Disclaimer : Masashi Kishimoto (Naruto) dan Nobuhiro Watsuki (Rorouni Kenshin)

Tittle : New life

Warning : OOC, Typos, pemula, alur cepat. Kritik dan saran are welcome.

Dibuat untuk sekedar hiburan, ini fic crossover pertama saya, berharap tidak terlalu sepi disini.

.

.

Happy reading

.

Pertarungan dengan Himura-San telah menyadarkanku akan arti sesungguhnya kehidupan yang lebih besar daripada sekedar mengalahkan yang lemah, memang tidak adil jika harus menempatkan yang lemah untuk mati karena mereka lemah. Bukankah dulu akupun lemah? Shisio-Sama juga lemah? Lantas jika semua orang lemah harus mati, siapakah yang jadi pembanding kuat?

Jika kebenaran bisa ditentukan hanya dalam satu atau dua pertarungan, maka logika Shisio-Sama yang benar, Himura-San berkata begitu, aku sendiri tidak mengerti jelas apa yang dimaksudnya, dia lebih sulit dimengerti dari Shisio-Sama.

Kehidupan sebagai juponggatana telah berakhir, aku ingin mencari hidup lebih baik, menemukan arti kehidupanku, memulai semua dari awal, sekalipun aku tetap tidak dapat menghapus masa lalu, namun aku akan berjuang menentukan masa depanku lebih baik, aku ingin melindungi yang lemah, seperti Himura-San.

Kakiku melangkah tak tentu arah menyusuri hutan, sepi, hanya kicauan burung, gesekan daun, hembusan angin, dan percikan air yang terdengar mengiringi langkahku. Alangkah menyenangkannya jika aku bisa istirahat sebentar, pohon ini rasanya cukup nyaman dijadikan tempat berteduh sebelum menemukan perkampungan lain.

Srek, srek, srek, gubrak, gedubrak, bugh.

Jika yang kalian dengar seperti itu, maka kejadiannya adalah, seorang perempuan tengah menimpa tubuhku, dia jatuh dari atas pohon. Bukannya segera bangun, dia malah senang sekali menimpa tubuhku dengan posisi abstrak.

"Aduuh.. Maaf, Onna-San, tolong bangun." Dia memerah, aku tersenyum menghadapi kekikukannya, dia canggung.

"Gomen-ne Oniisan." Aku mengangguk, mengibas-ngibaskan bajuku dari daun, aku menyunggingkan senyum, dia terlihat seperti ingin tertawa.

"Oniisan mengingatkan saya pada teman saya, Sai."

"Jangan panggil saya Oniisan, saya punya nama, Seta Sojiro."

"Ah, eh…iya, Seta-San." Perempuan ini terlihat seumuran denganku, rambutnya berwarna tidak biasa, panjang, matanya perak keunguan, tidak biasa, dan lagi pakaiannya aneh.

"Eh… eto.. Seta-San, anda bukan berasal dari sini kan?" aku mengangguk, "Pakaian anda terlihat seperti seorang samurai."

"Ah, saya hanya Rorouni" dia mengangguk, kami terdiam dalam kecanggungan "Desa terdekat berapa hari perjalanan?" dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Yah, itu bisa dalam waktu sejam jika berjalan kaki."

"Apa nama desa itu?"

"Konoha no sato,.."

"Bisakah saya melihat desa anda?" dia menuntunku berlari diantara dedaunan, larinya sangat cepat, namun tentu saja aku bisa mengimbanginya, Shukuchi-ku adalah kecepatan di atas dewa, menyamai larinya saja terlalu mudah.

Rambutnya berkibar, terkadang menggesek dedaunan yang dia lewati,

"Seta-San, kau bukan Shinobi, tapi larimu sungguh cepat, bahkan kau melampaui aku.." senyumnya malu-malu menatapku,

"Ah, ini bukan apa-apa, hasil dari latihan rutin saya, maaf, saya belum mengenal anda?" dia memperlambat laju larinya melewati dahan-dahan.

"Saya Hyuuga, Hinata Hyuuga." Nama yang indah,

"Jika anda meperbolehkan saya bertanya,… mata anda.."

"Mata ini adalah keturunan dari klan Hyuuga, ini mengenali chakra manusia." Terangnya padaku

"Chakra? Apa itu Chakra? Apakah setiap manusia memilikinya? Atau Shinobi saja?" aku penasaran, jika bisa berlatih, tentu aku ingin sekali belajar.

