Naruto © Masashi Kishimoto

Rated: T

Gender:Tragedy,Romance.

Warning: CANON, OOC (mungkin), Gaje, Typo bertebaran, EYD berantakan dll.

Don't Like? Don't Read!

.

.

.

.

"Bagaimana keadaanmu?" Suara Sasuke memecah keheningan yang diciptakan oleh mereka.

"Seperti yang kau lihat." Jawab Sakura lemah.

"Tidak terlalu baik kurasa," Jawabnya.

Setelahnya keheningan kembali melanda mereka.

"Aku turut berduka cita." Ujar Sasuke tulus. Saat di Suna ia tidak bisa memberika ucapan berbelasungkawa secara langsung karena terlalu banyak hal yang terjadi.

"Terimakasih." Ujar Sakura lemah."Terimakasih telah menjagaku." lanjutnya

"Aa.. Bukan masalah." Jawab Sasuke.

"Waktu itu, kau datang …"

"Ada seorang Anbu Suna yang lari ke perbatasan. Saat itu kebetulan aku sedang bertugas. Dan aku segera kesana. Tapi semuanya terlambat."

"Jika kau tidak datang mungkin nyawaku juga tidak akan selamat." Sahut Sakura,

"Gaara lah yang menyelamatkanmu."

"Aku tahu …" Jawab Sakura nyaris berbisik.

Sakura tidak ingin terlihat lemah, ia mencoba menahan air matanya agar tidak menetes keluar di depan Sasuke.

Sasuke tahu jika wanita dihadapannya mencoba terlihat tegar dan menahan tangisannya.

"Menangislah jika itu hal yang memang kau butuhkan."

"Dari dulu sampai sekarang aku masih saja cengeng. Kau pasti malu mempunyai rekan satu tim sepertiku Sasuke-kun." Ujar Sakura sambil tertawa sedih,

"Aku masih tetap tidak berguna."

Sakura masih bermonolog ria,

"Beristirahatlah, tidak usah mengatakan hal-hal yang tidak berguna."

Sakura tersenyum Uchiha Sasuke yang berada disampingnya tetaplah Uchiha Sasuke yang Sakura kenal. Berbicara seperlunya dengan nada datar cendrung dingin. Sakura tahu jika Sasuke bukanlah tipe pria yang akan mengucapkan kata-kata manis untuk menghiburnya. Tapi Sakura tahu jika Sasuke peduli padanya.

"Kau sama sekali tidak berubah, Sasuke-kun,"

"Aku tidak pernah berubah dan tidak akan berubah Sakura."

Setelahnya Sasuke meninggalkan Sakura tanpa memberikan kesempatan untuk Sakura bertanya apa maksud kalimat terakhir yang diucapkannya.

Setelah Sasuke pergi, Sakura mencoba mengistirahatkan kembali tubuhnya. Ia merasakan jika chakra di dalam tubuhnya tidak teratur. Entah karena perjalanan yang cukup jauh atau karena percakapan singkat baru saja terjadi.

.

.

Sakura mengerjapkan kedua matanya saat terdengar suara ribut yang mengganggu istirahatnya.

"Suaramu berisik sekali Ino! Kau akan membangunkan Sakura-chan nanti!" Ujar Tenten

"Sudah lama sekali sejak kita terakhir kali bisa berkumpul bersama seperti ini kau tahu?" Sahut Ino.

"A-ano Kurasa Tenten-chan benar, Sakura-chan sepertinya sudah bangun."

Ketiga manic mata berbeda warna itu pun akhirnya mengalihkan atensi mereka ke satu-satunya perempuan yang sedang terbaring di ranjang.

"Sakura! Kau sudah bangun. Ya Ampun aku merindukanmu!" Ujar Ino dengan histeris sambil menghampiri Sakura dan membantunya untuk bersandar di kepala ranjang.

"Kondisimu sudah baikan?" Tanya Tenten.

