Author : KekeMato2560

.

Title : Only Tears

.

Genre : Yaoi/Angst

.

Main Cast :

Choi Junhong

Jung Daehyun

Yoo Youngjae

.

Other Cast :

B.A.P's Members

.

I Love You, I'm sorry..

But i can't do this anymour

I don't even have the right to get close to you

Don't love me..

I don't have the ease of being able to give you my heart

I live every day beyond my strength

each day is too much so i cry..

I don't have anything i can give you

Missing you..

I can't even give you loving words

But I'm missing you

I can't even boldly wish you to be mine

But I'm missing you

So i push you away

Because i'm a guy who has nothing but his own heart

Infinite – Only Tears

.

.

Warning : This is yaoi fanfiction. Typo! OOC! NO PLAGIARISM!

.

~Only Tears~

.

Mata yang beberapa hari terpejam itu perlahan mulai bergerak dan sedikit demi sedikit terbuka. Memperlihatkan iris berwarna hitam milik pria manis yang tengah tergolek lemah diatas kasur rumah sakit. Ia mengerjab-ngerjabkan matanya berulang kali, berusaha menyesuaikan matanya dengan cahaya yang cukup terang. Setelah dirasakan penglihatannya membaik ia mulai mengedarkan pandangannya pada sekitar.

Tidak ada siapapun.

Ia mengernyit. Kemana semua orang? Dan dimana dia?

Beberapa detik kemudian pria manis itu berhasil mengingatnya. Kejadian saat ia pingsan ketika tengah bermain bola dan setelah itu ia terbangun mendapati dirinya disini. Mungkin ini rumah sakit. Dilihat dari ruangan yang serba putih dan jangan lupakan alat-alat rumah sakit yang ada diruangan ini.

Junhong –Pria manis itu menghela nafas berat. Matanya memandang lurus kedepan. Sudah berapa lama ia tertidur? Apa sudah berminggu-minggu? Atau bahkan berbulan-bulan?

"Hahh.." Junhong menghela nafas untuk yang kedua kalinya. Ia sedikit menyesal, kenapa ia tidak tidur selamanya saja? Kenapa ia harus bangun? Mengingat dirinya yang sudah tidak punya semangat hidup lagi, seharusnya tuhan mengambil nyawanya saja.

Junhong meringis saat dadanya mulai berasa sakit lagi. Tangannya yang tergolek lemah mulai ia gerakan menuju dadanya. Menekan tangannya pada dada, berharap rasa sakit itu bisa hilang atau setidaknya berkurang.

"Jantung anda mengalami kerusakan, organ tersebut sudah tidak dapat berfungsi dengan normal, mungkin ini disebabkan banyaknya pikiran, pola makan yang tidak sehat dan kurangnya istirahat. Saya sarankan agar anda melakukan ransplantasi jantung secepatnya, atau tidak maka akan berakibat fatal"

Junhong menertawakan dirinya dalam hati. Penyakit Jantung? Transplantasi jantung? Bukankah itu terdengar menyedihkan? Junhong sadar sekarang. Ia bukan lagi orang sehat yang bisa beraktifitas dengan bebas, tapi siapa yang perduli? Hidupnya berakhirpun ia akan terima dengan senang hati. Bukankah sudah ia katakan kalau ia sudah tidak punya semangat hidup lagi?

Sejak Daehyun meninggalkannya..

Sejak pria yang ia cintai mengkhianati cintanya dan berpaling.

KLIK

Mendengar suara pintu yang terbuka dengan reflek Junhong menutup matanya dan berpura-pura tidur. Namun beberapa saat menunggu, tidak ada suara lagi yang terdengar, dan itu cukup membuat Junhong bingung. Bukankah tadi ada orang yang memasuki ruangannya? Tapi kenapa tidak ada suara sama sekali?

Junhong baru saja akan mengintip namun ia urungkan saat merasakan sebuah telapak tangan mengelus wajahnya dan perlahan membuka masker oksigen yang ia kenakan. Telapak tangan itu mulai menyentuh wajahnya lagi. Sentuhan itu turun dari dahinya melewati hidung dan berhenti dibibirnya. Ia cukup penasaran siapa orang yang berani menyentuh wajahnya seperti itu.

"Junhong.."

DEG!

Tubuh Junhong tiba-tiba saja membeku. Ia kenal suara ini..

"Maafkan aku.."

Junhong berusaha menetralkan deru nafasnya yang mulai tidak teratur. Dadanya pun mulai berdetak tidak karuan. Matanya yang terpejam mulai memproduksi air mata yang Junhong tahan mati-matian agar tidak terjatuh.

"Sungguh.. Maafkan aku.."

Daehyun menatap wajah Junhong yang pucat dengan tatapan sendu. Raut wajahnya menampakan gurat penyesalan yang amat dalam. Tangannya berhenti mengelus bibir Junhong. Ia tertunduk dalam, tidak kuasa menatap wajah orang yang ia cintai lebih lama lagi.