"Chakra adalah aliran energi manusia, Ya, setiap orang punya, hanya yang memutuskan menggunakannya saja atau tidak, namun ada beberapa yang sangat berbakat."

"Hyuuga-dono, apakah anda melihat chakra dalam tubuh saya?" dia bersemu, apakah pertanyaanku aneh?

"Eh.. eto, Seta-Sama, maaf jika saya lancang, saya melihat Seta-San punya Chakra yang sangat menarik, kuat di tangan dan kaki…" kami berlari dalam diam, menyelami perasaan masing-masing. Dedaunan terakhir menutupi sebuah desa yang besar, dengan pahatan wajah di batu, yang meyakinkanku bahwa itu adalah para pemimpin mereka.

"Saya juga punya teman bernama Usui, dia tidak bermata, namun kemampuan mata batinnya luar biasa.."

"Saya sangat terkejut, bagaimana rasanya tak bermata.."

"Okaeri, Seta-San, ini Konoha." Aku tersenyum padanya, kebiasaan itu sulit hilang, sekalipun sekarang sedikit-demi sedikit emosiku naik ke permukaan, dan mulai menunjukkan diri setelah begitu lama kutekan.

"Seta-San, akan tinggal dimana?"

"Baik sekali anda mau bertanya, Hyuuga-dono, saya hanya rorouni, saya bisa tinggal dimanapun." Aku mengeluarkan uangku yang lumayan banyak, hasil kerja untuk Sishio-Sama yang tidak pernah kugunakan.

"Apakah ini cukup untuk menghidupiku selama beberapa hari, Hyuuga-dono?" dia menengok melihat kantung uang, matanya terbelalak sebentar, kecewa saat dia menggelengkan kepala, apa biaya disini begitu mahal? Tanpa dicegah dia menarik lenganku, menyeretku dalam loncatan-loncatan melewati atap rumah warga, disini sangat berbeda dengan Kyoto, semua tampak asing.

"Hyuuga-dono, anda mau membawa saya kemana?" pertanyaanku tak digubris, dia menarikku cepat. Kulihat gedung dengan pilar-pilar di atap, disertai tulisan 'Hokage' di papan besar.

"Hokage?, saya tidak berbuat apapun yang bisa mencelakai desa.." dia tersenyum ragu. Dia membawaku ke ruangan yang dibuka paksa olehnya dengan sekali dorong, begitu menakutkan, aku harus berhati-hati agar dia tidak marah sehingga mendorongku bagai pintu yang engselnya lepas itu.

"Ada apa Hinata? Kenapa kasar sekali membuka pintu?" teriakan melengking dari perempuan muda dengan tubuh yang berisi dibagian tertentu, mengingatkanku akan nona-Yumi.

"Ini… ini… Tsunade-sama…" perempuan itu melirik kami bergantian, menimbulkan rasa tidak menyenangkan dipandangi sambil berdiri, namun sepertinya begitulah tatakrama disini.

"Kau adalah seorang Samurai?" aku mengangguk

"Kalau begitu kau dari Negara besi? Mifune adalah pimpinanmu bukan?" Negara besi? Mifune?

"Maaf, Tsunade-Sama, saya tidak mengerti, saya berasal dari Kyoto, dan saya hanya Rorouni." Aku tidak ingin dikenali, walaupun aku yakin tak pernah ada yang mengenaliku sebagai Tenken Shishio-Sama kecuali segelintir orang.

Wajah wanita itu mengerut, "Kyoto? Itu sudah lama berlalu sejak restorasi.." restorasi apa?

Seolah membaca pikiranku "Restorasi Meiji, ah.. sepertinya kau terlempar oleh portal waktu di dekat hutan ini?" portal waktu?

"Hinata? Dimana kau menemukan orang ini?" gadis di sampingku gugup, seolah jika salah menjawab akan fatal, kemana larinya tangan yang merusak engsel itu?

"Di hutan, saya sedang berjaga bersama Kiba, namun kemudian tertidur.."

"Dan dia jatuh dari atas pohon." Perempuan itu menarik napas, hentakan sepatunya yang berirama mendekatiku.

"Akhir-akhir ini banyak yang terlempar dari portal itu, kami memang sedang menyelidiki darimana dan bagaimana bisa dicegah, walaupun yang datang hanya bandit-bandit tidak berkepentingan, yang mudah dihalau," untuk ukuran wanita, pakaian nona ini sangat aneh dan tidak sopan,

"Sepertinya kau harus menuggu sampai portal itu terbuka, sejauh penelitian kami, portal itu membuka saat bulan baru. Dan itu baru akan terjadi tiga bulan lagi."