"Sudah." Jawab Sakura sambil tersenyum, benar kata Ino. Sudah lama sekali semenjak terakhir kali mereka bisa berkumpul seperti ini.

"Bagaimana kabar kalian?" Tanya Sakura kepada mereka.

"Kami semua sangat baik dan sehat Sakura." Jawab Ino.

"Aku senang mendengarnya."

"Kau akan tinggal dimana, Jidat?"

"Shikamaru sudah membereskan apartemen lamaku. Aku akan tinggal disana"

"S-sakura-chan bolehmenginap di rumah kami. Naruto-kun pasti akan sangat senang."

"Terimakasi Hinata-chan, tapi itu akan merepotkanmu."

"T-tentu tidak Sakura-chan."

"Kau bisa menginap dirumahku!" Ujar Ino bersemangat.

"Aku tidak ingin mengganggu pengantin baru, pig." Ujar Sakura dengan senyuman manisya.

Ino bersungut mendengar ledekan secara tidak langsung dari sahabatnya itu. Ino cukup tahu diri untuk tidak membahas soal pasangan hidup di depan Sakura yang masih berduka semenjak kepergian Gaara.

"A-aku akan mengirimkan makanan untukmu Sakura-chan. Shizune-senpai bilang jika kau tidak boleh melakukan banyak aktivitas dan kelelahan. Dan Naruto-kun juga sudah setuju."

"Terimakasih Hinata, masakanmu pasti sangat enak. Aku rindu masakan Konoha."

"Makanan disina dan Suna kan tidak jauh berbeda Jidat!"

"Aku lebih banyak memakan Kare beku disana, karena itu masakan kesukaan Gaara."

Menyadari suasana yang mulai sedikit muram, Tenten pun berinisiatif untuk membuka topik pembicaraan lain.

"Di akademi kami kekurangan tenaga pengajar Sakura-chan. Kurasa kau bisa menjadi sensei disana untuk mengajarkan pengontrolan chakra dan penangkal genjutsu. Kau punya bakat alami dalam hal itu bukan?"

"Tentu, aku akan senang bisa membantu Konoha lagi."

"Tapi kau harus sehat dulu jidat! Kalau kau pingsan saat mengajar kau malah akan merepotkan murid-murid disana tahu!."

Keempatnya pun tertawa bersama mendengar ucapan Ino.

.

.

.

Menurut Hinata, Uchiha Sasuke dan Sabaku Gaara memiliki banyak kemiripan, mulai dari dari segi sifat yang sama-sama dingin, irit bicara serta masa lalu yang kelam. Dan keduanya telah jatuh hati kepada orang yang sama, yaitu Haruno Sakura.

Hinata sangat tahu penderitaan Sakura selama kepergian Sasuke saat Sasuke mengutamakan tujuan utamanya untuk membalas dendam kepada kakaknya Uchiha Itachi, Hinata juga sangat tahu betapa menderitanya Sasuke ketika Sakura dijodohkan dengan Gaara.

Hinata sering kali mengucap syukur kepada Kami-sama karena kehidupan cintanya tidak serumit kehidupan cinta yang Sakura alami. Setiap mengingat kisah kedua sejoli yang tidak pernah dipertemukan dalam waktu dan situasi yang tepat itu membuat Hinata tersenyum miris. Sungguh permainan takdir macam apa yang menunggu mereka kedepannya.

"N-naruto-kun,"

"Ada apa, hime?"

"A-aku sudah membuatkan makanan untuk Sakura-chan. B-bisa minta tolong agar S-sasuke-san yang mengantarkannya?"

Naruto terdiam sejenak,

"A-aku rasa S-sakura-chan butuh teman untuk mengobrol."

Naruto tersenyum dan memeluk hinata dengan erat setelahnya.

"Terimakasih Hinata,"

Kemudian Naruto mengecup kepala istrinya dengan sayang.