"Kau boleh membenciku.. memakiku.. menghajar atau lakukan apapun yang kau mau tapi.." Daehyun menarik nafas panjang dan mulai kembali menatap wajah Junhong. "Kau harus cepat sembuh. Kau harus berjanji akan menjaga kesehatanmu dan tidak akan jatuh sakit lagi. Bodoh!"

Daehyun melepaskan tangannya pada bibir Junhong. Ia berdiri mematung, tidak tahu harus melakukan apa lagi. Fikirannya tengah kacau sekarang, Junhong belum sadarkan diri dan ini sudah berlangsung selama dua hari, jujur saja Daehyun sangat mengkhawatirkan Junhong.

Hanya saat malam ia bisa dengan leluasa menatap wajah Junhong dan mengelusnya. Siang hari tidak memungkinkannya untuk melakukan semua itu. Alasannya sederhana, karna ada calon mertuanya dan juga Youngjae.

Youngjae..

Mengingat nama itu membuat kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri. Besok.. Ia ingat besok adalah hari yang sangat penting untuknya, hari dimana ia dan Youngjae akan mengikhrar janji dan mengikat hubungan mereka menjadi lebih kuat. Pernikahannya yang akan berlangsung besok malam.

"Besok.. Hari pernikahanku dengan Youngjae" Daehyun mulai berbicara. Ia tersenyum miris kearah Junhong yang masih betah memejamkan matanya. "Kau akan datang?"

Daehyun tahu tidak seharusnya ia bertanya karna tidak akan dijawab. Tapi entah mengapa Daehyun sangat ingin mendapatkan jawaban. Lama ia menunggu namun tidak ada jawaban juga.

Tangan Daehyun menyentuh pipi Junhong dengan lembut. "Kuharap kau akan menjawab tidak.." lirihnya. Ia menepuk pipi Junhong pelan. "Setelah menikah aku akan pergi dari Korea dan mulai menetap di Italy bersama Youngjae.. aku harap sebelum aku pergi, aku bisa melihat senyumanmu Junhong-ah"

Dengan perlahan Daehyun mulai menundukan tubuhnya, mendekatkan wajahnya pada wajah Junhong. Ia berhenti saat jarak wajah mereka tinggal beberapa centi lagi. "Cantik" Gumamnya pelan.

CUP

Daehyun memejamkan matanya saat bibirnya berhasil menyentuh bibir milik Junhong. Ia terdiam tidak berniat untuk menggerakan bibirnya. Hanya menempel saja sudah cukup untuk mengurangi rasa rindunya pada bibir kesukaannya ini.

Ingatannya melayang pada masa-masa ia dan Junhong masih menjalin hubungan kekasih. Masa-masa yang sampai saat ini masih melekat dengan erat di ingatannya. Tidak akan ia lupakan. Tidak akan pernah walaupun ia sudah tidak bisa memiliki Junhong lagi.

"Berhenti menciumku Daehyun hyung! Kau mau membuat bibirku ini habis?"

"YA! Jangan menciumku ditempat umum hyunggg~"

"Aku sedang marah! Kenapa kau malah menciumku?! Ish menyebalkan"

"Aku mencintaimu hyung~ sekarang cium aku!"

Air mata Daehyun mulai mengalir keluar dan terjatuh tepat diatas mata Junhong. Air mata itu mengalir melalui sudut mata Junhong, dan tanpa Daehyun ketahui, air matanya bercampur dengan air mata Junhong yang ikut tumpah.

Daehyun perlahan melepas ciumannya. Ia membiarkan air matanya tetap menetes keluar. Tangannya mengelus rambut Junhong dan mulai memperbaiki letak masker oksigen. Ia berdiam cukup lama, memperhatikan wajah Junhong.

Ini mungkin terakhir kalinya ia melihat Junhong.. Setelah ini, ia akan pergi jauh-jauh dari kehidupan Junhong..

"Terimakasih karna kau mau membuka hatimu untukku Junhong.."

Daehyun menguatkan hatinya dan tersenyum kecil.

"... Dan maafkan aku karna sudah menyakitimu.. Aku.. Mencintaimu.."

BLAM

Pintu itu tertutup. Menyisakan Junhong yang kini sudah membuka matanya, menumpahkan air mata yang sempat tertahan. Ia terisak cukup kencang. Mencengkram dadanya yang bergemuruh..

Daehyun mencintainya?

Daehyun bilang dia mencintainya?

"Daehyun hyung.. Hiks.. Hyung.. Jangan pergi kumohon.."

Tangisnya semakin menjadi, isakannya sudah terdengar diseluruh sudut ruangan. Ia menutup matanya dan membayangkan wajah pria yang ia cintai..

"Aku juga mencintaimu.. Hiks.."

.

~Only Tears~

.

"Aku harap kalian akan datang"

Himchan tersenyum kecut saat melihat pesan dari Youngjae untuknya. Pikirannya menerawang jauh. Haruskah ia datang? Ia adalah sahabat Youngjae tapi entah mengapa hatinya enggan untuk datang keacara itu. Jujur saja ia jadi sedikit tidak rela kalau Youngjae jadi menikahi Daehyun. Entah mengapa perasaannya menjadi sangat tidak tenang.