"Sampai saat itu tiba, kau akan tinggal bersama Naruto,- Hinata, misimu kali ini adalah mengawalnya, sampai portal waktu terbuka." Misi? Portal waktu? Semua ini memusingkan. Gadis ungu itu mengangguk.

"Hai! Tsunade-Sama." Kami berjalan pelan. Pikiranku sibuk dengan pembicaraan tadi yang kusimpulkan sangat aneh, jika aku memang tidak seharusnya berada di masa ini, berarti tak ada seorangpun yang mengetahui aku adalah Tenken Soujiro, bukankah itu hal yang bagus? Mengingat aku bisa memulai hidup baruku jauh dari perang? Sapaan gadis itu membuyarkan lamunanku.

"Seta-San, daijobuka?" aku tersenyum, "Ya, saya baik." Dia menunduk lagi, menekuri langkah kaki.

"Anda tahu saya bukan berasal dari masa sekarang, Hyuuga-dono?"

"Iya, cara bicara Seta-san aneh, seperti kakek saya, dan uang Seta-san jenis langka." Entah bagaimana, harus tersinggung atau tertawa, mendapati gadis yang kuterka usianya dibawahku menganggap aku seperti kakek-kakek.

"Go-Gomen, Seta-San." Wajahnya mengkhawatirkan perkataannya.

"Tidak apa-apa, anda sangat jujur, Hyuuga-dono." Dia memerah

"Ja-jangan panggil begitu, panggil saja Hinata." Baiklah. Mungkin memang semuanya berubah dengan cepat, wanita berpakaian lebih tipis, cara bicara yang aneh, namun semuanya terlihat lebih berwarna. Jepang di masa mendatang, tidak perlu kami sebagai samurai lagi, kecewa, sedih, namun kelegaan membanjiriku pada saat bersamaan. Impian Shisio-Sama tidak akan terwujud, namun ini lebih baik.

Kami masih berjalan menyusuri desa, semua terlihat berkilau, ramai, ceria, seperti gadis ini yang berjalan malu-malu.

"Hinata-San, kenapa desa ini seperti habis dilanda kehancuran?" ya, lihat betapa kota ini separuh belum jadi, seperti ada lubang besar.

"Kami baru pulih dari perang, seorang Shinobi yang berbakat menggunakan kekuatannya untuk menghancurkan desa kami, namun Naruto-Kun, berhasil menyelamatkan kami." Sadar atau tidak gadis ini terlalu sering memerah, untuk alasan tak jelas.

"Dia melindungi kalian? Kenapa? Bukankah yang lemah harus mati?" matanya menunjukkan kelembutan mendalam atas pertanyaanku.

"Naruto-Kun, dulu adalah orang yang dibenci, karena desa kami menanam monster dalam tubuhnya, namun dia tidak membenci kami seperti seharusnya, dia tumbuh semakin kuat dengan usahanya, dia melindungi kami, yang dulu membencinya" dia menyelesaikan. "kami jauh lebih lemah darinya, namun dia menyelamatkan kami, dan sekarang kami percaya padanya. Tidakkah kepercayaan kami membuatnya bertambah kuat? Hidup tidak selalu mengenai kekuatan yang kita miliki, Seta-San."

Himura-San, sepertinya aku akan menemukan jawaban pertanyaanku disini. Mungkin ini memang takdir, bertemu dengan orang yang bisa menjawab penasaranku atas prinsip hidupmu.

"Daijobuka? Kau melamun lagi.." dia menatapku, kuberikan senyuman terbaikku, dan membalas dengan rona di pipinya.

"Arigato, Hinata-San."

.

.

"NE?! Tsunade Baasan menyuruh orang aneh ini tinggal denganku?" teriakan pemuda berambut jabrik berwarna mentereng ini hampir membuat telingaku tuli permanen.

"Hye! Lihat, senyumnya mirip Sai!" dia menunjuk wajahku.

"Na-Naruto-Kun, Seta-San orang baik, dia tidak akan menyusahkanmu.." dengan setengah menicibir dia membukakan pintu.

"YOSH! Silahkan masuk, siapa namamu tadi?"

"Soujiro, Seta Soujiro."

.

.

.

.

TBC….