"Karena kewajibanku sebagai hokage, aku tidak bisa memperhatikan kedua sahabatku dengan baik. Terimakasih karena telah memperhatikan mereka dengan baik."

Naruto tahu, meskipun hinata selama ini hanya diam dan tidak berkomentar, tapi wanita itu selalu memperhatikan sekelilingnya dengan tingkat kepekaan yang tinggi. Sangat berbanding terbalik dengannya yang terkadang tidak peka.

.

Naruto menyusuri jalanan Konoha yang sudah sepi dan mengetuk sebuah pintu apartemen.

Tok Tok Tok!

"Sasuke, buka pintunya!"

"Tch! Berisik!" terdengar sahutan dari dalam.

"Cepat bu— hehehe"

Pintu yang terbuka dengan wajah kusut Sasuke membuat Naruto menghentikan ketukan brutalnya pada pintu apartemen itu.

"Sasuke, tolong antarkan ini pada Sakura." Ujar Naruto dengan cengiran bodohnya.

Sasuke melemparkan tatapan beranya yang langsung dipahami oleh naruto.

"Itu makanan untuk Sakura-chan. Ia belum boleh banyak beraktivitas. Jadi Hinata berbaik hati membuatkan makanan untuknya."

"Hn, Lalu kenapa kau tidak memberikannya langsung dobe?"

"Kau tahu, aku harus melakukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh pria yang sudah beristri. Jika aku yang mengantarkannya pasti kami akan mengobrol lama dan aku melupakan tugasku untuk menafkahi istriku."

"Tch! Mesum."

"Aku mengandalkanmu Sasuke! Makanan itu cukup untuk dua orang!" Naruto segera pergi dari depan pintu apartemen Sasuke dengan melompat melewati atap rumah warga.

Naruto yakin meskipun Sasuke orang yang tidak peka, namun Sasuke bukanlah orang bodoh yang tidak mengerti akan maksud dari ucapannya yang sebenarnya— manfaatkanlah kesempatan ini untuk makan bersama dan hibuarlah di.

.

.

.

Sakura sedang berada di dalam apartemen lamanya, setelah setahun ditinggalkan tidak ada yang berubah sama sekali. Semua barang masih diletakan di tempatnya. Sakura berjalan menuju bingkai yang berisi fotonya dengan tim 7. Ah, rasanya belum lama. Tetapi sekarang Sakura telah menjadi seorang calon ibu dan Naruto juga sebentar lagi akan menjadi ayah.

Sakura sedikit terkejut mendengar pengakuan Hinata bahwa ia telah mengandung sama seperti Sakura. Hal itu membuat Sakura mendesah lega karena mempunyai teman untuk berbagi keluh kesah dan pengalaman sebagai sesame ibu hamil.

Melihat foto gurunya membuat perasaan rindu itu muncul, Ia belum bertemu gurunya setelah sampai di Konoha. Ino bilang Kakashi-sensei sedang menjalankan misi ke kirigakure dan lusa akan kembali. Kakashi adalah orang yang sudah ia anggap seperti ayah sendiri, yang selalu ada ketika kapanpun ia membutuhkannya. Namun sepertinya kali ini gurunya itu tidak bisa hadir saat ia membutuhkannya. Sakura membutuhkan seseorang untuk diajak berbicara sekarang agar ia dapat melupakan rasa bersalah yang menyesakkan dada ini. Ia sedikit menyesal menolak ajakan Hinata untuk menginap.

'Chakra ini sungguh tidak asing.'

Sakura segera keluar dari kamar untuk memastika kehadiran orang tersebut. Tak lama pintu apartemennya pun diketuk, dan Sakira membukanya.

"Sasuke-kun?"

"Aku membawakan titipan dari Naruto untukmu. Buatan Hinata."

"Aa, terimakasih." Ujar Sakura.

"Hn,"

Setelahnya keheningan melanda keduanya, Sasuke masih belum beranjak dan Sakura belum mebuka suara.