"Sudahlah Hime.. Kau harus tidur.."

Himchan merasakan pelukan kekasihnya semakin erat. Tanpa mengindahkan kata-kata Yongguk, Himchan malah merubah posisinya yang tidur menjadi terduduk. Ia menghela nafas, melirik kesamping dan mendapati Yongguk yang tengah menatapnya.

"Bbang.. Aku benar-benar merasa khawatir" Himchan meremas selimutnya. Matanya tiba-tiba saja memanas.

Yongguk yang melihat itu langsung ikut duduk dan merengkuh tubuh Himchan dalam pelukannya. Ia mengusap punggung Himchan pelan, berusaha menenangkan kekasih cantiknya itu. "Tenanglah Hime.. Semuanya akan baik-baik saja" Terbesik nada keraguan disana. Yongguk sendiri juga merasa khawatir, sama halnya dengan Himchan, ia juga merasakan perasaan yang tidak enak.

"Aku hanya takut Bbang.. Bagaimana kalau Youngjae tidak bahagia? Bagaimana dengan perasaan Junhong saat terbangun nanti? Bagaimana-"

"Sstt.. Bukankah sudah ku bilang semua akan baik-baik saja? Berdoa saja semoga ini lah jalan terbaik untuk mereka. Youngjae pasti bahagia dengan Daehyun, dan Junhong ia pasti akan mengerti"

Himchan terdiam, berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja. Besok adalah hari penentuan untuk semuanya, dan entah apa yang akan terjadi besok, ia sungguh khawatir.

"Sekarang kita tidur hm?"

Himchan mengangguk dan mulai membaringkan tubuhnya menghadap Yongguk, ia memejamkan matanya dan mulai berdoa dalam hati.

'Tuhan.. Apapun yang terjadi besok, semoga itu adalah jalan yang terbaik'

.

~Only Tears~

.

Youngjae menatap pantulan dirinya disebuah cermin yang cukup besar. Ia memandangi dari atas sampai bawah. Sempurna. Itulah kata ibunya saat melihat menampilannya yang tengah memakai tuxedo berwarna putih. Ia tersenyum kecil. Tuxedo ini sangat pas ditubuhnya, dan ia juga sangat menyukai desain yang sederhana ini.

Ini sudah jam dua malam tapi ia sama sekali tidak mengantuk. Tidak ada niatan untuk berusaha tidur, lagi pula ia takut mimpi buruk jika ia tidur nanti.

Youngjae melangkahkan kakinya kesudut ruangan dan membuka lemari. Tangannya perlahan terulur menyentuh sebuah tuxedo berwarna soft blue lembut yang tergantung rapi didalam lemari. Tatapan matanya berubah sendu. Ia menatap tuxedo itu cukup lama sampai dirasakannya air matanya mulai mengalir.

"Youngjae? Kau belum tidur?"

Youngjae tersentak kaget. Ia segera mengusap kasar air matanya dan menutup lemari. Dengan satu tarikan nafas ia mulai menoleh keasal suara dan tersenyum.

"Daehyun-ah? Kau sendiri kenapa belum tidur?" Ujar Youngjae. Ia mulai mendekati calon suaminya itu dan semakin tersenyum lebar.

Daehyun balas tersenyum. Ia menatap Youngjae dari atas sampai bawah. "Kau memakai tuxedo? Malam-malam?" Tanyanya bingung.

Youngjae mengangguk sekilas. "Apa cocok?"

Daehyun terlihat berfikir sebentar lalu tersenyum jahil. "Tidak"

Youngjae merengut kesal. "Menyebalkan" Ucapnya. Ia memukul dada Daehyun cukup keras sampai terdengar Daehyun yang mengerang sakit. Youngjae mendengus dan berjalan kearah jendela. Memandang langit kota Seoul yang mendung dan tidak ada satupun bintang disana, bahkan sang rembulan enggan menampakkan dirinya.

Keheningan mulai mendominasi. Tidak ada satupun dari mereka berdua yang berniat untuk memulai percapan. Youngjae masih sibuk memandang langit dengan pikirannya yang bercabang sedangkan Daehyun tengah memandang punggung Youngjae dengan tatapan sendunya.

"Dae.."

Daehyun tersentak kaget saat suara Youngjae mengintrupsi kegiatannya. Ia memandang Youngjae yang masih setia membelakanginya. "Hn"

Youngjae terdiam. Ia membuka mulut namun menutupnya kembali. Tangannya meremas tuxedo yang ia kenakan.

"Youngjae?"

"Apa kau bahagia?"

