami."

.

.

Cinta butuh waktu bukan?

1 tahun lamanya Sasuke menunggu, dan akhirnya dia mendapatkannya. Mengubah Naruto menjadi lebih baik tanpa melukai perasaan orang lain lagi. Hingga saatnya ini, dia menjadi orang pertama yang mendapatkan perasaan tulus itu dari Naruto.

.

.

.

Mereka hanya ingin berdua, tidak peduli jika sekarang Jiraya dan Pein yang menunggu mereka untuk acara jumpa pers peluncuran film yang sudah digarap dari dulu itu.

.

.

.

.

.

.

Fin~

A/N: Akhirnya selesai juga, fiuh~.. aku kira ini fic bakalan menggantung kaya fic MC'ku yang lain, tapi ternyata tepat pada waktunya aku selesaikan. Untuk yang menunggu fic MC'ku yang lain mohon maaf belum bisa aku lanjutkan. Karena aku memprioritaskan urusanku di duta yang berjenjang pendidikanku, jadi aku harus membuat kalian menunggu lama dulu. Loshi mohon maaf sekali lagi. Dan, untuk endingnya maaf jika mengecewakan atau apapun. Jika ada yang kurang, bisa PM diriku ini^^

Sepertinya ada yang salah paham dengan Konan ya? Haha, mungkin aku kurang pinter dalam deskripsi hingga bikin salah paham gini hehe..

Bagi yang sudah menyempatkan mereview, Loshi sangat berterima kasih. Untuk yang memfavorite'kan dan memfollow juga Loshi sangat berterima kasih ^^ kalian semua adalah penyemangatku.

Thanks spesial for:

Review: hanazawa kay, chocho mami, TheBrownEyes'129, Nauchi Kirika-chan, Juniel Is A Vampire Hybrid, namikaze natsumi, junggi, Angel Muaffi, SlytheSoul d'Malfoy, Subaru Abe, kkhukhukhukhudattebayo, Hyuuga Himawari 'ttebane, PITA SI OTAKU, seiya aya, 7D, SimbaRella, PIGLATYPUS

Favorite: Aichan hime, Aki-ame kyuuran, Amach cuka'tomat-jeruk, Angel Muaffi, Aoi Cieru, Baekkidobe, Ema Namikaze, Euisfujoshi, Juniel Is A Vampire Hybrid, Kazawa No Ghita, Kirigaya Yuuki Kazuto, Kiseki no Hana, Nauchi Kirika-chan, PIGLATYPUS, PITA SI OTAKU, Phoenix Emperor NippleJae, RaraRyanFujoshiSN, Sappire NightSky, SimbaRella, SlytheSoul d'Malfoy, The Biggest fan of YunJae, TheBrownEyes'129, UzuChiha Rin, Vipris, anara17, anis. Ladyroseuchiha, aqizakura, chachatasia, chocho mami, dame dame no ko dame ku chan, fanboyHAE, gothiclolita89, haruna yuhi, kkhukhukhukhudattebayo, lievin65, mae and jae-chan, nasusay, nitachi-chan love itachi, red. Kyuu1, ristia15, seiya aya, sellaelflovesuju, shikakukouki777, vaynissa, wlfyhr, yunaucii.

Follow: Aichan hime, Aki-ame Kyuuran, Akira Naru-desu, Akuel the akuma angel, Alice Amani Neverland, Amach cuka'tomat-jeruk, Angel Muaffi, Aoi Cieru, Calico Neko, Harpaairiry, Hasegawa Michiyo Gled, Hyuuga Himawari 'ttebane, Izca RizcassieYJ, Juniel Is A Vampire Hybrid, Kazawa No Ghita, Kirigaya Yuuki Kazuto, Konno Asuka, KyouyaxCloud, LovePanda2T, MyLullaby's, NLTsunadeS, NaraZee, Nauchi Kirika-chan, No Identite, PIGLATYPUS, PITA SI OTAKU, RaraRyanFujoshiSN, Rizky2568, Shin-kusota HG Np Akuma, Sung Rae In, the Biggest fan of YunJae, Thezu, Vaisuhaito Tsuerinda, Vipris, anara17, anis. Ladyroseuchiha, azurradeva, bunga. Meiliana. 9, dame dame no ko dame ku chan, hanazawa kay, haruna yuhi, hi id, himawari. Wia, kafudoarikuchiki, kanoshisenosuke, keziarachel28, kkhukhukhukhudattebayo, lievin65, madness break, miszshanty05, nasusay, nuri. Vip4ever, seiya aya, sellaelflovesuju, sheila-ela, shikakukouki777, vaynissa, wflyhr, widi orihara, wildapolaris, yunaucii.

Untuk salam perpisahan sebelum aku hiatus bersediakah memberikan review untukku baca?