"Mau mampir? Akan ku buatkan teh hangat untukmu." Tawar Sakura pada akhirnya.

Tidak ada salahnya untuk mengajak seorang teman untuk mampir ke apartemenmu kan? Apalagi jika temanmu sudah berbaik hati mengantarkan makanan untukmu. Batin Sakura mencoba mengabaikan fakta jika sebelumnya mereka pernah berciuman dan terlibat dalam hubungan yang tidak jelas muaranya.

Sambil menyiapkan the, Sakura membuka bungkusan yang dibawakan Sasuke.

"Apa kau sudah makan malam Sasuke-kun? Kurasa hinata membawakan terlalu banyak makanan"

"Hn, belum."

"Baiklah, aku akan menyiapkan makanannya terlebih dahulu."

Dengan lincah Sakura menyiapkan makanan malam untuk mereka berdua, pandangan mata Sasuke tidak pernah terlepas dari gerak-gerik wanita cantik itu. Selalu mengawasi dalam diam.

Sakura selalu ingat moment ketika ia menyiapkan makanan untuk Gaara, Pria itu akan selalu setia menunggunya di meja makan tanpa melepaskan pandangannya — sama persis seperti yang Sasuke lakukan sekarang. Sakura menghentikan pergerakannya sesaat untuk memejamkan mata dan menghembuskan napas panjang, mencoba menghalau pemikirannya tentang kemiripan Gaara dan Sasuke.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Sasuke yang membuat Sakura tersadar dari lamunannya dan melanjutkan kembali aktivitasnya.

"Aa tidak apa-apa, hanya saja tadi tadi bayiku begerak cukup aktif,"

Setelah menyiapkan makanan ke meja, Sakura mengambil tempat di sebrang Sasuke.

"Ittadakimasu," Ucapnya keduanya,

"Aku dengar kau menjadi ketua ANBU,"

"Hn, sejak delapan bulan yang lalu."— empat bulan setelah pernikahanmu, setelah tiga bulan pergi keluar desa tanpa kabar dan kembali dengan rasa frustasi. Tambahnya dalam hati

"Kemampuanmu memang tidak diragukan lagi,"

"Setelah ini apa yang akan kau lakukan?"

"Menjadi pengajar di akademi untuk mengisi waktu luang sampai bayiku lahir."

Tanpa disadari rahang Sasuke mengeras, dengan otak jeniusnya ia langsung dapat mencerna kata-kata Sakura.

"Kau berada disini hanya sampai bayimu lahir?" tanyanya.

"Ya, Para tetua hanya memberikan waktu sampai bayi ini lahir. Sebagai pewaris keturunan Kazekage bayi ini tidak boleh berada lama-lama di luar desa."

"Mereka bilang anak ini merupakan asset bagi Suna," lnjut Sakura lirih sambil menggigit ujung sumpitnya.

"Seorang anak bukanlah sebuah alat, Sakura."

"Ya, aku tahu. Tapi mereka menganggap bahaya bisa mengincar kami kapan saja jika kami berada di luar desa terlalu lama. Itu tidak baik untuk kedudukan politik di Suna."

"Kau berbicara seperti seseorang yang mengerti politik." Balas Sasuke sinis,

"Kau lupa jika aku istri seorang Kage seperti hinata." Jawab Sakura mengabaikan perasaan berdenyut aneh di dalam hatinya karena pria dihadapannya penah menyatakan cinta dan mungkin saja masih menyimpan rasa itu untuknya.

"Itu tidak akan terjadi, aku akan melindungimu,"

Kau sudah menepati janjimu untuk melindungi Sakura dengan nyawamu Gaara, maka sekarang aku akan melindungi Sakura dan anakmu dengan nyawaku juga.

Dan malam itu mengalir obrolan yang mulai mencairkan kebekuan tak kasat mata yang dibuat oleh keduanya.

.

.

.

.

TBC