DEG

Daehyun merasa kalau jantungnya akan melompat keluar saat mendengar pertanyaan Youngjae. Apa ia bahagia? Daehyun tidak tahu. Ia tidak tahu dengan perasaannya yang sesungguhnya. Tapi bukankah seharusnya ia tengah bahagia? Besok adalah hari yang paling ia tunggu-tunggu sejak dulu, tapi kenapa sekarang ia malah berharap hari esok tidak usah datang?

Merasa tidak mendapat jawaban dari Daehyun, Youngjae tersenyum miris. Bukankah semuanya terasa amat hambar sekarang? Ia merasakan hal itu. Daehyun tengah meragukan perasaannya.

"Kau sendiri. Apa kau bahagia?" Bukannya menjawab Daehyun malah menanyakan hal yang sama pada Youngjae. Ia bisa melihat punggung Youngjae yang bergerak gelisah. Dengan langkah pelan ia mulai melangkahkan kakinya mendekati Youngjae dan memeluknya dari belakang.

Youngjae menunduk saat merasakan Daehyun tengah memeluknya. Lengan Daehyun yang melingkar dipinggangnya semakin lama semakin erat. Youngjae menggeliat gelisah. "Lepaskan Dae.."

"Tidak.." Daehyun mengecup perpotongan leher Youngjae. Ia memejamkan matanya, menghirup aroma yang menguar dari tubuh Youngjae.

'Tidak sama.. Wanginya tidak bisa menenangkan pikiranku..' Daehyun mengerang kecewa. Wangi tubuh Youngjae tidak bisa menenangkan pikirannya yang sedang kalut, berbeda sekali dengan wangi tubuh Junhong yang bisa membuatnya tenang dan merasa nyaman.

"Daehyun hyungg.. Jangan tiup leherku ais geli!"

"Kenapa kau sering sekali mencium wangi tubuhku sih? Aku kan belum mandi hyung!"

"Mint bisa membuat pikiran seseorang tenang, jadi aku memakai parfurm yang berbau mint supaya Daehyun hyung akan selalu tenang jika berada didekatku.. aku mencintaimu hyungie~"

"Daehyun.."

"Daehyun!"

"Jung Daehyun!"

Daehyun tersentak kaget. Ia langsung melepaskan pelukannya pada Youngjae dan menggaruk kepalanya. Kenangan masa lalunya dengan Junhong selalu saja muncul disaat yang tidak tepat. "Maaf.."

Youngjae tersenyum sekilas. "Tidurlah.. Besok pagi-pagi kita akan menjenguk Junhong" setelah mengatakan itu Youngjae pergi meninggalkan Daehyun dalam diam. Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya tanpa diketahui oleh Daehyun.

.

~Only Tears~

.

Himchan menaruh mangkuk buburnya dengan kecewa. Ia menghela nafas dan memandangi wajah Junhong yang pucat seperti mayat. Sejak kedatangannya tadi pagi Junhong tidak mau membuka mulutnya untuk makan. Seluruh perawat bahkan sudah angkat tangan dibuatnya.

"Kau harus makan Junhong.. kau baru sadar dari koma dan butuh asupan energi" Entah sudah berapa kali Himchan mengatakan kata-kata itu. Ia sendiri mulai lelah membujuk Junhong untuk makan.

Tiba-tiba saja pintu ruang rawat Junhong terbuka. Menampilkan sosok Youngjae yang kini tengah berdiri diambang pintu. Perlahan kakinya mulai melangkah mendekati sosok Junhong. Matanya sontak memanas melihat Junhong yang tengah terbaring lemah diatas tempat tidur.

"Mau apa kau kemari?" Tanpa sadar Himchan bertanya dengan nada dingin.

Youngjae tersenyum kaku. Ia meletakkan sebuket bunga dan keranjang buah diatas meja. "Ingin melihat keadaannya.." lirihnya pelan.

"Kalau kau sudah puas melihatnya silahkan meninggalkan tempat ini" Himchan sendiri tidak tahu kenapa ia bisa berbicara seperti itu. Entah kenapa ia tidak suka Youngjae berada dekat dengan Junhong.

Youngjae terdiam. Ia memandang Himchan dengan pandangan sendu. "Hyung.. Bisa kita bicara sebentar?"

"Bicaralah" Himchan membetulkan letak selimut Junhong. Ia menatap Junhong yang kini tengah berpura-pura tidur.

"Bisakah kita bicara diluar? Disini ada Junhong" Pinta Youngjae. Matanya melirik kearah Junghong.

Himchan berdehem sebentar kemudian menggeleng. "Disini atau tidak usah bicara"

Youngjae menghela nafas pasrah. Ia menatap wajah Junhong cukup lama. "Pergilah kekamar ku dan ambil sebuah tuxedo berwarna soft blue yang kusimpan didalam lemari paling sudut.."

Himchan menaikkan sebelah alisnya bingung. Untuk apa Youngjae menyuruhnya mengambil sebuah tuxedo?

"Untuk kali ini.. Turuti permintaan ku hyung, aku akan memberitahu alasanku menyuruhmu melakukan itu.. tapi nanti, bisakah?"

Himchan hendak protes namun Youngjae langsung memotongnya. "Ini permintaan terakhirku.. Ku mohon.."

Setelah mengatakan itu Youngjae langsung melangkah pergi. Himchan bisa melihat ada air mata yang meleleh dari mata sahabatnya itu. Sebenarnya ada apa?

"Hyung.."

Himchan menoleh kearah Junhong dan terkejut saat melihat mata Junhong yang kini sudah berair. Dengan reflek ia langsung merengkuh tubuh kurus itu. "Jangan menangis Junhong-ah.. Semuanya akan baik-baik saja.."

.

~Only Tears~

.

Daehyun memijat keningnya yang terasa berkedut. Ia menatap pantulan dirinya dicermin dengan gusar. Sebuah tuxedo sudah melekat dengan sempurna dibadannya, ingin rasanya ia melepaskan pakaian ini. "Arghh.." Erangnya.

Youngjae yang baru saja memasuki ruangan bisa mendengar dengan jelas erangan yang keluar dari bibir Daehyun. "Kau baik-baik saja Daehyun-ah?" Tanyanya khawatir.

Daehyun melirik Youngjae dan tersenyum menenangkan. "Aku baik-baik saja.."

Youngjae balas tersenyum tanpa berniat menimpali kata-kata Daehyun. Ia menatap dirinya yang juga sudah mengenakan sebuah tuxedo. Satu jam lagi acara pernikahan mereka akan dilaksanakan. Ia memejamkan matanya dan menghembuskan nafas berat.

"Apa kau bahagia Daehyun-ah?"

Daehyun terdiam saat mendengar pertanyaan yang sama kembali terlontar dari bibir Youngjae. Ia melangkahkan kakinya untuk duduk disofa yang terletak disudut ruangan. Tangannya kembali memijat keningnya yang terasa berdenyut nyeri. "..Ya"

Youngjae menatap Daehyun. Ia bisa menangkap nada keraguan disana. "Kau harus bahagia.." Ucapnya kemudian pergi meninggalkan Daehyun yang tengah menatapnya bingung.

.

~Only Tears~

.

Daehyun menahan nafasnya saat Youngjae mulai melangkah memasuki altar. Ia bisa melihat para tamu tengah memandangi sosok yang terlihat bersinar itu. Daehyun menatap Youngjae dan tersenyum tipis.

Kini kedua mempelai sudah berdiri diatas altar. Youngjae menundukkan kepalanya tanpa sedikitpun berniat melirik kearah Daehyun. Ia menggigit bibirnya.

Sang pendeta hanya tersenyum menatap kedua mempelai yang terlihat malu-malu. Ia berdehem sebentar. "Apakah anda Jung Daehyun bersedia menerima Yoo Youngjae menjadi istri anda? Baik dalam sehat maupun sakit suka maupun duka untung maupun rugi sampai maut memisahkan kalian?"

Daehyun terdiam sebentar dan mulai meyakinkan dirinya. "Ya saya bersedia"

Sang pendeta beralih menatap Youngjae yang masih saja menunduk. "Apakah anda Yoo Youngjae bersedia menerima Jung Daehyun menjadi suami anda? Baik dalam sehat maupun sakit suka maupun duka untung maupun rugi sampai maut memisahkan kalian?"

Tidak ada jawaban. Daehyun menatap Youngjae khawatir. Mulai terdengar suara para tamu yang sedang berbisik-bisik. Sang pendeta tersenyum sekilas dan kembali mengulang ucapannya. "Apakah anda Yoo Youngjae bersedia menerima Jung Daehyun menjadi suami anda? Baik dalam sehat maupun sakit suka maupun duka untung maupun rugi sampai maut memisahkan kalian?"

Dengan perlahan Youngjae mulai mengangkat wajahnya. Ia meremas tuxedonya dengan erat. Bibirnya bergetar. "Saya.. Saya menolak pernikahan ini.."

DEG

Daehyun menatap Youngjae dengan pandangan tidak percaya. "Y-Youngjae.."

"Pergilah.." Lirih Youngjae.

"Tapi.."

"Pergilah sebelum aku berubah fikiran Jung.. Kau harus bahagia" Youngjae tersenyum kecil. Ia bisa merasakan dadanya berdenyut nyeri. Inilah keputusannya.. ya.. memang seharusnya seperti ini.

Daehyun memandang wajah Youngjae cukup lama. Ia bisa melihat ada gurat kesedihan diwajah kekasihnya itu. Entah mengapa ada sedikit rasa tidak rela saat Youngjae menyuruhnya pergi. Dengan ragu ia mulai mengangguk. "Terimakasih.." Ucapnya kemudian berlari keluar gereja. Ia harus segera menemui Junhong.. Choi Junhong..

Youngjae menoleh saat merasakan bahunya ditepuk. Ia tersenyum saat melihat ayahnya yang tengah tersenyum kearahnya. "Appa harap kau tidak menyesal dengan keputusan mu Youngjae" Ucapnya kemudian memeluk Youngjae yang kini tengah terisak.

~Only Tears~

Daehyun melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ruangan yang ditempati Junhong. Nafasnya yang sudah terengah-engah tidak ia perdulikan. Beberapa meter lagi.. ia harus segera sampai..

BRAK

Dengan tidak sabaran Daehyun mendobrak pintu kamar Junhong. Ia mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan, alisnya bertaut saat mendapati ruangan yang ia tuju ternyata kosong.

"Dimana?" lirihnya pelan.

Satu tepukan dibahunya membuat Daehyun terlonjak kaget. Ia buru-buru menoleh. "Yongguk hyung!"

Yongguk menatap Daehyun sekilas. Tanpa berkata apapun ia segera membalikkan tubuhnya dan berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Daehyun yang melihat itu hanya bisa diam. Entah kenapa perasaannya sekarang sangat tidak enak.

Selama perjalanan Daehyun hanya bisa bertanya dalam hati. Ingin sekali ia melontarkan sebuah pertanyaan namun kembali ia telan bulat-bulat tanpa sempat terlontar. Hatinya bergemuruh. Ada apa sebenarnya?

TAP

Yongguk menghentikan langkahnya. Ia terdiam sebentar sebelum membalikkan tubuhnya menghadap Daehyun. "Aku tidak bisa mengantarkanmu sampai tujuan, kau hanya tinggal berjalan mengikuti lorong ini.. dan kau akan menemukan jawaban atas semua pertanyaanmu" Dengan perlahan Yongguk menepuk bahu milik Daehyun. ia menatap sahabatnya itu sebentar, kemudian mulai melangkahkan kakinya pergi.

Daehyun termenung untuk beberapa saat. Apa dia harus mengikuti perintah Yongguk? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa sahabatnya itu tidak bisa mengantarkan sampai tujuan?

Beribu pertanyaan mulai bermunculan dibenak Daehyun. Ia menelan air liurnya kasar sebelum memutuskan untuk berjalan kedepan. Kakinya terus melangkah, dan akhirnya ia sampai pada sebuah taman yang terletak dibelakang rumah sakit.

.

.

.

"Junhong-ah.." Ucap Daehyun lirih. Matanya memandang nanar kearah sosok yang kini tengah duduk diatas sebuah kursi roda, wajahnya sangat pucat dan Daehyun yakin bahwa sosok itu sudah lama berada disana.

Mendengar namanya dipanggil Junhong segera menolehkan kepalanya. Wajahnya mulai melukiskan sebuah senyuman. "Hyung.."

Hatinya bergetar saat mendengar suara yang keluar dari bibir Junhong. Daehyun memejamkan mata sesaat dan kembali membukanya, berusaha meredamkan detak jantungnya yang menggila. Dengan langkah cepat ia segera mendekati Junhong dan merengkuh sosok itu kedalam pelukannya. "Junhong-ah.."

Tangan Junhong yang awalnya tergeletak lemas kini mulai membalas pelukan Daehyun. Matanya terpejam saat merasakan tubuhnya menghangat. Kapan terakhir kali Daehyun memeluknya? Entahlah.. rasanya sudah sangat lama..

"Maafkan aku yang sangat brengsek ini.. aku benar-benar menyesal.. maafkan aku.." Daehyun semakin mengeratkan pelukannya. Matanya memanas dan mulai mengeluarkan buliran kristal bening.

Junhong bisa merasakan bahunya basah. Ia menggigit bibir bawahnya agar isakannya tidak keluar. Tangannya mencengkram tuxedo yang Daehyun kenakan dengan erat. "Hyung.. Hiks.."

Mendengar isakan yang keluar dari bibir Junhong membuat Daehyun soktak melepaskan pelukannya. Matanya menatap nanar pada pemuda manis yang kini tengah terisak. Tangannya dengan perlahan menghapus air mata yang mengalir di wajah Junhong. "Jangan menangis.."

"Aku membencimu hyung.."

"Aku tahu.." Daehyun menangkup wajah Junhong dengan kedua lengannya. Iris kecoklatan milik Daehyun bertemu dengan iris hitam milik Junhong. Mereka saling memandang cukup lama, berusaha menyalurkan perasaan rindu yang membuncah hanya lewat pandangan mata.

"Seharusnya aku sadar sejak dulu bahwa orang yang benar-benar aku cintai hanya dirimu Junhong-ah.. Aku mencintaimu.." Daehyun mengambil sebuah benda yang ia simpan disaku celananya. "Menikahlah denganku Choi Junhong.."

Tidak ada respon dari Junhong, pria manis itu hanya menundukkan kepalanya.

"Junhong?"

Junhong mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis, sangat tipis. "Maafkan aku hyung.. Tapi, aku menolaknya"

Daehyun mematung mendengar perkataan Junhong. "Kenapa?"

"Aku bukan orang yang tepat untukmu.."

"Aku tidak bisa menerima alasanmu!" Tanpa sadar Daehyun membentak Junhong. Ia menarik nafas dalam berusaha menetralkan detak jantungnya yang berdetak cepat.

Junhong menuntun tangan Daehyun untuk memegang dadanya. "Didalam sini.. Organ terpenting dari kehidupan manusia sudah tidak berfungsi secara normal lagi.. Aku sudah menjadi penghuni tetap rumah sakit ini hyung, dan mungkin hidupku tidak akan berlangsung lama"

"Jangan bicara seperti itu!"

"Tapi memang kenyataannya seperti itu" Junhong tertawa miris. "Pergilah, temui Youngjae hyung.."

Daehyun menggertakan giginya kesal. Ia menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap bersamamu, menjagamu setiap hari dirumah sakit bagiku tidak masalah"

"Dan aku akan merasa bersalah seumur hidupku.. Youngjae hyung ingin kau bahagia, dia ingin kau bersamaku dan mengorbankan perasaannya sendiri, tapi kurasa itu bukan keputusan yang tepat" Junhong tersenyum. "Aku senang mengetahui kau masih mencintaiku hyung, dan asal kau tahu, akupun masih punya perasaan yang sama denganmu. Tapi ku rasa aku bukanlah orang yang tepat untukmu, aku menolak lamaranmu" Junhong terkekeh pelan. Ia mendorong tubuh Daehyun agar menjauh darinya.

"Junhong.."

"Youngjae hyung yang merencanakan semua ini.. Aku awalnya tidak mengerti kenapa tiba-tiba Himchan hyung menyuruhku untuk memakai sebuah tuxedo" Junhong melirik sebuah tuxedo berwarna soft blue yang sedang ia kenakan. "Tapi sekarang aku mengerti.. Mungkin Youngjae hyung menginginkan kau menikah denganku"

Daehyun tetap terdiam. Ia tidak tahu harus berbicara apa, mulutnya seakan merekat satu sama lain.

"Sekarang, keputusan ada ditanganmu hyung.. Pikirkan semuanya dengan baik. Jika kau ingin tetap disini, maka menetaplah, tapi jika kau ingin pergi.. pergilah secepat mungkin karna pesawat Youngjae hyung akan berangkat setengah jam lagi"

DEG!

Pesawat?

Daehyun bergerak gusar, pesawat? Youngjae akan pergi kemana? Kenapa dia tidak mengatakan soal pesawat padanya?

"Jangan sampai kau merasa menyesal untuk yang kedua kalinya hyung.. Semakin lama kau berfikir, maka semakin sedikit juga kesempatanmu untuk bertemu dengan Youngjae hyung"

Daehyun mengepalkan tangannya dengan erat, ia menghembuskan nafas kasar dan menatap Junhong dalam. "Choi Junhong.. Aku mencintaimu.."

Langkah kaki yang terdengar semakin menjauh itu menandakan sosok Daehyun sudah pergi. Junhong mengerjabkan matanya dan air matapun kembali mengalir. Bodohkah ia karna kembali melepaskan cintanya?

"Aku juga mencintaimu.. Daehyun hyung.." Junhong memegang dadanya yang berdenyut nyeri. Rasa sakit itu mulai kembali menggerogoti hatinya. Ia sadar.. Daehyun akan bahagia jika bersama Youngjae, bukan dengan dirinya..

"Aku harap kau tidak menyesal dengan keputusanmu.."

"Jongup hyung.."

Jongup memeluk tubuh Junhong dengan erat. Ia mengelus pucuk kepala Junhong agar pria tinggi itu bisa tenang. "Tenanglah.. aku berjanji akan selalu berada disampingmu junhong.. aku mencintaimu"

"Carilah orang lain hyung.. Aku-"

"Tidak, Aku tidak perduli dengan penyakitmu itu. Aku akan menemanimu sampai kau sembuh, kalau perlu, aku bisa mengorbankan jantungku untukmu.."

Junhong tahu, Jongup adalah orang yang tepat untuknya.. Ia tidak akan menyia-nyiakan pria dihadapannya ini untuk yang kedua kalinya. Tidak akan pernah..

'Semoga kau bahagia Daehyun hyung... aku mencintaimu..'

.

~Only Tears~

.

Youngjae mengeratkan genggaman tangannya pada koper yang terletak didepannya. Matanya memandang kosong kedepan. Mencoba menerawang bagaimana kehidupannya dimasa depan tanpa sosok yang sangat ia cintai.. bisakah ia hidup seperti biasa? Atau malah hidupnya akan berantakan?

Entahlah.. memikirkan hal itu saja sudah membuat kepalanya berdenyut nyeri. Ada sekelebat keinginan untuk kembali pada Daehyun. namun ia hanya bisa mengubur keinginan itu dalam-dalam. Sejujurnya ia sendiri kurang yakin dengan keputusan yang ia ambil. Tapi, bukankah sudah terlambat untuk menyesalinya?

Benda kotak yang ia simpan disaku bajunya bergetar. Youngjae terdiam. Tidak berminat sedikitpun untuk mengangkat telepon tersebut, ia sangat yakin itu telepon dari orang tuanya.

'Jung Daehyun.. Selamat tinggal..'

Inilah jalan yang ia pilih.. Pergi menjauh dari kehidupan Daehyun dan Junhong. Bukankah pada awalnya ia memang orang asing disana? Dengan satu tarikan nafas yakin, kakinya mulai melangkah. Tidak masalah Yoo Youngjae.. semuanya akan baik-baik saja.

"Youngjae!"

"Lupakan suara Jung Daehyun.." Youngjae menggerutu dalam hati, ia bahkan bisa mendengar suara Daehyun dengan jelas. Sepertinya ia mulai gila.

"Yoo Youngjae!"

Sesaat, Youngjae bisa merasakan dirinya membeku. Cengkraman pada tangannya membuat dirinya tidak bisa bergerak sedikitpun. Dengan satu tarikan nafas ia mulai menoleh.

"Daehyun.."

GREP

"Kau mau kemana hah?! Kenapa tidak bilang padaku kalau kau akan pergi?!" Jemari Daehyun semakin melingkar dengan erat disekitar tubuh Youngjae, seakan tidak membiarkan sosok itu menjauh satu centi pun darinya.

"Jung Daehyun.. Kenapa kau disini?" Lirihnya. Youngjae bisa merasakan lututnya melemas. Tidak pernah terbayang dibenaknya Daehyun akan menyusul dirinya kebandara. Kenyataan ini membuatnya sangat terkejut sekaligus.. Bingung.

"Tentu saja menahanmu untuk pergi! Kau mau meninggalkan ku huh?!"

Tanpa sadar Youngjae menggelengkan kepalanya. Matanya memanas saat mengingat siapa orang yang tengah memeluknya saat ini. Ingin sekali ia mendorong tubuh Daehyun menjauh dan mengatakan dengan lantang kalau ia akan meninggalkan pria itu. Tapi kenyataannya, ia malah semakin mengeratkan pelukannya dan terisak.

"Jangan pergi.."

"Bagaimana dengan Junhong? Bukankah kau mencintainya Jung Daehyun?" Suara Youngjae terdengar bergetar.

Daehyun terdiam. Ia memang mencintai Junhong.. Tapi.. Hati kecilnya lebih memilih Youngjae, memilih pria manis itu untuk selalu berada disampingnya. Ia tidak mau menyesal untuk yang kedua kalinya, dan dia tidak mau melepaskan Youngjae begitu saja.

"Aku memang mencintai Junhong.. tapi kurasa ada orang yang lebih mencintainya dari pada diriku" Perlahan Daehyun mulai meregangkan pelukannya pada Youngjae. "Aku sudah memutuskan untuk memilihmu Yoo Youngjae.. Bantu aku untuk meyakinkan perasaanku padamu"

Youngjae bisa merasakan ada getaran aneh pada hatinya. Ini pertama kalinya ia melihat Daehyun benar-benar serius dengan perasaannya. "Jung Daehyun.. Ku harap kau tidak menyesal" Youngjae kembali memeluk tubuh Daehyun dengan erat. Air matanya semakin mengalir, kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan air mata kebahagiaan.

Daehyun tersenyum. Ia mencium pucuk kepala Youngjae. "Tidak.. inilah keputusanku.."

'Semoga kau bahagia Junhong.. Aku mencintaimu..'

.

.

.

.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan.

Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati.

Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti.

Dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangun kembali kepercayaan untuk saling mencintai.

.

.

.

.

END

Akhirnya ff ini selesai juga ^^ ini ff pertama saya yang saya publish disini, lega rasanya akhirnya saya bisa menyeselaikan ff ini walau chap endingnya sedikit terhambat. Ada banyak perubahan yang saya ubah. Sebenarnya saya sudah menyelesaikan 3 ending yang berbeda, hanya saja saya memutuskan untuk mengupdate ending yang ini.

FF ini terinspirasi dari salah satu music video k-will yang please don't dan judul ff ini terinspirasi dari lagu infinite – only tears. Awalnya saya berencana membuat alur yang sama dengan mv, tapi entah otak saya yang memang lebay dan sudah terkontaminasi(?) sinetron, jadilah ff ini wkwk.

Terimakasih banyak untuk teman author saya Swag Joker. Dia yang selama ini mengupdate semua ff saya, jujur saja selama saya disini, saya tidak tahu bagaimana caranya mengupdate cerita wkwkw.. Terimakasih banyaakkkk..

Dan juga semua readers yang meninggalkan jejak ataupun tidak. Saya ucapkan terimakasih banyak karna sudah membaca cerita saya sampai akhir ^^ Maaf tidak membalas review satu persatu karna takut ff ini semakin panjang /bow/

Oh ya, saya ingin mengobrol dengan kalian. Tinggalkan username twitter kalian saat review ya :D

Saya harap ff B.A.P di fandom ini tidak punah. Saya akan kembali dengan FF yang baru.

Akhir kata,

Review Please? ^.^